Anda di halaman 1dari 3

RANGKUMAN

BUKU PROYEK BELAJAR KARAKTER


“BAB 1”

Disusun Oleh :
Rezky Juniarsih Nur
2208167

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCARJANA PENDIDIKAN SOSIOLOGI
Rangkuman BAB 1

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945) adalah Negara yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa. Negara demokratis, Negara kesejahteraan, Negarayang menjunjung tinggi
HAM, dan Negara dasar Undang-Undang. Maknanya adalah masyarakat dan bangsa dengan
kehidupan yang maju, wujud Negara Pancasila, yang tertuang dalam konstitusinya. Pada saat
proklamasi kemerdekaan, bahwa negara harus menyelenggarakan pembangunan amat strategis,
karena pendidikan memainkan peranan paling penting dalam mewujudkan misi mencerdaskan
kehid upan bangsa.
Upaya-upaya yang telah dilakukan itu belum mampu mengubah kapasitas dan perilaku
guru dalam pembangunan pendidikan nasional yang unggul dan bermutu sebagaimana. Dalam
empat dasawarsa terakhir, banyak upaya adalah (1) peningkatan anggaran pendidikan minimal
20% dari APBN/APBD; (2) sertifikasi profesi guru dan tenaga kependidikan; (3) perubahan
kurikulum sekolah; (4) pengembangan pendidikan karakter; (5) reformasi birokrasi; (6)
perluasan kesempatan pendidikan; Persoalannya adalah upaya-upaya tersebut hingga kini belum
mampu mengubah kapasitas dan perilaku guru dan pengelola pendidikan sebagaimana
diharapkan dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan yang unggul dan bermutu.
Ketiga isu kebijakan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Suryadi & Budimansyah,
2017) yaitu: (1) pewujudan layanan pendidikan yangberkeadilan; (2) peningkatan relevansi
pendiedikan dengan kebutuhan pembangunan; dan (3) pend idikan nasional yang unggul dan
bermutu dalam era persaingan global. Pertama, layanan pendidikan yang berkeadilan
tampaknya tidak menjadi priotitas, perhatian Pemerintah. Kebijakan perluasan akses cenderung
lebih didorong oleh tujuan untuk memperbanyak jumlah siswa agar dapat menunjukkan pada
dunia bahwa Indonesia telah berhasil dibandingkan dengan negara berkembang lain yang masih
tertinggal. Kedua Pengangguran terdidik menunjukkan bahwa jumlah lulusan, masyarakat dan
lapangan kerja yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Mereka bukan hanya belum mampu
berkontribusi bagi, tetapi sebaliknya justru menjadi beban yang harus ditanggung oleh,
pertumbuhan dan perbangunan. Pendidikan nasional masih menghadapi tantangan besar. Hingga
saat ini masih ada anggapan dan keyakinan yang bisa menyesatkan bahwa konsep supremacy
seolah lebih penting ketimbang konsep capacity. Di satu pihak, keunggulan bangsa berdasarkan
konsep supremasi lebih diartikan dengan konsep kejuaraan (championship) atau kemampuan
tertinggi seseorang dalam suatu bidang tertentu yang diperlombakan antarnegara, seperti
olimpiade matematika, sains, olahraga, dan sebagainya. Keunggulan bangsa yang diperhitungkan
oleh kejuaraan (championship) yang bisa menyesatkan bahwakonsep supremacy seolah lebih
penting ketimbang konsep capacity.
Mengukur kemampuan rata-rata peserta didik dalam menguasai matematika, sains, atau
reading ability melalui PISAatau TIMSS yang dapat digunakan sebagai sarana untuk
memprediksi kapasitas atau keunggulan sebuah bangsa dalam persaingan global maupun
prediksinya pada masa yang akan datang. Dalam kenyataan kejuaraan Olimpiade justru telah
menyedot perhatian dan anggaran yang tidak kecil, ketimbang menetapkan prioritas pada
penguatan dan peningkatan mutu Lembaga PendidikanTenaga Keguruan (LPTK) agar
menghasilkan guru yang bermutu profesional dan mampu meningkatkan capacity bangsa dalam
menguasai iptek.
Dalam hal ini, Indonesia masih menghadapi tantangan besar karena kemampuan anak
Indonesia dalam penguasaan matematika, sains, kemampuan membaca cepat, bahkan
penguasaan ilmu sosial termasuk civic education masih rendah seperti yang ditunjukan oleh
hasil-hasil berbagai studi pemeringkatan antar-negara. Gejala-gejala tersebut menunjukkan
bahwa kebijakan pendidikan nasional sampai saat ini masih terkendala oleh "kekeliruan" dalam
pemahaman terhadap konsep kebijakan pendidikan nasional, dimanakonsep supremacy seolah
lebih penting ketimbang konsep capacity (keunggulan). Dalam konteks Indonesia, makna bangsa
yang unggul adalah bukan hanya yang memiliki kemampuan menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni akan tetapi bangsa yang memiliki karakter yang terpuji, baik dalam
kapasitasnya sebagai insan Tuhan, insan sosial, maupun sebagai insan politik.

Anda mungkin juga menyukai