Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian CBM
Gas Metana Batu bara (GMB) atau Coalbed methane (CBM) adalah gas bumi
(hidrokarbon) dengan gas metana merupakan komposisi utamanya yang terjadi secara
alamiah dalam proses pembentukan batu bara (coalification) dalam kondisi terperangkap
dan terserap pada lapisan batu bara. Proses terbentuknya GMB berasal dari material
organik tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia dan fi sika (dalam bentuk panas
dan tekanan secara menerus) yang berubah menjadi gambut dan akhirnya terbentuk batu
bara.
Selama berlangsungnya proses pemendaman dan pematangan, material organik akan
mengeluarkan air, CO2, gas metana dan gas lainnya. Selain melalui proses kimia, GMB
dapat terbentuk dari aktivitas bakteri metanogenik dalam air yang terperangkap dalam batu
bara khususnya lignit. Kandungan gas pada GMB sebagian besar berupa gas metana
dengan sedikit gas hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon.
Reaksi kimia pembentukan batu bara adalah sebagai berikut:

Keberadaan gas metana pertama kali dikenal pada tambang batubara bawah tanah
yang mengeluarkan gas berbahaya. Sebelum tahun 1980-an, gas metana yang dihasilkan
dari tambang batubara dikenal sebagai salah satu bahaya yang paling ditakuti oleh para
pekerja tambang bawah permukaan, karena jika terakumulasi dan terbakar dapat
menimbulkan ledakan yang membahayakan keselamatan jiwa para pekerja tambang.
Untuk menanggulangi bahaya tersebut dilakukan pengaliran gas metana dari dalam
tambang ke udara bebas dengan sistem pipa ventilasi dan pemompaan udara. Dalam
sejarah dunia tambang batu bara, penggunaan lubang pemboran vertikal untuk
mengalirkan gas metana dilakukan pertama kali pada tahun 1943 di daerah tambang batu
bara Mansfield Colliery.
Pengaliran gas metana ke udara bebas dapat meningkatkan pemanasan global akibat
gas rumah kaca selain terbuangnya potensi energi gas secara percuma. Walaupun volume
emisi gas metana 3 kali lebih kecil dari gas karbon dioksida (CO2), namun memiliki efek
gas rumah kaca 21 kali lebih besar (Seinfeld and Pandis, 2006). Penambangan batu bara
diperkirakan menyumbang 9% dari emisi gas metana yang ada di udara.
Penelitian pemanfaatan dan produksi GMB pertama kali dilakukan oleh Amerika
Serikat pada tahun 1970-an dengan lokasi pilot project di Cekungan Black Warrior Basin
Alabama. Gas metana yang diambil dari lapisan batu bara ini dapat digunakan sebagai
energi. Eksploitasi GMB tidak merubah kualitas matrik batu bara bahkan menguntungkan
para penambang batu bara, karena lapisan batubara tersebut menjadi aman untuk
ditambang.
Dalam beberapa dekade terakhir pemanfaatan GMB telah menjadi sumber energi yang
penting di Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara lain. Pada tahun 1980-an Gas
Research Institute memulai kegiatan eksplorasi GMB yang meliputi studi sumuran,
analisis keteknikan reservoir, serta perekahan buatan reservoir (fracturing) dan aplikasi
pekerjaan komplesi sumur (well completion) sebagai upaya peningkatan kualitas reservoir.
Dari hasil studi tersebut menunjukkan bahwa GMB memiliki nilai keekonomian
sebagai sumber energi baru yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi GMB. Saat
ini energi yang bersumber dari GMB telah menyumbang lebih kurang 10% suplai energi
negara Amerika Serikat.

GAMBAR 1
PROSES PEMBENTUKAN CBM
Pada saat ini GMB telah banyak dikembangkan (umumnya digunakan untuk
menggerakkan turbin pembangkit listrik) oleh beberapa negara seperti Amerika, Rusia,
China dan Australia.
Walaupun dari energi fosil yang tidak terbaharukan, tetapi gas metana terus
terproduksi selama lapisan batu bara tersebut masih ada. GMB merupakan sumber energi
yang relatif masih baru yang merupakan salah satu energi alternatif yang dapat
diperbaharui penggunaannya. Selain itu, CBM ini termasuk salah satu sumber energi yang
ramah lingkungan.

B. Reservoir CBM
Gas Metana Batu bara (CBM) merupakan gas hidrokarbon nonkonvesional yang
bersumber dari batu bara dan tersimpan dalam reservoir batu bara. Reservoir CBM sangat
berbeda dengan reservoir minyak pada umumnya. CBM atau coalbed gas adalah gas yang
tersimpan karena adsorpsi dalam micropore batubara. Gas tersebut juga disebut dengan
sweet gas karena tidak ada kandungan H2S. CBM tersimpan dalam batuan melalui proses
yang disebut adsorption. Gas metana menempel pada micropore batubara (matrix).
Fracture atau rekahan pada batu bara (cleats) dapat juga berisi gas bebas atau gas yang
tersaturasi oleh air. Sistem ini disebut dengan Dual Porosity Reservoirs.
Karakteristik reservoir CBM memiliki perbedaan yang mendasar dibandingkan
dengan sistem gas konventional. Pada sistem CBM batu bara berfungsi sebagai batuan
sumber (source rock) sekaligus sebagai reservoir gas. Batu bara merupakan media berpori
yang anisotropic dan heteregenous yang dicirikan oleh adanya dua sistem porositas yang
berbeda (dual-porosity) yaitu macropores dan micropores. Macropores yang dikenal juga
sebagai cleat yang umum dijumpai pada lapisan batu bara, sedangkan micropore atau
matrik adalah sebagai ruang simpan utama gas.

GAMBAR 2
RESERVOIR CBM
GAMBAR 3
PROSES PEMBENTUKAN CBM
C. Eksplorasi CBM
Eksplorasi Gas Metana Batu bara CBM adalah kegiatan yang bertujuan
memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh
perkiraan cadangan CBM. Pada tahap awal kegiatan eksplorasi CBM adalah
mendeliniasi keberadaan batu bara berdasarkan data yang sudah ada seperti peta geologi
regional. Ada beberapa tahapan dalam kegiatan eksplorasi GMB, yaitu:
Tahap 1: Studi Geologi dan Geofi sika
Tahap 2: Pengeboran Eksplorasi
Tahap 3: Pilot or Feasibility Drilling
Tahap 4: Pilot Production Testing
Tahap 5: Pengembangan Produksi Komersial.
Studi Geologi dan Geofisika
Pengetahuan mengenai cekungan batu bara sangat diperlukan untuk mendeliniasi
wilayah yang memiliki prospek GMB. Indonesia memiliki banyak cekungan yang
mengandung batu bara, namun tidak setiap cekungan tersebut memiliki prospek yang
bagus untuk pengembangan GMB. Deliniasi kemungkinan prospek GMB dilakukan
dengan mengkaji beberapa aspek di antaranya luas daerah endapan batu bara, ketebalan,
kedalaman lapisan dan karakter mikroskopis batu bara. Selain kajian geologi untuk
mengetahui penyebaran batu bara dapat digunakan juga penelitian geofi sika bawah
permukaan berupa interpretasi data seismik untuk memetakan struktur batu bara dan
distribusi ketebalan secara lateral. Pada penelitian geofisika menggunakan data atribut
seismik analisis untuk mengetahui distribusi ketebalan (isopach map). Kegiatan tersebut
merupakan langkah awal untuk eksplorasi GMB yang lebih terarah.
Ada tiga metode studi geofisika yang bisa dipakai : metode survey seismik,
survey magnetik, dan survey gravity.

1. Survey seismik adalah metode eksplorasi untuk memperkirakan bentuk, jenis, &
ketebalan lapisan batuan dengan cara mempelajari gelombang getaran. Jadi pada
survey seismik akan menghasilkan gelombang tertentu dari permukaan menuju ke
bawah permukaan. Gelombang tersebut bisa dihasilkan dari dinamit maupun air
gun, namun yang paling populer digunakan adalah air gun karena penggunaan
dinamit sekarang dilarang akibat membahayakan lingkungan. Air gun adalah
tabung yang didalamnya berisi gas terkompresi. Ketika gas dilepas, ia akan
menghasilkan getaran dan gelombang seismik akan bergerak ke bawah
permukaan. Lapisan di bawah permukaan bumi ada bermacam-macam dan setiap
lapisan mempunyai karakteristik masing-masing. Setiap lapisan tersebut akan
berbeda-beda dalam merespon gelombang yang diterima. Respon yang dimaksud
adalah lapisan tersebut akan merefleksikan gelombang tadi. Konsep survey
seismik mirip seperti memantulkan bola di sebuah permukaan. Pemantulan bola
yang terjadi di lantai pasti berbeda dengan pemantulan bola yang terjadi di pasir.

GAMBAR 4
KEGIATAN SEISMIK
Lalu detektor elektronik yang bernama geophone akan menangkap gelombang yang
dipantulkan tersebut. Sinyal dari detektor akan ditransimisikan dan direkam pada
disk magnetik yang ada pada truk perekam. Data yang direkam nantinya akan
diinterpretasikan. Selanjutnya data akan dimodelkan sehingga dapat divisualisasikan
menjadi peta subsurface 2D atau 3D oleh ahli geofisika dan geologi.
Survey Seismik dapat dilakukan dimana saja baik daerah onshore maupun
offshore. Namun karena kegiatan eksplorasi saat ini lebih banyak terkonsentrasi pada
daerah offshore, survey seismik untuk daerah offshore menjadi sangat penting.
Menurut data kementerian ESDM, sepanjang tahun 2010 telah dilakukan kegiatan
survey seismik 2D sepanjang 28,760 km sedangkan survey seismik 3D seluas 9,692
km2. Kedua survey seismik tersebut sebagian besar dilakukan di daerah offshore.
Kegiatan survey seismik 2D dilakukan oleh pemerintah dan KKKS (Kontraktor
Kontrak Kerja Sama yaitu perusahaan pemilik field tertentu) sedangkan survey
seismik 3D dilakukan oleh KKKS pada lapangan yang sedang beroperasi. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan survey seismik memang penting. Dari pihak
pemerintah, survey seismik 2D dilakukan untuk mendapatkan potensi sumber daya
migas sehingga mempermudah penawaran blok migas. Sementara dari pihak KKKS
sendiri survey seismik 2D dan 3D dilakukan untuk mendapatkan data reservoir yang
lebih detail sehingga resiko ketidakpastian di suatu field dapat dikurangi.

GAMBAR 5

CONTOH HASIL SEISMIK

Kegiatan survey seismik daerah offshore dilakukan menggunakan kapal seismik.


Sumber getaran yang digunakan adalah air gun. Tenaga yang dikeluarkan berasal
dari udara bebas sehingga tidak merusak karang yang ada di bawah kapal.
Getaran yang sampai ke dasar laut akan dipantulkan lalu ditangkap dan direkam oleh
alat penerima sumber getaran (hidrophone). Dua metode yang bisa dipilih dalam
survey seismik offshore yaitu marine seismic dan transition zone. Marine seismic
mempunyai ciri khas kabel streamer yang terdiri atas hidrophone ditempatkan
melayang dan akan ditarik oleh kapal.
Metode ini biasa digunakan pada daerah dengan kedalaman lebi h dari 10 meter.
Kelebihan metode marine seismic waktu pengukuran relatif cepat dan biayanya
murah. Sedangkan metode transition zone punya ciri khas kabel streamer yang terdiri
atas hidrophone dibentangkan di dasar laut.

GAMBAR 6
MARINE SEISMIK

GAMBAR 7
TRANSITION ZONE
Metode ini biasa digunakan pada daerah dengan kedalaman 0-10 meter. Dalam
kegiatan seismik offshore banyak pihak yang terlibat, mulai dari navigator, observer,
gun mechanic, geophisic. Posisi-posisi tersebut banyak ditempati oleh sarjana Teknik
Geodesi, Geofisika, Geologi, dan Mesin.

2. Survey magnetik dan Survey Gravity


Untuk survey magnetik akan mendeteksi perubahan gaya magnet bumi yang
disebabkan variasi sifat magnet yang dimiliki batuan. Alat untuk mengukur medan
magnet yang digunakan pada survey magnetik ini dinamakan magnetometer.
Magnetometer akan mengukur medan magnet bumi dalam satuan gauss. Alat ini
bersifat sangat sensitif terhadap batuan yang mengandung mineral yang bersifat
magnetik (magnetite). Jika terdapat batuan yang mengandung magnetite dalam
jumlah besar, maka akan terdeteksi dengan adanya medan magnet yang lebih besar
dari keadaan normal. Magnetometer biasanya digunakan untuk mendeteksi variasi
kedalaman dan komposisi basement rock.
Alat ini juga digunakan untuk memperkirakan ketebalan dari batuan sedimen yang
mengisi basin dan mengetahui lokasi patahan. Sementara survey gravity secara
sederhana akan menghitung variasi dan perbedaan gaya gravitasi bumi yang
disebabkan variasi densitas pada struktur geologi yang berbeda. Setiap formasi batuan
memiliki percepatan gravitasi yang berbeda-beda bergantung pada massa dari batuan
tersebut. Formasi batuan yang membentuk trap dengan massa rendah seperti saltdome
dapat dideteksi dengan survey gravity karena percepatan gravitasinya lebih rendah
daripada percepatan gravitasi normal. Formasi batuan yang membentuk trap dengan
massa besar yang berada dekat permukaan seperti anticline dapat dideteksi karena
percepatan gravitasinya lebih tinggi daripada percepatan gravitasi normal. Alat untuk
mengukur percepatan gravitasinya dinamakan gravity meter. Berikutnya dilanjutkan
proses pengolahan data geofisika, interpretasi dan evaluasi data geofisika, studi
geokimia dan petrofisika, dan pembuatan sumur percobaan untuk membuktikan ada
tidaknya kandungan migas. Satu-satunya cara untuk memastikan bahwa sebuah trap
terdapat jumlah minyak dan gas yang komersial adalah dengan mengebor (drilling)
sumur. Sumur yang di drill untuk mencari lapangan sumber migas yang baru
dinamakan wildcat. Jika berhasil, akan dilakukan proses drilling lanjutan sumur
pengembangan dan mulai memasang instalasi produksi, tangki pengumpul, dan
fasilitas lainnya. Namun jika gagal, sumur wildcat akan ditutup dan ditinggalkan.
Indikator berhasil atau gagal tidak hanya ditentukan oleh apakah daerah tersebut
dapat menghasilkan migas atau tidak, namun yang paling penting adalah apakah
feasible untuk dilakukan tahap selanjutnya (drilling dan produksi). Daerah yang
menghasilkan migas belum tentu dapat memproduksi dalam jangka waktu yang lama
dan menguntungkan dari sisi ekonomi. Maka dari itu diperlukan tahap kajian atau
dikenal dengan istilah Plan Of Development (POD). PoD adalah rencana kegiatan
jangka panjang dengan mengetahui informasi cadangan migas, prediksi produksi,
hingga kajian finansial. Dengan adanya PoD, kita bisa menilai apakah suatu daerah
prospek untuk dilakukan proses produksi sumber hidrokarbon.
EKSPLORASI CBM DENGAN METODE GEOFISIKA
(SEISMIK, MAGNETIK,GRAVITY)

TUGAS GAS METANA BATUBARA


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Gas Metana Batubara pada Jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh

Maharani Ayuningtyas
03121002015

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Booklet-Eksplorasi-IATMI-SMUI,2014, Jakarta

Anonim, Gas Metana Batubara, 2014, Lemigas, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai