Anda di halaman 1dari 19

PERANG MUT’AH

Tugas Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Sirah

DISUSUN OLEH:

Guru Pengampu : Aji Effendi, S. Pd.


Nama Kelompok 3 : 1. Viyola Suganda
2. M. Rizky Syaputra
3. M. Teguh Agustianto
4. Ahmad Sofian David
5. Setyo Budiarto

LEMBAGA PENDIDIKAN TERPADU


NURUL ILMI BANYUASIN
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perang
Mut’ah” sesuai rencana.
Dengan ini, kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah
turut mendukung penyusunan makalah ini. Maka pada kesempatan kali ini kami
ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Aji Effendi, S. Pd. selaku guru pengampu sekaligus guru mata
pelajaran Sirah.
2. Guru-guru yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
3. Orang tua dan keluarga yang telah banyak memberikan semangat dan
motivasi sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami juga sadari kalau masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu, kami mohon saran dan kritik yang
membangun agar bisa lebih baik lagi ke depannya.

Talang Kelapa, April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUIAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................1

BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1 Sebab Terjadinya Perang Mut’ah..............................................................3
2.2 Wasiat Rasulullah Sebelum Perang Kepada Para Panglima...................5
2.3 Pelepasan Pasukan.......................................................................................5
2.4 Majelis Permusyawaratan di Mu’an..........................................................6
2.5 Pasukan Muslimin Mendekati Musuh.......................................................6
2.6 Siasat Khalid bin Walid...............................................................................8
2.7 Perang Dzatu Salasil....................................................................................9
2.8 Pasukan Abu Qatadah ke Khadirah........................................................10
2.9 Ibrah Dari Perang Mu’tah........................................................................10
2.10 Para Sahabat yang Syahid dalam Perang Mut’ah................................12

BAB III
PENUTUP.............................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.................................................................................................14
3.2 Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUIAN

1.1 Latar Belakang


Peperangan pada masa Nabi bukanlah hal yang mengherankan, akan tetapi
hal yang harus kita yakini bahwa sejarah peperangan umat Islam merupakan
warisan sejarah dari perkembangan dan penaklukan serta kejayaan umat Islam
pada masa lampau. Perang yang pernah berlangsung ketika Rasulullah sebelum
wafat berjumlah banyak dan bahkan Rasulullah SAW ikut dalam peperangan
tersebut.
Perperangan yang Rasulullah ikut serta bersama dalam berperang
dinamakan “Ghazwah”, sedangkan perperangan yang Rasulullah tidak ikut serta
dalam berperang dinamakan “Sariyah”.
Kemukjizatan Rasulullah tidak terlepas dari peperangan-peperangan yang
terjadi pada saat itu, salah satunya adalah peperangan melawan pasukan Romawi
yang berhasil memukul mundur bangsa Romawi berkat apa yang disabdakan
beliau tentang pengangkatan ketiga panglima perang kaum muslimin.
Perang Mu’tah merupakan kelanjutan dari pembunuhan utusan Rasulullah
kepada Raja Bashrah yang dihadang oleh Surahbil. Selain itu, perang ini
merupakan awal pembuka dan penaklukan negara atau kota yang dikuasai oleh
bangsa Romawi, Nasrani, dan Yahudi. Ini membuktikan bahwa penegakan agama
Allah harus melalui fase-fase pemberitahuan hingga diperangi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi
untuk memecahkan jawabannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sebab terjadinya perang Mu’tah?
2. Bagaimana jalannya perang Mu’tah?
3. Bagaimana ibrah yang dapat diambil dari perang Mu’tah?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sebab terjadinya perang Mu’tah.
2. Mengetahui jalannya perang Mu’tah.
3. Mengetahui ibrah yang dapat diambil dari perang Mu’tah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sebab Terjadinya Perang Mut’ah


Perang mu’tah merupakan peperangan terbesar yang pernah dilakukan oleh
kaum muslimin semasa Rasulullah Saw dan juga termasuk peperangan yang
menegangkan, karena perang ini merupakan pendahuluan dan jalan pembuka
untuk menaklukan negeri negeri nashrani. perang ini terjadi pada jumadil ula 8 H,
bertepatan dengan bulan agustus atau september 629 M di daerah bernama mu’tah
dusun yang terletak sebelum memasuki wilayah syam.
Latar belakang perang ini bermula dari Rasulullah SAW mengirim surat
melalui utusannya, Harits bin Umair radhiallahu ‘anhu kepada Raja Bushra.
Tatkala utusan ini sampai di Mu’tah (Timur Yordania), ia dihadang dan dibunuh
oleh Syurahbil bin Amr Al Ghassani, padahal menurut adat yang berlaku pada
saat itu –dan berlaku hingga sekarang- bahwa utusan tidak boleh dibunuh dan
kapan saja membunuh utusan, maka berarti menyatakan pengumuman
perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah akibat tindakan jahat ini,
beliau mengirim pasukan perang yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah.
Sabda Rasulullah SAW, “Jika Zaid mati syahid, maka Ja’far yang
menggantikannya. Jika Ja’far mati syahid, maka Abdullah bin Rawahah
penggantinya.”
Beliau juga memerintahkan untuk mendatangi tempat terbunuhnya Al Harits
bin Umar lalu mengajak penduduk di sana agar mau masuk Islam. Jikalau mereka
mau, tetapi jika tidak kaum muslimin harus memohon pertolongan kepada Allah
untuk memerangi mereka. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
“Dengan menyebut nama Allah, perangilah di jalan Allah orang-orang
yang ingkar terhadap Allah. Janganlah kalian berkhianat, jangan berubah,
jangan membunuh anak anak, wanita, orang tua yang renta, dan orang orang
yang memisahkan diri di tempat peribadatan rahib. Jangan menebang pohon
kurma dan apapun, serta jangan merobohkan bangunan.”

3
Nabi Muhammad SAW belum merasa perlu untuk segera menaklukan kota
Makkah. Beliau yakin, penaklukan kota itu hanya tinggal menunggu waktu.
Perjanjian Hudaibiyah baru setahun berjalan, sehingga beliau tidak mau
melanggar perjanjian itu. Beliau sangat setia pada janji atau apa pun yang beliau
ucapkan. Tidak ada satupun ucapan atau janji yang dilanggarnya. Karena itu,
selama beberapa bulan setelah beliau pulang dan menetap lagi di Madinah, tidak
ada lagi bentrokan, kecuali beberapa ekspedisi kecil, seperti pengiriman lima
puluh orang sahabat kepada bani Sulaim untuk mengajak mereka masuk Islam,
tetapi Bani Sulaim menolak dan menyerang para sahabat. Akibatnya, mereka
diperangi dan yang berhasil meloloskan diri hanya pemimpin mereka. Rasulullah
juga mengirimkan pasukan untuk memerangi Bani al-Laits yang pernah
menyerang kaum muslimin. Hukuman juga dijatuhkan kepada Bani Murrah akibat
penghianatan yang mereka lakukan. Lalu mengirim lima belas orang ke Dzatu
Thalh di perbatasan Syam mengajak penduduk di sana untuk memeluk Islam,
tetapi mereka menolakdan memilih perang. Para sahabat Nabi terbunuh dalam
bentrokan itu dan hanya pemimpin mereka yang berhasil menyelamatkan diri.
Selain itu, latar belakang perang ini karena Rasulullah mengutus Al-Harits
bin Umair untuk mengantar surat kepada pemimpin Bushra. Namun di perjalanan
ia dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassaril, pemimpin Al Balaqa yang
termasuk dalam wilayah Syam di bawah pemerintah Qaishar. Syurahbil mengikat
Al Harits dan membawanya ke hadapan Qaishar lalu ia memenggal
lehernya. Bahkan mereka mengejek-ejek Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu,
adalah wajar kalau kaum muslimin mengadakan pembalasan, dan tidak menelan
mentah begitu saja penghinaan yang ditimpakan kepada mereka.
Para ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai penyebab utama
terjadinya perang Mu’tah. Sebagian mereka berpendapat bahwa dibunuhnya
sahabat Nabi di Dzatu Thalh itulah yang mendorong Nabi menyerang mereka
untuk memberi hukuman atas pengkhianatan mereka. Sebagian lain berpendapat
bahwa ketika Nabi mengirim seorang utusan kepada gubernur Heraklius di
Bushra, utusan itu dibunuh oleh orang Badhwi dari Bani Ghassan atas nama
Heraklius.
4
2.2 Wasiat Rasulullah Sebelum Perang Kepada Para Panglima
Setelah Rasulullah SAW mengutus dan menyeru kaum muslimin agar
berangkat menuju Syam, dengan serta merta berkumpullah sebanyak 3000 tentara
kaum muslimin yang siap berangkat ke Mu’tah. Rasulullah tidak ikut serta
bersama mereka. Dengan demikian perang ini bukanlah “Ghazwah”, melainkan
hanya “Sariyah”. Akan tetapi, hampir semua ulama Sirah menamakan “Ghazwah”
karena banyaknya kaum muslimin yang berangkat dan arti penting di dalamnya.
Rasulullah berpesan kepada mereka, “Yang bertindak sebagai amir (panglima
perang) adalah Zaid bin Haritsah. Jika Zaid gugur, Ja’far bin Abu Thalib
penggantinya. Bila Ja’far gugur Abdullah bin Rawahah penggantinya. Jika
Abdullah bin Rawahah gugur hendaklah kaum muslimin memilih penggantinya.”
Selanjutnya Nabi mewasiatkan kepada mereka agar sesampainya di sana mereka
menyerang dan meminta pertolongan kepada Allah SWT.

2.3 Pelepasan Pasukan


Tatkala pasukan Islam telah bersiap untuk berangkat, masyarakat Madinah
hadir untuk melepas kepergian para panglima Rasulullah SAW dan memberi
salam kepada mereka. Ketika itu Abdullah bin Rawahah, salah seorang dari
panglima menangis. Mereka berkata “Apa gerangan yang menyebabkanmu
menangis?” Ia menjawab “Demi Allah, aku ini tidak memiliki kecintaan kepada
dunia, dan tidak pula memiliki kerinduan pada kalian, akan tetapi aku mendengar
Rasulullah membaca satu ayat dari Kitabullah, yang menyebutkan tentang
neraka.”
“Aku tidak tahu bagaimana bisa keluar darinya setelah aku memasukinya?”
maka para sahabat pun berkata “Semoga Allah menyertai kalian dengan
keselamatan dan melindungi kalian serta mengembalikan kalian kepada kami
dengan keadaan sehat dan menang”.
Kemudian orang-orang keluar dan Rasullullah SAW pun mengantar mereka
sampai ke Tsamiyah Al-Wada’ lalu beliau berhenti dan mengucapkan selamat
jalan kepada mereka.
5
2.4 Majelis Permusyawaratan di Mu’an
Orang orang muslim tidak pernah membayangkan bahwa mereka akan
berperang menghadapi pasukan sebesar itu, yang datang dari daerah yang cukup
jauh. Pasukan muslim benar-benar bingung. Dua malam mereka berada di Mu’an
memikirkan hal ini. Mereka terus menimbang-nimbang dan bertukar pikiran.
Mereka memutuskan untuk mengirimkan surat kepada Rasulullah dan
mengabarkan jumlah musuh mereka, entah beliau akan mengirimkan bala bantuan
atau memberikan perintah lagi dan mereka akan melaksanakannya.
Tetapi Abdullah bin Rawahah menentang pendapat ini. Dia memberikan
motivasi kepada orang-orang dan berkata “Wahai semua orang, demi Allah apa
yang tidak kalian sukai dalam peperangan ini justru merupakan sesuatu yang kita
cari, yaitu mati syahid. Kita tidak berperang dengan manusia karena jumlah,
kekuatan, dan banyakknya personil. Kita tidak berperang kepada mereka
melainkan karena agama ini, yang dengannya Allah telah memuliakan kita. Maka
berangkatlah, karena di sana hanya dua dari salah satu dari kebaikan. Entah
kemenangan, entah mati syahid.”
Akhirnya diambil keputusan secara bulat seperti yang disampaikan 
Abdullah bin Rawahah.

2.5 Pasukan Muslimin Mendekati Musuh


Setelah dua hari berada di Mu’an, pasukan kaum muslimin bergerak
mendekati markas pasukan Heraklius yang berada di suatu dusun di bilangan Al-
Balqa’ yang bernama Masyarif. Musuh juga semakin mendekat, sedangkan
pasukan muslimin membelok ke arah Mu’tah dan bermarkas di sana. Mereka
bersiap-siap untuk mengadakan pertempuran. Sayap kanan dipimpin oleh
Quthbah bin Qotadah dan sayap kiri dipimpin Ubadah bin Malik.
Pasukan kedua belah pihak bertemu di Kirk. Dari segi jumlah personil dan
senjata, kekuatan musuh jauh lebih besar dari kekuatan kaum muslimin.
Pertama kali yang memegang bendera adalah Zaid bin Haritsah, kekasih
Rasululah SAW. Ia bertempur dengan gagah berani dan heroik hampir tidak ada
6
pasukan Islam yang menandinginya. Dia terus menerus bertempur hingga terkena
tombak musuh dan terjerembab di tanah dan mati syahid.
Kemudian bendera diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib. Ja’far bertarung
sambil membawa bendera dengan tangan kanannya. Ketika tangan kanannya
putus ditebas pedang musuh, ia beralih memegang dengan tangan kirinya. Dan,
ketika tangan kirinya juga terputus, ia peluk erat bendera itu dengan kedua
pangkal lehernya sampai ia terjatuh dan gugur. Menurut cerita, seorang tentara
Romawi menghantamnya dengan pedang hingga tubuhnya terbelah menjadi dua.
Setelah Ja’far tewas, bendera diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Ia
berderap maju di atas kudanya sambil memegang bendera. Ketika itu ia berfikir
untuk turun dari kudanya dan menerjang barisan infanteri musuh, tetapi ia masih
ragu-ragu. Lalu ia berujar, “Wahai jiwaku, aku telah bersumpah bahwa aku akan
turun, tetapi kenapa aku masih merasa terpaksa. Jika orang sudah berperang dan
genderang juga sudah ditabuh, kenapa aku melihatmu masih membenci surga?”
Setelah itu ia langsung loncat dari atas kuda, mengayunkan pedangnya
dengan ganas dan menebas siapapun yang musuh yang mendekat. Setelah
bertarung habis-habisan ia gugur sebagai syahid dengan tubuh bermandi darah.
Setelah ibnu Rawahah gugur sebagai syahid, bendera diambil oleh Tsabit
bin Arqam dari Bani Ajlam seraya berkata, “Wahai saudara-saudaraku kaum
muslimin, marilah kita mencalonkan salah satu seorang di antara kita.”
Pasukan muslim menjawab “Kamu sajalah!”. Namun ia menjawab “Tidak,
aku tidak akan mampu”. Kemudian pilihan mereka jatuh kepada Khalid bin al-
Walid sehingga Khalid mengambil bendera itu setelah ia sendiri menyaksikan
barisan pasukan muslim mulai terpecah dan kekuatan moril mereka mulai luntur.
Khalid segera menata ulang barisan muslim. Lalu untuk menghadapi pasukan
musuh, Khalid mengatur pasukannya dan memerintahkan mereka membuat
insiden-insiden kecil dengan tujuan untuk mengulur-ulur waktu sampai malam
menjelang. Saat malam tiba, kedua pasukan itu menepi dari medan perang dan
meletakkan senjata masing-masing menunggu pagi menjelang.

7
2.6 Siasat Khalid bin Walid
Di malam itulah Khalid bin Walid menyusun siasat perangnya. Ia membagi-
bagi pasukannya ke dalam beberapa unit yang lebih kecil, lalu mereka semua
diatur dalam barisan yang memanjang. Lalu saat fajar menjelang, semua pasukan
itu bergerak maju dari barisan terdepan hingga barisan belakang. Saat pagi datang,
ketika pasukan musuh terbangun, mereka mendengar kegaduhan dan hiruk piruk
dari markas pasukan kaum muslimin seakan-akan tengah menyambut datangnya
bala bantuan. Teriakan dan kegempitaan kaum muslimin di pagi hari itu benar-
benar mengguncangkan mental pasukan musuh. Jika pasukan yang jumlahnya
hanya 3000 orang saja membuat mereka kerepotan, pikir pasukan Romawi,
sehingga banyak di antara mereka yang terbunuh, apalagi sekarang ditambah
datangnya bala bantuan dari Madinah. Sementara itu, mereka sama sekali tidak
tahu, berapa besar kekuatan bantuan yang baru datang itu.
Akhirnya pasukan romawi mengambil langkah taktis untuk menghindari
serangan Khalid dan mereka akan merasa senang jika Khalid tidak sampai
menyerang mereka. Akan tetapi sebenarnya Khalid lebih senang lagi karena ia
akan bisa menarik mundur pasukan muslim kembali ke Madinah. Keputusan
itulah yang diambil Khalid bin Walid untuk menyelamatkan kaum muslimin dari
pembantaian. Memang mereka tidak memerangi peperangan itu, tetapi juga tidak
memberikan kemenangan kepada musuh mereka.
Ketika Khalid bin Walid dan pasukannya telah mendekati Madinah,
Rasulullah SAW dan kaum muslimin yang lain sudah bersiap-siap menyambut
mereka. Atas permintaan Rasulullah, Abdullah bin Ja’far dibawa dan diangkatnya
di depannya. Orang ramai dan menaburkan tanah mengejek pasukan seraya
berkata “Wahai para pelarian! Sungguh kalian telah lari dari jalan Allah”.
Namun, Rasulullah menegur dan berkata “Mereka bukan pelarian. Akan
tetapi mereka adalah orang yang akan tampil kembali, insya Allah.”
Meskipun Rasulullah terus berusaha menghibur dan menenangkan pasukan
yang baru pulang dari Mu’tah itu, kaum muslimin belum bisa memaafkan mereka
karena mereka mundur dari medan perang. Bahkan Salman ibn Hisyam tidak mau
ikut shalat bersama-sama kaum muslim, khawatir masih mendengar ejekan orang
8
bila melihatnya : “Wahai para pelarian! Sungguh kalian telah lari dari jalan
Allah”.
Jumlah korban yang gugur dalam peperangan ini dalam pihak dari pasukan
muslim ada 12 orang. Sedangkan dari pasukan Romawi tidak bisa diketahui.
Hanya saja dalam melihat rincian jalannya perang ini, mestinya korban dipihak
mereka jauh lebih banyak.

2.7 Perang Dzatu Salasil


Setelah Rasulullah mengetahui sikap beberapa kabilah Arab yang berpihak
pada pasukan Romawi dalam menghadapi pasukan kaum muslimin dalam perang
Mu’tah, maka beliau perlu untuk memisahkan mereka dengan pihak Romawi, dan
menjadi sebab penyatuan mereka dengan kaum muslimin, agar mereka tidak lagi
berhimpun sekali lagi. Beliau merasa perlu melakukan tindakan yang bijak dan
pas.
Untuk melaksanakan tugas ini beliau menunjuk Amru bin Al-Ash. Sebab
neneknya berasal dari Balli (salah satu kabilah dari perbatasan syam). Maka
beliau mengutusnya untuk menemui mereka pada bulan Jumadal Akhirah 8 H
sesuai perang mu’tah dengan tujuan untuk membujuk dan melunakkan hati
mereka. ada yang berpendapat sebelumnya ada informasi yang masuk bahwa
penduduk Qudha’ah telah berhimpun dan hendak mendekati pinggiran Madinah
maka beliau mengutus Amru bin Al-Ash untuk mendatangi mereka. Boleh jadi
dua sebab itu berhimpun bersamaan.
Rasulullah menyerahkan panji warna putih kepada Amru bin Al-Ash
disamping panji warna hitam. Ia berangkat bersama 300 orang dari mujahirin dan
anshar, dan dikuatkan oleh tiga puluh para penunggang kuda. Beliau juga
memerintahkan agar meminta pertolongan kepada siapa pun kepada penduduk
Balli dan kabilah-kabilah lainnya. Mereka melakukan perjalanan di malam hari
dan bersembunyi di siang harinya. Tatkala sudah dekat dengan kabilah tersebut,
sampailah informasi bahwa kabilah tersebut telah terkonsentrasi (berkumpul)
dalam jumlah yang besar. Lantas iapun mengutus Rofi’ bin Makits Al-Juhany
untuk meminta bantuan kepada Nabi Muhammad. Beliau kemudian mengutus
9
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah bersama 200 pasukan dari kaum muhajirin dan anshar
termasuk di dalamnya Abu Bakar dan Umar dan beliau memberikan panji
kepadanya. Beliau memerintahkan untuk menyusul Amr bin ‘Ash agar bersatu
serta tidak berselisih. Ketika telah menyusulnya Abu Ubaidah berkehendak untuk
mengimami pasukan (dalam shalat) maka berkata ‘Amr, “Sesungguhnya engkau
datang hanya untuk memperkuat aku, jadi akulah amir (pemimpin) mereka.”. Abu
Ubadah pun mentaatinya sehingga Amr bin Al-Ash lah yang mengimami kaum
muslimin.
Mereka bergerak hingga menginjakkan kaki di negeri Qudha’ah hingga
berhasil mendudukinya hingga sampai ke ujung negeri mereka. Di sanalah mereka
bertemu dengan konsentrasi massa tersebut. Kaum muslimin lantas menyerangnya
sehingga mereka lari tercerai berai.
Auf bin Malik Al-Asyja’i lantas mengirim surat kepada Rasulullah
memberitahukan kepulangan dan keselamatan mereka serta apa yang terjadi
dalam peperangan.
Dzat as Salasil adalah sebuah lokasi di belakang sebuah lembah al-Qura
yang berjarak dengan madinah sejauh sepuluh hari perjalanan. Ibnu Ishaq
menyebutkan bahwa kaum muslimin singgah di mata air di daerah juzdam yang
disebut As-Sil-Sil lalu kemudian disebut Dzat as Salasil.

2.8 Pasukan Abu Qatadah ke Khadirah


Satuan perang ini dikirim pada bulan Sya’ban 8 H. Pasalnya Bani Ghathafan
menghimpun pasukan di Khadirah di wilayah Muharib, Najd. Setelah mendapat
informasi tentang hal itu, Rasulullah saw mengutus Abu Qatadah bersama lima
belas orang. Dia berangkat kesana dan menyerang mereka, dapat membunuh
mereka, menawan, dan juga mendapat harta rampasan perang. Kepergiannya ke
daerah ini selama lima belas malam.

2.9 Ibrah Dari Perang Mu’tah


Di antara hal-hal yang menimbulkan decak kekaguman dalam peperangan
ini adalah perbedaan besar antara jumlah kaum muslimin dan jumlah pasukan
10
Romawi yang didukung oleh orang-orang musyrikin Arab. Jumlah pasukan
musyrikin mencapai 200.000 personil, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ishaq,
Ibnu Sa’ad dan kebanyakan penulis sirah. Sementara itu, jumlah pasukan
muslimin tidak mencapai 3000. Ini berarti jumlah pasukan musyrikin dan romawi
tidak kurang dari lima puluh kali lipat jumlah pasukan orang muslim.
Perbandingan jumlah yang sangat tidak seimbang ini, jika anda renungkan,
menjadi pasukan muslim berada di hadapan mobilisasi pasukan secara besar-
besarandarin romawi dan sekutunya (musyrikin Arab). Laksana parit kecil
menghadapi lautan yang bergelombang. Dari segi peralatan dan senjata perang
pun, pasukan musyrikin jauh lebih besar dan canggih, sedangkan kaum muslimin
justru tengah menghadapi kekurangan dan paceklik.
Peperangan ini mengandung beberapa ibrah atau sejumlah pelajaran penting
yang dapat di ambil, diantaranya sebagai berikut:
Taushiah (pesan) Nabi Muhammad SAW tersebut menunjukkan bahwa
seorang khalifah atau pemimpin kaum muslimin boleh mengangkat seorang amir
dengan suatu syarat atau beberapa amir bagi kaum muslimin secara berurutan,
sebagaimana dilakukan Rasulullah saw dalam pengangkatan Za’id kemudian
Ja’far dan Abdullah bin Rawahah. Para ulama berkata “yang benar, apabila
seorang khalifah telah melakukan pengangkatan beberapa amir, pengangkatan
semuanya dinyatakan sah dalam waktu yang sama secara serentak, tetapi tidak
dilaksanakan kecuali sesuai urutan.
Taushiah Rasulullah juga menunjukkkan disyariatkannya ijtihat kaum
muslimin dalam memilih amir mereka apabila amir mereka tidak ada (meninggal)
atau seseorang khalifah menyerahkan pemilihannya kepada mereka. Berkat ath-
Thahawi,” ini adalah dasar yang menegaskan bahwa kaum muslimin wajib
mengajukan seorang imam guna menggantikan imam yang tidak ada sampai ia
datang.
Seperti diketahui bahwa Nabi SAW menyampaikan berita gugurnya Zaid,
Ja’far dan Ibnu Rawahah kepada para sahabatnya seraya kedua matanya
meneteskan air mata, padahal jarak antara Nabi SAW dan pasukan kaum
muslimin sangat jauh.
11
Hadits mengenai penyampaian Nabi saw tentang berita ketiga syuhada
tersebut mencacat keutamaan khusus bagi Khalid bin Walid r.a. Rasulullah SAW
di akhir sabdanya menegaskan kepada mereka,”….. sehingga panji itu diambil
oleh pedang Allah dan akhirnya mengalahkan mereka” peristiwa ini merupakan
peperangan yang pertama yang diikuti oleh Khalid bin Walid dalam barisan kaum
muslimin sebab belum lama ia menyatakan dirinya masuk Islam. Dari sini
kitatahu bahwa Nabi SAW lah yang memberikan panggilan “pedang Allah”
kepada Khalid bin Walid r.a.
Di dalam peperangan ini Khalid telah menunjukkan suatu kegigihan yang
sangat mengagumkan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khalid sendiri bahwa ia
berkata, “Dalam perang Mu’tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku sampai
tidak ada pedang yang tertinggal di tanganku kecuali sembilan pedang kecil dari
Yaman. Ibnu Hajar berkata, “Hadist ini menunjukkan bahwa kaum muslimin telah
banyak membunuh kaum mereka.”
Adapun tentang sebab ucapan kaum muslimin kepada pasukan mereka
ketika kembali ke Madinah, ”Wahai orang-orang yang lari! Kalian lari dari jalan
Allah”adalah karena mereka tidak mengejar terus orang-orang Romawi yang
sudah kalah itu dan meninggalkan daerah yang telah direbut melalui peperangan,
sebab hal semacam ini tidak lumrah dari kalangan mereka dalam peperangan-
peperangan yang lain. Khalid bin Walid menilai cukup sampai sebatas itu saja
kemudian kembali ke Madinah. Akan tetapi tindakan tersebut merupakan langkah
bijaksana yang diambil Khalid r.a demi menjaga pasukan muslimin dan kesan
kehebatan mereka di hati orang-orang Romawi itu. Karena itu, Rasulullah SAW
membantah mereka dengan sabda beliau, ”Mereka tidak lari (dari medan perang)
tetapi mereka mundur untuk menyerang balik, insya Allah,”.

2.10 Para Sahabat yang Syahid dalam Perang Mut’ah


Nama-nama pahlawan umat Islam yang gugur, menurut riwayat Ibnu Ishaq
antara lain:
1. Ja’far bin Abu Thalib
2. Zaid bin Haritsah
12
2. Mas’ud bin Aswad
3. Wahb bin Sa’ad
4. Abdullah bin Rahwahah
5. Abbad bin Qois
6. Al Harits bin Nu’man
7. Abdul Kulaib
8. Jabir bin Amr Bin Zaid
9. Suroqoh bin Amr
10. Amr dan Amir (putra dari Sa’ad bin Haritsah)

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perang Mu’tah ini terjadi karena Rasulullah mengutus utusan untuk
mengirim beberapa surat kepada raja-raja dan pemimpin-pemimpin. Dalam surat
itu Rasulullah mengajak mereka untuk masuk Islam, tetapi mereka menolak dan
membunuh utusan dan juga menghina Rasulullah.
Rasulullah mengirim pasukan sebanyak 3000 orang di bawah pimpinan Zaid
bin Haritsah. Untuk menanti umat Islam Romawi bergabung dengan bani Ghassan
yang jadi sekutunya.
Peperangan terjadi dan Zaid bin Haritsah gugur dan diganti oleh Ja’far bin
Abu Thalib dan gugur kemusian diganti dengan Abdulah bin Rawabah yang
sempat ragu dan ia juga gugur, kemudian diganti oleh Khalid bin Al-Walid.
Dengan strategi yang jitu akhirnya perang berakhir dengan keberhasilan Khalid
menyelamatkan kaum muslimin dan Romawi pergi meninggalkan peperangan.
Ketika Khalid bin Walid dan pasukannya telah mendekati madinah,
Rasulullah dan kaum muslimin yang lain sudah bersiap-siap menyambut mereka.
atas permintaan Rasulullah, Abdullah bin Ja’far dibawa dan diangkatnya di
depannya. Orang ramai dan menaburkan tanah mengejek  pasukan seraya berkata
“wahai para pelarian! Sungguh kalian telah lari dari jalan Allah”.
Namun, Rasulullah menegur dan berkata “Mereka bukan pelarian. Akan
tetapi mereka adalah orang yang akan tampil kembali, insya Allah.”.
Meskipun Rasulullah terus berusaha menghibur dan menenangkan pasukan
yang baru pulang dari Mu’tah itu, kaum muslim belum bisa memaafkan mereka
karena mereka mundur dari medan perang. Bahkan Salman Ibn Hisyam tidak mau
ikut shalat bersama-sama kaum muslim, khawatir masih mendengar ejekan orang
bila melihatnya: “Wahai para pelarian! Sungguh kalian telah lari dari jalan Allah”.
Jumlah korban yang gugur dalam peperangan ini dalam pihak dari pasukan
muslim ada dua belas orang. Sedangkan dari pasukan Romawi tidak bisa

14
diketahui. Hanya saja dalam melihat rincian jalannya perang ini, mestinya korban
di pihak mereka jauh lebih banyak.

3.2 Saran
Kami berharap kepada pembaca agar bisa mengetahui, memahami, dan
mengerti bagaimana peperangan yang terjadi pada zaman Rasulullah, yang salah
satunya adalah perang Mu’tah ini dengan baik. Dan kami berharap kepada
pembaca agar dapat mengambil ibrah dari adanya perang Mu’tah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Husain Haekal, Muhammad. 2015. Sejarah Hidup Muhammad. Yogyakarta:


Pustaka Akhlak.
Ibnu Abdil Barr, Ad Durar Fi Sirati Ar Rasul, Darul Uswah:  Yogyakarta, 2010.
Ibnu Hisyam. As Sirah Nabawiyyah.
Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Muhammad. 2006. Sirah Nabawiyah. Jakarta:
Robbani Press.
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Syaikh. 2001. Sirah Nabawiyah Perjalanan
Hidup Rasul Yang Agung Muhammad. Jakarta: Darul Haq.
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Syaikh. 2013. Sirah Nabawiyah. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Syalabi, A. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT. Al-Husna Baru.
Syaikh Shafiyyurrahman, Ar Rahiq Al Makhtum, Ummul Quro: Jakarta, 2011.

16

Anda mungkin juga menyukai