Anda di halaman 1dari 4

Nama : Noel Kunthoro Aji

Nim : 202105016

ULANGAN TENGAH SEMESTER

FILSAFAT DESAIN

1. Pendahuluan

Filsafat desain adalah pengetahuan dan penyelidikan logis dalam suatu


perancangan yang dilakukan sebelum pembuatan suatu objek.

Tujuan seseorang mempelajari filsafat desain adalah ingin mengerti secara


mendalam tentang latar belakang terciptanya sebuah karya desain dan ingin
memahami filosofi karya desain dan makna-makna desainnya.

2. Filsafat Desain Post-kolonial

Post-kolonial merupakan suatu pernyataan untuk menunjukkan perlawanan


terhadap dominasi kolonialisme. Post-kolonial di Indonesia digerakkan oleh
Presiden Soekarno melalui politik “mercusuar” pada tahun 1960-an sebagai
perlawanan terhadap imprealisme dan neokolonialisme. Politik mercusuar
bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi
jalan bagi New Emergeing Force, sebagai “kekuatan baru yang muncul” di dunia
atau negara-negara yang baru merdeka. Dalam politik mercusuar Soekarno
mendirikan karya seni dan desain monumental yang bertujuan untuk menunjukkan
kemampuan bangsa Indonesia secara politis agar dihargai oleh seluruh dunia.

3. Post-kolonial di Indonesia

Alun-alun adalah salah satu Kawasan penting sejak era pra-kolonial yang kemudian
diadaptasi secara kreatif dari masa ke masa. Alun-alun menjadi salah satu jejak dari
masa kolonial Belanda hingga era Orba.
Gambar 1. Kawasan Alun-alun Jember di masa Sekarang
(Sumber: Google Earth, 2015)

Alun-alun kota Jember dari pandangan post-kolonial memiliki sifat yang dinamis dan
adaptif. Alun-alun yang menjadi landmark kota Jember ini merepresentasikan mulai
dari proses penguasaan dan penaklukan, pertentangan budaya, perbedaan paham
dan kelas, dan juga bibit kreatif yang ada sejak masa penjajahan Belanda hingga
saat ini.

Gambar 1. Peta Diaspora Kawasan alun-alun kota Jember

(Sumber: Dokumentasi penelitian, 2016)


Diaspora atau menyebar merupakan sebuah konsep poskolonial yang berkaitan
dengan isu sentral (pusat) dan marjinal (pinggiran), di mana kemudian terjadi
sebuah persebaran yang sudah tak mempermasalahkan mana yang asli atau
tidak, mana yang lebih tinggi atau lebih rendah, semua memiliki derajat sama.

Unsur diaspora yang terlihat di alun-alun Jember ini menunjukkan alun-alun Jember
yang tanpa pusat, cenderung menyebar. Jika dulunya kekuasaan terpusat di tangan
pemerintahan (kolonial) dengan bangunan di sisi selatan dan kekuasaan spiritul-
religius di sisi barat (Masjid), maka saat ini terlihat ada banyak kekuasaan yang
berbeda yang masuk di dalam dan sekitar alun-alun. Misalnya kekuatan/kekuasaan
kapital (modal) ataupun kekuatan demokratis (dari rakyat, oleh rakyat, untuk
rakyat). Ini merupakan kekuatan kreatif kota untuk menyebar ke segala arah.

Gambar 2. Peta Hibriditas Kawasan alun-alun kota Jember

(Sumber: Dokumentasi penelitian, 2016)

Hybrid merupakan kondisi persilangan. Dalam kondisi hybrid, keaslian atau


keotentikan menjadi hal yang tidak relevan lagi, karena semua hal pada dasarnya
adalah persilangan antara hal yang satu dengan yang lainnya, antara yang asli
(original) dengan yang tidak asli, antara yang awal dan yang turunan.

Hybrid merupakan persilangan. Kota Jember sendiri yang juga sebagai sebuah
persilangan, sangat mendukung keberadaan alun-alun yang berkarakter
persilangan juga. Di Alun-alun Jember ini, antara lain terlihat persilangan antara
yang tradisional (Masjid Tajug) dengan yang modern (Masjid Bundar/Shell), antara
yang komersial (Bank, Toko) dengan yang formal-birokratis (Kantor Pemkab
Jember), juga antara fungsi religius (Masjid) dan fungsi rekreatif (lapangan tengah
alun-alun yang menjadi sarana olahraga dan juga playground.

Anda mungkin juga menyukai