Anda di halaman 1dari 5

MODERASI BERAGAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Dewan hakim yang arif dan bijaksana hadirin wal hadirat sebangsa dan setanah air yang
berbahagia

Identitas agama merupakan fenomena fundamental bagi masyarakat Indonesia


dibandingkan ras, suku, dan spirit kebangsaan. Agama diyakini sangat memenuhi kebutuhan
psikologis individu terkait identitas diri, harga diri, maupun aktualisasi diri. Demikian sekelumit
kesimpulan tentang pengaruh identitas nasional, etnis, dan agama terhadap multikulturalisme
dalam menghadapi globalisasi di Indonesia.

konsekuensinya,, sebagai penganut suatu agama di Indonesia, ia pasti dihadapkan bukan


hanya dengan umat seagama, melainkan juga dengan umat yang berbeda agama, dari segi
keyakinan, Apakah semua agama benar atau hanya agama yang dianutnya saja yang benar?
Pertanyaan tersebut menjadi penting direnungkan karena jika seorang individu beragama
memiliki keyakinan bahwa " semua agama benar" ia akan dianggap beraqidah samar-samar.
Akan tetapi, Jika seorang individu beragama memiliki kesimpulan" hanya agama yang dianutnya
saja yang benar" ia akan dianggap berakidah sangar. Dengan keyakinan seperti itu, agama selain
yang dianutnya harus dibina ke jalan yang benar, jika tidak mau harus dibinasakan. tetapi, Andai
sikap ini yang dikembangkan, wajah agama yang damai dan bersahabat akan berubah menjadi
monster yang paling jahat, teroris yang paling sadis, sikap radikal yang paling brutal, tidak
mustahil jika terjadi di negeri ini, akan menjadi pemicu terjadinya konflik vertikal, diagonal,
bahkan horizontal. Naudzubillah Min dzalik.

Bagaimana upaya mengantisipasi agar identitas, ajaran, dan perilaku umat beragama tidak
menjadi pemicu pemecahan di tengah-tengah kebhinekaan di Republik tercinta ini?, sebagai
jawabannya, " moderasi beragama kehidupan masyarakat" adalah tema dakwah Alquran yang
akan kami sampaikan Dengan kesempatan ini, dengan berlandaskan pada Alquran surah al-
baqarah ayat 143 :
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, Dengan menyebut nama
Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, " dengan demikian pula kami telah menjadikan
kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi seksi atas manusia dan agar rasul menjadi
menjadi saksi atasmu. Dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblat mu sekarang,
melainkan agar kami mengetahui Siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan
sungguh, itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,
dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi maha
penyayang".

Hadirin Wal hadirat yang kami hormati

Sababun Nuzul atau latar sosial turunnya ayat tersebut masih relevan dengan ayat
sebelumnya yang membicarakan tentang pemindahan kiblat kaum muslim dari Baitul maqdis ke
arah Ka'bah atau mustaqbalal kiblah, Ayat tersebut diturunkan oleh Allah untuk mempertegas
posisi kaum muslim sebagai umatan washathan. Menurut Syekh Usamah Al Rifa'i dalam tafsirul
wajiz lilkitabillahil aziz, halaman 23, kata Washat secara bahasa bermakna pertengahan,
seimbang, dan pilihan. Secara leksikal,dalam pemahaman. Quraish Shihab, dalam tafsir Al
Misbah kata washat dalam bahasa Arab berarti segala yang baik sesuai objeknya. Sesuatu yang
baik di antara dua kutub ekstrem. Contohnya, keberanian di antara ceroboh dan takut,
kedermawanan di antara sifat boros dan kikir, serta kesucian yang berada di antara kedurhakaan
karena hawa nafsu menggebu dan impotensi dari kata kunci Washat berkembang menjadi
Tengah. Menurut Muhammad Hasyim kamalu makna Washat juga berkembang menjadi adil
atau seimbang Karena posisinya di tengah agar berlaku adil. Dalam Konteks beragama istilah
ummatan washathan atau umat yang moderat

Hadirin Yang berbahagia

Firman Allah pada ayat tersebut sebagai landasan etis teologis bahwa umat harus menjadi
ummatan wasathon, umat moderat yang posisinya berada di tengah sehingga mampu dilihat oleh
semua pihak dari segenap penjuru. Posisi Tengah membuat Islam tidak hanyut oleh materi,
namun tidak pula mengantarnya membumbung tinggi ke alam rohani. Posisi Tengah yang
memadukan aspek rohani dan jasmani sebagai individu maupun sosial.
Sebagai individu, muslim wajib menguatkan aqidah Islamiyah. Sebagai Makhluk sosial,
harus menguatkan Ukhuwah insaniyah, ukhuwah diniyah, bahkan ukhuwah Wathoniyah dalam
bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Setuju?

Sejarah membuktikan, ketika umat Islam berkuasa di Madinah Al Munawaroh, Kita bisa
belajar dari sikap moderat Baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau bukan hanya Memimpin
umat Islam, melainkan terdapat kaum Yahudi, Nasrani dan umat lain yang berbeda keyakinan.
Ketika Islam sampai ke Eropa dan memimpin peradaban di sana, ternyata sikap moderat umat
Islam terhadap kaum Kristiani telah memberikan contoh toleransi beragama yang belum dikenal
di Eropa. Mereka lebih memilih berada di bawah kepemimpinan kaum muslim untuk menjaga
jiwa, harta,.dan agama mereka.

Namun sayang hadirin tinta emas kini berubah menjadi tinta kelam karena julukan "
umat Islam sebagai umat moderat di kawasan ASEAN " termasuk negara kita, kini identik
sebagai umat ekstremis, radikalis, bahkan teroris. Padahal paham-paham tersebut bukan
merupakan ajaran Islam yang moderat, melainkan doktrin dari pihak-pihak berkepentingan
secara sosial, politik, dan ekonomi dengan menggunakan isu-isu agama secara berlebihan.
Pemahaman ini dalam istilah agama disebut ghuluw, yaitu sikap berlebihan dalam beragama
sehingga melampaui batas-batasnya. Demikian penjelasan Ibnu Hajar Al Atsqalani, dalam
kitabnya yang masyhur, Fathul Bari, jilid 13 halaman 278.

Padahal dengan tegas Rasulullah SAW mengingatkan :

“Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya
sikap guru telah membinasakan orang-orang sebelum kalian "

Kemudian timbul pertanyaan, Bagaimana solusi menumbuhkan sikap moderat dalam


kehidupan masyarakat menurut Alquran? Sebagai jawabannya Kita Renungkan firman Allah
dalam Alquran surah Al mumtahanah ayat 8 :

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk Dengan menyebut nama
Allah yang lagi maha penyayang

“Allah tidak Melarang kamu untuk berbuat baik dan berperilaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.
Sungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil"
Hadirin yang berbahagia

Firman Allah pada Ayat tersebut merupakan landasan Methodis sikap moderat dalam
beragama. Secara tekstual, ayat tersebut berkenaan dengan kisah Al Asma Putri Abu Bakar As
Siddiq yang didatangi ibunya sayyidatina Qotillah, yang saat itu belum beragama Islam. Al asma
pun bertanya kepada baginda Rasul : " Ya Rasulullah Bolehkah hamba berbuat baik dengan
menerima pemberian Bunda qotilah yang tidak seagama? Rasulullah menjawab" boleh wahai al
asma binti Abu Bakar" sikap Rasulullah ini dibenarkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan
diturunkannya surah Al mumtahanah ayat 8, sebagai diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Hakim
yang bersumber dari Abdullah bin Zubair

Hadirin yang berbahagia

Dengan demikian dalam konteks kebangsaan dengan berbagai kebhinekaan yang ada,
termasuk beda agama, berdasarkan prinsip moderasi beragama, tidak dibenarkan menutup ruang
ukhuwah hanya karena beda rumah ibadah. Tidak dibenarkan menutup ruang kerja sama hanya
Karena beda agama, apalagi hanya beda masalah Sayyidina. Setuju?

Ini saatnya kita, sebagai bangsa, menatap masa depan dengan mau bergandeng tangan.
Mengapa demikian? karena Sikap menutup diri dan tidak bertoleransi hanya akan merugikan
bangsa sendiri. Demikian pula dengan sikap radikal dan tindakan brutal, hanya akan menjadikan
bangsa kita semakin Tertinggal, sebagai contoh kelam ,pada tahun 2018 terjadi sederetan kasus
terorisme dan radikalisme di berbagai wilayah di negeri ini, mulai dari pembunuhan pekerja
jembatan di Papua, Aksi terorisme di mapolda Riau, bom bunuh diri di Surabaya, dan di kota
yang sama terjadi kasus peledakan bom yang menyebabkan 3 gereja hancur lebur yang
menyebabkan puluhan nyawa tak berdosa meninggal dunia, ini jelas, sekali lagi, ini jelas tidak
mencerminkan sikap seorang moderat penebar maslahat, tetapi sikap seorang penjahat pembawa
mafsadat naudzubillah Min dzalik.

Saudara-saudara, Apakah kita rela bangsa besar yang dibangun dengan susah payah,
dengan tetesan keringat, linangan air mata, bahkan cucuran darah para syuhada harus porak
poranda hanya karena sikap egois, jiwa radikalis, dan mental teroris? Tentu tidak! Sepakat?

Oleh karena itu, moderasi beragama merupakan pilihan yang tidak bisa kita hindarkan
untuk mengubah wajah Islam yang radikal dengan sikap fanatik, intoleransi, dan eksklusif serta
mengembalikannya sebagai wajah Islam sebagai agama perdamaian, jam berapa keselamatan,
dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Di sinilah pembuktian umat Islam bangsa Indonesia
sebagai ummatan washathon, umat yang moderat di tengah kehidupan masyarakat harus terus
kita perjuangkan. Setuju?

Menurut Prof. Quraish Shihab, setidaknya ada tiga syarat agar moderasi beragama dalam
kehidupan bangsa bisa tercipta. Pertama, adanya pengetahuan dalam diri kita. Tanpa
pengetahuan, kita tidak bisa melakukan moderasi agama dalam kehidupan bangsa dan negara.
Kedua, kemampuan mengendalikan emosi, identitas beragama tidak harus membuat kita jemawa
dan mencela agama lain, ketiga, memiliki kehati-hatian dalam beragama. Jangan sampai
semangat beragama justru membawa kita pada kecelakaan dan memecah belah persatuan.

Moderasi beragama identik dengan semangat dialog (Al hiwar) tanpa mengedepankan
tendensi, moderasi syarat dengan spirit untuk saling berbagi (at tasamuh) , dan moderasi
menerapkan prinsip Harmoni ( ta'ayus), menuju kehidupan yang aman, tentram, serta damai.
Demikian penjelasan Abdul Jamil Wahab, dalam buku Islam radikal dan moderat.

Jika sikap ini ditumbuhkan, moderasi beragama di tengah kehidupan masyarakat bukan
hanya impian, melainkan kenyataan. Sebagai aktualisasi keimanan dan kesalehan yang akan
dibalas oleh Allah berupa pahala dan ampunan, sebagaimana terangkai indah dalam Alquran
surah al-maidah ayat 9 :

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

“Allah telah menjanjikan bagi insan-insan yang beriman dan beramal sholeh bagi mereka
ampunan dan pahala yang melimpah ruah “

Maha Benar Allah dengan segala firmannya.

Hadirin yang berbahagia

Dengan berakhirnya lantunan kalam Ilahi tersebut dapat kami simpulkan bahwa
Indonesia memiliki kebhinekaan yang sangat tinggi. Beraneka suku, berlainan bahasa, bahkan
berbeda agama. Jika saling menutup diri dan tidak bertoleransi, akan menimbulkan disintegrasi.
Namun, di surgajika saling berkomunikasi dan bertoleransi sebagai implementasi sikap moderasi
dalam beragama, segala perbedaan yang ada bisa menjadi modal utama untuk membangun
bangsa. Aamiin ya robbal alamin. Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf atas khilaf
dan kekurangan.

Anda mungkin juga menyukai