Anda di halaman 1dari 61

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM SENGKETA MEREK TERDAFTAR ATAS


KESAMAAN DENGAN MEREK TERKENAL

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 281 K/Pdt.Sus-HKI/2020 dan


Putusan Nomor 197 PK/Pdt.Sus-HKI/2018)

Disusun dan diajukan oleh

GEMA MAULIDIAH NASWA ANNISA FITRISIAH

B011171346

ILMU HUKUM/HUKUM KEPERDATAAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa Skripsi mahasiswa:

Nama : Gema Maulidiah Naswa Annisa Fitrisiah

Nomor Induk Mahasiswa : B011 17 1346

Peminatan : Hukum Perdata

Departemen : Hukum Keperdataan

Judul : Tinjauan Hukum Sengketa Merek Terdaftar

Atas Kesamaan Dengan Merek Terkenal (Studi

Putusan Mahkamah Agung Nomor 281

K/Pdt.Sus-HKI/2020 dan Putusan Nomor 197

PK/Pdt.Sus-HKI/2018)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi.

Makassar, 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Marwah, S.H.,M.H. Dr. Aulia Rifai, S.H.,M.H.


NIP. 198304232008012006 NIP. 197304202005012001

i
ABSTRAK
GEMA MAULIDIAH NASWA ANNISA FITRISIAH (B011171346) dengan
Judul “Tinjauan Hukum Sengketa Merek Terdaftar Atas Kesamaan
Dengan Merek Terkenal (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 281
K/Pdt.Sus-HKI/2020 dan Putusan Nomor 197 PK/Pdt.Sus-HKI/2018)”.
Di bawah bimbingan Marwah sebagai Pembimbing I dan Aulia Rifai
sebagai Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian perlindungan
hukum bagi Merek Terkenal Diesel dan Merek Casanova dengan UU
Merek dan Indikasi Geografis serta menganalisis kesesuaian
pertimbangan hakim dalam memutus sengketa Merek Terkenal Diesel
melawan Merek Dieselindustrie serta sengketa Merek Terkenal J.
Casanova melawan Merek Casanova dengan UU Merek dan Indikasi
Geografis.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan teknik
pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
hukum primer diperoleh dari hukum merek dan putusan hakim. Bahan
hukum sekunder diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian diolah dan dianalisis
dengan pendekatan penelitian perundang-undangan dan pendekatan
penelitian kasus.
Adapun hasil penelitian ini, yaitu: 1) Perlindungan hukum Merek Terkenal
Diesel telah sesuai dengan UU Merek dan Indikasi Geografis dengan
menganalisis bahwa Merek Diesel adalah merek terkenal yang telah
diakui oleh konsumen sebagai merek dengan makna tambahan,
sedangkan perlindungan hukum Merek Casanova tidak sesuai dengan UU
Merek dan Indikasi Geografis dikarenakan Merek Casanova bukan
merupakan merek terkenal yang telah diakui oleh konsumen sebagai
merek dengan makna tambahan yang seharusnya tidak dapat didaftarkan.
Pendaftaran merek dengan penamaan satu kata umum “Casanova” dapat
berpotensi menimbulkan monopoli penamaan merek dalam jenis barang
yang sama oleh pihak Merek Casanova saja. 2) Pertimbangan hakim
dalam sengketa Merek Diesel melawan Merek Dieselindustrie telah sesuai
dengan pertimbangan bahwa Merek Diesel merupakan merek terkenal
dengan pengakuan makna tambahan yang harus dilndungi oleh hukum.
Adapun pertimbangan hakim dalam sengketa Merek J. Casanova
melawan Merek Casanova telah sesuai dengan pertimbangan bahwa kata
“Casanova” merupakan kata umum yang tak dapat diklaim oleh pihak
manapun, walaupun dalam prakteknya Merek Casanova yang
dimenangkan hanya menggunakan kata umum “Casanova” dalam
penamaan mereknya.
Kata Kunci: Tinjauan Hukum, Sengketa Merek, Merek Terdaftar, Merek
Terkenal
ii
ABSTRACT

GEMA MAULIDIAH NASWA ANNISA FITRISIAH (B011171346) with


Title “Legal Review of The Case of Registered Trademark on
Similarity to Well-known Trademark (Study of Supreme Court Verdict
Number 281 K/Pdt.Sus-HKI/2020 and Verdict Number 197 PK/Pdt.Sus-
HKI/2018)”. Under the supervision of Marwah as Supervisor I and Aulia
Rifai as Supervisor II.

This study aims to analyze the suitability of legal protection for Diesel
Well-known Trademark and Casanova Trademark with Trademark Law, as
well as analyze the suitability of the judges consideration on The Case of
Diesel Well-known Trademark versus Dieselindustrie Trademark and The
Case of J. Casanova Well-known Trademark versus Casanova Trademark
with Trademark Law.

This study uses a normative research method with the technique of


collecting primary legal and secondary legal materials. Primary legal
materials were obtained from law of trademark and verdict. Secondary
legal materials are obtained by doing a literature study. Primary legal
materials and secondary legal materials are then processed and analyzed
using the statute approach and the case approach.

The results of this study, namely: 1) The legal protection of Diesel Well-
known Trademark is suitable with Trademark Law by analyzing that Diesel
is well-known trademark that has been recognized by consumers as a
trademark with secondary meaning, while the legal protection of Casanova
Trademark is not suitable with Trademark Law by analyzing that
Casanova Mark is not a well-known trademark with secondary meaning.
The registration of a trademark with only one common word “Casanova”
can potentially lead to a monopoly on trademark naming by Casanova
Trademark only. 2) Judges consideration of Diesel Trademark versus
Dieselindustrie Trademark case is suitable with consideration that Diesel
is well-known trademark that has been recognized by consumers as a
trademark with secondary meaning. Judges consideration of J. Casanova
Trademark versus Casanova Trademark case is suitable with
consideration that common word “Casanova” can not be claming by any
trademark, eventhough Casanova Trademark win but the trademark itself
name by just one common word ”Casanova”.

iii
Keywords : Legal Review, Trademark Case, Registered Trademark, Well-
known Trademark

iv
BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERKENAL DIESEL DAN MEREK


CASANOVA BERDASARKAN UU NO 20 TAHUN 2016 TENTANG
MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

E. Analisis Perlindungan Hukum Merek Terkenal Diesel dan Merek


Casanova Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1. Merek yang Mengandung Kata Umum

Nama umum dalam merek tidak hanya berlaku bagi milik publik

(public domain), namun juga digunakan untuk penamaan jenis. Nama

jenis yang dimaksud berupa kata umum yang digunakan dalam kegiatan

perdagangan dan perindustrian dalam penamaan jenis atau kelas barang

dan jasa tertentu. Kata umum tidak dapat didaftarkan dan mendapatkan

perlindungan hukum merek dikarenakan kata umum sudah begitu lazim

sebagai penamaan untuk menyebut jenis barang atau jasa tertentu. Tidak

seorang pun yang berhak mengklaim kata umum sebagai hak ekslusif

dalam penamaan merek.1 Istilah kata umum tidak hanya diterapkan

kepada penamaan yang menjelaskan jenis barang atau jasa, namun juga

merujuk kepada pemahaman konsumen terhadap kata tersebut. Jika

suatu kata telah dianggap sebagai istilah kata umum yang diketahui

masyarakat luas, klaim atas istilah tersebut juga tidak dapat digunakan

sebagai merek. Hak ekslusif atas istilah kata umum akan memberikan hak

monopoli pada satu pemilik merek saja.2

1
Suyud Margono, Op.cit, hlm. 71
2
Rahmi Jened, 2015, Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Global dan Internal
Ekonomi, Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 81

1
Kamus dapat menjadi pedoman dalam menjelaskan kata yang

mengartikan nama jenis barang atau jasa. Apabila pengertian kata dalam

kamus menunjukan arti atau yang erat hubungannya dari barang dan jasa

tersebut, maka kata tersebut dapat dikategorikan sebagai kata umum

yang tidak cukup untuk digunakan sebagai daya pembeda dalam

penamaan merek. Kata umum tersebut menjadi hak setiap pelaku usaha

untuk digunakan dalam penyebutan produk usahanya. 3 Di dalam kamus

juga terdapat kata umum yang secara tidak langsung berhubungan

dengan barang atau jasa yang bersangkutan, atau bahkan kata umum

namun tidak lazim dipergunakan sebagai pengertian dari barang atau jasa

yang bersangkutan. Jika timbul masalah seperti ini, maka perlu untuk

mengacu kepada keberatan hukum yang memiliki dasar atas tidak

mungkinnya kata tersebut dimonopoli oleh pelaku usaha jika kata tersebut

digunakan secara umum untuk menyebut suatu produk yang dimaksud. 4

Dalam Pasal 20 huruf e UU Merek dan Indikasi Geografis serta

Pasal 16 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun

2016 Tentang Pendaftaran Merek (selanjutnya disingkat Permenkumham

12/2021) diterangkan bahwa merek tidak dapat didaftarkan jika tidak

memiliki daya pembeda. Unsur pembeda menjadi salah satu fungsi utama

dari merek guna memberikan merek tersebut identitas pengenal yang

3
Suyud Margono, Loc, cit, hlm. 72
4
Ibid.,

2
khas. Geoffrey Hobbs QC memberikan pendapatnya atas frasa dari

“devoid of any distinctive character” pada Pasal 3 ayat (1) huruf b Trade

Mark Act 1994 of United Kingdom yang mengategorikan konsep

pembedaan tanda menjadi 2 (dua), yaitu secara alami dan secara

penggunaan. Unsur pembeda secara alami merupakan tanda yang secara

langsung dapat membedakan barang atau jasa yang satu dengan yang

lainnya, sedangkan unsur pembeda secara penggunaan mengacu pada

pembeda yang dikenal sebagai pembeda dalam penggunaannya. 5

Tanda yang dihubungkan dengan daya pembeda untuk digunakan

sebagai merek secara teoritis dapat dikategorikan sebagai berikut: 6

1) Inheren khas, memenuhi syarat untuk perlindungan langsung saat

digunakan.

2) Mampu menjadi khas, memenuhi syarat untuk perlindungan hanya

setelah pengembangan asosiasi konsumen (makna tambahan atau

secondary meaning)

3) Tidak mampu menjadi khas, tidak memenuhi syarat untuk

perlindungan merek apapun sepanjang penggunaannya.

Hakim Friendly, di dalam putusannya pada tahun 1976 dalam kasus

Abercrombie & Fitch Co melawan Hunting World, Inc mengemukakan

suatu skema atau standar pembedaan merek yang disebut Abercrombie

5
Muhammad Dayyan Sunni & Mas Rahmah, Pembatalan Merek Terkenal yang Berubah
Menjadi Istilah Umum, Jurnal Jurist Diction, Fakultas Hukum Unair, Vol. 3, Nomor 2 Maret
2020, hlm. 488.
6
Rahmi Jened, Op,cit, hlm. 81

3
classification yang digunakan untuk pertimbangan dalam kasus tersebut.

Abercrombie classification dibagi menjadi 5 (lima) kategori, dari merek

yang mendapatkan perlindungan paling tinggi hingga merek yang tidak

layak untuk mendapatkan perlindungan, yaitu: 7

1) Fanciful

Fanciful merupakan tanda dari merek yang dibentuk berdasarkan

kata khayalan yang unik dan menarik dalam menggambarkan produk

dalam penamaannya. Tanda tersebut berfokus kepada upaya untuk

membedakan suatu barang atau jasa berdasarkan keunikan nama

yang digunakan dibandingkan tanda lainnya. Contohnya adalah

penamaan Merek Kodak yang dilatarbelakangi oleh kesukaan

Geogre Eastman sebagai pengusaha kamera atas huruf K.

2) Arbitrary

Arbitrary adalah tanda yang digunakan secara langsung dalam

penamaan merek namun memiliki hubungan dengan objek lainnya

dibandingkan dengan barang atau jasa yang dipresentasikannya. Hal

ini dimaksudkan agar konsumen berfokus kepada pembedaan

barang atau jasa dengan terlebih dahulu mengenal tanda atau ciri

khas yang melekat padanya. Contohnya adalah Merek Blackberry

yang digunakan dalam penamaan merek perangkat ponsel, namun

kata tersebut dikenal lebih dahulu sebagai sebuah nama buah.

3) Suggestive

7
Muhammad Dayyan Sunni & Mas Rahmah, Loc, cit, hlm. 489

4
Tanda suggestive mengutamakan kesan tanda yang memiliki kaitan

erat atau secara langsung mendeskripsikan barang atau jasa.

Contohnya adalah Merek World Book untuk ensiklopedia, Merek

Bufferin untuk pil sejenis aspirin atau Merek Roach Motel untuk

pembasmi serangga.

4) Descriptive

Descriptive merupakan tanda yang menggambarkan langsung

kondisi barang atau jasa yang melekat kepadanya. Misalnya Merek

Supermie yang mendeskripsikan kualitas mie yang super.

5) Generic Term

Generic Term merupakan tanda yang menjelaskan genus produk

yang dipresentasikan. Tanda ini bersifat menerangkan objek secara

umum. Contohnya adalah Larutan Penyegar untuk produk larutan

penyegar atau kata “sepatu” untuk mengambarkan produk sepatu.

Suatu tanda dalam penamaan merek yang bersifat deskriptif dapat

membangun makna tambahan atau yang lebih dikenal dengan istilah

secondary meaning. Makna tambahan atau secondary meaning dapat

memiliki daya pembeda yang kuat agar dapat terdaftar sebagai merek

dengan cara terpenuhinya prinsip penggunaan merek dan diperlukan pula

pembuktian. Merek yang bersifat deskriptif dapat menjadi suatu

penamaan merek dengan upaya yang lebih untuk membangun secondary

meaning. Hal tersebut dilakukan oleh merek yang bersifat deskriptif atau

merek yang daya pembedanya cukup lemah agar dapat membuktikan

5
penamaan merek tersebut telah diakui keberadaannya oleh konsumen

luas.

Pembuktian dilakukan dengan memberikan bukti yang kuat melalui

tempat, waktu, hakikat dan luasnya penggunaan merek dalam

masyarakat. Bukti tersebut didukung pula oleh dokumen, hal yang

mendukung seperti periklanan, label, pembungkus, daftar harga, foto,

catalog dan survei dari masyarakat sebagai konsumen. Bukti lain yang

dapat dicantumkan juga berupa bukti pernyataan di bawah sumpah

secara tertulis atau bukti dengan efek serupa berdasarkan hukum negara,

serta bukti dari para ahli perdagangan atau asosiasi. Di Amerika,

secondary meaning atau makna tambahan dapat dibuktikan melalui:

1. Direct evidence berupa kesaksian atau survei konsumen

2. Indirect evidence berupa penggunaan (lama, cara dan esklusivitas),

intensitas dan cara pengiklanan, jumlah penjualan, pangsa pasar

serta bukti adanya keinginan dari pihak lain untuk meniru merek.

Dalam penjelasan Pasal 20 huruf f UU Merek dan Indikasi Geografis

diterangkan bahwa merek dengan nama umum contohnya adalah merek

“rumah makan” untuk restoran atau merek “warung kopi” untuk kafe. Akan

tetapi, pengaturan nama umum tersebut tidak menjelaskan atau

memberikan pembedaan lebih lanjut mengenai penamaan yang bersifat

umum untuk merek namun mampu membangun secondary meaning, atau

6
nama umum dalam merek yang sama sekali tidak dapat diterima

pendaftarannya sebagai merek.

Salah satu persyaratan paling mendasar dalam pendaftaran merek

dengan adanya tanda yang harus memiliki daya pembeda, namun daya

pembeda tersebut memiliki penafsiran yang sangat luas. Di Uni Eropa

dalam Community Trademark Regulation (CTMR atau Aturan Merek

Masyarakat Uni Eropa) mengatur mengenai pedoman pemeriksaan untuk

merek dengan desain sederhana seperti misalnya garis, titik, bulatan,

persegi, baik yang berdiri sendiri atau terkait dengan elemen deskriptif lain

secara umum tidak dapat dipertimbangan sebagai karakter pembeda,

kecuali untuk barang atau jasa yang pemilik mereknya mampu

membuktikan bahwa terdapat daya pembeda didasarkan dengan

penggunaan di masyarakat luas atau telah membangun presepsi

konsumen (secondary meaning).

Terdapat elemen tiga dimensi berupa perlambangan, gambar, foto,

warna, huruf tunggal, simbol dan bentuk yang mengambarkan produk atau

bungkusan produk yang dinyatakan sebagai elemen figuratif yang pada

umumnya dipertimbangan tidak memiliki daya pembeda, kecuali

membangun secondary meaning. Adapun merek yang rumit, yaitu merek

yang terdiri dari berbagai kombinasi kata dan elemen figuratif masih dapat

didaftarkan sebagai merek walaupun secara umum tidak dapat

didaftarkan. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa jika merek

terdiri dari kombinasi elemen yang berbeda, kemudian elemen tersebut

7
berdiri sendiri mungkin tak akan memiliki daya pembeda, akan tetapi

merek tersebut harus dilihat secara keseluruhan untuk menemukan ciri

pembedanya.

Secondary meaning harus dibangun sebelum merek didaftarkan

guna menghindari penolakan pendaftaran dikarenakan merek tidak

memiliki daya pembeda. Merek dengan secondary meaning dicapai

dengan prinsip penggunaan merek dan pembuktian. Terdapat kata umum

yang pada dasarnya kurang mamadai digunakan sebagai penamaan

merek, namun dalam perkembangannya justru membangun secondary

meaning yang akan mendapatkan perlindungan hukum merek, seperti

misalnya merek air mineral terkenal yaitu Merek Aqua yang pada

dasarnya merupakan kata umum dengan pengertian benda cair yang tidak

berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Merek Aqua telah diakui

memiliki secondary meaning dalam perkembangannya sebagai produk air

mineral yang digunakan masyarakat luas. Di sisi lain terdapat merek yang

awalnya memilik daya pembeda untuk dijadikan penamaan merek justru

secara perlahan-lahan menjadi kata umum atau generik sehingga tidak

memiliki daya pembeda. Contohnya adalah Merek Stabilo yang awalnya

merupakan merek pena penanda (highlighter) oleh Schwan-Stabilo Group

yang dikategorikan sebagai tanda fanciful atau kata unik yang dibuat

sendiri, namun dalam perkembangannya menjadi kata umum di Indonesia

seolah-olah kata “stabilo” sama artinya dengan pena penanda

(highlighter).

8
Mempunyai makna tambahan atau secondary meaning bagi merek

dengan kata umum sebagai hal esensial dalam penamaan mereknya

menjadi satu-satunya cara agar merek dapat memperoleh perlindungan

hukum. Akan tetapi, untuk memiliki makna tambahan harus melalui proses

pembuktian yang panjang dan tidak mudah, cenderung memaksa merek

untuk terlebih dahulu menjadi merek terkenal hingga sampai ditahap

memiliki pengakuan konsumen luas dengan penamaan mereknya yang

mengandung secondary meaning. Oleh karena itu, sangat disarankan

untuk mendaftarkan merek dengan penamaan yang memiliki daya

pembeda tinggi, berupa nama khas dengan ciri yang menonjol dan

berbeda dari merek sejenis lainnya atau bahkan kata ciptaan dan invoasi

pemilik merek tanpa menggunakan nama umum sebagai kata esensial

dalam penamaan mereknya.

2. Perlindungan Hukum Merek Terkenal Diesel Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis

Merek Diesel merupakan merek yang telah ada sejak tahun 1978.

Rosso selaku pemilik Perusahaan Diesel S.p.A beserta pemilik penamaan

Merek Diesel mengawali promosinya dengan memproduksi celana jeans

yang menjadi ciri khas dari Merek Diesel hingga sekarang. Sukses

dengan produk celana jeansnya, Merek Diesel berkembang dan

berinovasi dengan berbagai produk dagang lainnya, seperti berbagai jenis

pakaian, pafum dan aksesoris penunjang gaya busana. Merek Diesel juga

9
telah menginovasikan mereknya dengan berbagai gabungan kata untuk

berbagai produknya dengan tetap menjadikan kata “Diesel” sebagai poin

dari mereknya, seperti misalnya Merek Diesel Black Gold, Diesel Only

The Brave, Master Diesel dan lain sebagainya. Promosi yang gencar dan

besar-besaran dari tahun ke tahun menjadikan Merek Diesel semakin

dikenal dan mampu mendaftarkan mereknya di 159 negara dengan lebih

dari 5000 toko yang tersebar di berbagai belahan dunia. Kesuksesan

Merek Diesel dalam mempromosikan dan mempertahankan kualitas

produknya dari tahun ke tahun menjadikan Merek Diesel menjadi salah

satu merek terkenal dalam bidang mode.

Kriteria yang dipertimbangkan dalam mengukur terkenalnya suatu

merek telah diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Permenkumham 67//2016 yaitu

dengan mempertimbangkan pengetahuan masyarakat terhadap merek,

volume penjualan dan keuntungan dari penggunaan merek, pangsa pasar

yang dikuasai, jangkauan daerah dan jangka waktu penggunaan merek,

intensitas promosi merek, pendaftaran atau permohonan pendaftaran

merek di negara lain, tingkat keberhasilan penegakan hukum dan

pengakuan merek sebagai merek terkenal oleh lembaga penegak hukum,

serta nilai yang melekat pada merek yang diperoleh karena reputasi dan

jaminan kualitas merek. Menjadi merek terkenal membutuhkan

pembuktian yang kuat dengan mengorbankan waktu, investasi dan inovasi

yang tidak sedikit. Oleh karena itu, merek terkenal sebagai aset yang

sangat penting harus dijaga reputasinya serta pencegahan terhadap

10
merek lain yang berusaha memboncengi ketenaran merek terkenal

dengan menggunakan penamaan merek terkenal sebagai penamaan

mereknya.

Penamaan merek yang memiliki kesamaan dengan merek terkenal

khususnya dalam produk yang sama dilakukan oleh para pelaku usaha

yang ingin secara instan memperoleh ketenaran yang sama dengan

merek terkenal dengan menciptakan kebingungan dalam kalangan

konsumen sehingga konsumen terkecoh untuk membeli merek yang

meniru. Hal tersebut tentu sangat merugikan pemilik merek terkenal

dikarenakan konsumen akan beralih membeli produk merek peniru

dengan kualitas yang berbeda. Merek terkenal akan kehilangan konsumen

serta reputasi yang rusak karena konsumen merasa adanya perbedaan

kualitas dengan anggapan bahwa merek yang dibeli bukanlah merek

tiruan.

Jika ditelaah lebih jauh, Merek Diesel merupakan penamaan merek

terkenal dengan satu unsur esensial hanya dengan kata “Diesel’. Kata

“Diesel” sendiri merupakan kata umum yang dikenal masyarakat luas

sebagai penamaan terhadap mesin diesel atau mesin motor yang

menggunakan bahan bakar solar. Pada umumnya pengetahuan

masyarakat luas ketika mendengar atau melihat kata “Diesel” akan

mengacu kepada mesin diesel yang lazimnya digunakan dalam bidang

otomotif. Kata “Diesel” sangat umum digunakan oleh berbagai merek

mesin diesel dalam pasaran, akan tetapi dengan keunikan dan inovasi

11
dari Rosso selaku pencetus dan pemilik perusahaan yang bergerak dalam

bidang mode, kata “Diesel” justru digunakan sebagai penamaan merek

yang sama sekali tidak berhubungan dengan pendeskripsian produk yang

dijual oleh Merek Diesel milik Rosso.

Merek Diesel diambil dari kata umum yang tidak menjelaskan

produknya sendiri dan lebih dikenal sebagai kata umum dalam

mendeskripsikan mesin motor yang menggunakan bahan bakar solar.

Tanda tersebut dapat dikategorikan sebagai tanda arbitrary ditinjau dari

segi kekuatan pembedanya. Tanda ini dimaksudkan agar Merek Diesel

dalam bidang busana dan mode menjadi unik dengan menggunakan kata

umum yang jauh berbeda dari pendeskripsian produknya sendiri. Kecil

kemungkinan para pelaku usaha berpikir untuk menamai produk busana

dan mode mereka dengan penamaan yang justru berkaitan dengan mesin

diesel. Akan tetapi, faktanya terdapat penamaan merek dalam bidang

busana dan mode yang menggunakan penamaan diesel sebagai salah

unsur dari mereknya. Beberapa merek di Indonesia yang memiliki

penamaan dengan kata “Diesel” dalam produk busana dan mode dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

12
Tabel 2.5 Merek dalam bidang mode dengan penamaan “diesel”

Sumber: Putusan Nomor 37/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.


Pasal 20 huruf f UU Merek dan Indikasi Geografis dan Pasal 16 ayat

(1) huruf f Permenkumham 12/2021 menyatakan bahwa merek tidak dapat

didaftarkan jika merupakan nama umum atau lambang umum, akan tetapi

pada prakteknya pasal ini tidak dapat diterapkan serta-merta tanpa

pertimbangan lainnya. Merek Diesel yang pada hakikatnya menggunakan

nama umum sebagai penamaan merek telah menjadi merek terkenal

dibidang produk busana dan mode yang memiliki keuntungan sangat

besar dalam perkembangan ekonomi. Menjadi merek yang ada sejak

tahun 1978 hingga sekarang menjadikan Merek Diesel dalam pemasaran

produk busana dan mode secara luas dan terus-menerus di berbagai

negara telah mendapat pengakuan dari konsumen luas sebagai merek

dengan makna tambahan atau secondary meaning. Kata “Diesel” pada

umumnya akan dihubungkan dengan mesin diesel dalam bidang otomotif,

akan tetapi jika masyarakat menghubungkan kata “Diesel” dengan

berbagai produk busana atau mode seperti misalnya produk celana jeans

13
diesel atau parfum diesel, masyarakat cenderung akan

menghubungkannya dengan Merek Diesel milik Rosso sebagai salah satu

merek terkenal dibidang mode.

Makna tambahan yang diakui konsumen terhadap Merek Diesel

telah mengukuhkan penamaan mereknya dengan kata esensial “Diesel”

yang juga telah dikombinasikan dengan berbagai penamaan lainnya

dalam bidang yang sama. Tak heran jika Merek Diesel sangat berusaha

untuk menjaga mereknya dari pemboncengan merek yang dianggap

meniru terutama merek di bidang busana dan mode. Merek Diesel secara

aktif meninjau berbagai merek dagang yang memiliki kesamaan dengan

penamaan Merek Diesel, khususnya dengan produk yang sama. Di

Indonesia, Merek Diesel telah menyengketakan beberapa merek dagang

yang memiliki kesamaan penamaan dengan Merek Diesel, diantaranya

sengketa antara Jemmy Wantono dalam Putusan MA Nomor 1314

K/Pdt/2000, Putusan MA Nomor 77 K/Pdt/2007 dalam perkara antara

Diesel S.p.A melawan Tan Siau Pheng serta sengketa dengan Merek

Dieselindustrie milik Wiliam Pramono dalam Putusan MA Nomor 281

K/Pdt.Sus-HKI/2020.

Perlindungan hukum Merek Diesel sebagai merek terkenal mengacu

kepada UU Merek dan Indikasi Geografis khususnya dalam perlindungan

hukum merek terkenal yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b yang

memuat aturan bahwa merek harus ditolak pendaftarannya jika memiliki

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal

14
dalam barang atau jasa sejenis. Hal tersebut juga ditekankan dalam Pasal

16 ayat (2) huruf b Permenkumham 12/2021. Oleh karena itu, ketiga

sengketa tersebut memenangkan Merek Diesel dengan mengukuhkan

Merek Diesel sebagai merek terkenal yang secara ekslusif memegang hak

atas kata “Diesel” sebagai kata esensial dalam penamaan mereknya yang

tak dapat digunakan oleh merek dagang dengan produk yang sama mana

pun.

Hak ekslusif dari Merek Terkenal Diesel atas kata esensial “Diesel”

berdampak cukup besar bagi para pemilik merek dalam bidang mode

yang ingin menamakan mereknya dengan unsur kata “Diesel”. Pemilik

produk mode tak dapat menggunakan kata umum “Diesel” sebagai

penamaan mereknya mengingat beberapa sengketa melawan Merek

Diesel memenangkan merek terkenal tersebut berikut dengan

pengukuhan bahwa kata “Diesel” adalah hak ekslusif Merek Diesel

dibidang mode. Walaupun dalam Pasal 22 UU Merek dan Indikasi

Geografis dimuat aturan mengenai penamaan merek yang menggunakan

nama umum atau nama generik dapat digunakan sepanjang dipadukan

dengan kata lainnya hingga jelas pembedanya, dalam masalah ini pasal

tersebut tak dapat diaplikasikan begitu saja. Merek Diesel yang hanya

menggunakan satu penamaan kata esensial “Diesel” tidak dapat

dimasukkan kedalam kategori dalam pasal tersebut mengingat Merek

Diesel telah memiliki secondary meaning yang juga tak dapat diabaikan.

Akan tetapi, merek lain yang juga memiliki unsur kata “Diesel” dalam

15
penamaan produk modenya, seperti misalnya Merek Dieselindustrie milik

William Pramono harus dibatalkan pendaftaran mereknya dalam sengketa

melawan Merek Diesel dengan pertimbangan kuat mengenai persamaan

pada pokoknya atas kata esensial ”Diesel”.

Unsur nama umum atau nama generik yang diatur dalam Pasal 20

huruf f dan Pasal 22 UU Merek dan Indikasi Geografis serta Pasal 16 ayat

(1) huruf f Permenkumham 12/2021 menjadi rancu karena tidak

memberikan penjelasan lebih jauh mengenai kategori nama umum yang

bersifat deskriptif namun mampu membangun secondary meaning yang

tidak bersifat monopoli dan nama umum yang tidak dapat diterima

pendaftarannya sebagai merek. Merek Diesel telah menjadi merek

terkenal yang memiliki secondary meaning, akan tetapi dengan hak yang

diberikan secara ekslusif kepada Merek Diesel untuk menggunakan kata

“Diesel” pada penamaan mereknya dibidang mode memberikan

konsekuensi dengan sulitnya merek lain dibidang yang sama untuk

menggunakan kata “Diesel” yang pada hakikatnya merupakan nama

umum, baik untuk mendeskripsikan mesin diesel ataupun penggunaannya

dalam jenis produk lain yang seharusnya dapat digunakan oleh para

pemilik merek secara umum dan bebas tanpa adanya monopoli satu

pihak.

Menurut penulis, untuk mengunakan kata “Diesel” dalam penamaan

merek khusunya dibidang mode yang sudah dimiliki oleh Merek Terkenal

Diesel dengan pengakuan secondary meaning, perlu dilakukan inovasi

16
yang khusus. Kata “Diesel” dapat dikombinasikan dengan kata yang khas

dengan karakteristik yang kuat, seperti misalnya mengombinasikannya

dengan kata Bahasa Indonesia yang digunakan pemilik merek, kata

berupa tempat dan nama dari pemilik merek atau bahkan kata yang

diciptakan sendiri sehingga terdapat pembeda yang sangat jelas. Kata-

kata umum yang tidak begitu khas seperti misalnya kata “Industrie” dari

Merek Dieselindustrie yang dikombinasikan dengan kata “Diesel”

dianggap tidak cukup sebagai daya pembeda.

Penamaan merek yang menggunakan kata “Diesel” telah

dikombinasikan dengan kata lainnya sesuai dengan Pasal 22 UU Merek

dan Indikasi Geografis, akan tetapi jika kata tersebut dianggap terlalu

umum sehingga konsumen masih dapat menganggap atau

menghubungkan merek tersebut dengan Merek Terkenal Diesel, besar

kemungkinannya merek tersebut akan dibatalkan pendaftarannya, baik

dengan cara Merek Diesel yang mengajukan keberatan di saat

pemeriksaan substantif dari permohonan pendaftaran merek, ataupun

Merek Diesel akan menggugat merek lain yang bersangkutan di

Pengadilan Niaga dalam sengketa merek.

Walaupun demikian, kata umum “Diesel” sangat terbuka untuk

digunakan dalam penamaan merek dalam bidang mode selama para

pelaku usaha mengedepankan kreativitas dan iktikad baiknya dalam

penamaan merek. Merek Diesel tidak dapat serta-merta mengklaim kata

umum “Diesel” sebagai kata yang hanya dapat digunakan oleh penamaan

17
mereknya sendiri selama para pelaku usaha lain mampu membuktikan

penamaan mereknya dibidang mode dengan mengombinasikan kata

umum “Diesel” dengan kata khas sesuai dengan karakteristik pelaku

usaha dan produknya.

Menurut hemat penulis, UU Merek dan Indikasi Geografis tidak

hanya memberikan perlindungan hukum bagi merek terkenal seperti

Merek Diesel yang mengandung kata umum dengan telah diakuinya

secondary meaning yang diperoleh dengan tidak mudah, pengaturan

merek tersebut juga melindungi para pelaku usaha yang ingin

mendaftarkan mereknya dengan kombinasi kata umum “Diesel” selama

daya pembeda yang ditunjukkan khas dan berkarateristik serta dibuktikan

pula dengan iktikad baik dari para pelaku usaha yang ingin mendaftarkan

mereknya tanpa berniat menggunakan kata “Diesel” dengan tujuan agar

produk mode miliknya dihubungkan dengan Merek Diesel yang terkenal

dengan berbagai produk mode di berbagai negara.

3. Perlindungan Hukum Merek Casanova Berdasarkan Undang-


Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis

Merek Casanova milik Irawan Gunawan telah terdaftar sebagai salah

satu merek dagang dalam kelas barang 3 di Indonesia dalam daftar

IDM000324610 sejak tanggal 25 Mei 2010. Merek Casanova

memproduksi produk kecantikan berupa lipstick dan body mist cologne.

Irawan Gunawan sendiri mengakui bahwa penamaan mereknya

18
terinspirasi dari cerita legendaris Negara Italia yaitu pengakuan kisah

nyata dari sang pecinta paling terkenal dan penulis di dunia yaitu Giacomo

Casanova. Kata “Casanova” merupakan nama tokoh dengan kisah

legendaris yang menceritakan Giacomo Casanova dan segala

kehidupannya sebagai pecinta wanita sehingga kisah legendaris tersebut

dikenal oleh masyarakat luas dan telah menjadi domain publik. Kata

“Casanova” sendiri tidak memiliki kaitan atau pengertian khusus

menyangkut barang atau jasa tertentu sehingga penggunaannya dalam

penamaan merek sangat luas dan beragam.

Cerita legendaris tersebut telah menginspirasi banyak pelaku usaha

dalam berbagai jenis produk barang atau jasa untuk menciptakan

penamaan merek dengan unsur kata “Casanova”, baik dengan

mengombinasikannya dengan padanan kata lainnya ataupun hanya

dengan kata “Casanova” yang berdiri sendiri. Kata “Casanova” yang khas

dan karismatik juga digunakan oleh Irawan Gunawan sebagai penamaan

mereknya dibidang produk kecantikan tanpa mengombinasikannya

dengan padanan kata lain. Kata “Casanova” yang telah menjadi kata

umum namun tidak mempresentasikan barang atau jasa tertentu selain

mengacu kepada tokoh legendaris asal Italia yaitu Giacomo Casanova

menjadikan kata “Casanova” menjadi sangat bebas untuk digunakan

dalam penamaan merek. Akan tetapi, penamaan merek dengan unsur

kata “Casanova” yang digunakan oleh Irawan Gunawan tak memiliki ciri

khas khusus yang lain karena hanya menggunakan satu kata umum.

19
Pasal 20 huruf f UU Merek dan Indikasi Geografis serta Pasal 16 ayat (1)

huruf f Permenkumham 12/2021 mengatur secara tegas bahwa merek

tidak dapat didaftarkan jika merupakan nama umum atau lambang milik

umum. Lebih jauh diatur dalam Pasal 22 UU Merek dan Indikasi Geografis

bahwa nama umum atau nama generik dapat digunakan sebagai

penamaan merek selama dipadukan dengan kata lain sehingga terdapat

daya pembedanya.

Merek Casanova milik Irawan Gunawan pada dasarnya hanya terdiri

dari satu kata umum yang termasuk dalam tanda arbitrary, dimana tanda

yang digunakan tidak mempresentasikan produk barang miliknya

melainkan hanya mengacu kepada tokoh Giacomo Casanova. Tanda

tersebut pada umumnya dapat digunakan, akan tetapi dalam kasus Merek

Casanova milik Irawan Gunawan, kata umum tersebut tidak memberikan

daya pembeda yang cukup. Kata “Casanova” yang tak memiliki arti

khusus dapat digunakan dalam penamaan merek untuk jenis barang dan

jasa apapun, oleh karena itu penggunaannya harus dikombinasikan

dengan kata lain sehingga jelas pembeda dan karakteristik masing-

masing merek.

Merek Casanova milik Irawan Gunawan juga dalam pemasarannya

kepada konsumen belum terbukti diakui memiliki makna tambahan atau

secondary meaning. Merek Casanova dalam perkembangannya tidak

dapat dikatakan sebagai merek terkenal yang pada kebiasannya dapat

lebih mudah mendapat pengakuan konsumen sebagai merek dengan

20
makna tambahan. Kata “Casanova” masih sangat erat kaitannya dengen

tokoh legendaris Giacamo Casanova, bahkan jika mengaitkan kata

“Casanova” dengan produk kecantikan sesuai dengan produk milik Irawan

Gunawan, belum cukup untuk mengubah pandangan konsumen dengan

menghubungkannya dengan Merek Casanova milik Irawan Gunawan.

Memberikan hak ekslusif untuk penggunaan kata “Casanova”

kepada satu merek saja akan sangat berpengaruh kepada para pelaku

usaha lainnya yang juga ingin memadukan mereknya dengan penamaan

kata “Casanova”. Hal tersebut dapat menimbulkan persaingan usaha yang

tidak sehat, mengingat seharusnya kata umum bebas digunakan oleh

pihak manapun dalam penamaan merek sepanjang memiliki daya

pembeda yang jelas. Menurut penulis, hal ini menunjukan kelemahan dari

UU Merek dan Indikasi Geografis yang tidak secara tegas mengatur

mengenai kategori kata umum atau nama umum yang bersifat deskriptif,

baik kata umum yang tidak menjelaskan produk dan jasa tertentu namun

berpotensi memonopoli penamaan merek, maupun bagi kata umum yang

sama sekali tidak dapat didaftarkan karena bersifat menjelaskan produk

atau jasa tertentu.

Terkait mengenai pendaftaran Merek Casanova milik Irawan

Gunawan, hal tersebut sangat dipengaruhi disaat Merek Casanova mulai

dimohonkan pendaftarannya dan diperiksa dalam pemeriksaan substantif

merek. Pasal 23 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis memuat aturan

bahwa pemeriksaan substantif merupakan pemeriksaan yang dilakukan

21
oleh pemeriksa terhadap permohonan pendaftaran merek. Kemudian

dalam Pasal 23 ayat (2) UU Merek dan Indikasi Geografis serta Pasal 13

ayat (3) Permenkumham 12/2021 dimuat aturan jika keberatan dan/atau

sanggahan dari pihak lain dan juga pihak pemohon akan dipertimbangkan

dalam pemeriksaan substantif ini. Ruang lingkup dalam pemeriksaan

substantif meliputi pemeriksaan pemohonan pendaftaran nasional dan

permohonan pendaftaran internasional. Pada prinsipnya, tata cara

pemeriksaan substantif permohonan merek dilakukan berdasarkan hal

sebagai berikut:

1) Pemeriksa akan mencari merek pembanding terdaftar atau yang

telah diajukan lebih dahulu dalam di Ditjen HKI guna memastikan

bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya tidak pernah

didaftar atau dimiliki pihak lain maupun sarana lainnya.

2) Pemeriksa akan menganalisis dokumen merek dengan penilaian

berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 21 UU Merek dan Indikasi

Geografis, termasuk dengan pertimbangan jenis barang dan jasa

yang dimohonkan. Pemeriksa juga akan mempertimbangkan

keberatan dan/atau sanggahan pihak lain ataupun pihak pemohon.

Barulah kemudian dilanjutkan dengan pengambilan keputusan terkait

apakah permohonan diterima, tidak dapat didaftarkan atau ditolak.

Pemeriksa dalam pemeriksaan substantif permohonan merek yang

juga mengacu kepada UU Merek dan Indikasi Geografis dalam

penilaiannya diharapkan mampu untuk memilah merek apa saja yang

22
dapat didaftarkan dan tidak bertentangan dengan UU Merek dan Indikasi

Geografis sehingga tidak akan terjadi permasalahan kedepannya, baik

bagi para pemohon pendaftaran merek, pemilik merek yang sudah

terdaftar dan pemohon pendaftaran merek yang akan datang. Menurut

hemat penulis, Merek Casanova milik Irawan Gunawan yang diterima

permohonan pendaftarannya sehingga kini menjadi salah satu merek

terdafar di Indonesia akan menimbulkan permasalahan. Merek Casanova

terlalu sederhana dan tidak memiliki daya pembeda yang kuat dan jelas

sebagai merek yang hanya menggunakan satu penamaan kata umum.

Merek Casanova disaat melakukan permohonan pendaftaran merek

sama sekali tidak dapat membuktikan mereknya diakui oleh konsumen

luas memiliki secondary meaning yang cukup sebagai alasan pemaklum

sehingga walaupun merek hanya menggunakan satu kata umum dalam

penamaannya, namun konsumen luas telah mengakui penamaan kata

“Casanova” berhubungan erat dengan produk kecantikan yang

diproduksinya. Pemeriksa seolah-olah hanya mempertimbangkan kata

umum yang bersifat menjelaskan dan mengambarkan secara langsung

barang atau jasa yang bersangkutan. Kata umum yang tidak berkaitan

langsung dengan barang atau jasa yang dimohonkan permohonan

mereknya dianggap cukup memiliki daya pembeda. Perlindungan hukum

bagi Merek Casanova milik Irawan Gunawan telah memberikan hak

ekslusiif bagi Irawan Gunawan menggunakan kata “Casanova” dalam

inovasi produk penamaan mereknya. Selain Merek Casanova, Irawan

23
Gunawan juga telah mendaftarkan beberapa merek di Ditjen HKI.

Beberapa merek yang telah didaftarkan oleh Irawan Gunawan dengan

penamaan kata “Casanova” dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.6 Merek terdaftar milik Irawan Gunawan

No Nama Merek Kelas dan Tanggal

Nomor Pendaftaran

Pendaftaran
1 Jacques Casanova Kelas 3 No. 2016-03-14

IDM000523558
2 Elvis Casanova Kelas 3 No. 2016-03-14

IDM000523557
3 Christian Casanova Kelas 3 No. 2016-03-14

IDM000523556
4 Fellini Casanova Kelas 3 No. 2016-03-14

IDM000523536
5 Giacomo Casanova Kelas 3 No. 2016-03-14

IDM000523537
6 Monsieur Casanova Kelas 3 No. 2016-03-14

IDM000523465
7 Casanova Kelas 3 No. 2011-09-27

IDM000324610
Sumber: Pangkalan Data Kekayaan Intelektual

Merek Casanova yang tadinya berdiri sendiri, kini telah

dikembangkan oleh Irawan Gunawan dengan mendaftarkan penamaan

24
merek lainnya di kelas yang sama dengan masih menggunakan kata

“Casanova” sebagai ciri khasnya. Hal tersebut dapat menyebabkan

masalah ketika terdapat pelaku usaha dalam bidang produk kecantikan

yang juga ingin menggunakan kata “Casanova” dalam penamaannya.

Besar kemungkinannya Irawan Gunawan akan mengajukan keberatan

atas adanya penamaan merek lain yang mengandung kata “Casanova”

dibidang produk kecantikan dikarenakan hal tersebut akan menghilangkan

kekhasan dari Merek Casanova milik Irawan Gunawan yang juga sudah

mendaftarkan mereknya dengan berbagai kombinasi kata “Casanova”.

Padahal pada kenyataannya, kata “Casanova” terlalu umum untuk

menjadi hak ekslusif pihak manapun sehingga kebebasan penggunaanya

masih sangat luas. Disatu sisi merek yang telah terdaftar harus dilindungi

berdasarkan asas first to file yaitu merek yang mendapat perlindungan

hukum adalah merek yang terlebih dahulu terdaftar, disisi lain

permohonan pendaftaran merek dibidang produk kecantikan yang

mengombinasikaan penamaan mereknya dengan kata “Casanova” sesuai

dengan aturan Pasal 22 UU Merek dan Indikasi Geografis akan dirugikan

dengan kemungkinan akan dibatalkan permohonan pendaftarannya, baik

atas keberatan pihak Irawan Gunawan selaku pemilik Merek Casanova

ataupun nantinya akan terjadi sengketa merek antara pihak Irawan

Gunawan dengan pemilik merek yang menggunakan penamaan kata

“Casanova”.

25
Pada hakikatnya, merek terdaftar seperti Merek Casanova milik

Irawan Gunawan dapat saja dibatalkan pendaftarannya. Pasal 76 ayat (1)

dan (2) UU Merek dan Indikasi Geografis mengatur bahwa pembatalan

pendaftaran merek dapat dilakukan oleh pihak lain yang berkepentingan

dan pihak pemilik merek tak terdaftar dengan mengajukan permohonan

terlebih dahulu kepada menteri. Pembatalan pendaftaran merek

didasarkan dengan alasan dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21 UU Merek

dan Indikasi Geografis. Akan tetapi, jika mengacu kepada jangka waktu

pembatalan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU

Merek dan Indikasi Geografis, gugatan pembatalan pendaftaran merek

hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak

tanggal pendaftaran merek, kecuali jika merek terdapat unsur iktikad tidak

baik dan/atau bertentangan dengan peraturan undang-undang, moralitas,

agama dan ketertiban, maka gugatan pembatalan merek dapat diajukan

tanpa batas waktu. Pembatasan jangka waktu gugatan pembatalan

pendaftaran merek didasarkan dengan pertimbangan bahwa 5 (lima)

tahun dianggap layak untuk menetapkan kepastian hukum perlindungan

merek terdaftar.

Terkait permasalahan Merek Casanova milik Irawan Gunawan,

pembatalan pendaftaran merek oleh pihak ketiga tidak lagi menjadi opsi

yang tepat dikarenakan batas waktu gugatan pembatalan telah melewati

jangka waktu (5) lima tahun sejak Merek Casanova terdaftar pada tanggal

27 September 2011 sehingga kepastian perlindungan hukum Merek

26
Casanova telah terjamin. Terkait unsur-unsur gugatan pembatalan merek

tanpa batas waktu, pihak ketiga harus membuktikan terlebih dahulu jika

Merek Casanova dalam pendaftarannya berkitikad tidak baik yaitu

memboncengi ketenaran merek terkenal lainnya, ataupun Merek

Casanova terbukti bertentangan dengan ideologi negara, peraturan

perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan dan ketertiban umum.

Pendaftaran Merek Casanova milik Irawan Gunawan

memperlihatkan kerancuan dalam penerapan UU Merek dan Indikasi

Geografis. Merek Casanova yang pada kenyataannya terdiri dari satu

penamaan kata umum “Casanova” yang sangat luas serta tak terbukti

sebagai merek dengan makna tambahan atau secondary meaning dalam

penggunaannya bertentangan dengan Pasal 20 huruf f dan Pasal 22 UU

Merek dan Indikasi Geografis serta Permenhumkan 12/2021. Hal tersebut

dikarenakan nama umum atau nama generik hanya berpusat dengan kata

umum yang menjelaskan pengertian barang dan jasa tertentu, kata umum

yang memiliki arti luas dianggap cukup memiliki daya pembeda, walaupun

kata umum tersebut berpotensi menimbulkan monopoli penamaan merek

oleh satu pihak saja.

Pemberian perlindungan hukum yang pasti bagi Merek Casanova

milik Irawan Gunawan juga dapat merugikan pelaku usaha terkhusus

dibidang produk kecantikan yang ingin mendaftarkan mereknya dengan

kombinasi unsur kata “Casanova”. Pelaku usaha tersebut dapat dianggap

oleh tim pemeriksa dalam proses pemeriksaan substantif merek memiliki

27
kesamaan pada pokoknnya atau keseluruhannya dengan Merek

Casanova yang terdaftar terlebih dahulu. Merek Casanova milik Irawan

Gunawan juga dapat mengajukan keberatan atas permohonan

pendaftaran merek yang menggunakan kata “Casanova” serta

mengajukan sengketa merek di Pengadilan Niaga terkait merek-merek

terdaftar yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan Merek Casanova. Penegakan hukum bagi Merek Casanova milik

Irawan Gunawan berdasarkan UU Merek dan Indikasi Geografis justru

akan merugikan pihak lain yang juga ingin mendapatkan perlindungan

hukum merek, walaupun pihak tersebut telah mendaftarkan mereknya

sesuai dengan ketentuan UU Merek dan Indikasi Geografis yang sama.

28
BAB III

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS SENGKETA MEREK


TERKENAL DIESEL MELAWAN MEREK DIESELINDUSTRIE
SERTA SENGKETA MEREK TERKENAL J. CASANOVA
MELAWAN MEREK CASANOVA BERDASARKAN UU NO 20
TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

C. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Sengketa Merek Terkenal


Diesel Melawan Merek Dieselindustrie serta Merek Terkenal J.
Casanova Melawan Merek Casanova Berdasarkan UU No 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

1. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Sengketa Merek Terkenal


Diesel Melawan Merek Dieselindustrie

Sengketa antara Merek Terkenal Diesel Melawan Merek

Dieselindustrie diawali dengan pengajuan gugatan pembatalan

pendaftaran merek dalam Putusan Nomor 37/Pdt.Sus-

Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

oleh Perusahaan Diesel S.p.A. Perusahaan asal Negara Italia

tersebut adalah pemilik Merek Terkenal Diesel beserta variasinya

dibidang produk mode, baik berupa pakaian, aksesoris, parfum dan

berbagai pernak-pernik dibidang mode. Merek Diesel telah terdaftar

di 159 negara. Di Indonesia sendiri Merek Diesel telah terdaftar di

beberapa nomor kelas barang, salah satunya di kelas nomor 25

Daftar No. No. IDM000039276

29
Perusahaan Diesel S.p.A selaku pengugat mengajukan

gugatan kepada William Pramono selaku pemilik Merek Terdaftar

Dieselindustrie di kelas 25 untuk jenis barang pakaian, alas kaki dan

ikat pinggang Daftar No. IDM000487465. Terdapat beberapa

gugatan yang diajukan pengugat terhadap merek milik tergugat.

Merek Dieselindustrie dianggap memiliki persamaan pada pokoknya

dengan merek milik tergugat, yaitu Merek Dieselindustrie

mengandung kata esensial “Diesel” yang diklaim oleh penggugat

sebagai kata esensial dalam penamaan mereknya sesuai dengan

nama Perusahaan Diesel S.p.A. Persamaan juga terdapat dalam

kelas yang sama, dimana kedua merek berada di kelas 25 untuk

jenis barang pakaian, alas kaki dan ikat pinggang.

Merek Diselindustrie milik tergugat dianggap beriktikad tidak

baik dalam pendaftaran mereknya karena dengan sengaja dan sadar

menggunakan penamaan merek yang memiliki persamaan pada

pokoknya di kelas barang yang sama dengan merek milik penggugat

guna memboncengi ketenaran Merek Diesel yang telah terkenal. Hal

tersebut diatur berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan Pasal 21

ayat (2) UU Merek dan Indikasi Geografis yang mengatur mengenai

penolakan pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak

lain serta penolakan pendaftaran merek berdasarkan iktikad tidak

baik.

30
Berdasarkan beberapa keberatan yang diajukan, penggugat

mengajukan gugatan agar Merek Diesel & Variasinya diakui sebagai

merek terkenal internasional dan di Indonesia, merek tersebut juga berhak

atas kata esensial “Diesel” sesuai dengan penamaan perusahaannya dan

menjadi satu-satunya yang berhak menggunakan Merek Diesel &

Variasinya di Indonesia untuk membedakannya dengan merek pihak lain.

Penggugat menginginkan pengadilan menjatuhkan hukuman agar merek

milik tergugat dicoret dalam Daftar Umum Merek dikarenakan Merek

Dieselindustrie memiliki persamaan pada pokoknya dengan mengandung

kata “Diesel” dalam penamaan mereknya dan jenis kelas barang yang

sama sehingga dianggap tidak beriktikad baik dengan niat memboncengi

ketenaran merek penggugat.

Tergugat dalam jawabannya menolak segala dalil-dalil tuduhan

penggugat. Tergugat menyatakan bahwa mereknya yang terdaftar dalam

daftar umum merek di Indonesia telah sesuai dengan prosedur dan aturan

dari UU Merek dan Indikasi Geografis. Merek Dieselindustrie melalui

pemeriksaan formal serta pemeriksaan substantif sebelum akhirnya

mendapatkan sertifikat merek dan diakui sebagai merek terdaftar.

Tergugat juga mengklaim bahwa mereknya sama sekali tidak berusaha

memboncengi ketenaran merek penggugat. Persamaan pada pokoknya

atas kata esensial “Diesel” diklaim tidak tepat. Menurut tergugat kata

“Diesel” dalam penamaan mereknya justru terinspirasi dari mesin diesel

31
buatan Rudolf Christian Karl Diesel. Kata tersebut mengandung

pengertian sebagai mesin motor yang memakai bahan bakar solar.

Selain itu, Merek Dieselindustrie juga dipadukan dari dua kata

“Diesel” dan “Industrie” yang jika digabungkan akan menghasilkan

pengertian yaitu industri yang menggunakan mesin solar sehingga

tergugat mengklaim terdapat daya pembeda yang jelas antara Merek

Diesel yang penamaannya hanya menggunakan satu kata dengan Merek

Dieselindustrie yang memadukan dua kata hingga menjadi satu

penamaan merek yang memiliki ciri khas tersendiri. Kata “Diesel” juga

merupakan kata umum yang dianggap memiliki daya pembeda yang

lemah sehingga penggunaan kata “Diesel” tidak dapat dikategorikan

sebagai peniruan merek milik penggugat, dimana merek tergugat dapat

mengombinasikan kata “Diesel” dengan kata lainnya.

Berdasarkan pembuktian dan bukti-bukti yang dikemukakan para

pihak dalam persidangan, Majelis hakim memberikan beberapa

pertimbangan dalam mengambil putusan dalam sengketa ini. Majelis

hakim menilai Merek Diesel merupakan merek terkenal yang telah

terdaftar lebih dulu dari Merek Dieselindustrie. Hal ini dibuktikan dari

pendaftaran Merek Diesel di Italia sejak tahun 1977 dan pendaftaran di

Indonesia pertama kali dalam Nomor 330447 tertanggal 16 Februari 1982

dalam kelas barang 19 dan 25. Merek Diesel juga telah terbukti terdaftar

di beberapa negara dan telah melakukan promosi secara besar-besaran

sesuai dengan pententuan kriteria merek terkenal yang diatur dalam UU

32
Merek dan Indikasi Geografis serta Permenkumham 67/2016. Majelis

hakim dalam pertimbangannya juga menyatakan terdapat persamaan

pada pokoknya antara merek penggugat dan merek tergugat. Adapun

persamaan pokoknya yaitu persamaan bunyi pengucapan merek yang

mengandung kata esensial “Diesel” serta persamaan dalam kelas barang

yang sama atau sejenis di kelas barang 25.

Kriteria persamaan pada pokoknya antara dua merek diatur dalam

Pasal 17 ayat (1) Permenkumham 67/2016 dimana penilaian persamaan

pada pokoknya dapat dilihat dari kemiripan yang mengandung unsur

dominan sehingga terkesan adanya persamaan bentuk, cara penempatan,

penulisan atau kombinasi unsur, maupun persamaan bunyi pengucapan

kedua merek. Berdasarkan kriteria tersebut, Majelis Hakim beranggapan

bahwa merek tergugat terbukti memiliki persamaan pada pokoknya

dengan Merek Diesel milik penggugat, yaitu persamaan secara visual,

pengucapan, jenis barang maupun penilaian yuridis. Merek Diesel &

Variasinya milik penggugat terbukti merupakan merek terkenal yang

terdaftar terlebih dahulu dari Merek Dieselindustrie milik tergugat. Kedua

merek tersebut juga terbukti memiliki persamaan pada pokoknya, baik dari

persamaan penggunaan kata “Diesel” serta persamaan di kelas barang

25. Oleh karena itu, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan

bahwa Merek Dieselindustrie milik tergugat terdaftar No. IDM000487465

kelas 25 memiliki iktikad tidak baik dalam pendaftarannya.

33
Majelis Hakim dalam amar putusannya sesuai dengan pertimbangan

yang diambil berdasarkan pembuktian mengabulkan gugatan penggugat

seluruhnya. Majelis Hakim menyatakan bahwa Merek Diesel & Variasinya

milik penggugat merupakan merek terkenal Internasional dan merek

terkenal di Indonesia yang penamaannya sesuai dengan badan hukum

milik penggugat yaitu Perusahaan Diesel S.p.A. Penggugat merupakan

satu-satunya pemilik tunggal yang berhak menggunakan Merek Diesel &

Variasinya di Indonesia guna membedakan hasil produksinya dengan

merek pihak lain. Majelis Hakim menyatakan bahwa Merek Dieselindustrie

milik tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek

terkenal penggugat sehingga berktikad tidak baik dalam pendaftarannya.

Merek Dieselindustrie milik tergugat dinyatakan batal pendaftarannya

dalam Daftar Umum Merek dari Direktorat Jenderal HKI dengan segala

akibat hukum yang menyertai. Direktorat Jenderal HKI atau turut tergugat

harus tunduk pada putusan tersebut dan melaksanakan pembatalan

pendaftaran Merek Dieselindustrie milik tergugat. Pihak tergugat juga

harus membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara tersebut

sebesar Rp. 2.161.000 (Dua Juta Seratus Enam Puluh Satu Ribu Rupiah).

William Pramono selaku tergugat dan pemilik Merek Dieselindustrie

yang tidak terima dengan putusan tingkat pertama tersebut mengajukan

permohonan kasasi dalam Putusan Nomor 281 K/Pdt/Sus-HKI/2020.

Pemohon kasasi atau dahulu tergugat pada pokoknya menginginkan agar

permohonannya diterima seluruhnya serta membatalkan Putusan

34
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

37/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 10 Oktober 2019.

Majelis Hakim dalam pertimbangannya berpendapat bahwa permohonan

kasasi dari pemohon kasasi tidak dapat dibenarkan, hal ini berdasarkan

pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga sudah sesuai

dan benar dalam menerapkan hukum. Judex Facti telah melaksanakan

hukum acara yang benar serta putusannya tidak bertentangan dengan

hukum dan/atau undang-undang. Atas pertimbangan tersebut, Majelis

Hakim dalam amar putusannya menolak permohonan kasasi dari

pemohon kasasi dan menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah).

Kedua putusan dalam tingkat berbeda tersebut memenangkan

Perusahaan Diesel S.p.A sebagai pemilik Merek Terkenal Diesel.

Pertimbangan Majelis Hakim dalam kedua putusan tersebut sejalan

menyatakan bahwa Merek Dieselindustrie adalah merek yang harus

dibatalkan pendaftarannya berdasarkan persamaan pada pokoknya

dengan Merek Diesel sehingga pendaftaran tersebut terbukti beriktikad

tidak baik. Hakim dalam pertimbangannya mengenai persamaan pada

pokoknya beranggapan bahwa kata esensial “Diesel” yang juga digunakan

oleh Merek Dieselindustrie terbukti memiliki kesamaan dan peniruan

terhadap Merek Diesel di kelas yang sama. Walaupun pada kenyataannya

Merek Dieselindustrie menggunakan kata “Diesel” sebagai kata umum

yang dapat dikombinasikan dengan kata lainnya sesuai dengan aturan

35
Pasal 22 UU Merek dan Indikasi Geografis, Majelis Hakim beranggapan

bahwa daya pembeda dalam penamaan Merek Dieselindustrie masih

lemah dan memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek Terkenal

Diesel.

Untuk menentukan persamaan pada pokoknya, Majelis Hakim

mengacu kepada persamaan secara visual, pengucapan, jenis barang

maupun penilaian yuridis. Akan tetapi, Hakim memiliki pertimbangannya

sendiri untuk menentukan sejauh mana daya pembeda berlaku untuk dua

merek yang dianggap memiliki persamaan pada pokoknya. Pada

sengketa antara Merek Diesel melawan Merek Dieselindustrie, Hakim

beranggapan bahwa kata “Diesel” secara keseluruhan merupakan kata

esensial milik penamaan Merek Terkenal Diesel & Variasinya. Kata umum

“Diesel” diketahui masyarakat luas sebagai pengertian dari mesin diesel

atau mesin motor yang berbahan bakar solar. Penggunaan kata umum

tersebut digunakan dalam penamaan Merek Terkenal Diesel agar merek

yang membawahi berbagai produk mode tersebut memiliki ciri khas unik

dan khusus dengan menggunakan kata “Diesel” yang tidak mendefinisikan

produk mode milik Merek Diesel. Pemikiran unik dan inovatif dengan

penamaan merek mode yang justru menggunakan kata yang menjelaskan

mesin motor dianggap memiliki daya pembeda yang kuat walaupun kata

“Diesel” merupakan kata umum.

Selain itu, Hakim memiliki pertimbangan yang kuat dengan Merek

Diesel yang dikategorikan sebagai merek terkenal yang terdaftar

36
diberbagai negara dengan promosi yang gencar dan besar-besaran.

Unsur terkenalnya suatu merek menjadi hal yang sangat penting

mengingat reputasi dari merek terkenal yang didapatkan dengan sulit

harus dilindungi oleh hukum. Merek terkenal mendapat perhatian sendiri

dalam UU Merek dan Indikasi Geografis agar merek lain yang memiliki

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal

harus ditolak pendaftarannya. Merek Diesel yang telah diakui sebagai

merek terkenal dalam pembuktian di persidangan memiliki keuntungan

dalam penamaannya yang hanya menggunakan satu kata umum dalam

penamaannya. Pada prakteknya, reputasi merek terkenal secara luas

menjadikan penamaan mereknya mendapat pengakuan oleh konsumen

luas sebagai penamaan merek dengan makna tambahan atau secondary

meaning.

Walaupun Merek Diesel hanya menggunakan satu kata umum dalam

penamaannya, konsumen luas telah mengakui bahwa kata “Diesel” dalam

bidang mode akan berkaitan erat dengan Merek Terkenal Diesel yang

menjadi salah satu merek dibidang mode. Pengakuan makna tambahan

tersebut hanya didapatkan oleh merek-merek terkenal yang telah ada

sejak lama sebagai bukti kuatnya reputasi merek tersebut di kalangan

konsumen luas. Oleh karena itu, Merek Diesel yang telah mendapat

pengakuan makna tambahan menggunakan kata “Diesel” sebagai

berbagai variasi dalam penamaan mereknya dibidang mode sebagai ciri

khas dalam produk mode buatanya agar berbeda dengan produk serupa.

37
Hakim dalam pertimbangannya menilai kata umum “Diesel” tidak

serta-merta dapat digunakan oleh Merek Dieselindustrie. Kata umum

“Diesel” yang digabungkan dengan kata umum “Industrie” dalam

penamaan Merek Dieselindustrie dinilai tetap tidak memiliki daya

pembeda dengan Merek Terkenal Diesel. Kata umum “Industrie” sebagai

kombinasi dalam penamaan Merek Dieselindustrie tidak cukup memberi

ciri khas sehingga jelas pembedanya dengan merek terkenal yang serupa.

Konsumen luas yang telah mengakui reputasi Merek Diesel dibidang

mode dapat kebingungan dengan munculnya Merek Dieselindustrie yang

penamaannya masih berbahasa Inggris dan tidak memiliki ciri khas yang

menggambarkan merek tersebut berasal dari pengusaha lokal dan bukan

merupakan invoasi lain dari penamaan Merek Terkenal Diesel yang

memang dikenal dengan berbagai penamaan mereknya yang

menggabungkan kata “Diesel”, seperti Merek Diesel & Son, Merek Diesel

Black Gold, Merek Diesel Only The Brave, Merek Master Diesel dan

berbagai kombinasi lainnya.

Walaupun kata “Diesel” merupakan kata umum yang pada teorinya

dapat digunakan dalam segala penamaan merek dengan berbagai

kombinasi, Hakim dalam pertimbangannya memperhatikan fakta bahwa

Merek Diesel & Variasinya merupakan merek terkenal yang telah

mendapat pengakuan sebagai merek dengan makna tambahan. Oleh

karena itu, Hakim dalam menilai unsur persamaan pada pokoknya dalam

penggunaan kata “Diesel” bagi merek di bidang mode yang sama akan

38
sangat selektif. Merek Dieselindustrie yang pada teorinya telah

mengombinasikan kata umum “Diesel” dan kata umum “Industrie” yang

berbahasa Inggris dalam penamaan mereknya berdasarkan aturan Pasal

22 UU Merek dan Indikasi Geografis dianggap tidak memiliki daya

pembeda yang cukup dengan Merek Diesel & Variasinya sebagai merek

terkenal dengan inovasi kombinasi penamaan merek yang juga

menggunakan kata “Diesel” dengan berbagai kata berbahasa Inggris.

Menurut penulis, pertimbangan hakim dalam dua putusan tersebut

telah sesuai dengan penilaian secara utuh dari UU Indikasi dan Geografis.

Hakim dalam menentukan persamaan pokoknya antara Merek Terkenal

Diesel dengan Merek Dieselindustrie telah menilai secara keseluruhan

terkait unsur-unsur yang harus dipertimbangkan. Merek Diesel merupakan

merek terkenal dengan pengakuan oleh konsumen sebagai merek dengan

makna tambahan sehingga kata “Diesel” telah menjadi ciri khas dalam

penamaaan mereknya dibidang mode. Merek Dieselindustrie dibidang

yang sama tidak memiliki daya pembeda yang cukup dikarenakan

penamaannya masih dapat dihubungkan dengan Merek Terkenal Diesel &

Variasinya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Merek Dieselindustrie

terbukti memiliki iktikad tidak baik dalam pendaftarannya dengan memiliki

persamaan pada pokoknya dengan Merek Terkenal Diesel, baik

persamaan dalam penggunaan kata esensial “Diesel” maupun persamaan

di kelas barang 25. Oleh karena itu, Merek Dieselindustrie harus

dibatalkan pendaftarannya.

39
2. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Sengketa Merek Terkenal J.
Casanova Melawan Merek Casanova

J. Casanova dalam penamaan Merek J.Casanova menggugat

Merek Casanova milik Irawan Gunawan yang merupakan pengusaha

lokal di bidang produk kecantikan di Indonesia dalam Putusan Nomor

11/Pdt.Sus-Merek/2016/PN. Niaga.Jkt.Pst. J. Casanova merupakan

perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Negara Prancis yang

bergerak dibidang penjualan, ekspor dan impor berbagai macam

produk baju, parfum dan kosmetik yang semua produknya berada

dalam satu penamaan Merek J. Casanova. Merek J. Casanova telah

terdaftar pada WIPO dan 12 negara di dunia. Pendaftaran pertama

dilakukan pada tahun 1998 di Negara Inggris, Prancis dan Arab

Saudi sehingga diklaim sebagai merek terkenal. Pada saat sengketa

merek tersebut mulai diadili di pengadilan, Merek J. Casanova

selaku penggugat telah mengajukan permohonan pendaftaran merek

dan logo untuk penamaan J. Casanova di Ditjen HKI dalam

permintaan pendaftaran merek No. D0002015007026 tertanggal 23

Februari 2015 dalam kelas nomor 3 untuk jenis barang parfum dan

kosmetik, sedangkan Merek Casanova milik Irawan Gunawan selaku

tergugat telah terdaftar dengan Nomor Pendaftaran IDM000324610

tertanggal 25 September 2010 di nomor kelas 3 yang sama dengan

merek penggugat.

40
Merek J. Casanova mengajukan beberapa gugatan kepada tergugat.

Merek Casanova milik tergugat diklaim oleh penggugat memiliki

persamaan pada pokoknya dengan merek penggugat. Persamaan pada

pokoknya dapat dilihat dari kesamaan penulisan dan bunyi pengucapan

dari kata “Casanova” yang digunakan kedua merek dalam penamaannya.

Persamaan menjadi permasalahan yang dianggap dapat merugikan

penggugat dikarenakan kedua merek terdaftar di nomor kelas 3 yang

sama sehingga akan menciptakan kebingungan bagi konsumen. Merek

Casanova yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek J.

Casanova dianggap mendaftarkan mereknya dengan iktikad tidak baik

untuk memboncengi ketenaran Merek Terkenal J. Casanova. Oleh karena

itu dalam petitumnya, penggugat menginginkan pengadilan mengabulkan

gugatan penggugat seluruhnya, dimana menyatakan Merek J. Casanova

merupakan merek terkenal yang beriktikad baik dalam pendaftarannya

serta berhak untuk memakai Merek J. Casanova di Indonesia dan

menyatakan Merek Casanova milik tergugat mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan Merek J. Casanova serta beriktikad tidak baik dalam

permohonan pendaftarannya sehingga mereknya harus dibatalkan. Turut

tergugat yaitu Ditjen HKI juga harus membatalkan pendaftaran Merek

Casanova Nomor Pendaftaran IDM000324610 tertanggal 25 September

2010.

Tergugat dalam jawabannya membantah secara tegas dalil gugatan

penggugat kecuali yang diakuinya. Tergugat menyatakan bahwa

41
pendaftaran mereknya telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku

pada saat itu sehingga mendapatkan sertifikat merek dengan segala hak

yang mengikutinya. Tergugat menyatakan bahwa kata “Casanova” sendiri

merupakan penamaan umum yang diambil berdasarkan cerita legendaris

Negara Italia berupa kisah sang pecinta dan penulis di dunia yaitu

Giacomo Casanova semasa hidupnya pada tahun 1825 hingga 1898

dengan dibuat dalam berbagai karya berupa buku ataupun film yang juga

telah diketahui masyarakat luas di dunia dan Indonesia. Kata “Casanova’

bukan merupakan kata ciptaan khas dari penggugat dan secara umum

dikenal oleh masyarakat luas sebelum adanya Merek J. Casanova

sehingga tidak berhak untuk diklaim atau dimonopoli oleh satu pihak saja.

Kata “Casanova” sendiri juga telah digunakan dalam berbagai penamaan

merek oleh pihak lain, baik di kelas lain maupun kelas 3 yang sama.

Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan para pihak dalam pembuktian,

Majelis Hakim memberikan beberapa pertimbangan untuk memutus

sengketa tersebut. Majelis Hakim dalam pertimbangannya berdasarkan

bukti surat bertanda P-1 sampai dengan P-15 yang diajukan penggugat

berupa sertifikat pendaftaran merek serta terjemahannya telah habis masa

berlakunya dan tidak ada bukti lain dari penggugat yang menyatakan

perpanjangan pendaftaran merek sehingga terbukti bahwa jangka waktu

perlindungan merek penggugat telah habis. Penggugat juga tidak

menggunakan haknya sebagai merek terkenal dalam hak prioritas,

dimana hak prioritas harus digunakan dalam waktu paling lama 6 (enam)

42
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek

yang pertama kali diterima di negara lain yang juga merupakan negara

anggota Konvensi Paris, sedangkan Merek J. Casanova baru mengajukan

permohonan pendaftaran merek di Indonesia pada tanggal 23 Februari

2015. Oleh karena itu, Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan

bahwa penggugat sudah tidak mempunyai hak untuk menyatakan diri

sebagai pemegang hak milik atas Merek J.Casanova sehingga tidak dapat

membuktikan dalil gugatannya yang lain. Majelis Hakim dalam amar

putusannya menolak gugatan penggugat seluruhnya dan menghukum

penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 1. 316.000,00 (Satu Juta

Tiga Ratus Ribu Rupiah).

Penggugat selaku pemilik Merek J. Casanova yang tidak terima

dengan putusan tingkat pertama tersebut mengajukan permohonan kasasi

dalam Putusan Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 dengan dalil-dalil gugatan

yang sama. Pertimbangan Majelis Hakim dalam permohonan kasasi

tersebut menyatakan bahwa pertimbangan hukum Judex Facti yaitu

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah keliru

menerapkan hukum dalam pertimbangannya. Berdasarkan pertimbangan

Judex Facti mengenai bukti sertifikat pendaftaran merek penggugat atau

yang sekarang sebagai pemohon kasasi yang telah habis masa

berlakunya dan tidak diperpanjang terbukti keliru dikarenakan Merek J.

Casanova dalam bukti P-2 dan P-6 telah memperpanjang pendaftaran

mereknya di Negara Arab Saudi hingga tanggal 11 September 2023 dan

43
di Negara Prancis hingga tanggal 30 November 2023. Selain itu, pemohon

kasasi kembali mengajukan bukti tambahan guna mendukung dalil

pemohon kasasi berupa bukti sertifikat perpanjangan Merek J. Casanova

di Negara Uni Emirat Arab dan Yaman. Merek J. Casanova terbukti

merupakan merek yang telah ada sejak tahun 1998 dan didaftarkan di

beberapa negara sehingga dapat diklaim sebagai merek terkenal.

Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan terdapat

persamaan pada pokoknya berupa unsur menonjol dari kata “Casanova”

yang digunakan Merek J. Casanova selaku termohon kasasi atau dahulu

tergugat sehingga terbukti memiliki iktikad tidak baik dalam pendaftaran

mereknya dengan niat memboncengi ketenaran Merek Terkenal J.

Casanova. Adapun pertimbangan Judex Facti yang menolak gugatan

berdasarkan hak prioritas juga keliru dikarenakan pemohon kasasi tidak

pernah mendalilkan gugatan berdasarkan dasar hak prioritas, melainkan

mengajukan gugatan atas dasar ketentuan Pasal 68 dan Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Akan tetapi, Majelis Hakim

juga mempertimbangkan bahwa Merek J. Casanova milik pemohon kasasi

hanya dapat dibuktikan terkenalnya berdasarkan pendaftaran di beberapa

negara serta perlu diketahui bahwa pendaftaran merek dengan unsur kata

“Casanova” juga telah digunakan dan didaftarkan oleh banyak merek

diberbagai bidang produk yang sejenis dan tidak sejenis.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, terdapat perbedaan pendapat

antara Majelis Hakim yang telah diusahakan dengan musyawarah, akan

44
tetapi tidak mencapai mufakat. Oleh karena itu Majelis Hakim mengambil

putusan berdasarkan suara terbanyak. Majelis Hakim dalam tingkat kasasi

dalam amar putusannya mengabulkan permohonan pemohon kasasi

seluruhnya sehingga membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor Nomor 11/Pdt.Sus-

Merek/2016/PN. Niaga.Jkt.Pst. Adapun Majelis Hakim mengadili sendiri

sehingga mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Merek J.

Casanova dinyatakan sebagai merek terkenal yang beriktikad baik di

Indonesia sehingga mempunyai hak tunggal atau hak khusus dalam

pemakaian mereknya di Indonesia. Merek Casanova dinyatakan

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek J. Casanova dan

terbukti beriktikad tidak baik dalam pendaftarannya sehingga harus

dibatalkan pendaftarannya. Turut tergugat atau dalam hal ini Ditjen HKI

harus mematuhi putusan ini dan melakukan pembatalan pendaftaran

Merek Casanova Nomor Pendaftaran IDM000324610 tanggal 27

September 2011 dan mencoret merek tersebut dari Daftar Umum Merek.

Irawan Gunawan selaku pemilik Merek J. Casanova harus membayar

biaya perkara yang timbul sebesar Rp. 5.000.000. (Lima Juta Rupiah).

Pihak Irawan Gunawan selaku termohon kasasi kembali mengajukan

peninjauan kembali atas putusan tingkat kasasi tersebut dalam Putusan

Nomor 197 PK/Pdt.Sus-HKI/2018. Majelis Hakim dalam pertimbangannya

ditingkat peninjauan kembali menyatakan bahwa Judex Juris dalam hal ini

Mahkamah Agung telah melakukan kekhilafan atau kekeliruan yang nyata

45
dikarenakan Merek J. Casanova milik termohon peninjauan kembali tidak

berhak memperoleh perlindungan hukum atas kata “Casanova” yang

merupakan istilah umum dan bukan merupakan ciptaan, temuan atau

inovasi khusus dari termohon peninjauan kembali. Kata “Casanova” telah

dikenal lebih dulu melalui kisah legendaris dalam buku ataupun film layar

lebar. Kata “Casanova” juga telah digunakan dan didaftarkan pula di

negara lain sebagai penamaan merek, seperti misalnya bagi produk AFN

Broker LCC. 1092 di Kanada dan Orion Versand GmbH & Co di Jerman.

Oleh karena itu, Majelis Hakim dalam putusannya mengabulkan

permohonan peninjauan kembali dari Irawan Gunawan sehingga

membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016

tanggal 6 Desember 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-

Merek/2016/PN. Niaga.Jkt.Pst tanggal 1 Juni 2016. Majelis Hakim juga

mengadili kembali sehingga menolak gugatan penggugat seluruhnya dan

menghukum termohon peninjauan kembali atau awalnya penggugat untuk

membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, dimana dalam

peninjauan kembali sebesar Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah).

Berbagai putusan dalam tingkat peradilan oleh Majelis Hakim dalam

sengketa Merek J. Casanova melawan Merek Casanova cukup beragam.

Dalam putusan tingkat pertama, Majelis Hakim menolak gugatan

penggugat dengan pertimbangan tidak adanya bukti perpanjangan

sertifikat merek di beberapa negara oleh merek milik penggugat sehingga

46
dianggap merek tersebut tidak lagi berhak mendapatkan perlindungan

hukum merek. Kemudian dalam putusan tingkat kasasi, Majelis Hakim

justru mengabulkan permohonan kasasi dari pihak Merek J. Casanova

sehingga Merek Casanova harus dibatalkan pendaftarannya karena

dianggap beriktikad tidak baik. Namun dalam putusan peninjauan kembali,

Majelis Hakim justru memiliki putusan yang bertolak belakang dengan

Putusan Mahkamah Agung. Majelis Hakim dalam peninjauan kembali

memberikan putusannya berdasarkan pertimbangan bahwa kata

“Casanova” sendiri dianggap terlalu umum sehingga tidak ada satu pihak

pun yang dapat memonopoli kata “Casanova” untuk penamaan merek,

walaupun Merek J. Casanova telah diakui sebagai merek terkenal. Pada

akhirnya putusan dalam peninjauan kembali menjadi putusan akhir yang

berkekuatan hukum tetap dan harus dilaksanakan serta dipatuhi oleh

semua pihak yang bersengketa.

Majelis Hakim dalam putusan peninjauan kembali mengacu kepada

kata “Casanova” yang dianggap sebagai kata umum yang dapat

digunakan oleh berbagai pihak tanpa monopoli satu pihak. Kata

“Casanova” bukan merupakan kata umum yang dapat mendefinisikan

produk barang atau jasa tertentu, kata tersebut jauh lebih umum sebagai

nama suatu tokoh legendaris asal Italia yaitu Giacamo Casanova

sehingga penggunaannya dalam penamaan merek sangat beragam dan

dapat dikombinasikan dengan kata lainnya. Kata “Casanova” jika diklaim

47
sebagai kata esensial dalam suatu penamaan merek akan berakibat

terjadinya monopoli penamaan merek oleh satu pihak saja.

Menurut hemat penulis, putusan hakim dalam peninjauan kembali

sudah sangat tepat mempertimbangkan kata “Casanova” sebagai kata

umum yang tak dapat diklaim oleh pihak manapun. Hal tersebut telah

sesuai dalam Pasal 20 huruf f UU Merek dan Indikasi Geografis serta

Pasal 16 ayat (1) huruf f Permenkumham 12/2021 yang menyatakan

bahwa merek tidak dapat didaftarkan jika merupakan nama umum

dan/atau lambang milik umum. Majelis Hakim tidak hanya

mempertimbangkan nama atau kata umum yang mendefinisikan suatu

produk barang atau jasa dalam penamaan merek. Majelis Hakim juga

mempertimbangkan nama atau kata umum berupa kata yang sama sekali

tidak mendeskripsikan barang atau jasa yang bersangkutan, namun kata

tersebut merupakan kata yang diketahui masyarakat luas dan dapat

berpotensi dimonopoli oleh satu pihak saja jika diklaim sebagai kata

esensial dalam penamaan merek.

Merek J. Casanova telah diakui sebagai merek terkenal, akan tetapi

merek tersebut belum mendapatkan pengakuan oleh konsumen sebagai

merek dengan makna tambahan atau secondary meaning. Pada

prakteknya, banyak merek terkenal yang sepanjang eksistensinya sebagai

suatu merek mendapatkan pengakuan oleh konsumen sebagai merek

dengan makna tambahan, artinya walaupun merek terkenal menggunakan

penamaan kata umum, konsumen luas dapat langsung menghubungkan

48
kata tersebut dengan produk dari merek terkenal, seperti misalnya Merek

Terkenal Diesel yang dapat dihubungkan langsung sebagai salah satu

merek produk mode jika membicarakan tentang celana jeans diesel atau

parfum diesel. Akan tetapi bagi Merek J. Casanova, penamaannya belum

cukup kuat untuk diakui memiliki makna tambahan oleh konsumen luas.

Kata “Casanova” dianggap terlalu umum untuk dikenali sebagai

penamaan merek tertentu. Kata tersebut juga digunakan dalam penamaan

merek berbagai produk dan jasa sehingga cukup sulit untuk menjadikan

kata “Casanova” sebagai makna tambahan dari suatu produk tertentu.

Akan tetapi, Putusan Majelis Hakim dalam peninjauan kembali yang

mempertimbangkan kata “Casanova” sebagai kata umum justru secara

tidak langsung melemahkan eksistensi Merek Casanova milik Irawan

Gunawan selaku pemohon peninjauan kembali. Merek Casanova hanya

menggunakan kata “Casanova” sebagai penamaan merek sehingga tidak

cukup memberikan daya pembeda sesuai ketentuan Pasal 20 huruf f UU

Merek dan Indikasi Geografis serta Pasal 16 ayat (1) huruf f

Permenkumham 12/2021 yang memuat aturan bahwa nama umum atau

lambang umum tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Nama generik

atau nama umum hanya dapat digunakan sebagai penamaan merek

sepanjang dipadukan dengan kata lain hingga jelas daya pembedanya.

Merek Casanova milik Irawan Gunawan jika ditinjau berdasarkan UU

Merek dan Indikasi Geografis tidak memenuhi syarat dalam permohonan

pendaftaran mereknya sehingga seharusnya tidak dapat mendapatkan

49
perlindungan hukum merek. Akan tetapi, Merek Casanova milik Irawan

Gunawan telah diloloskan sebagai merek yang terdaftar sesuai dengan

pemeriksaan sehingga menjadi salah satu merek terdaftar di Indonesia

yang harus mendapatkan perlindungan hukum.

Majelis Hakim dalam peradilan perdata tidak boleh mengabulkan

melebihi tuntutan, asas ini dimuat dalam Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal

189 ayat (3) RBG dan Pasal 50 Rv. Putusan hanya sebatas apa yang

diajukan dalam gugatan. Jika hakim mengabulkan lebih dari apa yang ada

dalam tuntutan gugatan, maka hakim telah melampaui batas wewenang

dan harus dinyatakan bahwa putusan tersebut cacat, walaupun hal ini

dilakukan hakim dengan iktikad baik atau bahkan sesuai dengan

kepentingan umum. Walaupun Majelis Hakim dalam putusan peninjauan

kembali mengetahui bahwa Merek Casanova pada kenyataannya juga

tidak memenuhi syarat sebagai merek yang dapat didaftarkan sesuai UU

Merek dan Indikasi Geografis, Majelis Hakim tidak memiliki wewenang

untuk membatalkan pendaftaran Merek Casanova berdasarkan inisiatifnya

sendiri, putusan hanya mengadili sesuai dengan gugatan yang diajukan.

Masalah terjadi dikarenakan Merek Casanova dalam permohonan

pendaftaran mereknya diterima. Pemeriksa dalam pemeriksaan substantif

permohonan pendaftaran merek dinilai kurang dapat menerapkan UU

Merek dan Indikasi Geografis serta Permenkumham 12/2021 sebagai

acuan dalam pendaftaran Merek Casanova. Pemeriksa sebagai tenaga

ahli seharusnya mampu untuk mengkaji dan menerapkan UU Merek dan

50
Indikasi Geografis bagi permohonan pendaftaran merek sehingga

pendaftaran merek yang hanya menggunakan satu kata umum, baik kata

umum yang mendeskripsikan barang atau jasa yang bersangkutan

ataupun kata umum yang memiliki makna lain namun dapat berpotensi

memonopoli penamaan merek, tidak dapat didaftarkan sesuai dengan

ketentuan Pasal 20 huruf f dan Pasal 22 UU Merek dan Indikasi

Geografis. Pendaftaran merek yang hanya menggunakan satu penamaan

kata umum hanya dapat didaftarkan jika memang merek tersebut telah

mendapat pengakuan konsumen sebagai merek dengan makna tambahan

atau secondary meaning.

Merek Casanova yang terdaftar dan terlibat dalam sengketa merek

berpotensi mendapatkan putusan rancu seperti dalam sengketa Merek J.

Casanova melawan Merek Casanova. Disatu sisi Majelis Hakim dalam

putusannya mempertimbangkan kata “Casanova” sebagai kata umum

yang tidak dapat dimonopoli oleh satu pihak. Disisi lain Merek Casanova

yang hanya menggunakan satu kata “Casanova” dalam penamaan

mereknya juga menyalahi pertimbangan hakim tersebut karena terbukti

mendaftarkan mereknya dengan satu kata umum yang seharusnya tidak

dapat dimonopoli oleh satu pihak manapun. Merek Casanova yang telah

terdaftar menyebabkan Merek J. Casanova harus mematuhi pertimbangan

hakim dalam hal kata umum yang tidak boleh dimonopoli oleh pihak

manapun. Namun Merek Casanova yang tidak memenuhi syarat

penamaan merek menggunakan kata umum tidak terdampak dengan

51
aturan dari UU Merek dan Indikasi Geografis dan justru dilindungi oleh

aturan yang sama.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan hukum bagi Merek Terkenal Diesel telah sesuai

dengan UU Merek dan Indikasi Geografis, hal tersebut dapat

52
dianalisis dari penggunaan penamaan dengan satu unsur kata umum

“Diesel” yang didaftarkan sebagai merek dapat didaftarkan karena

Merek Terkenal Diesel telah mendapat pengakuan dari konsumen

sebagai merek dengan makna tambahan. Namun hal tersebut tidak

serta-merta menghalangi pelaku usaha lain dalam menggunakan

penamaan kata “Diesel” dalam mereknya terkhusus dalam bidang

produk mode. Pelaku usaha lainnya dapat mengombinasikan kata

umum “Diesel” selama daya pembeda yang ditunjukan khas dan

berkarakteristik serta dibuktikan pula dengan iktikad baik dari para

pelaku usaha untuk tidak memboncengi ketenaran Merek Diesel.

Adapun perlindungan hukum Merek Casanova tidak sesuai dengan

UU Merek dan Indikasi Geografis dikarenakan Merek Casanova

yang hanya menggunakan satu kata umum “Casanova” dalam

penamaan mereknya tidak terbukti telah mendapat pengakuan dari

konsumen sebagai merek dengan makna tambahan. Akan tetapi,

Merek Casanova tetap mendapatkan perlindungan hukum

dikarenakan pemeriksa dalam pemeriksaan substantif permohonan

pendaftaran merek menganggap kata umum “Casanova” yang

memiliki arti luas dianggap cukup memiliki daya pembeda, walaupun

pendaftaran merek yang hanya menggunakan satu kata umum tidak

dapat didaftarkan sebab berpotensi menimbulkan monopoli

penamaan merek oleh pihak Merek Casanova saja.

53
2. Pertimbangan Hakim dalam sengketa Merek Diesel melawan Merek

Dieselindustrie yang dimenangkan pihak Merek Diesel membuktikan

bahwa hakim telah mengacu kepada UU Merek dan Indikasi

Geografis secara menyeluruh dengan pertimbangan bahwa Merek

Diesel merupakan merek terkenal dengan pengakuan dari konsumen

sebagai merek dengan makna tambahan. Merek Dieselindustrie

yang mengombinasikan penamaan mereknya dengan unsur kata

“Diesel” dan kata “Industrie” dinilai masih tidak memiliki daya

pembeda yang cukup dikarenakan penamaannya masih dapat

dihubungkan dengan Merek Terkenal Diesel & Variasinya sehingga

Merek Dieselindustrie harus dibatalkan pendaftarannya. Adapun

pertimbangan hakim dalam sengketa Merek Terkenal J. Casanova

melawan Merek Casanova yang dimenangkan oleh Merek Casanova

juga telah mengacu kepada UU Merek dan Indikasi Geografis secara

menyeluruh dengan pertimbangan hakim bahwa kata “Casanova”

yang umum dan tidak mendefinisikan produk dari merek yang

bersangkutan dinilai tidak dapat diklaim oleh pihak manapun,

walaupun pada kenyataannya Merek Casanova yang dimenangkan

dalam sengketa ini menggunakan penamaan merek satu kata umum

saja yaitu kata “Casanova” yang seharusnya tidak dapat didaftarkan

karena akan memonopoli penamaan merek dengan kata umum oleh

satu pihak saja. Akan tetapi, hakim dalam hal tersebut tidak dapat

memberikan putusannya sendiri dikarenakan putusan hakim dalam

54
perkara perdata hanya sebatas apa yang diajukan dalam gugatan.

Jika hakim mengabulkan lebih dari apa yang ada dalam tuntutan

gugatan, maka hakim telah melampaui batas wewenang dan harus

dinyatakan bahwa putusan tersebut cacat, walaupun hal ini dilakukan

hakim dengan iktikad baik atau bahkan sesuai dengan kepentingan

umum.

B. Saran

1. UU Merek dan Indikasi Geografis seharusnya menjelaskan dengan

lebih terperinci mengenai jenis kata umum yang berdiri sendiri dan

tidak dapat didaftarkan dalam penamaan merek. Baik berupa kata

umum yang mendefinisikan barang jasa yang bersangkutan, ataupun

kata umum yang tidak menjelaskan barang atau jasa tersebut namun

tetap berpotensi dimonopoli oleh satu pihak saja jika didaftarkan

sebagai merek. Pemeriksa dalam pemeriksaan pendaftaran merek

diharapkan dapat jauh lebih selektif dalam memilah merek yang

dapat didaftarkan. Merek yang tidak terbukti memiliki pengakuan

makna tambahan serta hanya menggunakan satu unsur kata umum

dalam penamaan mereknya dapat berpotensi memonopoli

penamaan merek sehingga seharusnya tidak dapat diterima dalam

pendaftaran merek.

2. Sengketa merek dapat memakan waktu yang lama dalam

penyelesaiannya dikarenakan pertimbangan hakim dalam menilai

sengketa merek berbeda-beda sesuai dengan pemahaman hakim

55
menginterpretasikan hukum merek. Oleh karena itu, guna

menghindari sengketa merek yang memakan waktu dan dapat

berpotensi membatalkan pendaftaran merek yang reputasinya telah

dibangun susah payah, pelaku usaha yang beriktikad baik sebagai

pemilik merek sebaiknya mendaftarkan merek dengan penamaan

yang memiliki daya pembeda tinggi. Penamaan merek sebaiknya

berupa nama unik dan khas dengan ciri yang menonjol dan berbeda

dari merek sejenis lainnya atau bahkan kata ciptaan dan invoasi

pemilik merek tanpa menggunakan kata umum sebagai kata esensial

dalam penamaan mereknya.

56

Anda mungkin juga menyukai