Anda di halaman 1dari 4

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Sebelum khatib menyampaikan materi khutbahnya, mari kita bersama-sama menata niat
dengan baik dan benar, hadir di majelis Jumat ini lillahitaala . Jangan sampai kehadiran kita
di kesempatan yang mulia ini sekadar untuk menggugurkan kewajiban, apalagi hanya untuk
menumpang beristirahat dengan menyempatkan diri berbincang-bincang ataupun tidur saat
khatib menyampaikan khutbahnya.
Semestinya kita memperhatikan hadits yang sering disampaikan oleh para bilal di antaranya
yang diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘alaihi yang berbunyi 

Semoga dengan menata niat dengan baik, aktivitas shalat Jumat dan rangkaiannya ini akan
benar-benar menjadi sebuah ibadah yang bernilai ibadah. Bukan ibadah yang tak
menghasilkan pahala ibadah.
Pada kesempatan ini, tak bosan-bosan, khatib juga menyampaikan wasiat sebagai salah satu
rukun dalam khutbah Jumat, yakni mengingatkan para jamaah untuk senantiasa
meningkatkan dan menguatkan takwa kepada Allah swt. Takwa merupakan bekal yang paling
baik dalam mengarungi samudera kehidupan ini.
Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 197:
Ayat ini mengingatkan kepada kita semua bahwa Allah swt memberi petunjuk pada umat-
Nya untuk senantiasa menjadi umat yang wasathiyah yakni umat yang moderat, umat yang
proporsional, berada di tengah dalam berbagai hal, khususnya moderat dalam beragama. Kita
perintahkan untuk tidak beragama secara ekstrem, baik ekstrem kanan dan juga tidak boleh
larut pada ekstrem kiri. Dalam beragama pun, Allah juga memerintahkan untuk tidak
berlebih-lebihan yang diistilahkan dengan “ghuluw”.  Allah SWT berfirman dalam QS An-
Nisa ayat 171:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Dalam konteks kehidupan di Indonesia, bersikap moderat adalah mampu menempatkan diri
pada situasi perbedaan dan keberagaman yang sudah menjadi sunnatullah. Kita tahu bahwa
Indonesia adalah negara yang dianugerahi kebinekaan suku, budaya, bahasa, termasuk
agama. Jika kita tidak moderat dalam bersikap, maka perbedaan yang ada akan saling
berbenturan sehingga rawan terjadi konflik dan perpecahan. Oleh karenanya, para pendiri
bangsa telah dengan bijak merumuskan ideologi yang sangat tepat dalam menaungi
kebinekaan ini dengan ideologi Pancasila yang dibingkai dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Bersikap moderat atau dengan istilah mudahnya adalah bersikap santai, biasa-biasa saja ini
sebenarnya sudah dicontohkan oleh ulama nusantara yang dengan bijak mampu berdakwah
dengan menggunakan infrastruktur budaya. Para ulama bisa menanamkan prinsip yang
memadukan beragama, berbudaya, dan berbangsa dalam satu tarikan napas.
Namun seiring dengan adanya revolusi teknologi, di mana informasi bisa diakses oleh
siapapun, di manapun, dan kapan pun, paham keagamaan radikal ekstremis juga bermunculan
seperti jamur di musim hujan. Paham keagamaan transnasional dari luar negeri yang awalnya
tidak dikenal di Indonesia, masuk mempengaruhi paham keagamaan yang moderat di
Indonesia dengan memanfaatkan teknologi . Termasuk, mereka melakukan propaganda untuk
mengganti ideologi Pancasila dan NKRI dengan sistem yang menafikan perbedaan dan
keragaman seperti sistem khilafah dan sejenisnya.
Padahal Allah menciptakan perbedaan bukan untuk saling bermusuhan, namun untuk saling
melengkapi dengan saling kenal-mengenal. Allah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 13:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Beragama secara moderat menjadi kunci kemaslahatan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Diperlukan upaya dan usaha untuk menjadikan diri kita sosok yang moderat. Di
antaranya adalah dengan terus menambah pengetahuan yakni terus belajar dan memahami
esensi dari beragama dengan melihat situasi dan kondisi masyarakat. Dengan memahami
ajaran agama dan bersikap fleksibel dalam kehidupan di masyarakat, seseorang akan bisa
menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Dengan sikap ini, niscaya tidak
akan ada yang merasa paling pintar dan paling benar sendiri serta gampang menyalahkan
orang lain.
Dalam beragama, kita juga harus mengganti emosi keagamaan dengan cinta keagamaan.
Emosi dan terlalu semangat dalam beragama tanpa dilandasi dengan pengetahuan ilmu yang
memadai, malah akan menjadikan seseorang bisa melanggar tuntunan agamanya sendiri.
Selain itu, kita harus selalu berhati-hati dengan godaan setan yang selalu mengganggu niatan
ibadah dengan memasukkan unsur riya’, sombong, dan paling saleh sendiri dalam hati kita.  
Oleh karenanya, mari kita kuatkan niat beribadah bukan karena motif dan misi lain terlebih
misi yang bersifat duniawi. Jangan sampai ibadah kita sia-sia.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Inti dari paparan ini, mari kita terus menebar
perdamaian di masyarakat kita melalui moderasi beragama. Semoga kita bisa terus menebar
kesejukan dalam kehidupan berbangsa dan beragama dengan nilai-nilai dan sikap moderat.
Moderat dalam beragama, maslahat dalam berbangsa. Amin.

KHUTBAH II

Anda mungkin juga menyukai