Pengangkuran tiang pondasi prategang yang diasumsikan terkekang rotasi pada pile cap
untuk struktur bangunan yang diassign sebagai KDS D hingga F pada dasarnya diatur
dalam SNI 1726-2012 Pasal 7.13.6 (lihat kutipan dibawah ini).
Berdasarkan butir 2 pada pasal 7.13.6.5 di atas disebutkan bahwa untuk kasus tiang yang
terkekang rotasi (kondisi fixed head), pengangkuran tiang pada pile cap boleh didesain
dengan salah satu dari dua pendekatan berikut, yaitu:
a. Pengangkuran tiang didesain agar mampu menahan gaya aksial, geser dan momen
yang dihasilkan dari pengaruh beban gempa termasuk faktor kuat lebih, atau
b. Pengangkuran tiang didesain berdasarkan kuat nominal aksial, lentur dan geser
tiang.
Praktek di TABG DKI saat ini lebih sering mengacu pada pendekatan a, yaitu
menggunakan gaya dalam yang dihasilkan dari kombinasi beban gempa dengan faktor
kuat lebih. Sehubungan dengan hal ini, timbul pertanyaan bagaimana cara pengangkuran
tiang pancang prategang pratarik agar memenuhi ketentuan Pasal 7.13.6.5 diatas. Perlu
dicatat bahwa pada sistem prategang pratarik, strand prategang di ujung-ujung tiang
bersifat inactive atau untensioned (tanpa tegangan), sehingga kapasitas momen dan
geser tiang dipenampang ujung tiang (free end) pada dasarnya lebih rendah dibandingkan
dengan kapasitas momen dan geser dibagian penampang tiang yang berada jauh dari
ujung (yaitu di lokasi dimana strand prategang sudah dapat mengembangkan
tegangannya hingga mencapai tegangan ultimitnya (fps)). Gambar 2 dibawah ini
memperlihatkan variasi tegangan baja sebagai fungsi jarak dari ujung bebas strand. Butuh
jarak yang cukup jauh untuk mengembangkan kekuatan ultimit strand bila diukur dari
ujung bebas strand. Bila tegangan efektif prategang 1000 MPa dan tegangan saat ultimit
1700 MPa, maka berdasarkan gambar dibawah ini butuh panjang penyaluran hingga 150 x
diameter strand. Artinya, kapasitas momen maksimum penampang tiang prategang
pratarik hanya dapat dimobilisir pada jarak minimum 150 x diameter strand dari ujung
bebas.
Saat bagian ujung tiang pancang dipotong/dibobok pada cut-off level, strand prategang
yang terbuka otomatis menjadi inactive atau untensioned (Gambar 3). Menjadi pertanyaan
apakah strand inactive/untensioned yang terbuka tersebut (dan dalam kondisi baik) dapat
dimanfaatkan sebagai bagian dari sistem pengangkuran tiang pancang pada pile cap. Bila
iya, berapa panjang embedment minimum strand yang harus ditanam di dalam pile cap
dan berapa tegangan maksimum yang diijinkan pada strand tersebut? Apakah tegangan
maksimum yang diijinkan boleh memanfaatkan sepenuhnya kuat leleh strand (yaitu
sekitar 85-90% fpu, dimana fpu = 1860 MPa)?
PCI 1983 (Recommended Practice for Design, Manufacture and Installation of Prestressed
Concrete Piling) memberikan suatu guideline terkait besarnya panjang penanaman strand
inactive atau untensioned ke dalam pile cap (lihat kutipan pada Gambar 4).
Gambar 6. SNI 2847 Pasal 9.4: Pembatasan Kuat Leleh Baja Tulangan Konvensional
Berdasarkan ketentuan diatas, bila fs ditetapkan 550 MPa (80 ksi), maka panjang
penanaman yang dibutuhkan adalah:
Berdasarkan ketentuan PCI 1983 diatas, diijinkan untuk membuat lubang pada kepala
tiang untuk mengakomodasi dowels atau rebars tambahan yang diperlukan untuk
menahan gaya-gaya dalam yang bekerja di ujung tiang. SNI 2847-2013 Pasal 21.12.4.3
memberikan batasan kekuatan minimum sistem batang tulangan yang digrouting atau
dipasang sesudahnya (post-installed rebars) pada ujung atas tiang pondasi (Gambar 8).
Gambar 8. Ketentuan SNI 2847-2013 terkait Post-Installed Rebars pada Ujung Atas Tiang Pondasi
Pada tiang pancang tipe spun pile (berongga), baja tulangan atau rebars tambahan
tersebut dapat dimasukkan kedalam rongga yang ada, dengan jumlah dan panjang
penanaman sesuai kebutuhan agar penampang diujung tiang mampu menahan gaya-gaya
dalam yang bekerja. Rongga yang diberi rebars tambahan tersebut kemudian diisi dengan
beton. Panjang penanaman rebars kedalam spun pile haruslah sedemikian rupa sehingga
rebars tambahan tersebut mampu mengembangkan paling sedikit 1,25 fy batang tulangan
yang ditanam (lihat ketentuan SNI 2847 di atas).
Gambar 9 di bawah ini memperlihatkan contoh perlakuan di kepala tiang agar memenuhi
ketentuan SNI 1726 Pasal 7.13.6.5. Perlu dicatat bahwa pada tulangan tambahan tersebut
harus diberi kekangan yang memadai sesuai ketentuan SNI 1726 dan SNI 2847.
Kesimpulan:
1. Catatan ini membahas perlakuan yang kemungkinan harus ditambahkan pada tiang
pancang yang diasumsikan terkekang rotasi didaerah pertemuan antara tiang
pancang dan pile cap.
2. Strand prategang yang terbuka saat dilakukan cutting off di bagian atas tiang
pancang dapat dimanfaatkan sebagai tulangan pengangkuran tiang pancang ke
dalam pile cap selama strand tersebut masih utuh dan tidak terpotong.
4. Bilamana kapasitas momen, aksial atau geser di ujung tiang belum memadai akibat
pembatasan kuat leleh strand inactive atau berkurangnya jumlah strand akibat ada
yang putus saat proses cutting off maka dapat ditambahkan tulangan rebars
(berupa post-installed atau pre-installed rebars atau rebars yang ditanam di dalam
rongga spun pile) di ujung atas tiang pondasi yang akan ditanam di dalam pile cap.
5. Kekuatan sistem grouting atau beton yang digunakan untuk post installed rebars
(termasuk kedalaman penanaman rebars tersebut) haruslah paling sedikit dapat
menghasilkan kuat tarik minimum sebesar 1,25 fy batang baja tulangan
konvensional yang ditanam tersebut.
6. Karena di dalam pelaksanaan pembobokan bagian atas tiang (proses cutting off)
seringkali sulit untuk menjaga agar strand yang terbuka tidak putus, maka
direkomendasikan agar strand yang terbuka tersebut tidak diperhitungkan dalam
penentuan kapasitas momen penampang tiang pancang di pertemuaannya dengan
pile cap. Dalam hal ini, kapasitas momen tiang pancang tersebut akan sepenuhnya
ditahan oleh tulangan baja konvensional yang akan ditambahkan.