Anda di halaman 1dari 12

SIFAT-SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Hj. Elly Roza, MS.

Nama Anggota:

Safina Putri

Faiza Farhani

Tia Widiya Ningsih

Neta Lassandra

Reisti Yunia Daman 2010611026

Ilham Sadri

Suci Rahma Fitri

Muhammad Sehir

M. Shidik Andika

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan nikmat serta kemudahan dalam menyelsaikan makalah yang berjudul “Sifat-Sifa
t Reproduksi Dan Produksi Susu Pada Sapi Perah”. Terima kasih juga kepada Ibu Dr. Ir. Hj.
Elly Roza, MS.. Selaku dosen mata kuliah Ilmu dan Teknologi Ternak Perah yang telah mem
berikan materi serta kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Sehingga
selesailah makalah ini, sekiranya dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Penulis memin
ta maaf jika ada kesalahan dalam pengetikan maupun hal lainnya yang berkaitan dengan mak
alah ini. Mohon kritik serta sarannya. Terima kasih.

Padang, Mei 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan ……………………………………………………………….. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat-sifat Reproduksi Sapi Perah ………………………………………. 3
2.1.1 Kawin Pertama Setelah Beranak ………………………………. 3
2.1.2 Jumlah kawin setiap kebuntingan ………………………………. 3
2.1.3 Lama Masa Kosong (Day Open) ………………………………. 3
2.1.4 Lama Kering ………………………………………………………. 4
2.1.5 Selang beranak (Calving Interval) ………………………………. 4
2.2 Sifat Produksi Susu ………………………………………………………. 5
2.2.1 Produksi Susu ………………………………………………………. 5
2.2.2 Lama Laktasi ………………………………………………………. 5
2.2.3 Lama Kering ………………………………………………………. 6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 7
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

ii iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi dengan nilai yang sangat
baik. Kebutuhan susu dari tahun ke tahun terus meningkat, seiring dengan bertambahnya j
umlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh il
mu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Badan Pusat Statistik (2020) Produksi susu nasional tahun 2020 mencapai 94
7685,36 ton. Peningkatan produksi susu dan populasi sapi perah dapat dilakukan melalui
pembentukan sentra peternakan sapi perah di berbagai provinsi dan melakukan evaluasi p
arameter produksi susu dan reproduksi sapi perah yang dilakukan terus-menerus, sehingg
a mendapatkan performa produksi susu dan reproduksi sapi perah yang efisien.
Produktivitas sapi perah khususnya produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lin
gkungan dan interaksi kedua faktor tersebut. Produksi susu 70 persen dipengaruhi oleh fa
ktor lingkungan yang terbagi menjadi lingkungan eksternal dan internal. Iklim, pemberian
pakan dan menajemen pemeliharaan merupakan faktor yang berpengaruh dari luar tubuh t
ernak atau lingkungan eksternal sedangkan lingkungan internal merupakan aspek biologis
dari sapi laktasi seperti periode laktasi, lama laktasi, masa kering, dan masa kosong (Dwi
nugraha dkk., 2018). Periode laktasi berkaitan erat dengan umur sapi perah karena period
e laktasi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur sapi perah (Filian dkk., 2
016). Sedangkan Purwanto dkk (2013) menjelaskan produksi susu memiliki keterkaitan d
engan paritas dan faktor umur yang berkaitan dengan periode laktasi. Menurut Ball dan P
eters (2017) jumlah produksi susu yang dihasilkan mempunyai hubungan langsung denga
n sifat-sifat reproduksi sapi PFH. Hal ini penting untuk diketahui karena dapat menggamb
arkan tingkat tatalaksana reproduksi yang dijalankan, secara tidak langsung mempengaru
hi tingkat pendapatan peternak. Maka dari itu penting untuk memperhatikan sifat-sifat rep
roduksi pada tiap individu ternak unyuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Um
ur ternak akan sangat berpengaruh pada produksi susu, yang menyebabkan perbedaan jum
lah produksi susu pada setiap laktasi.
Kapasitas produksi susu berbeda setiap periodel aktasi karena memiliki peranan yang
cukup penting karena berkaitan dengan umur seekor ternak, misalnya umur pertama kali
beranak sangat mempengaruhi produktivitas ternak, penambahan periode laktasi
cendrung menyebabkan penurunan jumlah produksi susu.
Performan reproduksi meliputi banyaknya perkawinan per kebuntingan, jarak kawin s
ampai kawin lagi, masa kosong, lama bunting, dan jarak beranak. Salah satu cara untuk m
enghitung efisiensi reproduksi adalah dengan menentukan banyaknya perkawinan untuk
menghasilkan kebuntingan (S/C).

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan rumusan masalahnya sebagai berikut:
 Apa yang dimaksud dengan sifat-sifat reproduksi dan produksi susu pada sapi per
ah?
 Apa saja hal-hal yang bersangkutan dengan sifat-sifat reproduksi dan produksi sus
u pada sapi perah?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui sifat-sifat reproduksi dan produksi susu pada sapi perah serta hal-hal y
ang berkaitan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat-sifat Reproduksi Sapi Perah


Sifat-sifat reproduksi pada sapi perah berkaitan langsung dengan jumlah produksi sus
u yang dihasilkan dan hal ini penting untuk diketahui karena dapat menggambarkan tingk
at tatalaksana reproduksi yang dijalankan, sehingga secara tidak langsung dapat mempeng
aruhi tingkat pendapatan peternak.
2.1.1 Kawin pertama setelah beranak
Data ini dihitung dari saat sapi tersebut beranak sampai saat dikawinkan untuk
pertama kalinya. Data diperoleh dari catatan peternak dan inseminator, dalam satuan h
ari, yaitu data tanggal beranak dan tanggal kawin pertama kali setelah beranak. Menu
rut Makin (1990) periode waktu yang baik setelah sapi beranak dikawinkan kembali y
aitu pada 60-90 hari.
2.1.2 Jumlah kawin setiap kebuntingan
Jumlah inseminasi yang dibutuhkan seekor sapi untuk memperoleh kebuntinga
n, data ini didapat dari catatan peternak atau inseminator pada kebuntingan yang lalu a
tau kebuntingan pada saat ini dalam satuan inseminasi perkebuntingan. Data merupak
an data tanggal perkawinan yang dilakukan sejak beranak sampai dengan kawin terak
hir yang menghasilkan kebuntingan dalam satu laktasi. Data merupakan seluruh data a
ktivitas perkawinan yang dilakukan sapi betina, sejak beranak sampai dengan terjadi k
ebuntingan.
2.1.3 Lama Masa Kosong (Day Open)
Day Open merupakan lama kosong yang diperlukan oleh induk dari partus hin
gga bunting kembali atau masa post partus hingga bunting kembali. Semakin panjang
nilai Day Open (DO) menunjukkan bahwa efisiensi reproduksi induk semakin rendah.
Masa kosong bervariasi pada setiap sapi tergantung pada kondisi biologis sapi itu sen
diri dan keadaan lingkungan. DO merupakan periode atau selang waktu sapi setelah b
eranak sampai dikawinkan kembali hingga terjadinya kebuntingan (Wardhani,Ihsan a
nd Isnaini 2015).
Data ini dihitung dari saat sapi tersebut beranak sampai saat kawin terakhir ya
ng menghasilkan kebuntingan, diperoleh dari catatan peternak atau inseminator, dala
m satuan hari. Diperlukan data tanggal beranak dan tanggal kawin terakhir yang meng
hasilkan kebuntingan. Masa kosong dapat disebabkan oleh keputusan peternak
yang terlalu dini mengawainkan sapi betinanya setelah sapi mendapatkan kebuntingan
setelah beberapa kali sapi tersebut dikawinkan. Ketidakyakinan peternak bahwa sapin
ya akan bunting dalam satu kali perkawinan adalah alasan mengapa perkawinan dilak
ukan sesegera mungkin setelah sapi betina miliknya beranak, dalam beberapa kondisi
mengawinkan sapi betina pada saat berahi pertama setelah beranak dapat menimbulka
n risiko kegagalan reproduksi. Masa kosong yang panjang pada sapi perah disebabkan
S/C rendah yang disebabkan beberapa hal diantaranya adalah umur ternak.
2.1.4 Lama Bunting
Data ini dihitung mulai dari sapi tersebut dikawinkan terakhir yang menghasil
kan kebuntingan sampai beranak, diperoleh dari catatan peternak atau inseminator, dal
am satuan hari. Diperlukan data tanggal kawin terakhir yang menghasilkan kebunting
an dan tanggal beranak berikutnya.
2.1.5 Selang beranak (Calving Interval)
Calving interval (CI) atau selang beranak merupakan salah satu ukuran efisien
si reproduksi yang paling penting, karena dapat dijadikan sebagai petunjuk keberhasil
an dalam peternakan sapi perah. Kisaran selang beranak paling baik atau ideal adalah
12-14 bulan sehingga total produksi relatif tidak berbeda, sedangkan selang beranak y
ang lebih lama dari kisaran ideal (12-14 bulan) maka akan terjadi penurunan total pro
duksi susu.
Data ini dihitung dari saat sapi beranak sampai beranak kembali dalam satuan
hari, diperoleh dari catatan peternak atau inseminator pada kelahiran sebelumnya seca
ra berurutan. Data merupakan dua data tanggal beranak yang berurutan.
Menurut Lubis (2016) pengetahuan peternak yang rendah tentang manajemen
reproduksi seperti deteksi estrus dan waktu mengawinkan ternak dapat mempengaruhi
panjangnya selang beranak. Rendahnya capaian performa reproduksi tersebut ditandai
oleh kawin pertama ternak yang rendah, angka S/C besar, menyebabkan jumlah waktu
dari beranak sampai bunting menjadi panjang.
Ada beberapa faktor yang dapat memepengaruhi selang beranak pada ternak s
eperti kemampuan peternak dan ternak, yakni umur ternak, perkwinan setelah kelahira
n, lamanya laktasi dan masa kering. Dimana semakin bertambahnya umur pada ternak
maka akan diikuti dengan terjadinya penurunan fungsi organ reproduksi terutama dala
m memproduksi hormon-hormon serta diikuti dengan rendahnya fertilisasi. Ternak ka
win setelah kelahiran dipengaruhi oleh kemampuan peternak
dalam mengawasi timbulnya estrus, IB menjadi tidak tepat. Lama laktasi erat kaitanny
a dengan tingginya produksi susu yang dihasilkan, karena kualitas hijauan yang baik d
an perlakuan frekuensi pemerahan yang dilakukan dengan teratur. Masa kering yang p
anjang, dapat menyebabkan terjadinya penimbunan cadangan energi di dalam hati dan
saluran reproduksi, yang dapat mengakibatkan terjadi kegemukan pada ternak dan ter
nak akan mudah stress. Kondisi ini dapat memicu infeksi penyakit dan akan bermasal
ah dengan siklus estrus (Prasetiyo et al. 2015).

2.2 Sifat Produksi Susu


2.2.1 Produksi Susu
Salah satu penyebab rendahnya produksi dan kualitas susu sapi perah dari aspe
k kesehatan adalah adanya penyakit mastitis. Penyakit mastitis secara umum disebabk
an oleh berbagai jenis bakteri. Bakteri-bakteri tersebut akan menyebabkan kerusakan-
kerusakan sel-sel alveoli pada ambing. Kerusakan yang terjadi tidak hanya mengakiba
tkan penurunan produksi susu namun juga kualitas susu. Penurunan kualitas susu mer
upakan kelainan pada susu karena bakteri mastitis merusak komposisi nutrien susu (U
tami et al., 2014 dan Amran, 2013).
Penyakit mastitis berdasarkan gejala klinisnya dapat dibedakan menjadi dua kl
asifikasi yaitu mastitis klinis dan sub-klinis. Untuk mastitis klinis dapat diketahui den
gan mendeteksi kelainan kualitas susu secara fisik dengan cicri-ciri susu bercampur d
engan darah, mengental dan terlihat pecah. Mastitis klinis juga menunjukkan gejala pa
da ambing seperti kemerahan, bengkak pada ambing, jika disentuh akan terasa panas,
adanya peningkatan pada suhu tubuh pada ternak, menurunnya nafsu makan serta aka
n merasa sakit saat ambing diperah. Sedangkan pada mastitis sub-klinis tidak menunju
kkan kelainan fisik pada ambing maupun susu sehingga hanya dapat dideteksi melalui
uji Californian Mastitis Test (CMT), uji kimia susu ataupun uji kultur bakteri.
Produksi susu diperoleh dari pencatatan produksi susu pemerahan yang dilaku
kan pada pagi dan sore hari sebagai susu harian yang dihitung dalam satuan kilogram
(kg), serta dicatat dalam satu laktasi sekitar 10 bulan (305 hari).
2.2.2 Lama Laktasi
Masa laktasi yang normal pada sapi perah laktasi adalah 305 hari (10 bulan). L
amanya masa laktasi dipengaruhi oleh produksi susu yang dihasilkan. Konsumsi paka
n yang menurun, mengakibatkan sapi akan mengalami penurunan berat badan.
pada akhir masa laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry matter yang ak
an menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi paling r
endah pada masa laktasi). Masa laktasi merupakan masa sapi sedang berproduksi. Sap
i mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai.
Masa laktasi dimulai sejak sapi berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu
masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau sekitar 305 hari.
Sapi akan mengalami masa kering untuk persiapan kelahiran berikutnya dan p
emulihan tubuh sapi agar menjadi lebih siap dan menyimpan cadangan nutrisi di dala
m tubuhnya untuk produksi susu periode laktasi berikutnya dan untuk memelihara jani
n di dalam rahim. Ketika seekor sapi dikeringkan, diasumsikan kehilangan produksi
susu pada laktasi berjalan dikompensasi oleh lebih banyak produksi susu yang
dihasilkan pada
laktasi berikutnya.
Dalam hal ini berhubungan dengan pemberian hijauan yang diberikan untuk m
enghasilkan produksi susu yang tinggi sehingga perawat ternak melakukan pemerahan
secara terus menerus hingga produksi susu yang dihasilkan menurun.
Lama laktasi dihitung dari sapi mulai beproduksi susu sampai dengan sapi dik
eringkan, dalam satuan hari.
2.2.3 Lama Kering
Lama masa kering merupakan jumlah hari atau lamanya induk sapi tersebut di
hentikan proses pemerahan hingga sapi tersebut beranak. Lama masa kering dihitung
pada tanggal induk sapi dihentikan diperah hingga tanggal beranak selanjutnya dan di
hitung dalam hari (satuan hari). Lamanya masa kering bertujuan utuk memberi kesem
patan pada induk untuk menimbun zat gizi yang diperlukan bagi produksi susu berikut
nya serta involusi dan penyegaran ambing agar sapi tersebut barada dalam kondisi seh
at ketika sapi tersebut melahirkan.
Apabila masa kering kurang dari 30 hari akan menyebabkan produksi susu me
nurun meskipun calving interval lebih pendek sedangkan masa kering lebih dari 70 ha
ri akan menurunkan produksi susu dan memperpanjang calving interval. Pengeringan
sapi perah laktasi akan lebih baik bila dilakukan dua bulan sebelum kelahirkan. Masa
kering yang panjang menyebabkan terjadinya penimbun cadangan energi sehingga da
pat menyebabkan kegemukan. Kegemukan pada sapi akan menyebabkan penimbunan
lemak dalam hati sehingga dapat menyebabkan sapi mudah stres dan terinfeksi penya
kit, disamping itu terjadi penimbunan lemak pada
saluran reproduksi terutama ovarium sehingga akan mengganggu sistem reproduksi te
rutana menyebabkan gangguan siklus estrus. Akibat lain dari kegemukan adalah tingk
at konsepsi rendah, distokia, abortus, dan retensi plasenta.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sifat-sifat reproduksi dan produksi susu pada sapi perah akan selalu berjalan berdamp
ingan. Untuk dapat memproleh hasil produksi susu dalam hasil yang maksimal baik jumla
h maupun kandungan gizi dalam susu akan sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat reproduksi
pada sapi. Sehingga penting untuk memperhatikan dan memperhitungkan hal-hal yang be
rkaitan dan faktor yang dapat mempegaruhi dalam sifat-sifat reproduksi pada sapi perah u
ntuk tetap menjaga kestabilan dan konsistensi pada hasil produksi susu.
DAFTAR PUSTAKA

Asra & Prasetyo. 2015. Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Survei. Jakarta : Raja
wali Pers.

Dwinugraha, K., D. D. Purwantini dan T. Yuniastuti. 2018. Pengaruh dry period dan d
ays open terhadap produksi susu sapi Friesian Holstein (FH) di BBPTU-HPT Baturra
den. J. Livestock Anim. Prod., 1(3): 52–57.

Filian, B. V., S. A. B. Santoso, D. W. Harjanti dan W. D. Prastiwi. 2016. Hubungan p


aritas, lingkar dada dan umur kebuntingan dengan produksi susu Sapi Friesian Holstei
n di BBPTU-HPT Baturraden. Agripet, 16(2): 83-89.

Lubis, Adyanata. 2016. Basis Data Dasar Untuk Mahasiswa Ilmu Komputer. Yogyaka
rta: CV. Budi Utama

Anda mungkin juga menyukai