Anda di halaman 1dari 5

Tugas Bahasa Indonesia

Resensi Novel

Nama: Roihan Muhammad Iqbal


NIM: G100231148

1. Judul : Bapangku Bapunkku


2. Pengarang : Pago Hardian
3. Tahun terbit : 2015
4. Kota terbit : Surakarta
5. Penerbit : Indiva
6. Tebal halaman buku : 232 Halaman
7. Kelebihan buku : Kelebihan cerita ini karena menampilkan
pendidikan karakter yang kental. Latar belakang penulis sebagai seorang
guru tak bisa terlepas dari berbagai pendidikan karakter ditampilkan.
Sesuai menjadi bacaan para pelajar dengan kurikulum yang sedang
berlaku, yaitu KTSP yang mengutamakan pendidikan karakter. Begitupun
remaja pada umumnya. Disamping itu sudut pandang pengarang sebagai
orang pertama serba tahu dengan gaya penceritaan pembaca sebagai orang
kedua membuat pembaca lebih dekat dengan cerita ini karena merasa
dilibatkan langsung.

8. Kekurangan buku : Kelemahan cerita ini terdapat perilaku tidak singkron


diantara bertabur pendidikan karakter. Terlebih ditampilkan keluarga
muslim. Dalam ajaran Islam, tidak ada perbedaan, dari ras atau suku
manapun, bahwa siapapun yang berbuat kasar akan dijauhi orang lain.
Tetapi penulis sengaja ingin membuat novel ini tanpa tercela, pada akhir
cerita diklarifikasi bahwa perilaku kasar melanggar agama dan dijauhi
orang lain. Begitupun ketika Bapang punya niat mengeluarkan anak-
anaknya dari sekolah umum. Pendidikan di rumah adalah pendidikan
dasar. Meski begitu pendidikan formal tidak kalah penting karena
menyangkut interaksi dengan orang lain dan pasti ada ilmu-ilmu yang
bermanfaat yang tidak didapat dari rumah. Sekalipun dengan mengambil
solusi mendirikan sekolah sesuai versi Bapang. Tidak setiap orang bisa
mewujudkannya. Disamping membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
banyak hal lain yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah sekolah.

9. Kesalahan kata dan kalimat :


- Pokoknya serem! (hal 27)
- Di ibukota negara Indonesia yang kaya raya dan gemah ripah loh
jinawi, ini ada banyak sekolah-sekolah pinggiran. (hal 59)
10. Sinopsis : Ini kisah antik keluargaku bersama Ayah yang tidak mau
dipanggil Ayah, maunya dipanggil Bapang. Itu panggilan untuk ayah
dalam bahasa Semende. Tak cukup sampai disitu, diam-diam Bapang
menganut aliran PUNK. Itu aliran yang mengagung-agungkan kebebasan.
Mulai dari kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, hingga kebebasan
berkarya dan mengeluarkan pendapat. Syukurlah, Bapang tidak menata
rambutnya gaya buah duren masak di pohon atau gaya sapu ijuk dari
Yunani. Sebab, Bapang mengaku kalau dia itu PUNK muslim! Meski
demikian, pemikiran dan tindakan Bapang sehari-hari nyentriknya minta
ampun! Apa-apa diprotes, sistem pendidikan diprotes, pembangunan
masjid diprotes, kepala sekolah diajak rebut, dokter ditantang, maling
jemuran dijadikan sahabat, dan petugas KB di Puskesmas diajak berdebat.
Klimaksnya, pada hari Senin sehabis liburan kenaikan kelas, Bapang
melarang anak-anaknya pergi ke sekolah! Seragam sekolah kami
dimasukkan ke dalam karung untuk dibakar. Bunda meradang melihat
kenyataan itu, Berpikir bebas boleh saja, tapi membakar seragam sekolah
anak-anak adalah tindakan yang tidak bisa lagi ditoleransi. Bunda
melawan Bapang dengan garang. Dan kebahagiaan keluarga kami berada
di ujung tanduk; akte cerai nyaris diteken!
***
Seorang Bapak dalam struktur agama apapun selalu menjadi kepala
rumah tangga. Bapang pun menjadi kepala rumah tangga atas seorang istri
dan empat orang anaknya, Alap, Harnum, Tuah, dan Anjam dalam
keluarga Islam yang kuat. Sebagaimana kebiasaan orang-orang dari suku
di luar Jawa yang cenderung berperilaku kasar, Bapang bertemperamen
tinggi. Tetapi sebagai salah satu sifat Tuhan yang Mahaadil, Bapang yang
kasar disandingkan dengan Bunda, seorang wanita lemah lembut dari
Jogja.
Bapang sangat kuat dalam memegang prinsip. Dia berpendapat
pendidikan sesungguhnya dan mendasar adalah di rumah. Kedua
orangtualah yang pertama kali melihat perkembangan anak sekaligus
paling tahu. Itu pula menjadi hal utama bagi pendidikan anak-anak kelak
di luar rumah atau masyarakat, termasuk dalam sekolah formal. Dan dia
sangat menjunjung tinggi bahwa setiap orang punya kelebihan sendiri-
sendiri. Sehingga ketika Anjam, anak bungsunya, tidak naik kelas dua dan
dikatakan bodoh oleh teman-temannya, ia sangat marah. Bagaimana
mungkin juara mewarnai tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan bahkan
tingkat kabupaten dan provinsi dengan segudang piala dan piagam
dikatakan anak bodoh dan tidak naik kelas. Wali kelasnya sekalipun belum
tentu bisa mewarnai dan mendapat piala serta piagam sebanyak yang
Anjam peroleh. Atas prestasinya foto-foto Anjam dipasang untuk promosi
spanduk penerimaan murid baru.
Sementara sekolah mempunyai standar kenaikan kelas yang
berbeda, yaitu bisa membaca dan menulis. Untuk itulah Bapang punya ide
mendirikan sekolah sendiri. Sesuai filosofinya bahwa tidak ada orang yang
bodoh, melainkan pasti punya kelebihan, dalam sekolah baru itu, mereka
akan memilih jurusan sesuai dengan kelebihan yang dipunya. Muridnya
pun tidak dibatasi, dari anak-anak hingga lansia, berpegang pada
kenyataan, setiap orang memiliki kesiapan sendiri-sendiri dalam
menghadapi hal baru, termasuk menerima pembelajaran.
Tidak kuasa membendung amarah, keempat anaknya berencana
dikeluarkan dari sekolah umum. Bapang bahkan rela kehilangan Bunda
dengan menceraikannya ketika ia membantah keras tidak menyetujui
rencananya mengeluarkan keempat anak laiknya orang bersekolah.
Bunda ketakutan, tidak disangka suaminya memegang demikian
kuat pendiriannya hingga siap kehilangan dirinya. Tidak mau kehilangan
suami terlebih keempat anaknya, Bunda meminta pihak ketiga, yaitu
Uwak Bagus, orang yang dianggap kakaknya sendiri, untuk menengahi.
Setelah diberi masukan, pikiran Bapang sedikit melunak, akhirnya diambil
jalan tengah. Mereka tetap masuk sekolah sampai satu tahun, menunggu
sekolah versi Bapang berdiri, dengan model yang sangat berbeda dengan
sekolah umum, dari peserta didik usia lima sampai lima puluh tahun,
pelajaran wajib seperti spiritual, budi pekerti, personality, interpersonality
dan finansial, hingga jurusan pengecapan, pendengaran, penglihatan,
suara, geraka tubuh, perhitungan, dan pengucapan. Dengan model sekolah
versi Bapang, terbukti dua puluh tahun kemudian, Alap, Harnum, Tuah,
dan Anjam menjadi orang sukses bertumpu pada kelebihannya masing-
masing.
***
Agamis itu tidak dapat dinilai dari panggilan
Selama ini kita lebih sering memanggil orangtua lelaki dengan
Ayah, Bapak, Papa, Bokap, dan Abi. Sementara keluarga antik dalam
novel ini, Paguh Nian benar-benar bersikeras dipanggil Bapang. Satu
alasan sederhana, Bapang hanya ingin membuat anak-anaknya tahu
panggilan ayah dalam bahasa Semende. Menghargai panggilan dalam
budaya masing-masing. Bukan ikut-ikutan hanya karena ingin terlihat
agamis, semisal yang sedang marak di kalangan keluarga aktivis,
panggilan ummi-abi. Selain itu, novel Bapang ini menyinggung kita yang
terkesan menjadi burung Beo dengan segala pemikiran, keputusan, dan
yang sedang tren di sekitar.
Aliran PUNK yang kita pahami selama ini adalah dandanan norak,
penuh aksesoris disana-sini, tawuran di jalanan. Sejatinya tidak begitu,
aliran PUNK adalah aliran kebebasan. Bapang yang mengaku muslim
memegang teguh aliran PUNK ini. Bapang tak mau didikte oleh orang lain
tentang cara menjalani hidup. Terkesan ekstrem. Saat mencarikan sekolah
anak-anaknya, Bapang tidak kenal dan tidak peduli dengan sekolah
unggulan, sekolah elite, atau sekolah favorit. Bapang tidak membutuhkan
sekolah terakreditasi A, terakreditasi B atau terakreditasi C.
Kualitas kepintaran anak itu hanya sedikit sekali ditentukan oleh
sekolah. Yang paling menentukan adalah didikan di rumah. Walaupun
sekolahnya berkualitas dan mahal, kalau orangtuanya tidak menyempatkan
waktu secara disiplin untuk mendidik anak di rumah, hasilnya tidak akan
terlalu menggembirakan. Paling-paling hanya dapat gengsi doang karena
anaknya sekolah di SD terkenal, begitu kata Bapang. Sebab, pada
dasarnya, pendidikan di sekolah itu hanya pelengkap. Ibarat makanan,
sekolah hanya sayur, bukan nasi.
Bapang juga termasuk keras dalam mendidik anak-anaknya ketika
Alap Nian mendapat surat cinta pertama kali dari Wulandari. Bapang
seolah mengajarkan bagaimana orangtua menghadapi anak-anak yang
terkena virus merah jambu. Kata Bapang, Dia akan jatuh cinta kalau sudah
waktunya. Dan ketika waktu itu tiba, dia sudah cukup umur benar-benar
tahu apa itu cinta, sehingga dia bisa mensyukuri dan menikmati cinta.
***

Anda mungkin juga menyukai