Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

PERTEMUAN 4: PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

disusun oleh:

Pendidikan Pancasila Kelas 1


(Rabu 16.25-18.05 WIB.)
Kelompok 6

Nonik Tri Wahyuningsih (2443019279)


Marc Valens Nicholas (2443019282)
Oci Davita Kaisani (2443019284)
Yulietha Gloria Wantalangi (2443019291)
Lulus Anggereni (2443019316)
Imelda Rindiantyas (2443019319)
Fransiska Reneti Let (2443019320)

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


UNIVERSITAS KETOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2022
Pokok Bahasan :
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa: Fungsi Pancasila Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia
1. KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA
Setiap kedudukan dan fungsi Pancasila pada hakekatnya memiliki makna serta dimensi
masing-masing yang konsekuensinya/aktualisasinya juga memiliki aspek berbeda-beda,
walaupun hakekat dan sumbernya sama.
• Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
• Pancasila sebagai Dasar Negara RI
• Pancasila sbg. ideologi Bangsa dan Negara RI

2. PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA


Manusia dalam mencapai kehidupan yang lebih baik memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjung sebagai pandangan hidup masyarakat. Pandangan hidup masyarakat
dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa (ideologi bangsa/nasional) dan selanjutnya
menjadi pandangan hidup negara yang disebut ideologi negara dan saling berhubungan timbal
balik.

3. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


• Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara :
1. Sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) meliputi suasana kebatinan.
UUD’45.
2. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
3. Mengandung norma yang harus diikuti oleh semua warga negara dan pemerintah.
4. Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945
5. Sesuai dengan dasar yuridis sbgmana tercantum dalam:
o Pembukaan UUD 1945
o Tap. No. XX/MPRS/1966 (Jo Tap. MPR No. V/MPR/1973 dan Tap. No.
IX/MPR/1978.)
o Pada proses reformasi, MPR melalui sidang Istimewa 1998 mengembalikan
kedudukan Pancasila sebagai Dasar negara RI (Tap.No.XVIII/MPR/1998).

4. PANCASILA SBG IDEOLOGI BANGSA & NEGARA


Ideologi Pancasila adalah Ideologi yang berasal dari falsafah bangsa Indonesia,
merupakan sari budaya dari budaya-budaya yang ada di Indonesia. Ideologi Negara dalam
arti cita-cita negara pada hake-katnya merupakan asas kerohanian memiliki ciri-ciri:
• Mempunyai derajat tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan,
• Oleh karena itu mewujudkan asas kerohanian, pandangn hidup, pedoman hidup, yang
dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
5. MAKNA IDEOLOGI BAGI BANGSA DAN NEGARA
a. Bagi suatu bangsa dan negara, ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah
kebangsaan dan kenegaraan.
b. Ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c. Ideologi mengandung inti serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat
menyeluruh, mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh masyarakat, bangsa.
d. Nilai dasar yang terangkum dalam Pancasila, menjadi ideologi bangsa Indonesia, karena
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat, bangsa dan negara RI.

• Pengertian Ideologi
o Para pemikir atau teoritisi tidak pernah mencapai konsensus tentang apa arti ideologi.
Di antaranya, ideologi dapat dimengerti sebagai suatu belief system, pedoman atau
petunjuk hidup, dan sebagai rumusan nilai-nilai atau cita-cita (ideals). Saya cenderung
memahami ideologi Pancasila sebagai rumusan cita-cita atau nilai-nilai.

• Ideologi Terbuka dan Tertutup


o Ideologi terbuka lebih tepat dan lengkap dimengerti dalam perbedannya dari ideolohi
tertutup. Ideologi tertutup diciptakan oleh seseorang atau sekelompok orang atau klik
tertentu. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dipaksakan begitu saja pada
masyarakat untuk merubah masyarakat dan cara hidup rakyat. Lagi pula ideologi
tertutup mempunyai nilai operasional langsung, dalam arti langsung menjadi tolok ukur
untuk menilai sikap, cara pikir dan tingkah laku seseorang.
o Dua contoh paling jelas dari ideologi tertutup adalah komunisme dan Nazisme. Orang
dapat dihukum langsung karena dituduh “anti Komunis”, apapun artinya. Tetapi orang
tidak bisa dihukum karena “menentang” atau “anti” Pancasila. Sebab itu, sebaliknya
orang juga tidak bisa diharapkan “melaksanakan Pancasila secara konsekuen”, apalagi
“secara murni atau konsekuen” seperti diindoktrinasikan oleh “Orde Baru”, yang masih
bergaung dalam era reformasi ini. Dalam pengertian ideologi tertutup itulah orang
berbicara tentang “kesadaran elit pada Pancasila menipis”, entah bagaimanapun cara
mendukungnya
o Sebaliknya, nilai-nilai ideologi terbuka tumbuh dan berkembang dari dan atas dasar
nilai-nilai yang hidup dan dihayati dalam mastarakat. Sebab itu, ideologi terbuka tidak
memerlukan pemaksaan. Tetapi nilai-nilai yang dirumuskan dalam ideologi terbuka
bukan yang harus bersifat khas untuk komunitas tertentu, melainkan bersifat universal.
o Ideologi terbuka juga tidak mempunyai nilai operasional langsung, melainkan sebagai
sumber hukum memerlukan perangkat hukum dan perundangan pada berbagai
tingkatan sebagai operasionalisasinya. Jadi di Indonesia, selama orang tidak melanggar
hukum, yang diasumsikan didasarkan pada UUD, termasuk ideologi Pancasila, dia
tidak bisa dikatakan “melanggar Pancasila”. Mutatis mutandis selama orang tidak
melanggar hukum, dia tidak melanggar Pancasila itu sendiri.
o Sayangnya prinsip itu lebih mudah dikatakan daripada pelaksanaannya, karena msih
menjadi persoalan, apakah hukum dan perundangan sebagai jalan pelaksanaan UUD
dan ideologi negara, didasarkan pada interprestasi atau pemahaman yang tepat dan
benar dari prinsip atau nilai-nilai yang dirumuskan sebagai ideologi Pancasila.
o Sekurang-kurangnya dua sila menimbulkan kesulitan dalam pemahaman yang
didasarkan pada suatu konsensus. Yang pertama, dan paling fundamental tetapi
kontroversial adalah sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

• Yang kedua adalah sila keempat, yaitu Kedaulatan rakyat atau Demokrasi, karena
rumusannya yang tidak mudah dimengerti.

• Sila Pertama : Ketuhanan YME


o Yang pertama adalah sila pertama, karena implikasinya yang begitu penting bagi
kehidupan politik yang selalu ditandai oleh ketidakstabilan, ketegangan antar golongan
agama yang berlarut-larut sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang.
o Ini telah menjadi ancaman pada persatuan bangsa. Bahaya disintegrasi bangsa inilah
tantangan paling berat bagi kelangsungan hidup indonesia, baik sebagai bangsa
maupun sebagai negara.
o Sumber masalah ini adalah perbedaan dalam memahami sila pertama itu, sehingga
sebenarnya identitas atau hakikat indonesia sebagai “Negara Pancasila” tidak pernah
jelas.
o Umumnya orang indonesia bersikap ambivalen terhadap masalah itu, karena sila
pertama itu memang rancu5, khususnya dalam masalah kedudukan agama dalam
Negara Pancasila, atau hubungan antara agama dan ideologi Pancasila.
o Apakah negara Pancasila merupakan negara agama, atau negara sekuler? Apakah
dalam Negara Pancasila, setiap warga negara harus percaya kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan percaya kepada Tuhan YME melalui agama? Dan apakah orang hanya boleh
memeluk salah satu agama yang diakui negara? Jaman era Soeharto, dengan sasaran
hukum yang tidak jelas, hanya lima agama yang diakui.
o Pertanyaan-pertanyaan seperti itu biasanya dihindari, atau tidak diberi jawaban yang
jelas dan tegas, atau dapat dirumuskan sebagai negara yang bukan-bukan6. RI sebagai
“Negara Pancasila” selalu difahami sebagai “bukan negara agama” dan “bukan negara
sekuler”7.
o Istilah “sekuler” banyak di salah-mengerti sebagai “anti agama”, dan bukannya sekedar
“anti intervensi negara dalam agama atau masalah-masalah internal agama”. Sebab itu,
pemisahan antara agama dan negara (politik) umumnya ditolak. Tetapi tidak pernah
jelas, di mana peranan agama. Apakah hukum agama bisa menjadi sumber hukum
negara, dan dalam hal apa?
o Sumbernya adalah perbedaan interprestasi tentang sila pertama Pancasila, Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai agama. Orang-orang non-Muslim merasa aman dengan sila itu
karena mereka memahaminya sebagai jaminan dan perlindungan atas kebebasan
beragama. Tetapi masih banyak orang (terutama kalangan Muslim) yang memahami
asas Ketuhanan YME sebagai agama.
o Lebih menyusahkan lagi, ada kecenderungan untuk mengacaukan kebebasan dan
kewajiban. Kita mengakui kebebasan beragama, tetapi secara tidak langsung, terutama
melalui UU Perkawinan, setiap orang harus beragama. UU Perkawinan itu menentukan
bahwa orang harus kawin “menurut agama masing-masing”.
o UU Sisdiknas yang ditetapkan tahun lalu, maupun UU sebelumnya yang
digantikannya, mewajibkan pendidikan agama di semua sekolah dan guru-guru agama
harus seagama dengan para peserta didik. Kita juga mempunyai UU Peradilan Agama
tentang Zakat dan tentang Haji, kalaupun ketiganya tidak mempunyai implikasi
lansung bagi orang-orang non Muslim.
o Sebenarnya, dalam pasal 29 UUD,terkandung juga pengakuan atas apa yang disebut
“kepercayaan”. Tetapi itu tidak diakui sebagai agama, dan tidak dirinci aliran
kepercayaan apa saja yang ada dan mungkin “diakui”, dan UU Perkawinan hanya
mengacu pada “agama”, dan sama sekali tidak menyebut “kepercayaan”.
o Meskipun tidak jelas dalam hukum, UU atau peraturan yang mana, negara hanya
mengakui lima negara. Ironisnya, agama Yahudi, agama monoteis yang paling tua,
yang sudah ada sejak sebelum lahirnya agama Kristen dan Islam, tidak termasuk yang
diakui.
o Apa dasar pertimbanganya, tidak jelas juga, meskipun dapat diduga alasannya adalah
faktor politis. Lagi pula, agama tidak memerlukan pengakuan negara. Presiden SBY
kini telah menegaskan, meskipun dasar hukumnya juga tidak jelas bahwa kita tidak lagi
membedakan antara agama yang diakui dan yang tidak diakui.

• Perlu Ketegasan Tentang Status Negara dan Agama


o Oleh sebab itu, kalau kita hendak menghindari konflik karena masalah-masalah
keagamaan terus menerus sepanjang hidup, kita harus tegas dalam pendirian kita
tentang status agama dalam negara, yang seharusnya dipisahkan tugas dan
wewenangnya.
o Itulah esensi dari asas sekuler. Di negeri ini asas sekularisasi sering dianggap anti
agama. Yang benar adalah sekularisasi itu anti atau menentang intervensi negara dalam
agama atau masalah-masalah internal keagamaan, seperti pendidikan agama.
o Lagi pula, negara bentuk tidak untuk melaksanakan ajaran agama, melainkan untuk
kepentingan dan kesejahteraan umum. Kita bina dan pelihara persatuan bangsa tidak
atas dasar agama, melainkan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan seperti terkandung
dalam pancasila dan cita-cita demokerasi yang mendambakan kebebasan,
o persamaan dan keadilan, serta menghormati HAM, dan tidak semata-mata sebagai
suatu mekanisme dalam mengambil keputusan melalui pemilihan, yang dapat
menimbulkan tirani mayoritas8.
o Hukum agama seharusnya tidak diberi sanksi hukum negara, sehingga mempunyai
civil effect. Kalau seseorang terbukti mencuri, misalnya dia akan dihukum oleh negara
bukan karena dia melanggar hukum agam manapun, tetapi karena dia melanggar hak
orang lain dan mengganggu ketertiban umum.
o Mengabdi pada kepentingan umum akan kesejahteraan dan ketertiban atas dasar
keadilan adalah tugas dan fungsi utama negara. Untuk itulah negara didirikan.
o Kita hanya dapat mempertahankan kehidupan kenegaraan sesuai dengan UUD 1945
dengan berbagai amandemennya, termasuk di dalamnya ideologi Pancasila, kalau kita
dapat membuktikan bahwa sistem itu menjamin kehidupan yang sehat dan adil
o Jika negara dapat menciptakan kesejahteraan umum dalam pengertian yang luas atas
dasar keadilan yang dapat semakin mendekati cita-cita kemerdekaan. Jika tidak, orang
akan cenderung mencari sistem alternatif yang dianggap lebih baik, salah satu benar,
yang diharapkan akan menjanjikan kehidupan yang lebih sehat.
o Dulu pilihan yang paling tersedia adalah komunisme. Bagi kaum intelektual,
komunisme dengan segala kelemahan dan kekeliruan yang mendasar menyediakan alat
analisa masyarakat tajam dan coherent.
o Bagi rakyat kebanyakan, komunisme menjanjikan kehidupan yang lebih baik, lebih
adil9. Ideologi komunisme memang lahir dari adannya penindasan dan ketidakadilan-
bukan karena adannya agama.
o Tetapi dengan tumbangnya rezim-rezim komunis di Eropa timur dan disusul dengan
bubarnya Uni Soviet sendiri sebagai negara “komonis” pertama dan oleh karenanya
dianggap sebagai model sistem komunis, ideologi komunis itu tidak menarik lagi.
Apalagi komunisme masih dilarang di negeri ini, meskipun hal itu melanggar HAM.
o Karena kerancuan sila pertama ideologi Pancasila, kita menghadapi permasalahan
mendasar yang meyangkut bidang-bidang berikut: Pertama, hakikat kebangsaan
indonesia: nilai-nilai dasar (kemanusiaan) – core values – apa saja yang sebenarnya
mengikat kita semua yang berlatar belakang sempit dalam pengertian
o etnis, ras, keagamaan, budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda-beda (nilai
kebhinekaan), menjadi satu bangsa yang disebut “indonesia” (nilai tunggal ika)?
Seperti baru saja disebutkan, nilai-nilai kemanusiaan universal itu terkandung dalam
cita-cita demokrasi: persamaan, keadilan, dan HAM.
o Kedua, beberapa masalah politik atau kenegaraan yang serius pula, yakni hubungan
mayoritas-minoritas yang rancu. Sebenarnya pengambilan keputusan melalui
pemungutan suara atau voting sebagai mekanisme demokrasi, yang akan dimenangkan
suara mayoritas adalah wajar dan syah.
o Tetapi dapatkah mayoritas memaksakan kehendaknya melalui voting ketika keputusan
itu meyangkut masalah mendasar yang bertentangan dengan salah satu core values,
nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental, yang menyangkut nurani, sehingga praktis
yang terjadi adalah tirani mayoritas, seperti dalam kasus UU Sisdiknas tahun 2003 yang
sudah disebutkan di atas?
o Kita juga akan menghadapi masalah pengkajian UU: Sebelum sebagai bangsa kita
mencapai konsensus tentang nilai-nilai mendasar yang mengikat kita sebagai bangsa
bangsa dan negara, mekanisme pengkajian UU (judicial review) yang sekarang sudah
kita kembangkan, khususnya sebagai salah satu fungsi Mahkamah Konstitusi, tidak
akan bermakna.

Anda mungkin juga menyukai