Anda di halaman 1dari 10

Elementary School

1. Students cannot choose their course structure


2. Remain in a single classroom
3. One teacher for the entire school day
4. Education is hardly standardized
5. Student learns basic algebra, grammar and spelling, and a year of state, national and world history.
6. Teaching of science varies greatly - one of the most undertaught subjects,
7. Most teachers only have a degree in English or education

Middle School

1. Students enroll in class schedules


2. Classes from several teachers
3. Classes include science, mathematics, english, social science courses, interspersed with a reading and/or
technology class.
4. PE is compulsory from kindergarten to 9th grade.
5. Electives are generally limited to only one or two classes.

High School

1. Students have more control


2. Can choose their core classes.
3. Most students take a broad variety of classes
4. Curriculum varies widely in quality and rigidity
5. Students take one or more standardized tests
- based on postsecondary education preferences
- and local graduation requirements
6. The SAT and ACT are the most common

EDUCATION POLICY USA INDONESIA


Politic Education
Educational Goals
Education Mangement
Education Funding
Education Issues
Education Reform
KEBIJAKAN PENDIDIKAN INDONESIA
1. POLITIK PENDIDIKAN

Politik pendidikan di Indonesia tampaknya telah bergeser dari sentralisasi menjadi desentralisasi.
Tindakan intervensi negara di bidang pendidikan sangat luas, sangat kental, dan sangat vulgar. Situasi mencapai
puncaknya ketika Daoed Joesop menjabat sebagai menteri pendidikan. Saat itu, tidak ada kebebasan di sekolah
dan perguruan tinggi. Bahkan berbeda pendapat pun tidak mungkin. Sekolah dan kampus seperti kelas besar
untuk mengindoktrinasi ideologi pemerintah (bukan ideologi negara) yang tidak menginginkan kritik terbuka.
Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga mata pelajaran politik menjadi sangat penting. Mata pelajaran
Pancasila, Sejarah, Kewirausahaan bahkan agama dirancang untuk mengentalkan campur tangan negara dalam
pikiran, pemikiran, dan sikap warga negaranya.

Seiring dengan tumbangnya rezim 'orde baru' yang mengintervensi, yang ditumbangkan oleh gerakan
reformasi kemasyarakatan secara total yang dipimpin oleh mahasiswa dan kaum terpelajar, muncullah era yang
penuh semangat untuk mereduksi peran dan campur tangan pemerintah pusat dalam menghadapi berbagai
masalah kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan. . Inspirasi pertama datang dari diundangkannya otonomi
daerah yang reformis yaitu UU No.22 Tahun 1999. Dikatakan reformis karena sebelumnya sudah ada undang-
undang otonomi daerah, tetapi tidak memiliki semangat reformasi dan hanya merupakan formalitas, yaitu
Undang-undang No.5 Tahun 1975. Undang-undang Otonomi Daerah baru menginspirasi perumusan kebijakan
pendidikan yang bersifat desentralisasi.

Dalam bukunya yang berjudul 'Memperbaiki Pendidikan Nasional' (Tilaar, 2005) menyatakan bahwa
Desentralisasi pendidikan di Indonesia bukan sekedar keinginan dan kehendak tetapi sudah menjadi kebutuhan.
Setelah gerakan reformasi politik dicanangkan pada tahun 1998, bangsa Indonesia ke depan harus bangkit
menjadi bangsa yang kokoh dan bermartabat, artinya sektor pendidikan harus ditempatkan pada posisi yang
penting dan mendesak. Sehubungan dengan urgensi bidang pendidikan, maka reformasi pendidikan harus
dilakukan dari sentralisasi ke desentralisasi. 3 hal yang dapat menjelaskan urgensi Desentralisasi pendidikan di
Indonesia, yaitu:

a) Untuk pengembangan masyarakat demokratis.

b) Untuk pengembangan modal sosial.

c. Meningkatkan daya saing bangsa.

Selanjutnya uraian tentang politik pendidikan di Indonesia dapat diikuti dengan kutipan 'penganjur tanggul yang
disistematisasikan sebagai berikut:

Memasuki awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tiga tantangan besar. Tantangan
pertama, akibat krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk mempertahankan hasil pembangunan
pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global, pendidikan dituntut untuk menyiapkan
sumber daya manusia yang kompeten untuk bersaing di pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian terhadap sistem pendidikan nasional agar dapat
mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman kebutuhan/kondisi daerah
dan peserta didik, dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Saat ini, pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa masalah yang signifikan:

1) Masih rendahnya pemerataan dalam memperoleh pendidikan.

2) Mutu dan relevansi pendidikan masih rendah.


3) Manajemen pendidikan masih lemah dan belum mewujudkan kemandirian dan keunggulan iptek di kalangan
sivitas akademika. Ketimpangan distribusi pendidikan juga terjadi antar wilayah geografis, yaitu antara
perkotaan dan perdesaan, antara Indonesia bagian timur (KTI) dan Indonesia bagian barat (KBI), dan antara
tingkat pendapatan penduduk atau antar jenis kelamin.

Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal ini antara lain tercermin dari hasil
kajian kemampuan membaca untuk sekolah dasar (SD) yang dilakukan oleh organisasi International Educational
Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa sekolah dasar di Indonesia berada pada peringkat 38 dari 39
negara peserta studi. . Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SLTP), pelajaran kemampuan
matematika siswa SMP di Indonesia hanya menempati urutan ke-39 dari 42 negara, dan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) hanya menempati urutan ke-40 dari 42 negara peserta. (Klingemann, Hofferbert, Budge, & Jatmika, 2000)
Pengelolaan pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistik sehingga tidak mendorong
demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan (Peters & Van Nispen, 1998). Sentralisasi
pengelolaan pendidikan telah menyebabkan penyeragaman kebijakan yang tidak dapat mengakomodir
perbedaan keragaman/kepentingan daerah/sekolah/siswa, menutup partisipasi masyarakat dalam proses
pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan kebocoran alokasi anggaran pendidikan.

Sementara itu, sebaran sumber daya manusia penelitian yang beragam jenis dan tingkatannya belum
sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, masih kurangnya budaya berpikir kritis,
pemberian Hak Cipta Karya (HAKI) yang belum memadai, belum berjalannya sistem kelembagaan dan perangkat
hukum, serta sertifikasi profesi keilmuan. Permasalahan tersebut akan diatasi dengan melaksanakan berbagai
program pembangunan yang mengacu pada arah kebijakan pendidikan yang diamanatkan GBHN 1999-2004.

Visi Pendidikan Nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang
damai, demokratis, bermoral, terampil, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam lingkungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, berbakti, berakhlak
mulia, cinta tanah air, berlandaskan hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi.

Misi Pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan visi pendidikan, pemuda, dan olahraga nasional,
ditetapkan misi yang menjadi sasaran pembangunan pendidikan, pemuda, dan olahraga nasional, yaitu sebagai
berikut:

1) Mewujudkan iklim dan sistem pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas untuk
mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin,
bertanggung jawab, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang personal, dinamis, kreatif, dan tahan terhadap pengaruh
globalisasi.

3) Meningkatkan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas
iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan, serta terjalinnya persaudaraan antar umat
beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun, dan damai.

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing,
berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan dalam memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi
nasional, pengusaha kecil, menengah, dan koperasi.
2. Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia

Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat
Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas dengan peningkatan anggaran pendidikan yang
signifikan

2) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan agar
tenaga pendidik dapat berfungsi secara optimal, khususnya dalam meningkatkan pendidikan budi pekerti dan budi
pekerti sehingga dapat mengembalikan kewibawaan lembaga dan tenaga kependidikan;

3) Pembenahan sistem pendidikan, termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani
keragaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan daerah yang sesuai dengan kepentingan
daerah, dan diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.

4) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat penanaman nilai, sikap, dan
kemampuan serta meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai.

5) Mereformasi dan memperkuat sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan
manajemen.

6) Meningkatkan mutu lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dan Pemerintah untuk mewujudkan
sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui
berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai hak atas dukungan dan perlindungan yang sesuai terhadap potensi mereka.

8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi
bangsa di dunia usaha, usaha minimal, menengah, dan koperasi untuk meningkatkan daya saing produk berbasis
sumber daya lokal.

3. Program Pengembangan Pendidikan Indonesia

A. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

Program pengembangan pendidikan dasar dan prasekolah bertujuan untuk:

1) Memperluas jangkauan dan daya tampung SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), SLTP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),
serta lembaga pendidikan prasekolah untuk menjangkau anak-anak dari seluruh lapisan masyarakat.

2) Meningkatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok masyarakat kurang mampu,
termasuk yang tinggal di daerah terpencil dan kumuh perkotaan, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak-anak
cacat.

3) Meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan prasekolah dengan kualitas yang memadai.
4) Manajemen penyelenggaraan pendidikan dasar dan prasekolah berbasis sekolah/masyarakat.

Sasaran yang ingin dicapai program pengembangan pendidikan dasar dan prasekolah hingga akhir tahun 2004 adalah:

1) Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD, MI, dan SLTP-MTs.

2) Terwujudnya organisasi sekolah di setiap kabupaten/kota yang lebih demokratis, transparan, efisien, akuntabel, dan
mendorong partisipasi masyarakat.

3) Terwujudnya manajemen pendidikan berbasis sekolah/masyarakat dengan memperkenalkan konsep dan memelopori
pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten/kota dan pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di
seluruh SD dan MI, dan SLTP MTs.

Kegiatan pokok dalam mengupayakan pemerataan pendidikan dasar adalah:

1) Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di SD dan MI serta mengembangkan dan meningkatkan sarana dan
prasarana di SLTP dan MTs, termasuk sarana olahraga.

2) Memberikan subsidi pendidikan kepada sekolah swasta untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan
memberikan layanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas.

3) Menyelenggarakan layanan pendidikan alternatif, khususnya bagi masyarakat kurang mampu (miskin, perantau,
terasing, terasing, minoritas, dan di daerah bermasalah, termasuk anak jalanan), seperti satu guru SD dan MI kecil,
sistem guru/tutorial berkunjung, SD Pamong, SD-MI terintegrasi, kelas jarak jauh, serta SLTP-MTs terbuka.

4) Melaksanakan revitalisasi dan regrouping sekolah khususnya sekolah dasar untuk mencapai efisiensi dan efektifitas
sekolah yang didukung oleh fasilitas yang memadai.

5) Memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu dengan mempertimbangkan siswa
perempuan secara proporsional.

6) Pemerataan jangkauan pendidikan prasekolah melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam penyediaan
lembaga penitipan anak, kelompok bermain, dan taman kanak-kanak yang berkualitas, serta pemberian fasilitas,
bantuan, dan penghargaan dari Pemerintah.

Kegiatan utama untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan prasekolah adalah:

1) Meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan profesional guru serta tenaga kependidikan lainnya untuk
meningkatkan mutu, citra, prestise, martabat, dan keberhargaan.

2) Merumuskan kurikulum berdasarkan kompetensi esensial, sesuai kebutuhan dan potensi pembangunan daerah,
mampu meningkatkan kreativitas guru, inklusif dan tidak bias gender, sesuai kapasitas dan kemampuan peserta didik,
mendukung peningkatan penguasaan ilmu-ilmu dasar serta iman, taqwa, dan kepribadian akhlak mulia.

3) Meningkatkan penyediaan, penggunaan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan: buku pelajaran
pengantar, buku bacaan, alat pendidikan IPS, sains dan matematika, perpustakaan, laboratorium, dan ruang lain yang
diperlukan.
4) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar melalui pemetaan mutu sekolah, penilaian proses dan
hasil pembelajaran secara bertahap dan berkesinambungan, serta pengembangan sistem penilaian dan alat ukur
pendidikan yang lebih efektif untuk meningkatkan pengendalian dan mutu pendidikan.

5) Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja kelembagaan sehingga peran dan tanggung jawab sekolah,
pemerintah daerah, termasuk lembaga legislatif, dan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan semakin
mendasar.

Kegiatan utama untuk meningkatkan pengelolaan pendidikan dasar dan prasekolah adalah:

1) Melaksanakan Desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap, bijaksana, dan profesional, termasuk meningkatkan
peran Komite Sekolah dengan mendorong daerah untuk melaksanakan rintisan pelaksanaan konsep pembentukan
Dewan Sekolah.

2) Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan berbasis manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.

3) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber
daya dan dana.

4) Mengembangkan sistem insentif yang mendorong persaingan yang sehat antara lembaga dan personel sekolah untuk
mencapai tujuan pendidikan.

5) Pemberdayaan personil dan kelembagaan antara lain melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga
profesional. Program pemberdayaan ini perlu diikuti dengan monitoring dan evaluasi secara bertahap dan intensif agar
kinerja sekolah dapat bertahan mengikuti standar mutu pendidikan yang telah ditetapkan.

6) Meninjau ulang semua produk hukum di bidang pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan
perkembangan pendidikan.

7) Merintis pembentukan lembaga akreditasi dan sertifikasi pendidik di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga
kependidikan secara mandiri.

b. Program Pendidikan Menengah

Program pengembangan pendidikan menengah yang meliputi Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA) ditujukan untuk:

Memperluas jangkauan dan kapasitas SMU, SMK, dan MA bagi seluruh masyarakat.

Meningkatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok masyarakat kurang mampu,
termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan kumuh perkotaan, daerah bermasalah dan miskin, serta anak-
anak cacat.

1. Meningkatkan mutu pendidikan menengah sebagai dasar bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan memenuhi kebutuhan dunia kerja.
2. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan yang tersedia.
3. Meningkatkan pemerataan pembiayaan dengan dana masyarakat.
4. Meningkatkan efektivitas pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah
5. Meningkatkan kinerja personel dan lembaga pendidikan.
6. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mendukung program pendidikan.
7. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.

Sasaran yang ingin dicapai program pengembangan pendidikan menengah hingga akhir tahun 2004 adalah:

1) Peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMU, SMK, dan MA.

2) Peningkatan daya tampung, termasuk lulusan SLTP dan MTs, dihasilkan dari penyelesaian Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun sebanyak 5,6 juta siswa.

3) Mewujudkan organisasi sekolah di setiap kabupaten/kota yang lebih demokratis, transparan, efisien, akuntabel, dan
mendorong partisipasi masyarakat.

4) Terwujudnya manajemen pendidikan berbasis sekolah/masyarakat (school/community based management) dengan


memperkenalkan konsep dan memelopori pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten/kota dan pemberdayaan
atau pembentukan Komite Sekolah di setiap sekolah.

Kegiatan utama untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah adalah:

1) Meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan profesional guru dan tenaga kependidikan lainnya antara lain melalui
pemberian akreditasi dan sertifikasi pendidik bidang tertentu yang ditinjau dan dievaluasi secara berkala, serta
penyempurnaan sistem penilaian kredit untuk peningkatan karir guru.

2) Menyusun kurikulum berbasis kompetensi esensial yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi pembangunan daerah,
mampu meningkatkan kreativitas guru, inklusif dan tidak bias gender sesuai dengan kemampuan peserta didik, serta
menekankan perlunya peningkatan iman dan taqwa, wawasan kebangsaan, jasmani kesehatan, akhlak kepribadian yang
luhur, etos kerja, memahami hak dan kewajiban, serta meningkatkan penguasaan ilmu-ilmu dasar (matematika, iptek,
bahasa dan sastra, ilmu sosial, dan bahasa inggris).

3) Meningkatkan standar mutu nasional secara bertahap agar lulusan pendidikan menengah dapat bersaing dengan
lulusan pendidikan menengah di negara lain.

4) Menerapkan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja.

5) Mengembangkan kompetisi karya ilmiah dan sejenisnya yang disesuaikan dengan standar yang digunakan dalam
pendidikan internasional.

6) Mendekati dunia usaha dan industri untuk bekerjasama dengan sekolah menengah, utamanya pendidikan menengah
kejuruan, untuk mengembangkan, mengembangkan materi pelajaran, melaksanakan kegiatan, dan menilai program
pengajaran.

7) Mengembangkan program keterampilan/kejuruan di SMA dan MA mengikuti lingkungan setempat atau tuntutan
dunia kerja setempat. Lulusan SMA dan MA yang tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
dapat bersaing dalam memasuki dunia kerja.

8) Secara bertahap meningkatkan pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan,
termasuk buku dan alat peraga, perpustakaan, dan laboratorium untuk sekolah negeri dan swasta.
9) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar melalui pemetaan mutu sekolah, penilaian proses dan
hasil pembelajaran secara bertahap dan berkesinambungan, serta pengembangan sistem penilaian dan alat ukur
pendidikan yang lebih efektif untuk meningkatkan pengendalian dan mutu pendidikan.

10) Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja kelembagaan dan pengelolaan sumber pendanaan sehingga
peran dan tanggung jawab sekolah, pemerintah daerah.

c. Program Pendidikan Tinggi

Program pembangunan nasional pendidikan tinggi bertujuan untuk:

1) Menyelenggarakan sistem pendidikan tinggi.

2) Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan tinggi dengan dunia kerja.

3) Meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, terutama bagi siswa
berprestasi yang berasal dari keluarga kurang mampu.

d. Program Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah

Program pengembangan pendidikan luar sekolah (PLS) ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang tidak atau belum berkesempatan memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan
dan keterampilan, potensi diri, serta dapat mengembangkan usaha produktif untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka. Selain itu, program PLS diarahkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan usaha profesional
sehingga warga belajar dapat menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan anggota keluarganya.

Sasaran program PLS adalah warga atau warga belajar yang tidak atau belum sempat mengenyam pendidikan formal,
yang meliputi:

1) Penduduk yang masih buta huruf dalam bahasa latin, angka, dan bahasa Indonesia.

2) Warga belajar yang belum menyelesaikan wajib belajar 9 tahun.

3) Pemberdayaan tempat/sanggar untuk pusat kegiatan belajar masyarakat.

e. Program Sinkronisasi dan Koordinasi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasan program pendidikan baik antar jenjang, jalur, jenis, dan wilayah. Tujuannya untuk mewujudkan sinkronisasi
dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program pengembangan pendidikan
antarjenjang, jalur, jenis, dan wilayah.

Kegiatan utamanya adalah:


1) Melakukan kajian akademik, merumuskan, dan mewujudkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
pendidikan nasional yang mendukung sinkronisasi dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
pendidikan antarjenjang, jalur, dan jenis, serta antardaerah.

2) Mengembangkan dan melaksanakan sistem kelembagaan yang mendukung sinkronisasi dan koordinasi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan pembangunan pendidikan antarjenjang, jalur dan jenis, serta wilayah.

3) Menilai atau mengukur keberhasilan pembangunan pendidikan nasional.

4) Standarisasi sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses belajar mengajar yang berkualitas.

5) Mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi dan pendataan untuk semua lini, jenis, tingkatan, dan wilayah.

6) Melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan pendidikan nasional.

7) Menjalin kerjasama pendidikan dengan berbagai institusi baik di dalam maupun di luar negeri.

f. Program Penelitian dan Pengembangan

1) Meningkatkan kualitas hasil penelitian.

2) Meningkatkan kualitas penelitian.

3) Meningkatkan kompetensi lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) publik yang sejalan dengan kebutuhan
dunia usaha dan masyarakat serta percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4) Membangun iklim yang kondusif bagi pembentukan sumber daya Litbang.

Sasaran yang ingin dicapai adalah memanfaatkan iptek sesuai dengan nilai-nilai agama bangsa dan budaya luhur untuk
memecahkan berbagai masalah pembangunan.

g. Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan teknis lembaga Litbang, Metrologi, Standardisasi,
Pengujian, dan Mutu (MSTQ) yang ditekankan untuk mendukung daya saing dunia usaha dan mendorong
terselenggaranya Litbang di dalam dan oleh dunia usaha.

Sasarannya adalah meningkatkan kemandirian layanan teknologi dan keunggulan inovasi teknologi anak bangsa untuk
meningkatkan daya saing dunia usaha dan masyarakat.

4. Manajemen Pendidikan di Indonesia

Penyelenggaraan dan pengelolaan (birokrasi) pendidikan di Indonesia tidak berbeda dengan penyelenggaraan
dan pengelolaan sektor lain yang berbentuk jurusan. Secara nasional, permasalahan di bidang pendidikan ditangani oleh
suatu badan berbentuk departemen yang telah beberapa kali berganti nama. Perubahan terakhir bernama
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL.
Untuk saat ini, struktur organisasinya adalah sebagai berikut. Pada tingkat daerah (provinsi), koordinasi urusan
pendidikan ditangani oleh suatu badan yang disebut DINAS PENDIDIKAN PROVINSI yang diketuai oleh depan. Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi diangkat oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD provinsi. Departemen ini dipimpin oleh
presiden yang langsung menunjuk seorang presiden.

Sedangkan pada tingkat Kabupaten/Kota, koordinasi urusan pendidikan ditangani oleh DINAS PENDIDIKAN
KABUPATEN/KOTA. Sama halnya dengan Dinas Provinsi, Dinas ini menuju ke depan. Bedanya, Kepala Dinas di tingkat
kabupaten/kota diangkat oleh Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan
demokratis. Yang dilakukan secara transparan adalah Komite Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui
secara luas oleh masyarakat mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan,
kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses seleksi, dan penyampaian hasil
pemilihan. Yang dilakukan secara akuntabel adalah panitia persiapan harus menyampaikan laporan
pertanggungjawaban atas kinerjanya dan penggunaan dana panitia. Dilakukan secara demokratis. Proses pemilihan
anggota dan kepengurusan dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Jika dianggap perlu, anggota dan pengurus
dapat dipilih melalui pemungutan suara.

5. Pendanaan Pendidikan di Indonesia

Dibandingkan dengan AS, sumber pendanaan pendidikan di Indonesia berasal dari beberapa sumber anggaran.
Itu berasal dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota. Sumber pendanaan dari APBN pada umumnya
dialokasikan untuk semua kegiatan pendidikan, mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi.

Sumber dana dari APBD dialokasikan untuk penyelenggaraan pendidikan di provinsi. Sumber dari APBN juga
diperuntukkan bagi penyelenggaraan pendidikan nasional. Sedangkan sumber pendanaan dari APBN Provinsi umumnya
dialokasikan untuk pendidikan dasar dan menengah. Hanya sebagian kecil yang dialokasikan untuk mendukung kegiatan
di tingkat perguruan tinggi. Sumber dana dari APBD Kabupaten/Kota seluruhnya untuk mendukung penyelenggaraan
pendidikan di daerah. Ini mengikuti semangat Desentralisasi.

Sejak diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan, alokasi anggaran pendidikan baik dalam APBN
maupun APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sesuai amanat undang-
undang, anggaran pendidikan harus terus ditingkatkan hingga mencapai minimal 20% dari total APBN atau belanja
APBD.

Anda mungkin juga menyukai