Anda di halaman 1dari 21

Impian Milik Darmawan

Darmawan Trivandi Ridwan

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi


limpahan rahmat dan dan karunianya sehingga penulis
dapat menyelesaikan novel ini. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menjadi suri tauladan.

Terimakasih kepada Bu Nisa Nur Dina selaku


guru Bahasa Indonesia yang telah memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan novel ini untuk
memenuhi tugas Bahasa Indonesia. Terimakasih juga
kepada orang tua dan teman-teman yang sudah memberi
semangat kepada penulis untuk berkarya.

Penulis berharap novel ini dapat memberi


manfaat dan pelajaran hidup bagi pembaca. Serta dapat
menghibur dan disukai banyak orang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................ii
DETIK INI.................................................................................1
DARMAWAN DAN PIPAN........................................................3
SATU LEVEL DIATAS KEMARIN................................................5
MENENGAH PERTAMA............................................................8
ISI KEPALA DARMAWAN.......................................................11
Kerangka Novel.....................................................................15

ii
DETIK INI

“ Jadi mau kuliah dimana?” pertanyaan itu terus


membayangi kepala dan telinga remaja laki-laki itu. Tapi
ia sudah yakin di 2 Universitas yang akan ia tuju dengan
keinginannya yang tetap menjadi seorang pengusaha.
Bukan guru,polisi ataupun dokter, hanya pengusaha yang
mungkin ia akan merintisnya dari nol. Ia hanya ingin
menikmati hidupnya saat berproses, bukan instan seperti
ketika lulus kemudian bekerja dikantor orang.

Kini Darmawan tahu kenapa setiap orang tua


selalu marah kepada anakanya dengan alasan nilai
sekolah yang menurun atau sekedar anaknya belum
pulang saat jarum jam sudah menunjukan pukul 10
malam.

Sebab orang tua hanya ingin benar-benar yang


terbaik untuk anaknya. Ia sadar menjadi orang tua
memang bukan hanya sekedar status tapi juga peran dan
tanggung jawab yang besar.

1
Yang ia inginkan sekarang hanya satu, menjadi
anak laki-laki yang mampu membuat ayah dan ibunya
mengatakan “ Kami bangga, Nak”

Bukan tentang seberapa banyak kamu


memberinya sebuah rasa bangga, tapi perkara sudah kah
rasa bangga itu kamu berikan kepada mereka?. Sebab
tidak ada satupun manusia yang tahu seberapa panjang
usia mereka.

2
DARMAWAN DAN PIPAN

Perkenalkan , namanya Darmawan Trivandi


Ridwan. Laki-laki ini biasa dipanggil Pipan. Entah dari
mana nama panggilannya ada. Padahal sudah bagus
dipanggil Darmawan. Memang benar macam-macam
manusia di bumi tidak semuanya sama. Seperti ini
contohnya, nama panggilan saja harus banyak
macamnya. Lahir 19 tahun lalu di kota kecil yang sampai
sekarang ia tinggali. Anak bungsu dari tiga bersaudara,
satu-satunya anak dengan selera humor rendah di
keluarganya,

Ia ingat sekali bangku dimana ia saat itu masih


seorang Darmawan kecil, anak laki-laki yang manis,
pendiam,tidak banyak bicara dan ya seperti anak laki-
laki TK pada umunya. Senang bermain bola dengan
keringat dan ya seragam sekolah yang sering berubah
warna hanya karena jajan di kantin sekolahnya.

Sorot mata yang teduh namun sulit menyuarakan


pendapatnya, sebagai seorang anak 5 tahun pada
umunya. Drmawan belum tahu apa itu cita-cita. Yang ia

3
tahu hanya

4
cita-cita itu ya pekerjaan nanti jika dia sudah tumbuh
menjadi pria dewasa.

Darmawan belum benar-benar mengerti jika


seorang manusia memiliki cita-cita yang besar, ia pasti
melewati banyak kegagalan. Jalan menuju Roma
memang banyak Darmawan, tapi kamu juga harus tahu,
jalan menuju Roma tidak mungkin lurus-lurus saja.
Apalagi jika kamu belum tahu rute-nya.

5
SATU LEVEL DIATAS KEMARIN

“ Siapa yang nanti besar mau jadi guru?”


pertanyaan yang sering didapat dari guru di sekolah
dasar.

Mau bahas cita-cita lagi? Apa kamu tidak bosan


Darmawan? Ya sudah kita turuti kemauan laki-laki ini.

Di kelas yang hampir mirip dengan suasana saat


ia masih TK. Kelas dengan nuansa serba putih serta tetap
dengan kostum dan seragam merah putih. Mungkin nanti
saat ia menginjak Sekolah Menengah , rasa-rasanya juga
akan masuk lagi ke Gedung dengan nuansa seperti ini,
hanya saja mungkin warna seragamnya yang berubah.

Darmawan kecil terbiasa menyukai suasana ini.


Tiap pagi dibiasakan dengan membaca kitab
kesayangannya. Dibiasakan dengan bersholawat kepada
junjungannya. Dan yang utama selalu diajarkan bahwa
segala sesuatu yang tanpa doa adalah sia-sia.

Kini Darmawan sudah tahu satu tingkat lebih


tinggi dari apa yang ia pertanyakan dari dulu. Iya ,
perihal cita-cita. Darmawan mulai sadar seorang
6
manusia yang

7
mempunyai cita-cita tidak bisa diam saja. Bagaimana
mau sampai ke Roma Darmawan kalau kamu tidak
mencari tahu rute-nya. Bagaimana kamu mau bertahan
selama perjalanan ke Roma kalau kamu tidak
mempersiapkan banyak bekal. Perjalanan ke Roma tidak
sebentar. Perjalanan ke Roma tidak murah ataupun gratis
Darmawan

“ Kamu nanti mau jadi apa Pan?” tanya seorang


anak yang usia nya sama dengan nya. Ya, lag-lagi
dipanggil Pipan padahal sudah berbeda teman tetap saja
nama panggilan itu melekat di dirinya

“ Eum, apa ya?” ia kembali berpikir

“ Kamu tidak punya cita-cita ya?” serangan


pertanyaan membuat Darmawan juga bertanya kepada
dirinya sendiri ‘ memangnya tiap orang harus dan wajib
punya cita-cita ya ?’

Teeettt!!
“ Ayo istirahat, sudah bel istirahat” ajak
Darmawan kepada teman kecil nya. Bunyi bel istirahat
enar-benar menyelamatkan nya dari pertanyaan tadi.

8
Bukannya ia tidak mau menjawab , hanya saja pasti kita
semua tahu bagaimana seorang anak yang masih duduk
di bangku sekolah dasar masih bingung dengan cita-cita.

Mungkin jawaban menjadi guru, polisi atau


seorang dokter adalah jawaban klise yang sering kita
dengar dari anak-anak SD seusianya. Iya , hanya sekedar
jawaban mungkin.

9
MENENGAH PERTAMA

Enam tahun berlalu sangat cepat. Di sini ia bukan


lagi Pipan kecil seperti orang-orang terdekat
menyebutnya. Ia telah beranjak remaja. Laki-laki polos
dan tetap dengan kepribadiannya yang pendiam ini
sekarang berada di sekolah menengah pertama.

Benar saja, ia memang terlanjur kecanduan


dengan suasana Islamic sejak kecil. Darmawan remaja
kembali melanjutkan pendidikan SMP nya di pusat kota.
Terbiasa dididik religious oleh kedua orang tuanya
membuat nya rutin sholat dhuha di masjid milik
sekolahnya.

“ Sudah mengerjakan PR ?” tanya beberapa


teman nya sengaja saat laki-laki dengan kulit hitam
manis itu datang.

“ Hah , PR?PR apaan sih?” raut wajah panik


benar-benar lucu untuknya

“ Tidak tidak, kita hanya bercanda hahaha!!”

1
“ Gue pikir seriusan ada astaga” sekarang percaya
bukan bagaimana polosnya dia?

“Tumben belum bel ?” tanya Hige

Teetttt!!...

“Lo sih pake nanya, jadi bel kan?” gerutu


temannya
“ AHAHAHA” tawa teman-teman Darmawan
melihat kepolosan 2 temannya itu.

Setiap pagi, sudah menjadi rutinitas siswa SMP


berdoa dan melanytunkan Yaasin bersama sebelum
memulai mata pelajaran. Selain membiasakan para
murid- murid nya untuk membaca al-Qur’an juga
mengajarkan agar datang lebih pagi ke sekolah.
Membiasakan sikap disiplin sejak kecil sanhgatv
diterapkan di seluruh tingkat pendidikan.

Selama bersekolah di TK,SD, dan SMP


Darmawan tidak pernah melewatkan apa yang dipesan
orang tuanya “Jangan lupa sholat cah bagus” .

1
“Gimana soal cita-cita yang kemarin lo ceritain?”
tanya temannya di sela-sela pelajaran

“Kayanya udah mulai ngerti deh mau kemana”


jawab nya sedikit ragu.

SMP benar-benar terasa lama karena Darmawan


yang terlalu santai mengartikannya. Sepertinya isi kepala
laki-laki ini memang pandai menghasilkan uang.

Entah dari mana dia belajar sejak SMP dia sudah


mulai punya pemasukan sendiri. Dari berjualan ban
secara online bahkan sampai pindah haluan memperjual
belikan ikan hias di sosial media.

1
ISI KEPALA DARMAWAN

Di sekolah ini baru Darmawan tahu apa yang dia


mau. Seorang laki-laki remaja dengan senyum manis
yang mengukir wajahnya kini telah beranjak dewasa.
Laki-laki 19 tahun yang sudah hampir menyelesaikan
masa putih abu-abu nya.

Sekarang ia tahu kenapa setiap manusia harus


dan wajib punya cita-cita. Pada dasarnya memang benar
dewasa bukan tentang usia tapi tentang cara berfikir.
Darmawan yang sekarang sudah hampir lulus SMA
sudah tahu bagaimana cara dia harus ke Roma yang dia
mau.

“ Anak-anak bisa dikerjakan, tugasnya membuat


novel biografi tentang diri sendiri serta jelaskan struktur
novel di awal atau di akhir bab novel, untuk jumlah bab
dan format pengetikan saya bebaskan, untuk tema noleh
tentang perjalanan hidup yang memuat biografi, cerita
kalian dalam berproses dan lainnya. Pelajaran hari ini
saya rasa cukup” langkah kaki Bu Nisa menuju keluar
kelas di susul helaan napas para muridnya karena diberi

1
tugas yang cukup rumit. Harus menceritakan kisah hidup
mereka sendiri dan dituangkan dalam sebuah novel.

“ mau cerita apaan di novel weh ” Darmawan


berkata kepada Farhan

“ ceritan aja lah kenapa pusing sendiri, kan bisa


tuh tema nya kebingungan lo soal cita-cita. Banyak jalan
menuju Roma Pipan ahahaha!!” ujar Farhan sok dramatis
dalam mengucapkan kalimatnya.

Sebenarnya dari dulu ada 1 alasan yang membuat


Darmawan takut punya mimpi. Takut gagal. Tapi
sekarang ia mengerti tiap orang berproses pasti dan jelas
akan ada yang namanya kemungkinan untuk gagal.

“ Orang yang tidak pernah gagal adalah orang yang


tidak pernah berbuat apa-apa” – Darmawan

Yang ia yakini sekarang hanya satu menjadi


seorang manusia yang mampu berguna bagi manusia
lain. Bukan hanya soal “ Digaji berapa di kantor?” tapi
berusaha menjadi “ Jadi karyawan di tempatmu di gaji
berapa?”.

1
Tujuan nya untuk saat ini hanya lolos dalam tes
masuk perguruan tinggi. Menjadi seorang laki-laki yang
mampu mencapai impian nya menggunakan kakinya
sendiri.

Ayah dan ibunya selalu berpesan “Jangan


menggantungkan segala sesuatu ke manusia ya Nak.
Manusia itu dinamis, bisa pergi kapan saja bisa berubah
kapan saja. Cari rumah itu yang statis, ngga akan
kemana-mana biar kalau kamu lagi terpuruk kamu tahu
kamu harus pulang kemana. Kalau kamu sedang sedih
dan terpuruk langsung datang ke yang memberi hidup,
karena cuman Dia yang statis. Selain itu jangan lupa
Ayah dan Ibu selalu ada di samping kamu mau kaya
gimana pun keadaannya”

Air matanya tanpa sadar sudah membasahi wajah


manisnya. Perkataan ayah dan ibunya benar-benar
support system terbaik baginya.

Dari dulu ia selalu bingung kenapa orang harus


punya cita-cita, kenapa manusia haerus tahu nanti
menjadi

1
apa. Ternyata ini tujuannya, untuk membanggakan dan
membahagiakan orang-orang tersayang nya.

Memberikan sedikit kebanggaan pun akan


terlihat berharga jika yang diebri kebahagiaan benar-
benar menghargainya.

Bersyukur lah kalian-kalian yang masih


beruntung, lengkap dengan kasih saying orang tuanya.
Punya teman-teman dan lingkungan yang positif.

“ Cara menjadi manusia paling bersyukur


adalah terus dengan melihat kebawah” – Darmawan

Detik ini seorang Darmawan tahu rute ke Roma yang dia


mau. Darmawan tidak perlu membaca maps untuk
sampai ke Roma nya. Darmawan punya ayah, ibu dan
kawan- kawan untuk menemani perjalanannya.
Darmawan tidak sendiri, ia punya Tuhan yang tak
pernah meninggalkannya.

1
Ia tidak mau ambil pusing mau kerja dimana
nanti jadi sarjana. Kalau bisa bukan lapangan kerja untuk
banyak orang bukannya lebih baik ?Ya benar laki-laki ini
sepertinya lebih menyukai tujuannya yang ingin menjadi
seorang penguasah daripada hanya sekedar lulus
kemudian menganggur hanya karena belum ada kantor
yang merekrutnya, menurutnya lulusan sarjana atau tidak
bukanlah jaminan ia suskes nantinya. Semua tergantung
keyakinan dan tekad yang tiap manusia miliki. Mau jadi
lulusan di Universitas ternama pun kalau isi kepalanya
nol malah hanya akan buang-buang waktu.

Dimana pun tempatnya yang namanya emas ya


tetap emas, semua tergantung masing-masing bukan
hanya tempatnya.

Kerangka Novel

1
Tema : Cita-cita

Judul : Impian Milik Darmawan

Tokoh :

- Darmawan
- Farhan
- Bu Nisa

Setting / latar :

- pagi hari

- di kelas

Sudut pandang : orang ketiga

Amanat :

- Tiap manusia harus punya keberanian untuk


berbeda dari manusia lain, jangan hanya ikut-
ikutan hanya sekedar untuk memenuhi gaya
hidup. Tetapkan tujuan, nikmati prosesnya dan
rasakan dampaknya

Anda mungkin juga menyukai