Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSEP DASAR IPA

Hakikat IPA & Al - Quran

Untuk memenuhi materi kuliah Konsep Dasar IPA


Dosen Pengampu : Vidya Setyaningrum, S. Pd., M.Pd.

KELOMPOK II :

ANGGA BAYU SEGARA 12010146


UTIN PUTRI SANDY 12010129

SEMESTER/KELAS : III/E
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
PENDAHULUAN
QS. Al-Hijr Ayat 26

‫سنُ ْو ۚ ٍن‬ َ ‫ص ْل‬


ْ ‫صا ٍل ِّمنْ َح َما ٍ َّم‬ َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن‬
َ ْ‫سانَ ِمن‬
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur
hitam yang diberi bentuk.

A. Latar belakang
Hakikat IPA merupakan gelaja-gejala alam pada dimensi pengetahuan (keilmuan),
dengan begitu, pengetahuan dapat dikaitkan pada dimensi nilai ukhrawi, dimana dengan
memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan
adanya sebuah kekuatan yang Maha dahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Allah
SWT. Dimensi ini menggambarkan hakikat IPA adalah memautkan antara aspek logika-
materil dengan aspek spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu
anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin
dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Pada kenyataannya terdapat benang
merah ketertautan di antara keduanya.(Latifah & Ratnasari, 2016).
Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua pedoman umat muslim yang saling
berhubungan satu sama lain. Al-Qur’an tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya Hadits
sebagai penjelas al-Qur’an yang masih bersifat global. Al-Qur'an dan Hadits sebagi petunjuk
bagi manusia yang membawa berita gembira berupa pemecahan masalah yang dihadapi
manusia untuk masa lalu, keadaan saat ini maupun keadaan pada masa yang akan datang juga
sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan oleh umat manusia. Sehingga
al-Qur'an sering disebut sebagai sumber segala ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang terdapat dalam al-Qur'an ada yang mudah dipahami ada juga
yang memerlukan pemikiran dan pengembangan serta perenungan lebih lanjut untuk dapat
dipahami. Pemahaman tentang al-Qur'an seseorang tergantung pada kecerdasan, tingkat
pendidikan ilmu yang digelutinya, kemajuan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial
lingkungan sekitarnya, sehingga dari ayat yang sama mungkin sajaakan memberikan tafsiran
yang berbeda. Oleh karena itu, dalam penulisan karya ilmiah ini kami akan membahas
hubungan antara al-Qur’an dengan sains.
Al-Quran adalah kitab suci yang berdimensi banyak dan berwawasan luas ditambah
lagi isyarat - isyarat ilmiahnya yang sungguh mengagumkan ilmuwan masa kini. Al-Quran
juga berperan utama dalam konteks perkembangan sains, khususnya sains Islam. Al-Quran
membuktikan diri sebagai mukjizat yang komprehensif karena ia tetap relevan dengan
perkembangan mutakhir yang dicapai umat manusia diera ilmu dan nalar. Sebuah era baru
yang melampaui segala sesuatu yang bersifat material dan fisikal, dan memberikan perhatian
besar pada aspek pemikiran dan nalar, sebab ia merupakan pilar utama yang menjadi pondasi
seluruh kehidupan manusia.
Al-Quran merupakan sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan tampaknya sudah
tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan hampir semua ilmu pengetahuan yang muncul di
permukaan saat ini telah termuat di dalam kitab suci Al-Quran, walaupun tidak dijelaskan
secara rinci. Al-Quran turun sejak 14 abad silam sebagai wahyu ilahi yang mampu menembus
batas-batas metafisika dan futuristic (berhubungan dengan masa yang akan datang). Dalam
kerangka pikir modern, Ilmu dan Agama bagaikan minyak dan air, walaupun keduanya
masing-masing mempunyai sudut pandang yang berbeda. Oleh sebab itulah meskipun Al-
Quran pada asasnya adalah kitab keagamaan, namun kajian kajian dan kandungan isinya
tidak terbatas pada bidang-bidang keagamaan saja. Ia juga meliputi berbagai aspek kehidupan
manusia seperti ilmu sains (Arifuddin, 2015; Sudiarti, Delilah, & Aziz, 2018).
Pembelajaran pada kurikulum 2013 menekankan pada aspek pendidikan karakter.
Tujuan dari kurikulum 2013 terdiri empat cakupan kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap
spiritual, (2) kompetensi sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Hal tersebut
dicapai dari proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler. Itulah isi
dari cakupan yang ada di pedoman Badan Penelitian dan Pengembangan tahun 2013
(Alimuddin, 2014). Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam
mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yaitu “Menghargai dan menghayati ajaran
agama yang dianutnya”. Rumusan Sikap Sosial yaitu “Berperilaku jujur, disiplin, memiliki
rasa tanggung jawab, peduli (toleransi dan gotong royong), santun, dan percaya diri, dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya”. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung
(indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan
memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik
(Hudson,2015; H. Jung & Choi, 2016; Y. Jung & Lee, 2018;Mengel, Sauermann, & Zölitz,
2019; Skaalvik & Skaalvik, 2011; Wong, Ruble, Yu, & McGrew, 2017).

Rumusan Masalah
1. Apa itu IPA?
2. Bagaimana hubungan IPA & Al - Quran?
3. Miss Konsepsi Proses penciptaan manusia secara Sains & Agama?
PEMBUKAAN
Pengertian IPA
IPA adalah ilmu pengetahuan yang rasional yang mengajarkan tentang gejala alam proses
kehidupan makhluk hidup di bumi. Trianto (2015:136-137) menjelaskan bahwa IPA adalah
suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Susanto
(2013:167) mengemukakan IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta
melalui pengamatan serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran, sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan.
Menurut Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati (2013:21) menyatakan bahwa
“pembelajaran IPA merupakan ilmu yang terkonstruksi secara personal dan sosial
berlandaskan pendekatan konstruktivisme. Pembelajaran IPA memerlukan kesempatan yang
luas bagi peserta didik untuk melakukan inkuiri dan mengostruksi sains seoptimal mungkin
sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing dengan memanfaatkan iklim kolaboratif
didalam kelas. Di sinilah peran guru sangat vital untuk dapat mengolah proses pembelajaran
IPA dengan baik. Berdasarkan ketiga teori terkait pengertian IPA oleh para ahli, dapat
diamati kesamaan penekanan teori, yakni adanya eksperimen dan prosedur kerja yang
membutuhkan media untuk berlangsungnya proses eksperimen, sehingga dapat di simpulkan
bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk memahami alam secara
sistematis dengan prosedur yang benar melalui observasi dan eksperimen yang diharapkan
nanti hasilnya dapat menjelaskan fenomena - fenomena alam sekitar dengan hasil yang
akurat.
Pembelajaran IPA tidak dapat diajarkan semata dengan ceramah. Pembelajaran IPA
berarti proses pembelajaran terjadi dengan studentcentered dimana siswa terlibat aktif dalam
percobaan ilmiah. Susanto (2013:167-169) menyatakan bahwa “hakikat pembelajaran sains
yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu
pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yakni: ilmu pengetahuan alam
sebagai produk, proses, dan sikap”.
Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang
telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan
empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain: fakta-fakta, prinsip,
hukum, dan teori-teori IPA. Kedua,ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk
menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan kumpulan fakta
dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan
digeneralisasi oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan
keterampilan proses sains (science process skills) adalah keterampilan mengamati, mengukur,
mengklasifikasikan dan menyimpulkan. Ketiga, ilmupengetahuan alam sebagai sikap.
Sulistyorini dalam Susanto (2013:169) menyatakan ada sembilan aspek yang dikembangkan
dari sikap ilmiah dalam pembelajaran sains yaitu: “ sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu
yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung
jawab, berpikir bebas dan kedisiplinan diri.”
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan
pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,
membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya
dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses maupun produk pendidikan.
Berdasarkan definisi-definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi dan
eksperimen menggunakan pendekatan keterampilan proses, menemukan fakta-fakta,
membangun konsep-konsep, teori-teori dan keterkaitannya serta mampu mengembangkan
sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga menyadari
kebesaran dan kekuasaan pencipta-Nya.

Hubungan Sains & Al - Quran


Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama
merupakan sesuatu yang saling berhubungan dan melengkapi. Al Quran merupakan sumber
ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan sarana untuk mengaplikasikan segala
sesuatu yang tertuang dalam ajaran Islam. Prof Quraish mengatakan Al Quran bukanlah kitab
yang tujuannya menjelaskan hakikat-hakikat ilmiah sebagaimana diungkap dalam aneka
disiplin ilmu. Melainkan Al Quran adalah memberi petunjuk, kitab hidayah, atau juga kitab
dakwah. Yakni dengan usaha dan mempelajari ilmu yang sudah ditemukan oleh orang-orang
sebelumnya.
Berbeda dengan kitab suci lainnya, Al-Quran merupakan kitab suci yang
menghormati ilmu pengetahuan. Sebagaimana agama Islam juga menghormati ilmu
pengetahuan. Hal ini tidak ditemukan perbandingannya dengan kitab suci lainnya. Di dalam
al-Quran, ada banyak ayat yang mengungkapkan kemuliaan ilmu pengetahuan.
Integrasi Ilmu Ayat Al-Quran
Menerapkan konsep pengukuran berbagai QS. al-An'am: 152; QS. al-A'raf:
besaran dengan menggunakan satuan 85; QS. Al-Syura:17; QS. Al-Hijr: 21;
standar (baku). QS. Al-Huud: 84-85; Q.S Ar-Rahmaan:
8-9.
Mengklasifikasikan makhluk hidup dan QS. Al-Fushilat: 53; QS. Althahaa: 53;
benda berdasarkan karakteristik yang QS.Al-An'am: 38; Q.S AlBaqarah : ayat 31-
diamati. 33; QS. Asy-Syu'ara' : 7.
Menjelaskan konsep campuran dan zat Q.S Yunus: 61; QS. Al-Baqarah:
tunggal (unsur dan senyawa), sifat fisika 74; QS. Al-A'raf: 58;QS. Al-imran: 190;
dan kimia, perubahan fisika dan kimia QS. Ar-Raad: 15; QS. Al-Insyiqaq: 16- 19.
dalam kehidupan sehari-hari.
Menganalisis konsep suhu, pemuaian, kalor, Q.S Al-Fatir: 21; QS. An-Nahl : 13.
perpindahan kalor, dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari termasuk mekanisme
menjaga kestabilan suhu tubuh pada
manusia dan
Hewan.
Menganalisis konsep energi, berbagai QS. Ar-Raad: 4; QS. Al-Waqiah:
sumber energi, dan perubahan bentuk energi 71-73; QS. Yasin: 80: ; QS. Thaha: 10;
dalam kehidupan sehari-hari termasuk QS. al-Naml : 7.
fotosintesis.
Mengidentifikasi sistem organisasi QS. Al-Furqan: 2 ; QS. Al ‘Alaq:2
kehidupan mulai dari tingkat sel sampai
organisme dan komposisi utama penyusun
sel.
Menganalisis interaksi antara makhluk QS. Al-Baqarah : 164 ; QS. AlHujarat: 13
hidup dan lingkungannya serta dinamika
populasi akibat interaksi tersebut.
Menganalisis terjadinya pencemaran QS. Saba': 15-16; QS. Ar-rum: 41
lingkungan dan dampaknya bagi ekosistem. ; QS. Al-Qashash : 77 QS. Al Syuara’ :183
Menganalisis perubahan iklim dan QS. Ar-rum: 41; QS. Al-Thur: 44
dampaknya bagi ekosistem.
Menjelaskan lapisan bumi, gunung api, QS. Al-Thalaq: 12
gempa bumi, dan tindakan pengurangan
resiko sebelum, pada saat dan pasca
bencana sesuai ancaman bencana di
daerahnya.
Menganalisis sistem tata surya, rotasi dan QS. Adz-Dzariyat: 7 ; QS. AlAnbiya': 33 ;
revolusi bumi, rotasi dan revolusi bulan, Yasin: 40 QS.Yasin: 38 ;
serta dampaknya bagi kehidupan di bumi. QS. Shaffat: 5 ; QS. Yunus: 5 QS. Yasin:
39; QS.Syams: 1-2 ; QS. Az-Zumar: 5 ;
QS. Al-Naml: 88

Islam adalah agama yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam hal
pengkajian berbagai fenomena alam. Beberapa ilmuwan Muslim yang telah mengukir
namanya dalam sejarah IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), seperti Jabir Ibnu Hayyan dan Al-
Kindi, adalah merupakan bukti tentang bagaimana Islam sebagai agama universal yang
sangat hirau dengan pengembangan ilmu pengetahuan dari zaman ke zaman. Manusia sebagai
ciptaan Tuhan dengan kesempurnaan akal pikirannya, di dalam ajaran Islam, dianjurkan
untuk membaca ayat-ayat yang tersirat lewat fenomena dan keteraturan alam. Dengan kajian-
kajiannya yang kemudian menjadi IPA dan terderivasikan dalam wujud teknologi, kehidupan
manusia menjadi lebih mudah dan sejahtera. Dengan mengetahui dan merenungi berbagai
keteraturan dan fenomena alam yang ada akan menimbulkan keimanan, ketakwaan, dan
kesadaran rohaniyah dalam diri manusia bahwa betapa kecilnya makhluk manusia dan betapa
besarnya Tuhan sebagai pencipta alam semesta serta segala isinya. Agama Islam adalah
agama keselamatan. Tuhan tidak memaksakan seseorang untuk beragama Islam atau tidak
sama sekali. Agama Islam telah memberi pilihan dan panduan kepada manusia tentang jalan
hidup yang akan dilaluinya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia akan lebih bijaksana untuk
menentukan pilihan-pilihan hidup: “Hidup dengan pengembangan ilmu atau tidak. Hidup
dengan ajaran Islam atau tidak. Dan hidup dengan pengembangan ilmu yang didasari ajaran
Islam atau tidak”. Nabi Muhammad SAW (Salallahu ‘Alaihi Wassalam) mengatakan bahwa
“Ilmu tanpa iman bencana, iman tanpa ilmu gelap”. Dengan demikian harus dilakukan
pengkajian fenomena alam dalam rangka pengembangan IPA dalam konteks mempertebal
iman, takwa, dan sikap rohaniyah kepada Tuhan dengan berpijak pada sejarah bagaimana
kejayaan Islam dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan sejak zaman
pertengahan hingga sekarang adalah merupakan kesinambungan dan perubahan.
Al-Qur’an sesungguhnya tidak membedakan antara ilmu agama Islam dengan ilmu
umum. Yang ada dalam al-Qur’an adalah ilmu. Pembagian adanya ilmu agama Islam dan
ilmu umum merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan
sumber objek kajiannya. Ilmu-ilmu tersebut seluruhnya pada hakikatnya berasal dari Allah,
karena sumber-sumber ilmu tersebut berupa wahyu,alam jagat raya, manusia dengan
perilakunya, akal pikiran dan intuisi batin seluruhnya ciptaan dan anugerah Allah yang
diberikan kepada manusia. Banyak dalil-dalil dalam Al-Qur’an yang mengajak kaum muslim
untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Ajaran Islam memperhatikan tentang pentingnya
IPTEK dan menyuruh kepada kaum muslimin untuk berusaha mengembangkannya. Tentunya
perkembangan IPTEK juga harus diimbangi dengan Iman dan Taqwa.
Semakin dalam kita mempelajari isi dari kandungan Al quran, maka akan semakin
jelas pertemuannya dengan ilmu pengetahuan atau sains. Banyak penemuan-penemuan ilmiah
pada abad-abad terakhir ini yang justru telah disebutkan dalam Al quran. Padahal kita
mengetahui bahwa kitab suci umat Islam ini telah turun ribuan tahun sebelum dunia sains
berkembang. Hal demikian dapat menjadi bukti bahwa Al quran bukanlah ciptaan ataupun
karangan manusia. Melainkan diturunkan langsung dari Yang Maha Kuasa melalui manusia
yang mulia, Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an semakin laris dikaji oleh para ilmuwan terutama masyarakat nonmuslim.
Terbukti, al-Qur’an banyak memberikan informasi tentang IPTEK yang semakin hari
semakin nyata lewat kajian dan percobaan yang mengagumkan. Sebagai contoh, hasil
percobaan pemotretan atas pegunungan di Nejed (Arab Saudi) olehTelster (Satelit Amerika
Serikat) ternyata diketahui bahwa gunung-gunung yang tampak di mata kita seolah tetap,
sesungguhnya gunung-gunung itu berarak sebagaimana mega. Firman Allah SWT dalam
surat an-Naml : 88 yang berbunyi “Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau
kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah
yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Mahateliti apa yang kamu
kerjakan”. Dapat disimpulkan bahwa Al Quran dan Sains memang sangat berhubunga serta
tidak dapat dipisahkan.

Miss Konsepsi
Dalam hubungan sain dan al Quran sering terjadi miss konsepsi secara teori. Salah
satunya teori Charles Darwin yang berbunyi “evolusi manusia seperti pohon. Batang pohon
yang tunggal dan akarnya merupakan nenek moyang makhluk hidup. Sedangkan ranting dan
daun pohon menjadi spesies baru yang lahir karena proses mutasi genetik”. Teori evolusi
Darwin menyatakan bahwa hewan dan tumbuhan berasal dari suatu spesies yang sama.
Spesies tersebut mengalami perubahan fisik seiring dengan berjalannya waktu dikarenakan
adanya seleksi alam. Dalam bukunya The Origin of Spesies by means of Natural Selection,
Darwin menyatakan dua hal penting sebagai Teori Evolusi yaitu: a) Spesies-spesies yang
hidup sekarang berasal dari spesies nenek moyangnya yang hidup di masa lalu. b)
Perkembangan spesies dipengaruhi oleh seleksi alam dan variasi antar populasi. Jika diresapi
secara implisit, Darwin mempercayai bahwa nenek moyang manusia adalah kera. Teori ini
kontroversial karena beberapa kalangan religius beranggapan bahwa Teori Evolusi
bertentangan dengan pemahaman mereka akan naskah kitab suci, terutama mengenai
penciptaan manusia. Jawaban panjang: Pertentangan ini terutama berasal dari pemahaman
literal (harfiah) dari kitab suci. Evolusi merupakan proses perubahan spesies dalam jangka
waktu tertentu yang bertujuan agar mampu beradaptasi terhadap lingkungannya dan
meneruskan perubahan tersebut kepada generasi berikutnya (Campbell, 2003). Evolusi
menjadi konsep pemersatu dalam biologi karena evolusi menjelaskan banyak aspek dalam
biologi terutama bagaimana organisme yang hidup saat ini merupakan evolusi dari satu nenek
moyang (ancestor) dan diversitas kehidupan yang besar di bumi ini.
Charles Darwin melalui bukunya “On The Origin of Species: by Means of Natural Selection”
melalui beragam fakta-fakta empiris. Buku tersebut menyajikan kasus-kasus yang
meyakinkan tentang evolusi dan telah dapat menghubungkan apa yang sebelumnya dilihat
sebagai suatu kumpulan fakta membingungkan dan tidak saling berkaitan menjadi suatu
pandangan kohesif mengenai kehidupan. Kaum realis memiliki ketertarikan kuat terhadap
teori ini karena realisme berpendapat bahwa alat indera merupakan pokok utama dalam
mencari sebuah kebenaran. Berdasarkan hal tersebut kaum realis yakin akan bukti empiris
mengenai teori evolusi Darwin.
Teori dan pemikiran Charles Darwin mengenai evolusi mahkluk hidup menggunakan
kajian secara ontologi dan epistemologi, karena hasil pemikiran Charles Darwin berdasarkan
pengamatan-pengamatan yang ia lakukan lalu dianalisa dan munculah konsep adaptasi dan
seleksi alam. Darwin menggunakan paradigma positivistik karena teori evolusi mahkluk
hidup berlandaskan data-data empiris, dapat diobservasi secara nyata, dan dibuktikan secara
ilmiah. Dimensi dinamis dalam sains digambarkan oleh lahirnya teori evolusi makhluk hidup
melalui metode ilmiah yang menggambarkan sains sebagai sebuah proses. Setelah pemikiran
Charles Darwin dicetuskan,maka banyak yang beranggapan bahwa realitanya asal usul
manusia itu dari Kera. Teori itu muncul dari asumsi dan kajian Darwin, namun ternyata
Darwin masih meragukan teori tersebut karena belum ada bukti fisik yang nyata tentang asal
usul manusia. Sehingga teori itu banyak dibantah dan perlahan mulai ditenggelamkan.
Evolusi manusia berdasarkan teori evolusi Darwin, pertama manusia berkarakter sama seperti
binatang. Sebelum diberikan ilmu, makhluk yang dinamakan manusia levelnya sama dengan
binatang, yang bertindak hanya mempergunakan tiga hal: harta (memperkaya diri), tahta
(kekuasaan), wanita (kebutuhan seks) (Rosyid, 2019). Charles Darwin sebenarnya mengalami
kebimbangan pada pemikiranya yang Ia tuangkan dalam bukunya The Origin Of species.
Darwin sendiri menyadari keraguan hatinya akan mendapatkan banyak kesulitan dari
teorinya. Ia mengakui ini dalam tulisanya pada bab "Difficulties of the Theory".
Kesulitankesulitan ini terutama pada penemuan akan catatan fosil dan organ-organ rumit
makhluk hidup (misalnya mata) yang mustahil dijelaskan dengan konsep kebetulan dan naluri
makhluk hidup.
Untuk meluruskan miss konsepsi ini perlu kita jabarkan secara rinci dari awal mula
hingga mendapat titik terang dari teori evolusi yang sering diperbincangkan. Kehidupan
diberikan pada kita satu miliar tahun yang lalu. Jika kehidupan dimulai satu miliar tahun yang
lalu, kita harus menunggu 400.000 tahun untuk lihat akhir perkembangan sel saraf pertama,
dari sanalah kehidupan yang kita tahu dimulai. Formasi otak hanya beberapa miliar dan
belum bisa menentukan tanda-tanda kecerdasan, cendeung lebih bersifat cerminan
kecerdasan. Satu neuron pada otak memberikan kehidupan pada manusia sebagai stimulus
penggerak organ pada tubuh manusia. Dua neuron pada otak mampu memberikan perintah
dari otak ke seluruh tubuh untuk bergerak, dan dengan gerakan hal menarik mulai terjadi.
Kehidupam hewan di bumi berawal jutaan tahun lalu, namun sebagian besar spesies
hanya memakai 3-5% kapasitas otak. Barulah pada manusia di puncak rantai kehidupan
menjadi salah satu spesies yang memakai otaknya lebih besar yaitu 10%. Mungkin bukan
jumlah yang banyak, tapi lihatlah hasil dari jumlah itu. Kini mari kita bicarakan kasus
istimewa, satu-satunya makhluk hidup yang menggunakan otaknya lebih baik dari kita ialah
lumba-lumba. Diperkirakan bahwa hewan mengagumkan ini menggunakan sampai 20%
kapasitas otaknya, khususnya membuat lumba-lumba memiliki sistem ekolokasi yang lebih
efesien dari sonar ciptaan manusia. Tapi lumba-lumba tak menciptakan sonar, karena semua
itu berkembang secara alami.
Bagian terpenting dari refleksi filosofi hari ini, apakah kita bisa menyimpulkan bahwa
manusia lebih tertarik dengan memiliki daripada menjadi. Bagi makhluk primitif seperti kita,
kehidupan hanya punya satu tujuan, yaitu memperoleh waktu dan melewati waktu tampaknya
menjadi satu-satunya tujuan setiap sel dalam tubuh kita. Untuk mencapai tujuan itu, sel-sel
yang membentuk cacing dan manusia hanya mempunyai dua jalan, menjadi abadi atau
berkembang biak. Jika habitatnya tak mendukung untuk memelihara, maka selnya akan
memilih keabadian. Dengan kata lain mencukupi diri dan mengelola diri, pada sisi lain jika
habitatnya mendukung mereka akan berkembang biak. Dengan begitu saat mereka mati,
mereka menurunkan informasi dan pengetahuan pada sel berikut dan seterusnya.
Demikianlah pengetahuan dan pembelajaran diturunkan lewat waktu. Mari kita
bayangkan seperti apa hidup kita jika dapat menggunakan, anggap saja 20% kapasitas otak.
Tahap pertama akan memberi kita akses dan kendali atas tubuh kita, jika ditanya apa ada
penelitian secara ilmiah? Harus kami akui ini hanya hipotesis. Dianalogikan lumba-lumba,
ular, kelelawar, dan lain-lain yang menggunakan kemampuannya lebih dari manusia.
Beberapa kelainan otak manusia juga ada seperti syenthesia, indigo, dsb yang mampu melihat
warna suara dan mereplekasikan suhu kedalam wujud bentuk.
Namun jika kita pikirkan beberapa mukjizat nabi merupakan hasil maksimalisasi
otaknya yang dianugerahi Allah SWT. Rasanya aneh juga bahwa Yunani, Mesir dan India
tahu konsep tentang sel jauhh sebelum mikroskop ditemukan lalu bagaimana dengan Darwin
yang dianggap bodoh ketika mengemukakan teori evolusi. Tanggung jawab kita untuk
melewati aturan dan hukum serta berpindah dari evolusi ke revolusi..
100 miliar neuron per-orang yang berfungsi hanya 15%, lebih banyak hubungan
dalam tubuh manusia dibanding bintang-bintang tata surya. Kita punya jaringan informasi
raksasa yang hanya bisa kita akses sedikit, lalu apa tahap keduanya? Tahap berikutnya ialah
mengendalikan orang lain. Tapi untuk itu kita butuh akses sedikitnya 40% kapasitas otak,
setelah mengendalikan diri kita dan orang lain, berikutnya mengendalikan materi. Tapi
ditahap ini, kita memasuki alam fiksi ilmiah dan kita tak mengetahuinya sama seperti anjing
memandang bulan. Tapi apa yang terjadi jika untuk suatu alasan seseorang bisa mengakses
100% kapasitas otaknya? Perlu kita ketahui bahwa penggunaan 25% otak saja manusia bisa
merasakan segalanya.
Mulai dari ruang, udara, getaran, dan orang sekitar, manusia bisa merasakan gravitasi
dengan sangat jelas. Mampu merasakan perputaran bumi, suhu panas yang keluar dari dalam
tubuh, aliran darah di pembuluh darah manusia, bisa merasakan seluruh ruang di otak kita
bahkan bagian terdalam ingatan seperti sentuhan tangan ibu di dahi kita disaat demam.
Tentang ingatan kita membelai bulu kucing yang lembut semasa kecil. Bahkan kita dapat
mengingat rasa susu ibu di mulut kita, suasana kamar, cahaya, suhu, cairannya dan ribuan
ciuman yang masih bisa dirasakan di wajah kita.
Seorang doktor dalam bidang sistem neural dan kognitif, Yohan John. John
menjelaskan gagasan bahwa manusia hanya menggunakan 10% dari otaknya hanyalah mitos.
Namun di sisi lain, otak seseorang juga tidak bisa 100% optimal sepanjang waktu. Fungsi
otak manusia menurut John bergantung pada pola kualitatif aktifitas dan bukan pada segi
kuantitasnya. Pola yang betubah-rubah ini mempengaruhi aktif tidaknya kelompok neuron,
optimalisasi otak hingga 100% sama halnya dengan mengaktifkan semua neuron itu
sekaligus. Hal ini bukan ide yang baik, yang dianalogikan John seperti menginjak rem dan
pedal akselerator pada mobil disaat yang bersamaan. Terlalu banyak neuron yang aktif secara
bersamaan bisa berbahaya, yang dikaitkan dengan epilepsi dan gangguan neurologis lainnya.
John mengungkap, itulah dasar dari pandangan bahwa manusia hanya menggunakan
sebagian kecil dari otaknya. Ia menyebutnya sebagai Veneer pseudoscienthific, untuk
sepotong pengetahuan rakyat kuno. Ide itu ialah yang menyatakan tiap individu tidak akan
menyadari potensi penuhnya sebagai manusia. John menyebutkan, meningkatkan pikiran dan
tingkah laku tak semata-mata terkait dengan aktifitas neural. Sebaliknya, itu adalah tentang
bagaimana seseorang dapat mengeksplorasi potensi terpendamnya dalam banyak bidang agar
menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Lantas dari mana asal kecerdasan dan otak manusia terbentuk?. Wanita hamil
memproduksi C.P.H.4 pada minggu keenam kehamilan dalam kuantitas kecil. Salah satunya
human placental lactogen, yang bermanfaat memicu kinerja pembentukan otak dengan nutrisi
yang dibutuhkan janin dan mempersiapkan asi sebagai stimulus pengembangan gizi pada
otak dan tubuh bayi sampai masa menyusui. C.P.H.4 sendiri bagi bayi sekuat bom atom,
karena itu yang memberi janin tenaga untuk membentuk tulang dalam tubuh. Bisa dibilang
C.P.H.4 merupakan sumber tenaga dan inti dalam pembentukan manusia itu sendiri.
Manusia mencoba membuat C.P.H.4 dalam versi sintetisnya, namun C.P.H.4
tergolong dalam obat terlarang yang harus diteliti agar tidak berefek buruk pada pengguna
dalam memaksimalisasi neuron pada otak. Dalam pembahasan kali ini dapat diketahui bahwa
begitu otak mencapai 20%, dia akan membuka sisanya. Namun karena tubuh manusia tidak
mampu menahan pertumbuhan sel dalam kecepatan super yaitu beberapa juta sel perdetik,
manusia sulit mmeperhitungkan waktu kematiannya sendiri. Namun hal ini masih teori dan
ide riset berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan hasil penelitian para ahli di bidang otak
dan pengamat evolusi manusia. Namun pada fase ini manusia tidak dapat merasakan sakit,
takut, keinginan, seolah ciri manusia pudar dari tubuh manusia itu sendiri. Di fase ini juga
manusia mampu menyerap semua pengetahuan seperti fisika kuantum, matematika terapan,
kapasitas sel nukleus tanpa batas. Dalam tingkatan ini manusia bisa bebas mengendalikan
selnya termasuk mengubah warna dan bentuk rambut. Di fase 30% manusia dapat melihat
sesuatu dari mata makhluk hidup lainnya, terasa tidak masuk akal namun bagaimana dengan
nabi ibrahim dan nabi Ismail yang membangun Ka’bah dengan melihat contoh dari langit atas
izin Allah SWT. Di tahap 50% manusia bisa merubah pola pada kornea mata dan mampu
meningkatkan ketajaman pupil mata karena sel yang bertumbuh bisa diperkuat otak sehingga
manusia mampu menggunakan telekinesis dengan gaya grafitasi tinggi, serta dapat
mengakses seluruh jaringan baik internet dan otak manusia dengan elektron yang ada di
seluruh tubuh manusia. Di tahap 60% manusia bisa menggunakan dan memanipulasi medan
gaya magnetik dan mampu menciptakan dinding tebal dengan mengandalkan molekul-
molekul yang ada di udara sehingga terbentuk menjadi barrier yang kuat di sekitarnya. Semua
informasi dan kemampuan mengendalikan beberapa molekul dapat dilakukan karena adanya
gelombang listrik. Setiap sel tahu dan berbicara pada sel lainnya, mereka saling bertukar
ribuan bit informasi perdetik. Kelompok sel membentuk jaringan komunikasi raksasa yang
membentuk materi, sel-sel berkumpul, mengambil satu bentuk, merusak memperbaiki.
Manusia menganggap dirinya unik, maka seluruh teori keberadaan didasarkan atas
keunikan mereka. “Satu” ialah unit ukuran mereka, namun itu salah, semua sistem sosial
yang kita gunakan hanyalah sketsa. Satu tambah satu hasilnya dua, itulah yang kita pelajari.
Tapi satu tambah satu tak pernah dua, seperti perhitungan Allah yang selalu melipat
gandakan pahala hambaNya. Faktanya, tidak ada angka-angka dan tidak ada huruf-huruf.
Kita menyusun keberadaan kita untuk diperkecil menjadi ukuran manusia agar dapat
dipahami, kita menciptakan sebuah skala agar melupakan skala yang besar. Tapi jika manusia
bukan unit ukuran dan dunia tidak diatur oleh hukum matematika, lalu diatur oleh apa dunia
ini?. Mari analogikan lagi, rekamlah sebuah mobil mengebut di jalan kemudian percepatan
tanpa batas, maka mobilnya akan hilang. Lalu apa bukti keberadaan mobil itu, waktu
mengesahkan keberadaannya. Waktu adalah satu-satunya unit ukuran yang sejati. Waktu
memberikan bukti terhadap keberadaan materi. Tanpa waktu kita tidak ada, karena pada
dasarnya waktu adalah satuan. Di fase 70% manusia mampu mencari energi dan materi untuk
terhubung langsung ke dalam perangkat jaringan dengan tingkat skala universe dan mampu
memindahkan data dan kemampuan otaknya ke dalam perangkat keras. Untuk mempelajari
fase 70% jepang mencoba membuat game yang mampu memindahkan kesadaran ke dalam
RPG guna menciptakan karakter orang tersebut ke dalam game sebagai bahan uji coba
membuat kecerdasan buatan yang mampu menembus fase 100%. Di fase 90% manusia itu
sendiri mampu menembus ruang dan waktu bahkan melakukan teleportasi skala luas. Seperti
peristiwa isra mi’raj Rasulullah SAW. yang menempuh perjalanan dengan kecepatan cahaya,
untuk manusia normal tubuh manusia akan terpisah dan terpecah belah. Namun atas izin
Allah SWT, Rasulullah mampu melakukan percepatan pada otak dan seluruh selnya agar
mampu menyeimbangi kecepatan dan tekanan udara pada peristiwa isra mi’raj. Di fase 100%
manusia tak bisa lagi disebut manusia, karena pada titik ini tubuh manusia sudah mencapai
titik hampa dan tubuh manusia tidak mampu lagi menahan percepatan sel sehingga memilih
menguraikan tubuh menjadi materi atau dalam islam sering disebut ruh. Karena hal itulah
Allah membatasi maksimalisasi otak manusia dan dari sinilah manusia disebut salah satu
makhluk termulia. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa manusia bukan berasal dari evolusi
kera dikarenakan perbedaan kecerdasan yang sangat berbeda jauh.
Untuk memperkuat bahwa teori Charles Darwin itu salah mari perkuat dengan data
evolusi hewan. Hampir Semua Makhluk Hidup di Bumi Berevolusi Dari Hewan Mirip
Cacing Ini. Selama ratusan juta tahun, hewan berevolusi menjadi beragam bentuk termasuk
manusia, dinosaurus, gajah, hiu, laba-laba, burung, ular dan banyak spesies lainnya. Terlepas
dari variasi yang beragam, semua hewan memiliki garis keturunan yang sama. Pada tahun
1953, seorang mahasiswa muda Amerika bernama Stanley Miller menunjukkan bahwa asam
amino, bahan penyusun protein, dapat terbentuk dalam suatu peralatan sederhana yang
meniru kondisi atmosfer dan samudra di Bumi purba. Gagasan bahwa kehidupan bermula di
lautan terus berdengung selama beberapa dekade, tetapi ada masalah yang jelas. Lautan
begitu besar, jadi kecuali bahan kimia berbasis karbon terbentuk dalam jumlah yang sangat
banyak, mereka mungkin hanya akan mengambang selama bertahun-tahun dan tidak akan
pernah bertemu satu sama lain. Mari kita sandarkan juga pada Al Quran "Dan Allah telah
menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di
atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan
dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS An-Nur (24) Ayat 45). Dari hal ini dapat disimpulkan
bahwa dari banyaknya data yang ada, serta dukungan bukti kitab suci yang
menggambarkannya secara jelas sebelum manusia mengenal teknologi serta dukungan
analisis data yang sangat lengkap, dimana manusia tercipta dari bahan saripati tanah dan
hewan merupakan perwujudan yang terbentuk dari evolusi air. kenapa kita mempercayai
teori yang bahkan lemah dan pencetusnya sendiri masih meragukan apa yang ia sampaikan.
Jadilah manusia yang menelan pengetahuan dari banyak sudut pandang agar bijak dalam
memahami persoalan dalam skala luas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Akbar S. (1992). Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta: Erlangga,
Terjemahan.
Arnold, Thomas W. (1969). Sejarah Da’wah Islam. Jakarta: Al-Ma’arif, Terjemahan.
Chown, Marcus & John Gribbin. (1986). Sizing Up the Universe. London: New Scientist.
Dasuki, Ahmad & Rochiati Wiriaatmadja. (2005). Sejarah Asia Timur: Cina dan
Jepang.Bandung: Pustaka Hidayah.
Guessoum, N. (2011). Islam dan Sains Modern: Bagaimana Mempertautkan Islam dan Sains
Modern. Bandung: Mizan.
Ghulsyani, Mahdi. (1986). Filsafat Sains Menurut Al-Quran. Bandung: Mizan.
Helmi. (2017). Evolusi Antar Spesies (Leluhur Sama Dalam Perspektif Para Penentang).
Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 9(2), 83-93.2020. BIOEDUSAINS: Jurnal Pendidikan Biologi
dan Sains 3 (1):50-58.
Hodgson, Marshall G.S. (1974). The Venture of Islam: Conscience and History in a World
Civilization. the Classical Age of Islam, I. Chicago and London: The University of Chicago
Press.
Harahap, A. (2018). Integrasi Al-quran dan Materi Pembelajaran Kurikulum Sains Pada
Tingkat Sekolah di Indonesia: Langkah Menuju Kukikulum Sains Berbasis Al-quran. Jurnal
Penelitian Medan Agama, 9(1), 21–46.
Ibrahim, M.D. (1994). Teknologi, Emansipasi, dan Transendensi. Bandung: Mizan.
Levy, R. 1975. The Social Structure of Islam, Cambridge.
Mardikaningsih, R & R. Sumaryanto. (2013). Sejarah untuk Kelas XII SMA dan MA Program
IPS. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Muhammad Nahadi, Farida Sarimaya & Sri R Rosdianti Suriasumantri, Jujun S. (1986). Ilmu
dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta: PT Gramedia.
Nasr, Seyyed Hossein. (1983). Islam dalam Cita dan Fakta. Jakarta: Lappenas [Lembaga
Pengkajian Pembangunan Nasional], cetakan kedua.
Quraish, S. (2013). Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Tematik Atas Persoalan Berbagai Umat.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Rahardjo, M. Dawam [ed]. (1987). Insan Kamil: Konsepsi Manusia Menurut Islam. Jakarta:
PT Pustaka Utama Grafiti Pers.
Rakhmat, Jalaluddin. (1991). Islam Alternatif. Bandung: Mizan.
Rosyid, M. (2019). Polemik Manusia Perdana Antara Islam dan Barat. Jurnal Studi
Keislaman, 19(1), 129-154.
Soemodimedjo, P. & A. Poedjiadi. (2000). Kimia: Dari Zaman ke Zaman. Bandung: Yayasan
Cendrawasih.
Sardar, Zianuddin. (1995). Islam dan Sains Modern. Bandung: Penerbit Mizan, Terjemahan.
Sidharta, V. M. (2014). Resensi buku On the Origin of Species (Oxford World‟s Classics).
Damianus, Journal of Medicine, 13(2), 158-160.
Sutrisno, W. (2015). Teori Evolusi Darwin dalam Perspektif Islam. (Disertasi,Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Suriasumantri, Jujun S. (1984). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Penerbit
Sinar Harapan.
Suwirta, Andi. (2002). Tasawuf dan Proses Islamisasi di Indonesia. Bandung: Historia
Utama Press.
Suwirta, Andi. (2005). Sejarah Intelektual: Percikan Pemikiran dari Dunia Barat dan Islam.
Bandung: Suci Press.
Sardar, Ziauddin. 1987. Masa Depan Islam, Bandung: Pustaka Salman.
Sarton, George. tanpa tahun. Introduction to the History of Science, Jilid 1.
Shah, A.B. 1987. Metodologi Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Yayasan Obor.
UNESCO [United Nations for Education, Scientific and Cultural Organization].
(1986).Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan. Bandung: Penerbit Pustaka dan
Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO.
Watt, W. Montgomery. (1990). Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis.
Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yogya
WBIF [World Book of Interesting Fact]. (1987). World Book. Chicago, USA: n.p.
Yatim, Badri. (1993). Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai