Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR JUDUL

MAKALAH
SIKAP INTOLERAN DI PENGUNGSIAN KORBAN GEMPA CIANJUR
“Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah kewarganegaraan”
Dosen Pengampu: Bias Lintang Dialog, S.H., M.Kn

Disusun oleh:
Kelompok 3
1. Denisyah Indrawan Putra 20210110044
2. Ibda Kurnia Sabila 20210110017
3. Nurliana Safitri 20210110020
4. Siti Aprida Hasan 20210110050
5. Triyani Rahayu Dewi 20210110028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KUNINGAN
2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Table of Contents
LEMBAR JUDUL.................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
Latar Belakang...................................................................................................................................4
Rumusan Masalah.............................................................................................................................4
Tujuan................................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
Landasan Teori..................................................................................................................................5
Artikel Pelajaran dari Pencopotan Label Gereja di Tenda Pengungsian Gempa Cianjur...................6
Analisis Kasus Sikap Intoleran di Pengungsian Gempa Cianjur........................................................7
BAB III PENUTUPAN.........................................................................................................................9
A. Simpulan.......................................................................................................................................9
B. Saran.............................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Pengertian Toleransi
Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasamuh. Secara bahasa toleransi berarti
tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan
antarsesama manusia. Allah SWT menciptakan manusia berbeda satu sama lain. Perbedaan
tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif. Sebaliknya, perbedaan bisa
memicu konflik jika dipandang secara negatif.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi, perbedaan dan kebhinnekaan itu adalah rahmat dan anugrah Tuhan. Allah SWT dengan
sengaja menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan latar belakang bangsa, suku, agama,
bahasa, warna kulit, dan lain sebagainya. Karena itu, Allah SWT memerintahkan satu sama
lain agar “lita’arafu”, yaitu saling mengenal dan bekerjasama.

Tahukah anda makna tulisan di kaki burung garuda? Ya, BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Tulisan itu merupakan bagain dari cermin toleransi di Indonesia. Para pendiri bangsa ini
sudah memahami bahwa rakyat Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
Untuk itu, supaya Indonesia semakin maju, kita perlu memupuk persatuan dan kerjasama
meskipun kita berbeda-beda. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Terkait anjuran untuk berprilaku toleran, juga disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari:

“Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah
menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin
Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan
kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau
bersabda: “al-Hanifiyyah as-Samhah (yang lurus dan toleran)” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadis tersebut, agama Islam yang dibawa Rasulullah adalah agama yang
mengajarkan toleransi. Toleransi ini bukan dalam perkara akidah, yaitu hubungan manusia
dengan Tuhan. Misalnya, menghormati teman beda agama dengan cara ikut sembahyang di
tempat ibadahnya. Ini tidak boleh. Sikap toleran ini dilakukan dalam urusan muamalah,
hubungan manusia dengan manusia.

Jadi, perbedaan yang ada di dunia ini kita serahkan kepada Tuhan, Karena Dialah yang
menciptakan dan menghendakinya. Kita tidak perlu menghakimi: ini salah, ini benar. Kita
justeru dituntut untuk mengelola perbedaan tersebut ke arah yang positif, bukan malah
menjadi sumber konflik.
B. Artikel Pelajaran dari Pencopotan Label Gereja di Tenda Pengungsian Gempa
Cianjur
Pencopotan bantuan tenda berlabel gereja mengganggu proses pemulihan bencana di Cianjur.
Konsentrasi publik terserap pada isu itu ketimbang menomorsatukan penyintas. Pencopotan
bantuan tenda berlabel gereja di tempat pengungsian korban gempa Cianjur, Jawa Barat, viral di
media sosial. Polisi pun tengah menyelidiki kasus tersebut. Terlepas dari proses hukumnya,
peristiwa itu memberi pesan soal kemanusiaan dalam kebencanaan.

Dalam video itu tampak sejumlah orang melepas label bertuliskan identitas gereja tertentu yang
menempel di tenda biru pengungsi. Terdengar juga suara, “Miris, merisaukan. Bantuan yang ada
di Cianjur pelosok dipasok gereja-gereja,” di rekaman tersebut. Belum diketahui pasti maksud
dari pembongkaran label tenda itu. Namun, kejadian itu kini dalam penanganan polisi. Selain
mendatangi tempat terjadinya perkara, polisi juga tengah memeriksa sejumlah saksi. Informasi
sementara, diduga dua orang yang melakukan pencopotan label tersebut.
”Kami juga mengambil keterangan para pelaku. Mereka salah satu ormas (organisasi
kemasyarakatan) di Cianjur,” ujar Kepala Kepolisian Daerah Jabar Inspektur Jenderal Suntana
kepada awak media, Minggu (27/11/2022) di Cianjur. Ia berjanji menangani kasus itu sesuai
prosedur.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Suntana saat diwawancarai, Jumat
(10/12/2021), di Kota Cirebon, Jawa Barat.
”Kami akan periksa (terduga pelaku). Kalau memenuhi unsur pidana, kami akan lakukan
(pemidanaan). Dalam pengembangannya bisa berkembang ke arah itu (intoleransi),” ujarnya. Ia
tidak memerinci ancaman pasal dan hukuman jika terduga pelaku terbukti melakukan hal itu.
Suntana menyesalkan aksi pencopotan label itu meski tendanya tidak dibongkar. Apalagi,
pengungsi masih membutuhkan bantuan. Ia mengimbau kepada warga yang ingin memberi
masukan tentang penanganan bantuan agar melapor ke polisi dan aparat pemerintah lainnya.
”Tidak pernah boleh main hakim sendiri atau mencopot (label tenda itu). Kita dalam suasana
berduka dan sangat membutuhkan bantuan berbagai pihak. Ini tindakan kemanusiaan. Kami
menginginkan masyarakat Cianjur segera pulih. Mari kita jaga kondusivitas wilayah,” ujarnya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil pun menyesalkan aksi pencopotan label identitas pemberi bantuan
itu dan berharap kejadian serupa tak terulang lagi. Menurut dia, bencana datang tidak pilih-pilih
dan berdampak kepada semua pihak dan golongan.
”Yang membantu bencana pun datang tidak pilih-pilih, datang dari semua pihak, dari semua
pihak, dari semua golongan, kelompok, apa pun keyakinan atau agamanya,” ujar Emil, sapaan
Kamil dalam akun Instagram. Bantuan kemanusiaan, katanya, tak boleh ternodai oleh kebencian.
Apalagi, sila kedua di Pancasila mengamanatkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
”Berdirinya bendera, spanduk, baliho, stiker dari para pemberi bantuan adalah hal yang wajar
karena mungkin itu bagian dari pertanggungjawaban kepada donator,” tutur Emil.
Pihaknya telah meminta Kapolda Jabar menindaklanjuti kasus itu agar hal tersebut tidak terulang.
”Walaupun kita tidak bersaudara dalam keimanan, kita tetaplah bersaudara dalam kebangsaan
dan kemanusiaannya,” ujarnya.
Alie Humaedi dalam tulisannya berjudul “Penanganan Bencana Berbasis Perspektif Hubungan
Antar-agama dan Kearifan Lokal” di Analisa Journal of Social Science and Religion (2015)
membahas keterkaitan agama dengan bencana. Misalnya, isu penyebaran agama kepada korban.
Saat gempa Tsunami Aceh 2004, misalnya, tersiar isu anak-anak korban yang tidak lagi memiliki
keluarga dibawa oleh yayasan agama tertentu ke luar negeri untuk pindah agama. Di Padang
(2009) juga muncul isu penyebaran agama tertentu oleh organisasi nonpemerintah internasional.
Padahal, bencana kerap menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan. Alie mencatat, saat gempa Aceh,
misalnya, masjid menjadi ruang perjumpaan bagi penerima dan pemberi bantuan yang tidak
selalu se-iman. Masjid mewujud tempat koordinasi hingga distribusi serta penyimpanan logistik.
Akan tetapi, terdapat sejumlah rambu-rambu dalam aktivitas kemanusiaan saat bencana. Norma
ini penting agar kepentingan penyintas dan pemberi bantuan tidak bertabrakan. Penyintas ingin
membebaskan diri dari keterbatasan, sedangkan pemberi bantuan ingin menolong sesuai
program.
Meskipun tidak tertulis, menurut Alie terdapat empat rambu-rambu dalam aktivitas kemanusiaan
saat bencana. Pertama, tidak menyebarkan agama di suasana bencana ketika penyintas
kondisinya lemah. Rambu ini penting agar toleransi antara umat Muslim dan Nasrani tetap
terjaga. Batasan hubungan itu, lanjutnya, adalah saling pengertian dan penghormatan terhadap
penyintas dan pemberi bantuan. Apalagi, penanganan bencana termasuk dalam teologi sosial,
yakni berkarya bersama tanpa membeda-bedakan agama. Ajaran ini juga disebut kesalehan
sosial.
Rambu kedua adalah menjaga kewibawaan dan kesucian tempat sakral beserta para
pemimpinnya. Misalnya, ketika masjid menjadi tempat pengungsian untuk sejumlah pemeluk
agama, semuanya tetap wajib menghormati tempat ibadah itu. Begitupun ketika penyintas
mengungsi di gereja.
Rambut ketiga, pemberian bantuan tidak menonjolkan embel-embel agama secara vulgar.
Batasan ini, kata Alie, cukup membingungkan. Ia mencontohkan, ketika gempa di Cigalontang,
Tasikmalaya, merobohkan madrasah, organisasi sosial keagamaan tertentu ingin membantu
sekolah itu.
Akan tetapi, pemberi bantuan ingin bangunan yang telah jadi nantinya terpasang gambar dan
kata-kata tertentu yang bersimbol agama. Akhirnya, penyintas menolak bantuan itu. Masyarakat
menilai ada kepentingan tersembunyi di balik bantuan tersebut.
Rambu keempat, pemberi bantuan tidak mengkhususkan kepada sekelompok orang. Distribusi
bantuan yang tidak merata kerap memicu konflik. Bahkan, ada kasus pengungsi mengusir
pemberi bantuan. Oleh karena itu, penyalurannya perlu melibatkan tokoh masyarakat setempat.
Alie mendorong berbagai pihak melaksanakan keempat rambu-rambu itu dan mengedepankan
perspektif interfaith logik dan kearifan lokal. Ajaran ini, katanya, sebagai pemikiran bahwa
agama tidak hanya sekumpulan penganut, tetapi juga ruang pertemuan bagi yang berbeda.
“Penguatan kerangka interfaith logik dan pemahaman pada kebudayaan lokal itu akhirnya akan
berdampak pada penumbuhan partisipasi dan pengolahan kemampuan sumber daya yang dimiliki
masyarakat dan penguatan jaringan dalam penanganan bencana,” tulisnya.
Kasus pencopotan label identitas pada bantuan tenda untuk korban gempa Cianjur menyimpan
banyak pelajaran. Semua pihak sepatutnya saling menghargai dan menghormati. Sebab,
semuanya punya tujuan sama yaitu memulihkan Cianjur dengan kemanusiaan.

C. Analisis Kasus Sikap Intoleran di Pengungsian Gempa Cianjur


Kasus intoleran di pengungsian gempa Cianjur disebabkan oleh sejumlah oknum yang
melakukan aksi pelepasan label Tim Aksi Kasih Gereja Reformed Injili Indonesia. Aksi tersebut
dinilai sebagai tindakan intoleran dan radikalisme yang mana menyebabkan kericuhan di
masyarakat disebabkan fokus utama masyarakat teralihkan pada kasus tersebut sehingga proses
pemulihan bencana di Cianjur menjadi terhambat. Dari kasus ini sejumlah orang yang melakukan
aksi tersebut dinilai tidak dapat bersikap memanusiakan manusia. Karena kurangnya
menghormati dan tidak menghargai apa yang menjadi pemberian orang lain yang berniat baik
untuk membantu.
Sebagian orang juga berpendapat bahwa kasus tersebut ada kaitannya dengan “kepentingan”
pihak tertentu. Selama bantuan yang diberikan itu halal mengapa tidak diterima, karena niat
relawan untuk memberi bantuan tersebut baik berdasakan empati dan simpati diri sendiri.
Dari apa yang kami analisis oknum yang melepaskan label Tim Aksi Gereja Reformed Injili
Indonesia diduga fanatik atau bersikap berlebihan terhadap agama, sehingga oknum tersebut
melarang adanya bantuan dari pihak tertentu.
BAB III
PENUTUPAN

A. Simpulan
Adanya kericuhan dari oknum yang melepaskan label tersebut menjadi hambatan bagi
pemulihan bencana alam di Cianjur. Bantuan kemanusiaan tidak boleh ternodai sedikitpun
oleh unsur kebencian golongan, walaupun kita tidak bersaudara dalam keimanan kita
tetaplah bersudara dalam kebangsaan.

B. Saran
Saran dari kami untuk kasus ini agar lebih menghargai pemberian oranglain serta
menghormati kepada orang yang telah memberinya baik dari agama lain ataupun sesama
agama serta menerapkan toleransi dalam kehidupan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai