Peranan Tauhid Dalam Pekerjaan Seorang Muslim Gina Zikra Dwi Sania
Peranan Tauhid Dalam Pekerjaan Seorang Muslim Gina Zikra Dwi Sania
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Tauhid dalam kehidupan seorang
muslim ibarat pondasi sebuah bangunan. Jika bangunan tersebut memiliki pondasi yang kuat, maka rumah
yang dibangun di atas pondasi tersebut akan kuat, begitu pula tauhid. Tauhid adalah dasar Islam. Ketika
tauhid seorang muslim kuat dan mengakar dalam dirinya, maka insya Allah nilai-nilai tauhid dan
penerapannya dalam kehidupannya menjadi nyata.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling
mulia dan paling tinggi kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui dan memahami ilmu
ini, karena ilmu itu adalah ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan hak-hak-
Nya atas hamba-hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Arti tauhid dalam bahasa Arab adalah bentuk Masdar dari fi'il wahhada-yuwahhidu
(dengan huruf ha dalam tasydid) artinya menjadikan sesuatu menjadi satu.
Tauhid Al Asma' adalah Sifat-sifat adalah tauhid Allah Ta'ala dalam menentukan
nama dan sifat Allah, yang sesuai dengan apa yang Dia tetapkan untuk diri-Nya
dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi Shallallahu'alaihi wasallam. Dalam daftar sifat dan
nama Allah ada 2 sifat yang sering disebut dalam Al-Qur'an yaitu Al Bashir yang
artinya Maha Melihat dan As Sami yang artinya Maha Mendengar.
Seorang muslim tauhid pasti akan menerapkan nilai-nilai tauhid dalam setiap
pekerjaan yang dilakukannya.
IV. Kesimpulan
Sebagai umat Islam, kita harus mengamalkan tauhid dalam kehidupan kita sehari-
hari karena tauhid adalah prinsip dasar Islam yang di atasnya dibangun hukum-
hukum agama. Secara linguistik, monoteisme adalah bahasa Arab, artinya
menyatukan atau menganggap sebagai satu atau satu. Dalam ajaran Islam, tauhid
berarti keyakinan akan keesaan Allah SWT. Sebagai Tuhan yang menciptakan,
memelihara dan menentukan semua yang ada di alam ini. Keyakinan seperti ini
dalam ajaran tauhid disebut rubūbiyyah. Akibat dari keyakinan ini, kita diwajibkan
untuk menyembah Allah SWT saja. Dengan kata lain, hanya Allah yang berhak
disembah dan disembah. Keyakinan ini disebut Ulūhiyyah. Kedua ajaran tauhid ini
(yaitu, Rubūbiyyah dan Ulūhiyyah) harus kita jadikan sebagai bagian dari
kehidupan kita dan kehidupan kita dalam menghadapi berbagai keadaan, baik
menghadapi hal-hal yang menyenangkan karena mendapatkan nikmat maupun
menghadapi hal-hal yang menyedihkan karena musibah.
1
Abduh Muhanad, Risalah Tauhid, cetakan kedua, Jakarta: Bulan Bintang, 1965 Nasution Harun, Islam
ditinnjau dari berbagai aspek, Jakarta: Uiniversitas Indonesia, 1984
2
Bakker Anton dan Achmad Charris Zubair, Metodologi penelitian Filsafat,Yogyakarta: Kasinius, 1990
DAFTAR PUSTAKA
Abduh Muhanad, Risalah Tauhid, cetakan kedua, Jakarta: Bulan Bintang, 1965 Nasution Harun,
Islam ditinnjau dari berbagai aspek, Jakarta: Uiniversitas Indonesia, 1984
Bakker Anton dan Achmad Charris Zubair, Metodologi penelitian Filsafat,Yogyakarta: Kasinius,
1990
Nawawi Muhamad, Syarah Tijan al-Durari Sunarto Ahmad, Ilmu Tauhid Terjemah Fathul Majiid,
Rembang,: Mutiara Ilmu, 2014
Abbas Sirajuddin, Ulama Syafi’I dan kitab-kitabnya dari Abad ke Abad, Jakarta :Pustaka
Tarbiyah, 19750
Rafi’uddin Ramli dan Muhamad fahri; Sejarah hidup dan Silsilah Kyai Muhamad Nawawi
Tanara, Tangerang: Cirumpak-Keronjo, 1399
H Zamakhsyari Dhofier, tradisi Pesantren,Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES,
1982
Dan A.H. Johns, Islam in the Malay World Dasultory Ramarks Whit Some Reference to Quranic
Exegesis Australia : Australian University, t.t Solehudin M. 5 Ulama Internasional dari
Pesantren.Kediri: Zamzam, 2014