KUNJUNGAN PREANESTESI
No. Dokumen : 01/PPK/ANEST/RSBK/2017 Halaman : 1 dari 5 halaman
1. Pengertian (Definisi) Kunjungan pra anesthesia adalah kunjungan pada pasien untuk
evaluasi kondisi kelayakan dan persiapan untuk tindakan
pembiusan di RS Bhakti Kartini Bekasi
2. Indikasi Pasien yang akan dilakukan tindakan pembiusan elektif akan
mendapatkan kunjungan anestesi/pelaporan SBAR TBAK
dari dokter umum setidaknya satu hari sebelum pembiusan
Pasien yang akan dilakukan tindakan pembiusan darurat akan
mendapatkan kunjungan anestesi/pelaporan SBAR TBAK
dari dokter umum sebelum tindakan pembiusan
3. Kontra Indikasi Tidak ada
4. Persiapan a. Inform consent
b. Stetoskop, spigmomanometer, thermometer, timbangan
badan, pengukur tinggi badan, meja periksa dan tempat tidur
periksa pasien
c. Rekam medis pasien
5. Prosedur Tindakan a. Perkenalan dengan pasien
b. Melakukan anamnesa mengenai alergi, obat yang
dikonsumsi, riwayat penyakit dahulu, makan minum terakhir,
kronologis kejadian atau penyakit saat ini, riwayat
operasi/pembiusan terdahulu
c. Melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh (B1-B6 breathing,
blood, brain, bladder, bowel, bone)
d. Mengevaluasi pemeriksaan penunjuang yang telah dilakukan
e. Menambahkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
f. Melakukan konsultasi dengan pihak terkait bila diperlukan
g. Menjelaskan tindakan pembiusan yang akan dilakukan
(tindakan, indikasi, kontraindikasi, resiko, komplikasi,
perawatan lanjutan)
h. Menjelaskan tindakan yang perlu dilakukan (cvc, arteri line,
tranfusi darah, pemberian analgetik paska pembiusan)
i. Menentukan ASA dan merencanakan tindakan
j. Membuat inform consent pembiusan dan tindakan lain yang
akan dilakukan
k. Persiapan tempat perawatan lanjutan
6. Pasca Prosedur Tindakan a. Menambahkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
b. Melakukan konsultasi dengan pihak terkait bila diperlukan
c. Penyimpanan inform consent
d. Pasien dipuasakan
Dewasa: 6-8 jam sebelum tindakan pembiusan terakhir
makan/minum, obat oral diminum 2 jam sebelum pembiusan
dengan air 2 teguk
Anak: 6-8 jam sebelum tindakan pembiusan terakhir
makan/minum susu, 2 jam sebelum tindakan terakhir minum
1
air putih
Bayi: 6 jam sebelum tindakan terakhir makan/minum susu
formula, 4 jam sebelum tindakan terakhir ASI, 2 jam
sebelum tindakan terakhir air putih.
Pada anak dan bayi, air putih dapat dicampur dengan gula
yang diaduk rata
e. Diberikan infus rumatan sebagai pengganti puasa
f. Mempersiapkan persediaan darah (bila diperlukan).
g. Persiapan tempat perawatan lanjutan
h. Evaluasi ulang pada waktu sebelum melakukan tindakan
pembiusan
7. Tingkat Evidens I/II/III/IV
8. Tingkat Rekomendasi A/B/C
9. Penelaah Kritis a. dr. Sutihadi Sutjipto , SpAn
b. dr. Erfan Effendy, SpAn
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
10. Indikator Prosedur 1. Inform consent
Tindakan 2. Kelengkapan pemeriksaan penunjang
3. Kelengkapan konsultasi
4. Persiapan darah dan alat yang diperlukan
5. Persiapan tempat perawatan lanjutan
11. Kepustakaan a. Miller’s Anesthesia 7th edition, Ronald D Miller, 2009
b. Morgan Clinical Anesthesiology 4th edition, G Edward
Morgan, 2014
c. Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia.
IDSAI. 2008
d. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan Terapi Intensif.
2015.
2
Pedoman st
5
Pedoman st
7
Pedoman st
8
b. Induksi menggunakan propofol 1,5 mg/kg, atau dengan
menggunakan gas inhalasi Sevofluran dan Halotan
dengan teknik insuflasi.
c. Rumatan anestesi menggunakan anestesi inhalasi
isofluran/sevofluran/halotan 0,5-1,5 vol % MAC dengan
mempertahankan pasien tetap bernafas spontan via face
mask.
d. Analgetik fentany 1µg/kg atau pethidin 1-1,5 mg/kg atau
gas N2O.
6. Pasca Prosedur Tindakan 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan.
2. Terapi oksigen dengan menggunakan masker NRM.
3. Atasi komplikasi yang terjadi.
7. Tingkat Evidens IV
8. Tingkat Rekomendasi C
9. Penelaah Kritis a. dr. Sutihadi Sutjipto , SpAn
b. dr. Erfan Effendy, SpAn
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
10. Indikator Prosedur 90 % dari pasien yang menjalani pembedahan dapat di
Tindakan anestesi dengan anestesi umum via face mask.
11. Kepustakaan 1. Stoelting RK, Hillier SC. Hormones as drugs. In:
Pharmacology and physiology in anesthesic practice. 4th
Edition. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;
2006. p.461-69.
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Airway
Management. In: Clinical anesthesiology. 4th Edition.
New York: Lange Medical Books; 2006. p.412-49.
3. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan
Terapi Intensif. 2015.
9
Pedoman st
11
Bekasi, ......................... 2017
12
Pedoman st
15
Pedoman st
MANAJEMEN NYERI
No. Dokumen : 07/PPK/ANEST/RSBK/2017 Halaman : 1 dari 5 halaman
1. Pengertian (Definisi) Suatu tindakan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien di
RS Bhakti Kartini Bekasi.
2. Indikasi Manajemen nyeri akut :
a. nyeri somatis : nyeri muskuloskeletal sesuai dermatom
b. nyeri visceral : nyeri dari organ
Manajemen nyeri kronis :
a. Nosiseptif
b. Non-Nosiseptif
3. Kontra Indikasi Tidak ada
4. Persiapan 1. Pasien :
- Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan intervensi
nyeri pada pasien.
- Ijin persetujuan tindakan intervensi nyeri pada pasien.
- Visite perioperatif sesuai PPK Kunjungan Pra Anestesi
- Medikasi sesuai resiko pasien.
2. Kelengkapan pemeriksaan penunjang :
a. Alat dan Obat:
- Sulfas Atropin 0,25 mg
- Lidokain 2 %
- Efedrin 50 mg
- Oksigen
- Obat-obatan Opioid
- Obat-obatan OAINS (NSAID)
- Obat-obatan Adjuvan
- Epidural set dengan jarum Tuohy 17 G.
- Lokal Anestesi : Bupivacain 0,5% 20cc isobarik
- Oksigen
b. Dokter :
- Pemeriksaan nyeri pada pasien
- Perencanaan kesiapan nyeri dan modalitas nyeri pada pasien.
5. Prosedur Tindakan 1. Melakukan anamnesis tentang nyeri, termasuk lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau
beratnya nyeri dan faktor presipitasi
16
2. Melakukan penilaian nyeri dengan menggunakan :
a) Wong Baker Faces Pain Scale : Amati raut wajah pasien lalu
sesuaikan dengan gambar yang ada pada pasien yang tidak
sadar.
b) Numeric Rating Scale pada pasien dewasa dan anak berusia >
14 tahun yang kooperatif dengan menggunakan angka untuk
melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. Tanyakan
pasien mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
- 0 = tidak nyeri
- 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-
hari)
- 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas
sehari-hari)
- 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari
hari)
20
Pedoman st
21
13. Penelaah Kritis a. dr. Sutihadi Sutjipto , SpAn
b. dr. Erfan Effendy, SpAn
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
14. Indikator Medis 80% Pasien dirawat selama 4-7 hari
15. Kepustakaan 1. Dries DJ (ed) Fundamental Critical Care Support. Society
of Critical Care Medicine.5th, 2012:7-1
22
Pedoman st
24
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
14. Indikator Medis 80% Pasien dirawat selama 3 – 7 hari
15. Kepustakaan 1. Chawla R, Nasa P, Chawla R. Severe Preeclampsia. In :
ICU Protocols : A Stepwise Approach. India: Springer India.
2012. pp.599-605.
2. David R, Gambling M.Hypertensive Disorders. In :Chesnut
Obstetric Anesthesia : Principles and Practice.3rded.Mosby.
Inc. 2004. pp.825-827.
3. VarelmannDJ.Obstetric Critical Care. In :Pocket ICU.
Philadelphia. Lipincott Williams & Wilkins. 2013 ; 33:1-3.
4. I Gouviea,C Costa et al, Pre eclampsia in the intensive care
unit : Indicators of severity and hospital outcome, Critical
Care 2005, 9 (suppl 1): P 216
5. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan Terapi Intensif.
2015.
25
Pedoman st
26
No. Dokumen : 09/PPK/ANEST/RSBK/2017 Halaman : 1 dari 5 halaman
Alat
1. Ventilator lengkap dan siap pakai
2. Spirometer
3. Bag valve mask
4. Set pengisap sekresi
5. Cuf inflator atau spuit 10 cc
6. Alat patensi jalan nafas sesuai indikasi dan kondisi klinis
pasien dengan keterangan tabel dibawah ini :
a. Kanul Endotrakeal
Rumus menentukan ukuran Kanul Endotrakeal
c. Kanul Orofaring
Ukuran Ukuran no Dimensi Warna
Neonatus 00 40 mm Merah muda
Infant 0 50 mm Biru muda
Anak 1 60 mm Hitam
Dewasa muda 2 70 mm Putih
Dewasa 3 80 mm Hijau
Dewasa tua 4 90 mm Kuning
Dewasa XL (ukuran 5 100 mm Merah
rongga mulut)
Dewasa XXL 6 110 mm Oranye
(ukuran rongga
mulut)
d. Masker Laringeal
Lingkungan
1. Meletakan ventilator disamping tempat tidur sisi kiri kepala
pasien
5. Prosedur Tindakan 1. Insersi alat patensi jalan nafas sesuai indikasi, kondisi klinis
pasien
2. Pada pasien dengan pernafasan kendali (CMV)
a. Menghisap sekresi
b. Menentukan pola pernafasan kendali dengan cara :
1) Menentukan Tidal volume ( TV 8 - 12 cc/ kg Berat
badan
2) Menentukan Minute volume ( MV) = RR x TV
3) Menentukan frekwensi pernafasan 12 kali / menit
4) Menentukan konsentrasi ( FIO2 ) sesuai kebutuhan
5) Mengatur sensitifitas kearah kendali sesui sesuai jenis
28
ventilator yang digunakan
c. Menilai volume udara yang masuk dengan cara
membaca jarum petunjukm pada ventilator , atau melihat
pada layar monitor
d. Menentukan sistem alarm volume udara yang masuk /
tekanan udara, sesuai dengan jenis ventilator yang
digunakan
e. Menentukan sensitivitas kearah negatif 20 cm bagi
pasien dengan resusitasi otak
f. Menghubungkan ventilator ke pasien dengan memakai
konektor
3. Pada pasien dengan pernafasan assisted
a. Terangkan prosedur pada pasien
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Mengisap sekresi
d. Menentukan pola pernafasan assisted dengan cara :
1) Menentukan sensitivitas sesuai jenis ventilator yang
digunakan
2) Mengatur ventilator dengan frekwensi pernafasan 10
x/menit, agar bila pasien apnoe ventilator dapat
membantu pernafasan
3) Menentukan tidal volume disesuaikan dengan
frekwensi pernfasan yang disiapkan
4) Menentukan konsentrasi oksigen
5) Menghubungkan ventilator ke pasien dengan
menggunkan konektor
6) Melakukan observasi tiap 30 menit antara lain :
a) Kerja ventilator.
b) Tensi, nadi, pernfasan dan tanda - tanda syanotik
c) Tanda-tanda fighting (penolakan batuan ventilator)
4. Pasien dengan pernafasan “Sinchronize Intermittten
Mandatorry Ventilation” ( SIMV )
a. Terangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
c. Menghisap sekresi
d. Menentukan pola pernafasan SIMV dengan cara :
1) Mengatur ventilator sesui pola nafas ( SIMV )
2) Menyesuaikan frekuensi pernafasan Ventilator
dengan frekuensi pernafasan pasien dengan ventilator
yang digunakan
3) Menghubungkan ventilator ke pasien dengan
memakai konektor
e. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain:
1) Kerja ventilator
2) Tensi nadi, pernafasan , dan tanda tanda syanotik
3) Tanda tanda fighting (penolakan bantuan ventilator)
5. Pada pasien pernafasan “Positive End Expiratory Pressure”
(PEEP)
a. Menentukan tekanan positif sesuai kondisi pasien.
b. Pola nafas kendali dengan PEEP cara kerjanya sama
pada pasien pernafasan kendali, ditambah dengan
pemasangan katup pada selang ekspirasi.
29
c. Pola assisted dengan PEEP, cara kerjanya sama pada
paseien dengan pernafasan assisted, di tambah dengan
pemasangan katup pada selang ekspirasi.
d. Pola nafas SIMV dengan PEEP, cara kerjanya sama pada
pasien dengan SIMV, di tambah dengan pemasangan
katup pada selang ekspirasi.
6. Pada pasien dengan pernafasan “Continous Positif Airway
Pressure” (CPAP)
a. Mengatur ventilator ke arah CPAP pada pasien yang
sudah bernafas spontan.
b. Menghubungkan selang ekspirasi kedalam botol berisi
air untuk pasien yang sudah tak memakai ventilator,
tetapi masih memerlukan tekanan positif dalam alveoli
sama dengan panjang selang ekspirasi yang masuk
kedalam air.
6. Pasca Prosedur Tindakan 1. Fungsi ventilator selama penggunaan.
2. Sesuaikan penggunaan ventilator dengan pola pernafasan
pasien.
3. Bila ada bunyi alarm, segera lakukan tindakan sesuai sinyal
pada ventilator.
4. Pantau pola pernafasan sesuai dengan yang diatur oleh
ventilator
5. Analisa Gas Darah
7. Tingkat Evidens IV
8. Tingkat Rekomendasi C
9. Penelaah Kritis a. dr. Sutihadi Sutjipto , SpAn
b. dr. Erfan Effendy, SpAn
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
10. Indikator Prosedur Pemantauan:
Tindakan a. Tekanan Darah
b. EKG
c. Nadi
d. Oksimetri
e. Suhu
f. Analisa gas darah
g. Balance cairan
h. Nutrisi
11. Kepustakaan 1. The ICU book third edition, Paul L Marino,2008
2. Clinical anesthesiology, G edward Morgan,Jr,Md et all,
2014
3. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan Terapi Intensif.
2015.
30
Dr. H. Sutarji Sp. OG Dr. Haryana, Sp. An
Pedoman st
Pedoman st
33
timbul, dengan perburukan gejala pernafasan.
2. Gambaran opak bilateral
pada rontgen toraks yang tidak disebabkan oleh penyakit
paru lainnya (efusi pleura, kolaps paru, atau nodul paru)
3. Gagal nafas yang tidak
disebabkan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan
(edema paru)
4. Rasio PO2/FiO2 <300
mmHg.
2. Anamnesis - Keluhan sesak napas
- Riwayat sepsis, transfusi darah, kontusio paru, aspirasi isi
lambung, penyalahgunaan obat atau overdosis.
- Atau riwayat syok, hampir tenggelam, inhalasi zat iritan
atau toksik.
3. PemeriksaanFisik - Takipneu
- Hipoksemia
- Penyerta : penurunan kesadaran, takikardi
- Ronki paru.
4. Kriteria Diagnosis Terpenuhinya 4 kriteria :
1. Cedera paru dengan onset akut, yang timbul
dalam 1 minggu sejak gejala timbul, dengan perburukan
gejala pernapasan.
2. Gambaran opak bilateral pada rontgen toraks
yang tidak disebabkan oleh penyakit paru lainnya (efusi
pleura, kolaps paru, atau nodul paru)
3. Gagal napas yang tidak disebabkan oleh gagal
jantung atau kelebihan cairan (edema paru)
4. Rasio PO2/FiO2<300 mmHg.
Kategori ARDS :
- ARDS ringan PaO2/FiO2 200-300 mmHg
- ARDS sedang PaO2/FiO2 101-200 mmHg
- ARDS berat PaO2/FiO2 ≤100 mmHg
- (dengan PEEP minimum 5 cmH2O)
5. Diagnosis Kerja ARDS ringan / ARDS sedang / ARDS berat
6. Diagnosis Banding - Edema paru
- Penyakit paru kronis (luluh paru, penyakit paru interstisial)
- Keganasan paru.
34
untuk menghindari kolaps alveolar pada ekspirasi
akhir (atelektrauma) (grade 1B).
- Strategi menggunakan PEEP yang lebih tinggi pada
pasien sepsis dengan ARDS sedang atau berat. (grade
2C.
- Teknik rekruit alveolus diberikan pada pasien sepsi
dengan hipoksemia refrakter berat (grade 2C).
- Kepala pasien dielevasi 30-45 derajat untuk mencegah
risiko aspirasi dan mencegah VAP (grade 1B).
- Ventilasi sungkup non-invasif (NIV) dapat diberikan
pada sebagian kecil pasien ARDS yang mungkin dapat
memperoleh manfaat positif dari NIV dengan penuh
pertimbangan (grade 2B).
- Protokol penyapihan harus dilakukan, dan pasien
secara teratur menjalani Uji Napas Spontan untuk
evaluasi penghentian ventilasi mekanik ketika pasien
memenuhi kriteria:
a) sadar, dapat dibangunkan
b) hemodinamik stabil (tanpa vasopresor)
c) tidak ada kondisi perburukan baru yang berpotensi
serius
d) kebutuhan ventilasi rendah dan PEEP rendah
e) kebutuhan FiO2 yang rendah yang dapat terpenuhi
dengan sungkup muka atau kanula nasal.
Bila Uji Napas Spontan berhasil, ekstubasi harus
dipertimbangkan. (grade 1A).
- Tidak perlu secara rutin menggunakan kateter Swan-
Ganz (grade 1A)
- Pemberian cairan secara konservatif bila tidak ada
tanda hipoperfusi jaringan (grade 1C).
- Obat beta 2 agonis tidak diperlukan bila tidak ada
indikasi spesifik seperti bronkospasme (grade 1B)
36
B. Uji Napas Spontan:
Bila seluruh kriteria di atas terpenuhi, mulai Uji Napas
Spontan hingga 120 menit dengan FiO2 ≤0,5 dan PEEP ≤5:
1. Pasangkan T-piece / CPAP ≤5 cmH2O dengan PS ≤5.
2. Nilai toleransi pasien hingga 2 jam dengan parameter :
a. SpO2 ≥90: dan/atau PaO2 ≥60 mmHg.
b. Volume tidal ≥4 mL/kgBB Prediksi.
c. Laju napas ≤35x/menit
d. pH ≥7,300
e. Tidak ada distres pernapasan (distres=adanya 2
gejala atau lebih):
- Denyut jantung >120% dari basal.
- Penggunaan otot napas aksesoris
- Napas paradoks
- Diaforesis
- Tanda sesak napas
3. Bila pasien tampak toleran selama 30 menit,
pertimbangkan ekstubasi.
4. Identifikasi dan terapi penyebab / kondisi yang
menyebabkan terjadinya ARDS. Bila penyebabnya
adalah pneumonia, maka diberikan terapi antibiotika
sesuai panduan dari ATS/IDSA tentang CAP, HAP,
VAP, HCAP.
5. Mengembalikan dan mempertahankan fungsi
hemodinamik. Pemberian cairan menggunakan strategi
yang konservatif dengan target, dan menggunakan
topangan vasopresor dan inotropik sesuai target.
6. Pencegahan komplikasi pada penyakit kritis, dengan
cara pemberian pro filaksis ulkus lambung, pencegahan
emboli paru dan Deep Vein Thrombosis, pencegahan
Ventilator-associated Pneumonia, kontrol gula darah
dan fungsi metabolik, dan pencegahan gagal organ
multipel.
7. Pemberian nutrisi yang cukup.
8. Sedasi kontinu atau sedasi berkala harus diminimalisasi
pada pasien sepsis dengan ventilasi mekanik dengan
memakai target sedasi.
9. Pemakaian metil prednisolon dosis rendah pada fase
awal ARDS berat dapat diberikan.
9. Edukasi Edukasi keluarga mengenai berbagai prosedur, risiko,
komplikasi dan mortalitas.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Mortalitas : ARDS ringan 27%
ARDS sedang 32%
ARDS berat 45%
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis a. dr. Sutihadi Sutjipto , SpAn
b. dr. Erfan Effendy, SpAn
37
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
14. Indikator Medis 60% pasien dapat dirawat selama 16 hari bila tanpa komplikasi
15. Kepustakaan 1. Acute Respiratory Distress Syndrome; the Berlin definition.
ARDS Definition Task Force, Ranieri VM, Rubenfeld GD,
Thompson BT, Ferguson ND, Caldwell E, Fan E. JAMA.
2012 Jun 20;307(23):2526-33.
2. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al: Surviving Sepsis
Campaign: International guidelines for management of severe
sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med. 2013; 41:580-
637
3. ARDSnet. Protokol Ventilasi Mekanik.
http://www.ardsnet.org/system/files/ventilator%20protocol
%20card.pdf Diunduh tanggal 15 Oktober 2013.
4. Gurka DP, Balk RA. Acute respiratory failure. In: Parillo Je,
Dellinger RP. Critical care medicine: principles of diagnosis
and management in the adult. 3rd ed. Philadelphia, PA:
Mosby Elsevier; 2008. P.773-89
5. Meduri GU, Golden E, Freire AX, et al. Methylprednisolone
infusion in early severe ARDS: results of a randomized
controlled trial. Chest 2007; 131:954-63.
6. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan Terapi Intensif.
2015.
Bekasi, ......................... 2017
Pedoman st
38
No. Dokumen : 10/PPK/ANEST/RSBK/2017 Halaman : 1 dari 5 halaman
Total body water 0.6 x berat badan untuk laki-laki dan 0.5 x
berat badan untuk perempuan
Krisis Hiperkalsemia
1. Hidrasi dengan normal saline target urin output 200
ml/jam
2. Bila volume intra vaskular telah tercukupi dapat diberikan
furosemide
3. Calcitonin 4-8 IU per kg IM tiap 6 jam selama 24 jam
4. Bila akibat keganasan berikan hidrokortison 200 mg IV
selama 3 hari
42
5. Pasien gagal ginjal atau gagal jantung diterapi dengan
dialysis
Hipokalsemia akut dan simtomatik
1. Calcium gluconas 10 % 10-20 ml IV dilarutkan dalam
dextrose 5% diberikan selama 10 menit dengan monitor
EKG
2. 10 ampul calcium gluconas 10% 10 ml dilarutkan dalam 1
liter dextrose 5% diberikan 50 ml/jam untuk mencegah
hipocalcemia berulang.
3. Koreksi hipomagnesemia
Hipermagnesemia
1. Calcium glukonas 10% 10 ml
2. Suport ventilator
3. NaCl 0.9% dan furosemide IV
4. Dialysis
Hipomagnesemia
1. 2 g MgSO4 50% IV diberikan selama 15 min
2. Bila Torsade de pointes 2 g MgSO4 IV selama 1-2 min
3. Bila kejang 2 g Mg SO4 selama 10 min
9. Edukasi Edukasi keluarga mengenai risiko dan komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. PenelaahKritis a. dr. Sutihadi Sutjipto , SpAn
b. dr. Erfan Effendy, SpAn
c. dr. Dedhi Subandrio, SpAn
d. dr. Suparno Adi Santika, SpAn
14. IndikatorMedis 80% Pasien dirawat selama 4-7 hari
15. Kepustakaan 1. European Resuscitation Council Guidelines for
Rescucitation 2010. Section 8. Cardiac arrest in special
scircumstances: Electrolyte abnormalities, poisoning,
drowning, accidental hypothermia, hyperthermia, asthma,
anaphylaxis, cardiac surgery, trauma, pregnancy,
electrocution
2. Life Threatening Electrolyte Abnormalities.
Ciruculatiion 2005: 112:IV-121-IV-125
3. A Practical Approach to Hypercalcemia. American
Family Physician. 2003; 67; 9: 1959-1966
4. Diagnosis and management of Hypocalcemia BMJ
2008; 336: 1298-302
43
Dr. H. Sutarji Sp. OG Dr. Haryana, Sp. An
44