Anda di halaman 1dari 3

UCP 2_HAGRA_RIZKIA ALMIRA FADILLA_20210610317

1. a. Menurut saya kebijakan landreform Indonesia belum mencapai hasil yang maksimal
karena kekurangberhasilan pelaksanaan UUPA terutama program landreform terkait
dengan kebijakan makro pembangunan pemerintah orde baru yang menempatkan tanah
hanya sebagai investasi dan spekulasi, tidak lagi sebagai factor produksi. Kejatuhan rezim
orde baru dengan ditandain munculnya masa reformasi di Indonesia.
b. Menurut saya kebijakan tata guna tanah belum mencapai hasil yang maksimal karena
mengalami kegagalan pengendalian ahli fungsi tanah pertanian menjadi nonpertanian
dalam perspektif penatagunaan tanah di Indonesia.
c. Menurut saya kebijakan pengadaan tanah belum mencapai hasil yang maksimal karena
sering timbulnya permasalahan peralihan lahan pada masyarakat.
d. Menurut saya kebijakan land tenure belum dilaksanakan secara maksimal karena dilihat
dari pembangunan kebun sawit yang berskala besar dilakukan pemerintah terus berjalan
dan diduga dapat mengubah tutupan lahan hutan, selain itu masalah tumpeng tindih
penguasaan lahan dalam Kawasan hutan juga masih belum dapat diselesaikan dengan baik
dan belum siapnya penanganan dalam aspek perubahan iklim atau pemanasan global.
e. Menurut saya, kebijakan pendaftaran tanah belum maksimal karena belum tercapainya
suatu pendaftaran tanah tersebut, pendaftaran tanah tersebut terdiri atas data pemilik atau
data fisik menurut PP No. 24/1994 yang menjelaskan bahwa pembukuan bidang tanah yang
data fisik atau yuridisnya belum lengkap atau masih bersengketa, walaupun untuk tanah
yang belum dikeluarkan sertifikat sebagai tanda bukti ha katas tanah tersebut. Apabila
tanah tersebut belum ada tanda bukti pemilik, maka tanah itu akan dikuasai oleh negara.

2. a. Culture Stelsel adalah sistem tanam paksa yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch yang mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian
tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila.
b. Land Use Management bertujuan untuk membahas arti dan pentingnya perencanaan
penggunaan lahan, tujuan dan fokus perencanaan penggunaan lahan, proses perencanaan
dan kebutuhan fleksibilitas dan perencanaan sebagai proses interaktif.
c. Latifundia adalah larangan penguasaan tanah yang luas sekali sehingga ada batas
maksimum seseorang boleh mempunyai tanah terutama tanah pertanian (ceiling atas
kepemilikan tanah). d. Absentee adalah adalah pemilikan tanah pertanian yang letaknya di
luar kecamatan tempat tinggal pemilik tanah.
e. Fungsi Sosial adalah suatu upaya jaminan pelaksanaan pembangunan yang merata demi
kepentingan umum sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang.
f. Land Fiscal Cadastre adalah sistem administrasi informasi detail yang berisi kepentingan
atas tanah yaitu hal batasan dan tanggung jawab dalam bentuk uraian geometrik dan daftar
program di suatu pemerintahan.
g. Land Recht Cadastre adalah pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum dan kepastian hak atas tanah.

3. -Judul: sengketa tanah bandara kulonprogo


-Rumusan masalah: 1) Apakah penyelesaian sengketa pengadaan tanah Bandar Udara
Internasional Yogyakarta belum mencerminkan nilai keadilan sosial dan kemanfaatan bagi
para pihak?
2) Bagaimana model penyelesaian sengketa pengadaan lahan dalam perspektif socio legal
yang dapat mewujudkan nilai keadilan sosial dan kemanfaatan bagi para pihak?
-Kerangka hukum: dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-undang No. 2 tahun 2012 disebutkan
dengan jelas bahwa pelepasan hak dilakukan dihadapanan Kantor Pertanahan setempat dan
dilaksanakan bersamaan pada saat pemberian ganti kerugian. Pasal 42 Undang-undang
No.2 tahun 2012 juga menyebutkan bahwa pemutusan hubungan hukum antara pihak yang
berhak dengan objek pengadaan tanah yang ganti kerugiannya sudah dititipkan di
pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 100-108 Peraturan Presiden Nomor 71
tahun 2012. Artinya bahwa Pemutusan sambungan arus listrik dan penutupan akses jalan
terhadap warga yang masih menduduki tanahnya adalah tidak tepat karena menghambat
warga dalam beraktivitas termasuk bekerja sehari-sehari sehingga perlu adanya evaluasi
menyeluruh terkait pelaksanaan proses konsinyasi tersebut.

4. -Hasil dan analisis: Bagi masyarakat Indonesia terutama masyarakat jawa, tanah
merupakan harkat dan martabat bagi dirinya dan leluhurnya. Sehingga terdapat kalimat “
sedumuk bathuk sanyari bumi” yang artinya bahwa jika sejengkal saja tanahnya “diusik”
maka nyawa mereka akan mempertahankan sampai dengan titik darah penghabisan atau
sampai habis nyawa yang dimilikinya. Maka, pertentangan mengenai penolakan
pembangunan bandara adalah hal yang lumrah terjadi dalam setiap pengadaaan tanah.
“Pemerintah juga Angkasa Pura I telah melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat
yang menolak itu sebagai bentuk upaya untuk agar masyarakat mau untuk tanahnya di
ukur,dinilai dan diberikan ganti rugi. Terhadap tanah-tanah warga yang menolak untuk
diukur atau dinilai oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai tim pelaksana pembangunan,
maka ganti rugi berdasarkan penilaian tim appraisal akan dititipkan ke Pengadilan Negeri
atau disebut dengan Proses Konsinyasi.
-Kesimpulan: Sebagai upaya penyelesaian sengketa pengadaan tanah terhadap objek
pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta, pemerintah juga Angkasa Pura I telah
melakukan berbagai upaya yang mengarah kepada penyelesaian yang memenuhi nilai
keadilan dan kemanfaatan, diantaranya, memberikan ganti rugi dengan nilai diatas harga
pasar dan memberikan rumah relokasi gratis untuk beberapa warga kurang mampu di area
tidak jauh dari pemukiman warga sebelumnya. Namun upaya Penyelesaian Sengketa
tersebut masih terdapat beberapa catatan dan belum seluruhnya memenuhi nilai keadilan
sosial dan kemanfaatan , diantaranya yaitu Terhadap pemutusan sambungan aliran arus
listrik dan pembatasan akses jalan masyarakat yang masih menduduki tanahnya karena
menolak pembangunan bandara merupakan bentuk penyelesaian sengketa yang tidak
mencerminkan nilai keadilan dan nilai kemanfaatan. Landasan atas dilakukannya
pemutusan sambungan aliran arus listrik adalah Putusan Pengadilan yang menyatakan
bahwa terhadap tanah yang tersebut akan diselesaikan dengan prosedur konsinyasi.
Adapun uang ganti rugi yang disebutkan pada saat pemutusan aliran listrik tersebut
belumlah dilakukan dibayarkan atau dititipkan seluruhnya ke Pengadilan Negeri Wates.
Oleh sebab itu, Sebagaimana tertuang dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-undang No. 2 tahun
2012 disebutkan dengan jelas bahwa pelepasan hak dilakukan dihadapanan Kantor
Pertanahan setempat dan dilaksanakan bersamaan pada saat pemberian ganti kerugian.
Pasal 42 Undang-undang No.2 tahun 2012 juga menyebutkan bahwa pemutusan hubungan
hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah yang ganti kerugiannya
sudah dititipkan di pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 100-108 Peraturan
Presiden Nomor 71 tahun 2012. Artinya bahwa Pemutusan sambungan arus listrik dan
penutupan akses jalan terhadap warga yang masih menduduki tanahnya adalah tidak tepat
karena menghambat warga dalam beraktivitas termasuk bekerja sehari-sehari sehingga
perlu adanya evaluasi menyeluruh terkait pelaksanaan proses konsinyasi tersebut.

5. Menurut pendapt saya, mengapa relokasi ibu kota baru di indonesia tidak dibethentikan
secara hukum karena bisa membantu beberapa sektor di indonesia seperti Mengurangi
beban Jakarta dan Jabotabek Mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia
bagian timur Mengubah mindset pembangunan dari Jawa Centris menjadi Indonesia
Centris Memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan dan
penghayatan terhadap Pancasila Meningkatkan pengelolaan pemerintahan pusat yang
efisien dan efektif Memiliki Ibu kota yang menerapkan konsep smart, green, and beautiful
city untuk meningkatkan kemampuan daya saing (competitiveness) secara regional
maupun internasional.

Anda mungkin juga menyukai