Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Peradilan Niaga
Dosen pengampu : Bukhari Yasin, SH.MH.
Kelompok 6 :
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan rahmat-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang Analisis Putusan Pengadilan Niaga (
Penyelesaian Sengketa Pembatalan Merek Dalam Kasus Dua Kelinci Dan Garuda Food ) ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaiakan tugas mata kuliah Hukum Acara
Peradilan Niaga.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca makalah ini sangat kami harapkan. Dengan harapan sebagai masukan
dalam perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya, untuk itu kami ucapkan
terimakasih.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Hak Kekayaan Intelektual ( HaKI ) adalah hak eksekutif yang diberikan suatu peraturan
kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana Hak
Kekayaan Intelektual mencakup Hak Cipta, Hak Paten, dan Hak Merek. Salah satu contoh
HaKI yang harus dilindungi ialah merek. Merek merupakan hak yang sangat penting dalam
dunia bisnis. Merek produk ( baik barang maupun jasa ) tentu yang sudah menjadi terkenal
dan laku di pasar tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainnya
memacu produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini muncul persaingan
yang tidak sehat.
Merek dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek,
merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Melalui merek, masyarakat sebagai konsumen
akan dengan mudah mengenali suatu produk perusahaan tertentu. Merek biasanya
dicantumkan pada barang atau pada kemasan atau bungkus barang yang dijual atau
dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang terkait pada jasa yang dijual. Persoalan
pemalsuan merek tidak hanya memberikan kerugian di pihak produsen pemilik merek, para
konsumen, dan pemerintah. Pemalsuan merek ini membutuhkan suatu pengaturan yang baik
agar dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam dunia merek. Indonesia
saat ini telah mempunyai undang-undang merek terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 15
Tahn 2001, dengan undang-undang merek baru ini terciptalah pengaturan merek dalam satu
naskah sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk memahami dan selanjutnya untuk
dilaksanakan. Undang-undang ini juga memberikan penegasan bahwa apabila terjadi suatu
sengketa terhadap suatu merek terdaftar maka gugatan pembatan pendaftaran merek tersebut
dapat diajuakan pada Pengadilan Niaga.
Pada kasus sengketa merek antara Dua Kelinci dan Garuda Food yang terjadi pada bulan
Juni 2007, kedua perusahaan makanan itu memperebutkan nama “Katom” sebagai merek
produk kacang atom yang diproduksikedua perusahaan itu. Garuda Food yang merasa
didahului Dua Kelinci untuk mendaftarkan merek itu ke Direktorat Jenderal Hak Atas
Kekayaan Intelektual ( Ditjen HaKI ), menggugat Dua Kelinci di Pengadilan Niaga
Semarang. Garuda Food baru mendaftarkan merek “Katom” ke Ditjen HaKI pada 30 Maret
2004. Pada proses pemeriksaan ternyata ditemukan merek yang sama yang telah didaftarkan
terlebih dahulu oleh Dua Kelinci pada tanggal 16 Maret 2004. Sertifikat pendaftaran merek
KATOM yang dilakukan Dua Kelinci itu, dikeluarkan Dirjen HaKI pada 19 september 2005.
Sebagai pemilik sekaligus pertama dari merek KATOM itu, maka keluarnya sertifikat
pendaftaran merek atas nama Hadi Sutiono, jelas sangat merugikan bisnis Garuda Food.
Karena itulah Garuda Food kemudian menggugat Hadi di Pengadilan Niaga Semarang.
Dalam gugatannya disebutkan bahwa Hadi telah mendaftarkan merek KATOM dengan itikad
tidak baik. Alasan dari gugatan itu karena Garuda Food adalah pemilik dan pemakai pertama.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Garuda Food dan
Dua Kelinci ?
2. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Garuda
Food dan Dua Kelinci ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Garuda Food dan
Dua Kelinci.
2. Mengetahui penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Garuda Food
dan Dua Kelinci.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Garuda Food dan
Dua Kelinci
a) Alasan gugatan penggugat ( PT. Garuda Food )
1) Merek tergugat mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan
merek KATOM milik penggugat untuk sejenis ( Pasal 6 Ayat 1
UUM 2001 )
Merek dagang milik tergugat yang terdaftar dengan No.
000051457 tertanggal 16 Maret 2004 dalam kelas 29 tentang
makanan ringan sangat jelas dan nyata, baik secara visual maupun
lafal, mempunyai persamaan pada keseluruhannya dengan merek
penggugat. Adanya fakta maka merek tergugat telah memenuhi
ketentuan Pasal 6 Ayat (1) UU Merek 2001 yang berbunyi :
Pemohon harus ditolak oleh Direktorat Jendral apabila merek
tersebut :
a) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah
terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis.
b) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa.
c) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan identifikasi-geografis yang sudah
terkenal.
2) Tergugat telah mendaftarkan mereknya berdasarkan itikad tidak
baik ( Pasal 4 UU Merek Tahun 2001 )
Tergugat meniru buah pikir, kreasi serta hasil kerja keras
penggugat yang telah dibina selama bertahun-tahun dengan biaya
yang tidak murah. Tidak tanggung jawab tergugat meniru merek
“KATOM” milik penggugat secara keseluruhan sehingga hal ini
merupakan suatu penjiplakan bulat-bulat. Maka merek “KATOM”
milik tergugat sampai kapanpun tidak dapat diakui secara hukum
sebagai miliknya karena telah didaftarkan dengan itikad tidak baik
tergugat dengan maksud membonceng merek pihak lain yang
sudah dikenal masyarakat. Itikad tidak baik tergugat yang hanya
mau meniru, bahkan meniru secara bulat-bulat, tanpa melakukan
usaha maupun mengeluarkan biaya untuk menciptakan,
memproduksi serta memasarkan produk dengan mengecoh atau
menyesatkan konsumen untuk beranggapan bahwa merek
“KATOM” adalah betul kreasi dan milik sah dari tergugat dan
bukan penggugat.
Dalam melakukan kebohongan ketika memenuhi salah satu
persyaratan formalitas Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual pada saat tergugat mengajukan permohonan
pendaftaran merek “KATOM” dengan membuat surat pernyataan
bahwa merek “KATOM” adalah betul milik dan ciptaan tergugat
yang tidak meniru merek milik orang atau badan hukum lain.
3
Itikad tidak baik juga akan timbul jika seseorang telah memakai
suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak
mendaftarkan merek tersebut.jika seseorang tersebut dapat
menimbulkan bahwa dia sudah menggunakan merek, usaha
mendaftarkan merek tersebut oleh orang lain dapat dicegah dengan
menyebut usaha tadi sebagai itikad tidak baik.
4
dengan istilah “KATOM”. Padahal secara yuridis merek
“KATOM” adalah merek hak eksklusif dari tergugat.
3) Alasan Kasasi ( Tergugat )
Keberatan-keberatan permohonan kasasi ( dulu tergugat ) dapat
dibenarkan, karena pertimbangan hukum yang diberikan oleh
Pengadilan Niaga Semarang salah menerapkan hukum yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
a) Ketidak sempurnaan putusan Pengadilan Niaga Semarang
dapat ditemukan secara transparan melalui pertimbangan
putusannya, putusan yang demikian merusak tatanan prinsip
hukum yang benar dan mengabaikan nilai-nilai pembuktian
hukum yang ada. Sebagai fakta hukum yang kongkrit,
Pengadilan Niaga Semarang mencampur adukkan antara
merek dengan keterangan produk, serta dikaitkan dengan
bukti yang diajukan oleh termohon kasasi/penggugat jelas
terbukti bahwa produk kacang atom yang dihasilkan dan
diperdagangkan oleh termohon kasasi/penggugat adalah
menggunakan merek dagang “KATOM”. Dimana
penggunaan kata “KATOM” sebagai singkatan dari kacang
atom dari produk penggugat hanya bersifat informasi
mengenai isi/keterangan produk yang dihasilkan dan
diperdagangkan oeleh termohon kasasi/penggugat dengan
menggunakan merek dagang “GARUDA” sebagaimana surat
izin edar/persetujuan pendaftaran produk dari Badan POM.
b) Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga
Semarang dalam putusannya yang menyatakan menurut
Majelis Hakim Direktorat Jederal HaKI setelah berlakunya
UU N0. 15 Tahun 2001 tidak harus diikut sertakan sebagai
pihak dalam perkara gugatan pembatalan, sehingga tidak
digugatnya Dirjen HaKI dalam perkara ini menyebabkan
kurang pihak. Karena secara yuridis berdasarkan Undang-
Undang No.15 Tahun 2001 diterima tidaknya suatu
permohonan merek serta terbitnya sertifikat merek tersebut
tidak terlepas dari peran Direktorat Jenderal HaKI.
c) Pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Niaga Semarang
dalam putusannya yang menyatakan dimana penggugat
masih memakai merek “Kacang Atom Garuda” dalam
promosinya dengan nama “KATOM” pada Oktober 2003
sampai dengan Februari 2004. Dimana pertimbangan
Pengadilan Niaga Semarang yang demikian salah dalam
penerapan hukumnya karena termohon kasasi secara tegas
tercantum nama tema proyek pembuatan iklan tersebut
adalah “Proyek Iklan Televisi Kacang Atom Garuda” dengan
maksud berupa produk kacang atom dengan menggunakan
merek dagang “GARUDA” sebagaimana surat izin
edar/persetujuan pendaftaran produk tersebut dari Badan
POM RI bukan dengan menggunakan merek dagang
“KATOM”. Secara yuridis terungkap fakta hukum bahwa
termohon kasasi/penggugat telah memproduksi kacang atom
dengan memakai/mencantumkan penulisan “KATOM”
5
dalam kemasan sejak pertengahan 2005 setelah pemohon
kasasi/tergugat memperoleh hak eksekutif dan perlindungan
hukum atas merek “KATOM” sejak tanggal 16 Maret 2004.
d) Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga Semarang dalam
pertimbangan yang menyatakan bahwa promosi yang gencar
dilaksanakan dan diproduksi yang telah dipasarkan oleh
penggugat adalah dengan memakai merek “KATOM” yang
diproduksi oleh PT. Garuda Food. Pertimbangan ini
sekaligus mempertimbangkan eksepsi tergugat yang
menyatakan kalau merek yang dipakai oleh penggugat bukan
merek “KATOM” tapi merek “GARUDA”. Namun dari
keterangan saksi-saksi yang menjual secara grosir dimana
konsumen mengenai produksi penggugat tersebut dengan
merek “KATOM”.
e) Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang nyatanya telah
salah dalam penerapan hukum, dimana majelis hakim
Pengadilan Niaga Semarang menerapkan sistem deklaratif
dengan memberikan perlindungan terhadap pemakai
pertama. Sedangkan, sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, dimana merek
menganut azas tunggal yaitu azas konstitutif, dimana azas ini
membawa perlindungan merek berdasarkan doktrin diatas
itu, ditegakkan prinsip yang mengandung prinsip hukum
pendaftar pertama adalah paling unggul dan paling berhak
atas merek yang bersangkutan. Dengan demikian pemohon
kasasi (Tergugat) adalah pemilik merek yang paling berhak
atas merek “KATOM” untuk kelas barang dan jasa.
2.2 Cara penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Garuda Food
dan Dua Kelinci
Penyelesaian sengketa merek adalah suatu proses yang di tempuh di dalam
menyelesaiakan pertikaian, perselisihan atau konflik kepemilikan hak merek baik
melalui jalur pengadilan (Litigasi) dengan mengajukan gugatan perdata berupa ganti
rugi kepada pengadilan, jika mereknya digunakan pihak lain tanpa hak maupun
melalui alternatif penyelesaian sengketa atau (Non Litigasi). Seperti yang digunakan
oleh PT. Dua Kelinci ( Hadi Sutiono ) dan PT. Garuda Food Putra Putri Jaya dalam
penyelesaian sengketa merek dagang “KATOM”. Pengadilan dipilih sebagai satu
cara dengan proses penyelesaian sengketa di bidang merek yang sesuai dengan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek khususnya didalam
penyelesaian sengketa gugatan pembatan pendaftaran merek antara PT. Dua Kelinci
(Hadi Sutiono) dan PT. Garuda Food Puta Putri Jaya yang diperiksa di Pengadilan
Niaga Semarang pada 22 April 2007 dalam surat gugatan tanggal 12 April 2007.
Karena ada keberatan dari pihak tergugat, alternatif penyelesaian sengketa juga
dipilih oleh PT. Dua Kelinci (Hadi Sutiono) dan PT. Garuda Food Putra Putri Jaya
pada tanggal 3 Juli 2008 karena adanya hubungan bisnis antara kedua perusahaan
makanan ringan tersebut, maka kedua belah pihak diatas sepakat menyelesaian kasus
dengan cara prakarsa pihak kegita.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis serta pembahasan tentang Penyelesaian Sengketa Pembatalan
Pendaftaran Merek Antara Dua Kelinci Dan Garuda Food, maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
a) Terjadinya sengketa para pihak Garuda Food dan Dua Kelinci yang disebabkan
PT. Garuda Food Putra Putri Jaya melakukan gugatan kepada Hadi Sutiono
dari PT. Dua Kelinci karena :
1) Melanggar Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 yaitu Pasal 4 jo Pasal 6
Ayat (1) Undang-Undang Merek Tahun 2001 dan penggugat adalah
pemilik sah merek “KATOM” yang dikenal khalayak umum (pemilik
merek pertama).
2) Penjelasan Pasal 4 jo penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Merek Tahun
2001 pada merek tergugat mempunyai persamaan pada keseluruhan
dengan merek “KATOM” milik penggugat untuk barang yang sejenis.
3) Tergugat telah mendaftarkan mereknya berdasarkan itikad tidak baik,
yang merupakan keterangan atas barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya yaitu keterangan makanan ringan untuk dijadikan
merek.
b) Penyelesaian perselisihan dan pelanggaran hak atas merek di Indonesia dapat
melalui :
1) Penyelesaian sengketa dipengadilan (Litigasi).
2) Diluar pengadilan (No Litigasi) yakni menggunakan sarana lembaga
ADR(Alternatif Dispute Resolution), yaitu melalui tuntutan pidana
ataupun tuntutan perdata.
3) Pada kasus penyelesaian sengketa pembatan pendaftaran merek antara
PT. Garuda Food Putra Putri Jaya dengan PT. Dua Kelinci (Hadi
Sutiono) di Pengadilan Niaga Semarang dengan cara Lembaga Non
Litigasi yakni mediasi atas prakarsa pihak ketiga setelah adanya
putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indenesia.
7
3.2 SARAN
1. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek dimungkinkan adanya
penyelesaian sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa
sehingga perlu disosialisasikan terus menerus supaya para pihak yang bersengketa
tidak perlu menyelesaikan sengketanya melalui gugatan di pengadilan yang
memerlukan waktu lama, jadi dengan dipergunakannya Arbitrase atau Alternatif
Penyelesaian Sengketa bisa mengurangi tumpukan perkara di Pengadilan Niaga.
8
DAFTAR PUSTAKA
Jdih dgip. (2020). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Diakses 17 Maret
2022, dari
http://jdih.dgip.go.id/produk_hukum/view/id/22/t/undangundang+nomor+15+tahun+2001+te
ntang+merek
Susilo A.B, (2011) Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaft, 109093. Diakses 16 Maret
2022, dari https://www.scribd.com/document/480704317/109093-ID-penyelesaian-sengketa-
pembatalan-pendaft-pdf