Anda di halaman 1dari 30

Back to Home

»
MENELUSURI
KARAKTERISTIK
IDEALISME GURU
Oleh Muliadi Kurdi
dosen honorer pada Fak. Tarbiyah IAIN Ar-
Raniry Banda Aceh dan Ustad pada Pesantren
Modern Al-Manar Aceh Besar  
 
 

Abstrak

Keberhasilan pendidikan tergantung pada banyak faktor, namun yang terpenting di antara
faktor-faktor tersebut adalah sumber daya pontensial guru yang sarat nilai moral dalam
melakukan transpormasi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Dalam angkatan
bersenjata faktor ini disebut dengan “the man behind the gun”. Orang-orang militer
berpendapat bahwa bukan senjata yang memenangkan perang, tetapi serdadu yang
memegang senjata itu. Serdadu tidak akan memenangkan suatu pertempuran apabila tidak
menguasai strategi perang.

A.     Pendahuluan

Guru dituntut memiliki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek
didik. Kualitas seorang guru itu dapat diukur dari moralitas, bijaksana, sabar dan menguasai
bahan pelajaran ketika beradaptasi dengan subjek didik. Sejumlah faktor itu membuat
dirinya mampu menghadapi masalah-masalah sulit, tidak mudah frustasi, depresi atau stress
secara positif atau konstruktif, dan tidak destruktif.

Seorang guru mempunyai tanggung jawab terhadap keberhasilan anak didik. Dia tidak
hanya dituntut mampu melakukan transformasi seperangkat ilmu pengetahuan kepada
peserta didik (cognitive domain) dan aspek keterampilan (pysicomotoric domain), akan
tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk mengejewatahkan hal-hal yang berhubungan
dengan sikap (affective domain).
Mahdi Ghulsyani dalam karyanya, “Filsafat Sains Menurut Al-Quran”, mengatakan
bahwa guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas penalaran, ketaqwaan dan
pengetahuan. Di samping itu, Mahdi Ghulsyani juga menyebutkan karakteristik guru, antara
lain adalah memiliki moral, mendengarkan kebenaran, mampu menjauhi kepalsuan ilusi,
menyembah Tuhan, bijaksana, menyadari dan mengambil pengalaman-pengalaman.

Al-Quran sebagai landasan paradigma pemikiran pendidikan Islam, telah banyak


mengungkapkan analisir kependidikan yang memerlukan perenungan mendalam, terutama
bagi praktisi pendidikan. Pemikiran pendidikan yang berlandaskan kepada wahyu Tuhan
menuntut terwujudnya suatu sistem pendidikan yang komprehensif, meliputi ketiga
pendekatan dalam istilah ilmu pendidikan yaitu cognitive, affective  dan psycomotoric.
Ketiga pendekatan ini   yang nantinya akan mampu melahirkan pribadi-pribadi pendidik yang
akan berperan dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam dan mampu mengembangkan
peserta didik ke arah pengamalan nilai-nilai Islam secara dinamis dan fleksibel dalam batas-
batas konfigurasi realitas wahyu Tuhan.

Karakter kependidikan yang berlandaskan pada pendekatan nilai-nilai Al-Quran saat


ini jauh sebagaimana diharapkan.  Banyak dari pendidik hanya menonjolkan aspek
kemampuan intelektualitas belaka (cognitive) dan meninggalkan nilai-nilai etika (affective
domain).  Hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang diajarkan Al-Quran, yang
mengajarkan keseimbangan dalam segala hal. Sistem pendidikan yang baik adalah sistem
pendidikan yang dapat memadukan tiga aspek tersebut dengan cara mentransferkan
pengetahuan serta mewariskan nilai-nilai bagi peserta didik dan generasi selanjutnya. Maka
keharusan melahirkan kalangan yang dapat berperan sebagai medium (pendidik) dalam
proses pentransferan ilmu, itu kemudian menjadi suatu keniscayaan.

Dari kesenjangan ini, perlu adanya pengkajian kembali nilai-nilai pendidikan yang
sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Penjelasan ini diharapkan akan menjadi sebuah
solusi dan menjadi sebuah bahan renungan bagi para pendidik, guru dan orang-orang yang
concern terhadap kepembangunan pendidikan di Aceh kususnya dan di Indonesia umumnya.

B.     Reaktulisasi Profil Seorang Guru Ideal

Ukuran ideal seorang guru sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman
intelektulitasnya. Guru harus memiliki “skill labour” yaitu tenaga terdidik atau terlatih
dengan kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan subjek didik.
Guru merupakan figur dalam penyuksesan pendidikan bagi anak didik. Tidak cukup hanya
saja, bahkan guru dituntut harus memiliki akhlak yang baik seperti diajarkan oleh Rasulullah
saw.

Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad menuturkan bahwa Rasul sosok sang pendidik, para
sahabat sebagai subjek didik kala itu menangkap teladan yang luhur pada dirinya, berakhlak
baik, memiliki ilmu dan memiliki keutamaan dalam semua gerak-geriknya.

Jika seorang pendidik mempunyai karakter seperti di atas, akan disenangi oleh peserta
didik, dengan sendirinya akan disenangi ilmu yang diajarkannya. Muhammad ‘Abd al-Qadir
mengatakan, “Banyak siswa yang membenci suatu ilmu atau materi pelajaran karena watak
guru yang keras, akhlak guru yang kasar dan cara mengajar guru yang sulit. Di pihak lain,
banyak pula siswa yang menyukai dan tertarik untuk mempelajari suatu ilmu atau mata
pelajaran, karena cara perlakuan yang baik, kelembutan dan keteladanannya yang indah.”

Tugas ini merupakan suatu pekerjaan yang berat dan sulit dicapai oleh seseorang,
apabila ia tidak mempunyai karakter pendidik. Seorang pendidik mempunyai sifat-sifat
terpuji dan mampu menyesuaikan diri baik dengan peserta didik maupun dengan
masyarakat. Sikap seperti inilah barangkali yang diketengahkan al-Quran dengan ungkapan
Ulul al-Bab.

C.     Kesimpulan

Untuk memperoleh jawaban tentang ciri-ciri ideal seorang guru, paling tidak harus
melakukan dua pendekatan, antara lain: pertama, pendekatan tidak disengaja. Pendekatan
ini dilakukan dengan tidak disengaja oleh seorang pendidik, karena terjadi dalam interaksi
keseharian, misalnya dalam proses belajar mengajar, maupun dalam pergaulan di luar kelas.
Keberhasilan tipe keteladanan, seperti keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan
(performance), tingkah laku, tutur kata dan sebagainya. Dalam kondisi ini, pengaruh
keteladanan berjalan secara langsung tanpa disengaja. Ini berarti bahwa setiap orang yang
diharapkan menjadi teladan hendaknya memelihara tingkah lakunya, disertai kesadaran
bahwa ia bertanggung jawab di hadapan Allah swt.

Kedua, pendekatan yang disengaja. Pendekatan ini dilakukan dengan cara penjelasan
atau perintah agar diteladani. Seperti lazimnya seorang pendidik memerintah muridnya
untuk membaca, mengerjakan tugas sekolah, tugas rumah atau seorang pendidik memberi
penjelasan di papan tulis kemudian ditiru oleh murid-muridnya. Pendekatan ini dilakukan
agar si anak terbiasa dan terlatih dalam kedisiplinan dan keuletan dalam mempelajari ilmu
pengetahuan. Pendekatan ini adalah salah satu pendekatan yang paling  sering dilakukan
Nabi Muhammad saw., ketika bersama-sama dengan sahabatnya.

Para sahabat telah mempelajari berbagai urusan agama mereka dengan jalan
mengikuti keteladanan yang diberikan Rasulullah saw., secara sengaja, seperti digambarkan
dalam sebuah hadits, “Hendaklah kamu sekalian mengambil cara-cara ibadah seperti
ibadahku.”

DAFTAR BACAAN

Abd Al-Rahman Al-Nahlawi. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di
Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: Diponegoro, 1992.
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992.
Ali Syari’ati. Membangun Masa depan Islam; Pesan Untuk Para Intelektual Muslim, cet. 2.
Bandung: Mizan, 1989.
AM. Saefuddin. Fenomena Kemasyarakatan, cet. 1. Yogyakarta: Dinamika, 1996.
Azyumardi Azra. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, cet. 1. Jakarta: Logos,
1998.
Benjamin Spoek. Memberi Watak Anak. Jakarta: Gunung Jati, 1982.
Hasan Langgulung. Manusia dan Pendidikan; Suatu analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta:
Al-Husna Zikra, 1995
Haya Binti Mubarak. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul Falah, 1998.
Hilmy Bakar Almascaty. Membangun Sistem Pendidikan Kaum Muslimin. Jakarta: Azzahra,
tt.
Kholilah Marhijanto. Menciptakan Keluarga Sakinah. Gersik: Bintang Pelajar, 1998.
M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam.  Jakarta: Bumi Aksara, 1987.
M. M. Rachmat Kartakusuma. Serba Pandangan Tentang Peranan Cendikiawan,  “PRISMA”,
NO. 9, November 1976, tahun ke v.
Mahdi Ghulsyani. Filsafat Sains Menurut Al-Quran, ter. Agus Effendi. Bandung: MIzan, 1995.
Maudurrahman. The Amirican Jornal of Islamic Social Sciencies,  vol. XI, No. 4. America: The
Institute of Islamic Thought, 1994.
Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad. Thuruq al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Kairo: Maktabah al-
Nahdlah al-Mishyyah, 1980.
Sayyed Ali Asyraf. New Horizon in Muslim Education. Chppenham: Anthony Rowe, 1985.
Soetjipto Wirosardjono. Cendikiawan Islam Indonesia Masa Kini, Pemikiran dan Peranannya,
“Panji Masyarakat”, no. 630, 23 Rabi’ul Akhir- 2 Jumadil awal 1410 H, 21-30 desember
1989.

Penulis adalah dosen honorer pada Fak. Tarbiyah IAIN Ar-Raniry


Banda Aceh dan Ustad pada Pesantren Modern Al-Manar Aceh Besar,
tinggal di Lampreh LT, No. 53, Ingin Jaya, Aceh Besar.

Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Al-Quran, ter. Agus Effendi,


(Bandung: MIzan, 1995), hal. 100-105.

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam  (Jakarta: Bumi Aksara, 1987),


hal. 122. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 74-75.

Sayyed Ali Asyraf, New Horizon in Muslim Education, (Chppenham:


Anthony Rowe, 1985, hal. 18. Maudurrahman, The Amirican Jornal of
Islamic Social Sciencies,  vol. XI, No. 4, (America: The Institute of Islamic
Thought, 1994), hal. 529-530.

Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad, Thuruq al-Tarbiyah al-Islamiyyah


(Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishyyah, 1980), hal. 54-59. 

Kata ulul albab dikonotasikan dengan cendikiawan Muslim,


intelektual Muslim, ulama bahkan Ali Syariati menyebutkannya dengan
orang yang “tercerahkan.”

Apapun mata pelajaran yang kita ajarkan, muatan religius yang mengarahkan anak didik
kepada kedekatan dengan Tuhan YME adalah sebuah keniscayaan”

GURU adalah orang yang telah memanggul tanggung jawab sebagai salah satu
pembentuk karakter manusia. Dan sumbangan karakter guru termasuk yang paling
kontributif. Karena pengaruh seorang guru terhadap anak didiknya hampir sebesar
pengaruh orang tua terhadap anaknya. Bahkan, kadang kita sering menemui seorang
anak, ketika diperintah oleh orangtuanya tidak mau mengerjakan, tetapi kalau diperintah
guru dia mau mengerjakan. Walaupun hanya kasuistik, tapi itu mencerminkan bahwa
pengaruh guru terhadap siswa sangatlah besar, termasuk dalam proses pembentukan
karakternya. “Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari” ungkapan yang sudah
tidak asing bagi kita semua.

Sekolah-sekolah formal (SD, SMP dan SMA) memiliki porsi belajar yang dirancang
untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup sebagai bekal hidup. Selama kurang lebih 7
jam perhari di sekolah sebagai peserta didik oleh guru. Dari 7 jam perhari itu, diharapkan
karakter siswa terbangun. Baik melalui proses belajar mengajar ataupun interaksi antar
civitas akademika. Tetapi jika kita amati dan sadari, ternyata dari sekian waktu interaksi
antara guru dan anak didik, yang terjadi adalah proses transfer ilmu pengetahuan, bukan
pada proses pembentukan karakter yang utuh. Sebagian besar waktu di kelas tersedia
untuk menghabiskan target kurikulum yang diminta oleh dinas pendidikan. Sehingga
ikatan emosi antara guru dengan anak didik terasa hambar. Dan bahkan, kesan ikatan
yang tercipta seperti layaknya penjual dan pembeli. “Apa yang saya berikan, harus
mendapatkan imbalan yang setimpal, atau bahkan harus untung” setidaknya begitulah
ekstrimnya, atau bahkan itu sudah lumrah.

Padahal setelah pulang sekolah, waktu yang dilalui seorang anak mempunyai pengaruh
yang sama dengan lingkungan sekolah terhadap karakternya. Sedangkan kita semua
mafhum, bahwasanya saat ini lingkungan luar sekolah memiliki sumbangan yang relatif
kurang baik untuk pembentukan karakter anak. Saat ini kita akan mudah menemukan
anak SMP berpacaran layaknya mahasiswa (orang dewasa). Kita akan mudah
menemukan anak SMP bergaya hidup seperti orang dewasa, membentuk geng, berkonflik
dengan teman hanya karena urusan cewek/cowok, dan lain-lain. Maka bukannya pesimis,
tetapi jika hal ini tidak ada langkah preventif di dunia pendidikan, maka pendidikan kita
hanya akan menghasilkan siswa yang pintar tetapi tidak berkarakter sebagai seorang yang
terdidik. Atau bahkan lebih ironis, sudah tidak begitu pintar tidak berkarakter pula.

Sebagai orangtua, kita akan lebih senang melihat anak yang berakhlak baik, sopan, dan
menghormati terhadap orang yang lebih tua. Dan kita akan lebih senang lagi kalau anak
itu ternyata adalah anak yang pandai. Kalaupun ternyata tidak pandai, kita tidak
mempermasalahkan. Tetapi, kita akan kecewa jika mengetahui anak yang pandai dan
jenius, tetapi ternyata mempunyai akhlak yang buruk, tidak tahu tatakrama, dan
sombong. Oleh sebab itu kita sudah pasti sepakat bahwa tugas pendidikan membentuk
karakter kepribadian anak tidak hanya pandai akademis, tetapi juga akhlak. Tetapi
bukankah di sekolah ada pelajaran yang menuntun akhlak?. Memang, akan tetapi hal itu
hanya sebagian kecil terjadi. Dari struktur kurikulum kita akan tahu, berapa jumlah jam
untuk mata pelajaran tersebut. Tentu sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah jam
mata pelajaran yang di UNAS-kan. Dari jumlah yang sedikit itupun, proses pengikatan
emosional guru dengan siswa yang terbentuk juga tidak sepenuhnya. Karena suasana
kelas yang dikelola untuk mengejar target materi akan bernuansa transfer ilmu, bukan
nuansa intim, harmonis, kekeluargaan. Indikator hasil belajar seperti ini akan bisa kita
lihat setelah anak pulang dari sekolah. Ketika sudah keluar dari gerbang sekolah atau di
luar jam sekolah ikatan antara guru dan murid seakan akan sudah terputus. Akan lebih
banyak dari mereka menganggap seorang guru, hanya menjadi guru ketika di sekolah.
Saya kira pendapat ini disepakati juga oleh sebagian kecil guru. Hal ini menunjukkan
ikatan emosional antara anak dan guru –sebagai orang tua- belumlah terjalin dengan
harmonis. Apa lagi jika seorang guru beranggapan siswa tidak akan belajar darinya ketika
berada di luar kelas. Tentu itu adalah kekeliruan yang besar.

Oleh karena itu, tugas pembentukan karakter siswa sudah saatnya kita panggul lagi. Kita-
semua guru dari mata pelajaran apapun- sudah saatnya mengambil lagi tugas kita untuk
bersama-sama mendidik, menata mozaik karakter anak didik sesuai dengan mata
pelajaran masing-masing. Ikatan emosional kita sebagai “orang tua” harus lebih terjalin
dengan erat. Boleh kita tidak hafal dengan nama anak-anak didik kita karena jumlahnya
yang banyak, tetapi kita tidak boleh lupa dengan status kita sebagai orang tua mereka.
Seorang pakar pendidikan mengatakan “ … maka sesungguhnya orangtua itu adalah
penyebab wujudnya yang sekarang dan hidup fana. Sedangkan guru itu merupakan
penyebab hidup yang kekal”. Pakar pendidikan ini adalah Imam al Gazali.

Seorang guru –tidak hanya guru agama- adalah seorang pemberi petunjuk, dalam hymne
guru disebutkan “engkau sebagai pelita dalam kegelapan”. Petunjuk yang diberikan guru
adalah petunjuk hidup yang membangun karakter. Sedangkan karakter manusia
seutuhnya yang utama adalah sadar sebagai mahluk Tuhan YME. Maka arah utama
petunjuk guru dalam pengembangan karakter anak didik adalah petunjuk ke jalan yang
mendekatkan kepada Tuhan YME. Apapun mata pelajaran yang kita sampaikan, muatan
religius yang mengarahkan anak didik kepada kedekatan dengan Tuhan YME adalah
sebuah keniscayaan. Sampai di mana tingkat kemampuan penyerapan siswa terhadap
materi pelajaran di situ pula guru akan mengantarkan petunjuknya ke jalan mendekati
Tuhan. Ini bukan berarti kita menafikan pelajaran akademis, tetapi kembali lagi kita
ingat, bahwa karakter kepribadian anak -telah kita sepakati- lebih utama dari pada
kepandaian tanpa karakter. Karena menunjukkan murid ke jalan Tuhan itulah Al Ghazali
mengatakan Guru adalah penyebab manusia hidup yang “kekal”.

Terakhir, sebagai bahan renungan agar kita lebih ingat tugas mulia seorang guru mari kita
simak ucapan Al Ghazali berikut ini : “Wujud yang paling mulia di permukaan bumi ini
adalah jenis manusia. Dan bagian yang paling mulia dari hakekat manusia adalah
hatinya. Guru bekerja menyempurnakan, membesarkan, membersihkan dan menggiring
hati mendekat kepada Allah Swt. Maka pangkat yang manakah yang lebih terhormat
daripada hamba itu menjadi perantara antara Tuhan dengan mahluk-Nya dan kelak
akan digiringnya ke surga al Ma’wa”. Amin.

Salam.
Muhammad Shobirin Saerodji
Bojonegoro April 02, 2008, 9:32:36 AM

Kehadiran orangtua – ayah dan ibu- sangat besar artinya bagi anak. Melalui kehadiran
dan interaksi dengan orangtua anak dapat mengenal indahnya dunia dan memahami suka-
duka kehidupan ini. Melalui orangtua maka anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan bahasanya. Untuk selanjutnya melalui orangtua pula seorang anak dapat
mengenal sosial atau mengenal orang lain.
 

Seiring dengan bertambahnya usia anak dan makin luasnya eksplorasi mereka, akhirnya
(dalam usia kanak- kanak) setiap anak mengenal dunia sekolah dan sekaligus menjadsi
anggota atau kelompok sosial di sekolah. Di sini mereka mengenal sosok figur atau orang
lain yang bisa mereka kagumi, takuti, segani yang mereka panggil sebagai guru yang
punya peran sebagai orang tua mereka di sekolah.

Saat anak belum mengenal dunia sekolah, maka egosentris adalah ciri khas adalah
karakter mereka. Apa saja yang ada di seputar jangkauan indera mereka diklaim sebagai
miliknya atau dalam konsep kekuasaanya. Namun saat mereka sudah bersentuhan dengan
dunia sekolah- seperti taman kanak- kanak- maka karakter egosentris secara perlahan
berkurang dan menghilang. Mereka akhirnya memahami dan mengenal realita sosial,
harus bisa menerima posisi kalah atau menang, bertentangan atau berdamai.

Gurulah orang tua bagi anak di sekolah, setelah keberadaan orang tua yang di rumah,
yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan kepribadian
anak. Sangat beruntung bahwa semua guru taman kanak- kanak mendapat respon yang
simpatik dari anak- anak akibat positif dari karakter atau prilaku guru yang ramah tamah
dan sangat simpatik atau bersahabat. Karakter yang mereka miliki telah mampu untuk
merebut hati anak makhluk- makhluk kecil itu- (anak didik mereka). Sehingga di rumah
mereka selalu memuji dan menyanjung kelebihan ibu guru mereka.

Memasuki usia Sekolah Dasar mereka harus berhadapan dengan berbagai macam
karakter manusia- guru guru , teman dan senior senior mereka- yang lebih bervariasi. Ada
yang baik, lembut, penyayang dan yang lebih menyeramkan adalah kalau ada karakter
yang galak dan pemarah. Maka tidak heran kalau anak- anak kecil itu mengawali hidup
mereka di Sekolah Dasar dengan penuh kecemasan dan ketegangan. Dan mereka masih
beruntung bila guru-guru di SD (Sekolah Dasar) kelas satu masih memperlihatkan
karakter yang simpatik dan ramah tamah menyerupai karakter guru- guru mereka saat
masih di Taman Kanak- Kanak. Namun mimpi buruk akan terjadi bagi anak- anak kecil
tersebut apabila mereka harus belajar dan berintegrasi dengan guru- guru kelas satu atau
kelas dua SD yang kurang bisa bersimpati dan berempati dan juga kurang ramah di mata
anak didik. Maka di sini mulai terjadi kejutan mental yang pertama bagi mereka dalam
bentuk ekspressi; menangis, menarik diri, ketakutan dan sampai mengalami ngompol
dalam kelas.

Bila kasus ini terjadi pada suatu kelas atau suatu SD , maka adalah sangat ideal bila
bapak dan ibu guru segera mengintrospeksi diri agar mereka tidak tampil menakutkan di
mata manusia berusial kecil tersebut.

Beruntung bahwa Tuhan menganugerahi manusia kemampuan untuk beradaptasi


(menyesuaikan diri) dan berakomodasi (mengubah lingkungan) dengan sosial dan
lingkungan fisik. Maka dengan kekuatan dan kemampuan untuk beradaptasi dan
berakomodasi anak didik mampu untuk bertahan hidup dan berintegrasi dalam kehidupan
sosial di sekolah.
Guru adalah manusia biasa dan sebagai manusia biasa dalam melaksanakan peran sebagai
pendidik dan sebagai pemimpin bagi anak didik dalam pelaksanaan PBM (Proses Belajar
Mengajar) mereka memiliki gaya tersendiri. Secara umum ada empat  tipe kategori dari
gaya mereka yaitu; gaya demokrasi, gaya otoriter, gaya laizzes faire dan gaya pseudo
demokrasi.

Keberadaan guru dengan gaya atau karakter otoriter- memperlihatkan kekuasaan mutlak
atas anak didik- selama pelaksanaan PBM dapat mendatangkan mimpi buruk bagi setiap
anak didik. Senyum manis dan kata- kata yang lembut merupakan barang yang langka
yang diperoleh dari guru berkarakter otoriter. Guru killer adalah istilah lain yang
diberikan oleh anak didik untuk guru berkarakter otoriter tersebut.

Sekali lagi bahwa belajar dengan guru yang berkarakter otoriter adalah suatu mimpi
buruk bagi anak didik. Suasana kelas tentu saja akan menjadi tenang dan teratur. Gerak
laju jarum jam dinding terasa begitu lambat dan lama. Atmosfir ruangan kelas menjadi
lebih kaku dan menegangkan dan menakutkan. Guru berkarakter killer atau berkarakter
otoriter akan berpotensi untuk melahirkan anak didik yang suka membisu dan penakut.
Adalah suatu keputusan yang bijaksana bagi pribadi yang memiliki karakter otoriter
untuk tidak menjadi pendidik dimanapun berada, apalagi mengajar untuk Sekolah Dasar,
karena keberadaan mereka cendrung merugikan dan merusak pertumbuhan jiwa anak
didik.

Pseudo demokrasi adalah berarti “demokrasi yang palsu”. Karakter guru dengan pseudo
demokrasi agaknya juga tidak memperoleh simpati di mata anak didik. Soalnya guru
dengan karakter begini cendrung memonopoli kekuasaan. Keputusan yang ia buat
disosialisasikan kepada anak didik namun keputusan akhir tetap menjadi monopoli
mutlaknya.

Guru dengan karakter laissez faire- masa bodoh- cenderung menurunkan kualitas budaya
sekolah. Suasana kelas akan menjadi amburadul, apalagi bila populasi kelas cukup besar.
Peranan guru yang berkarakter lassez faire bisa agak bagus apa bila ia mengelola kelas
yang berpopulasi kecil. Agaknya guru dengan karakter demikian perlu bersikap lebih
tegas dan punya prinsip atas nilai kebenaran. Menambah kualitas ilmu dan wawasan dan
kemudian bersikap lebih tegas akan mampu mengatasi problema karakter laizzes faire.

Guru yang berkarakter demokrasi adalah guru yang memiliki hati nurani yang tajam.
Guru dengan karakter beginilah yang mampu menghadirkan hatinya dalam emosi anak
didik selama pembelajaran. Guru berkarakter demokrasi dan memiliki wawasan yang
tinggi tentu akan mampu memenangkan hati anak didik atau memoltivasi mereka dalam
pembelajaran. Guru yang mampu menghadirkan hatinya pada hati anak didik disebut
sebagai guru yabg baik dan mereka akan dikenang oleh anak didik sepanjang hayatnya.
Yang lebih banyak dikenang adalah guru yang baik.

Setiap anak didik telah banyak mengenal banyak guru dalam hidupnya, ada guru yang
pintar dan ada guru yang baik. Sekali lagi bahwa guru yang berkesan bagi mereka adalah
guru yang menghadirkan hati atau emosinya saat melaksanakan PBM. Guru yang cerdas
atau pintar namun memiliki pribadi yang kaku, mungkin juga kasar, kurang bisa
bersimpati, pasti tidak banyak memberi pengaruh kepada anak didik.

Guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak didik lewat kata- kata atau
bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan juga cerdas. Untuk itu
adalah sangat ideal bila setiap guru mampu meningkatkan kualitas pribadinya menjadi
guru yang cerdas, yaitu cerdas intelektual, cerdas emosi dan juga cerdas spiritualnya.
Maka guru- guru yang beginilah yang patut diberi hadiah dengan lagu “guru pahlawan
tanpa tanda jasa”.

Kata kata yang diucapkan oleh guru kepada siswa atau anak didik dalam pergaulan
mereka di sekolah sangat menentukan masa depan mereka. Kata kata yang diucapkan
oleh guru pada anak didik ibarat panah yang lepas dari busur. Kata yang keluar dari
mulut guru akan menancap pada hati anak didik. Bila kata- kata tadi melukai hati mereka,
maka goresannya akan membekas sampai tua. Sering kata kata yang tidak simpatik dari
seorang guru telah menghancurkan semangat hidup mereka. Sebaliknya kata kata yang
mampu memberi dorongan semangat juga sangat berarti dalam menumbuh dan
mengembangkan semangat hidup- semangat belajar dan bekerja mereka. Maka untuk itu
guru perlu menjalin hubungan dengan anak didik lewat kata- kata yang berkualitas.

 (Marjohan, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar)

Oleh Suyatno

Karakter guru di manapun harus sama baik dari segi pemikiran, perasaan, perbuatan,
sikap, dan keterampilannya. Ibarat seseorang yang akan bermain wayang orang, jika dia
melakonkan tokoh Janaka di sebuah pentas pertunjukan, seluruh pikiran, perasaan, dan
peran di panggung sepenuhnya seperti Janaka. Siapapun dia, berkarakter apapun dia
sebagai manusia, jika diperankan sebagai Janaka, perilaku di pertunjukkan berubah
menjadi karakter Janaka, tenang, sopan, bijaksana, pemberani, pembela, dan sifat yang
lainnya.

Begitu pula, siapapun dia, karakter apapun dia, jika menjadi guru, segala perilaku,
pikiran, perbuatan, dan cara asuh ke siswa harus seperti guru. Dengan demikian tidak
akan ada guru pemarah, jahat, jauh dari siswa, tidak bersahabat, tanpa perencanaan,
malas, dan sebagainya karena sikap yang demikian memang tidak ada dalam karakter
guru.

Kondisi sekarang, perbedaan karakter guru sangat menonjol. Sekolah A diasuh guru yang
suka marah. Sekolah B diajar oleh guru yang lincah dan ramah. Sekolah C dikembangkan
oleh guru yang tidak mau maju dan tradisional. Jika ada 100 sekolah, berarti akan ada
100 bahkan lebih jenis karakter gurunya. Hal demikian menandakan bahwa guru sejati
dengan satu karakter tidak terbentuk dengan baik. Peran guru tidak dapat dimainkan oleh
mereka yang akan berperan sebagai guru dalam pertunjukan di panggung sekolah.
Andai semua orang yang akan berperan sebagai guru mau dan harus melepaskan karakter
asli sebagai pribadi manusia kemudian saat di sekolah memakai dan memasang karakter
baru, yakni karakter guru, pendidikan di Indonesia akan maju dan bermutu. Sekolah di
manapun akan mempunyai kualitas yang sama karena diasuh oleh guru yang berperan
sama. Saat di rumah, sosok manusia yang akan berperan menjadi guru boleh berkarakter
aslinya karena sebagai pribadi. Namun, ketika dia berada di sekolah, karakter asalnya
berubah menjadi karakter guru.

Lihatlah polisi, saat dia belum menjadi polisi mungkin berkarakter pemarah, p[emalas,
tidak suka mengamati, dan sebagainya, kemudia, ketika sudah menjadi polisi, dia harus
berkarakter polisi sejati. Begitu pula dengan sosok dokter, manusia yang menjadi dokter
tentunya harus berkarakter dokter meskipun diperankan oleh manusia beraneka karakter.
Guru sebagai sebuah profesi juga harus diperankan sebagai guru meskipun yang menjadi
guru beraneka latar belakang karakter manusia.

Kapan kondisi itu terwujud sempurna?

Di sudut sekolah seorang siswa SD kelas V duduk di atas batu taman, termenung sedih
meratapi nasib dirinya. Memori demi memori diaksesnya perjalanan setiap pembelajaran
di kelasnya menjadi file-file yang sulit untuk dihapus. Rasa takut dan tertekan menggeluti
perasaan saat gurunya berada di kelas. Bentakan, cacian, jeweran sering menimpa teman-
temanya yang mendapat nilai jelek, melakukan kesalahan, maupun  tidak mampu
menjawab soal. Lebih-lebih dirinya yang telah mendapat julukan dari gurunya “Si Anak
Bodoh”. Kelas menjadi sepi bisu seolah tak ada kehidupan, kelas seakan turut berbela
sungkawa.

Tak terasa melelehlah air mata membasahi kedua pipinya. Dalam hati Si Bocah kecil itu
berdoa, “Ya Allah Ya Tuhanku, turunkanlah seorang guru untukku yang mampu
tersenyum dalam kelas. Yang selalu ramah dalam menyapa dan bersikap. Yang
mengajarku dengan bahasa cinta dan penuh kasih. Yang mengajarku tidak hanya dengan
mulut serta mampu mengantarku ke puncak tujuan pembelajaran.”

Belajar dari siswa

Untuk mempelajari karakter seorang guru, kita tidak perlu jauh-jauh mencari guru besar.
Lalu siapa guru kita? Jawabnya adalah siswa. Belajarlah dari siswa tentang karakter guru
yang mampu membuat mereka belajar. Sadarlah para guru, janganlah merasa hebat dan
tak ada duanya di hadapan para siswa. Ingat … mereka itu calon presiden, calon menteri,
calon dokter, calon profesor, calon pemimpin, dan sejuta calon lainnya. Kita tetap guru
dan guru tak akan memiliki makna tanpa kehadiran siswa. Malukah kita belajar dari
siswa? Guru yang demokrasi pasti akan menjawab, “Tidak……!”

Bagaimana karakter guru?


Karakter guru yang diinginkan siswa agar mampu belajar dengan senang antara lain:

1. Murah senyum

Senyum merupakan bahasa yang mudah dicerna oleh anak-anak. Guru tersenyum murid
bangga. Guru tersenyum murid senang. Guru tersenyum beban siswa hilang. Jika kondisi
sudah seperti itu barulah guru dengan mudah mengeksplorasi semua potensi siswa.
Namun untuk tersenyum di dalam kelas merupakan hal yang sangat berat. Guru perlu
mencoba terus sehingga menjadi sebuah kebiasaan.

2. Ramah

Sapalah siswa anda dengan ramah. Bersikaplah terhadap siswa dengan ramah, berarti
anda sudah menggunakan metode guru ramah. Dengan dilayani seorang guru yang
ramah, siswa merasa dihargai dan diperhatikan. Jadikan pembelajaran anda sebagai
“surga belajar “ baik di dalam maupun di luar kelas.

3. Menerima siswa sebagai manusia

Banyak guru yang menganggap siswanya adalah malaikat ataupun dewa yang tidak boleh
salah, tidak boleh lupa, tidak boleh keliru dan sebagainya. Mengapa guru lupa bahwa
siswanya itu adalah manusia? Inilah yang membuat siswa tersiksa dan tertekan.
Terbelenggu di dalam pembelajaran yang dibatasi oleh empat dinding pembatas. Sebagai
manusia tentu siswa mempunyai sifat-sifat manusiawi. Untuk itu para guru sudah
selayaknya menyajikan pembelajaran untuk siswa dengan memanusiakan mereka serta
melayani mereka secara manusiawi.

4. Melayani siswa dengan hati

Siswa yang kita hadapi mampu membedakan dilayani dengan hati atau setengah hati oleh
guru mereka. Mereka memerlukan kasih sayang dalam pembelajaran. Seorang guru yang
melayani dengan hati, siswa akan merasa nyaman dan damai saat pembelajaran. Sehingga
proses belajar akan mengalir seperti arus sungai.

Demikianlah karakter dasar yang perlu menghiasi sikap seorang guru di saat melayani
siswa dalam menyajikan sebuah pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Sehingga terjadi proses surga belajar yang mana guru sebagai nahkoda mengantarkan
para siswanya menuju ke pulau tujuan pembelajaran. Siswa akan secara otomatis
menyayangi dan menghormati gurunya dengan sepenuh hati. Kewibawaan seorang guru
akan terbangun kokoh berlandaskan kasih sayang para siswanya. Andalah guru hebat di
mata para siswa yang mampu menjadi inspirasi bagi mereka serta dikenang sepanjang
hayat. Sukses untuk guru! (Dari berbagai sumber) subadi.badi@yahoo.co.id
Guru SD Talun 02 Kec. Kayen Kab. Pati
5 karakter guru terbaik :
1. Humoris : Dia selalu memberikan pengarahan dan pengajaran dengan lelucon tapi
hanya sekedar untuk membuat agar lebih santai.
2. Serius : Dia selalu mengetahui bagaimana kondisi saat itu, dikala sedang dalam proses
pengajaran dia serius, anak didiknya pun serius tapi dalam kondisi biasa-biasa saja, tidak
terlalu tegang.
3. Motivasi: Dia selalu memberikan motivasi yang baik untuk anak didiknya, agar lebih
maju dan lebih memahami pelajaran yang sedang diajarkannya.
4. Tersenyum : dia selalu tersenyum bahkan sering dia ketawa, yang membuat anak
didiknya selalu merasa senang bila diajarkannya.
5. Sabar : Dia selalu sabar dalam menghadapi anak didiknya yang bandel ataupun yang
tidak memperhatikan pelajaran. Dia selalu menasehatinya agar memperhatikan.

5 Karakter guru terburuk :


1. Motivasi : dia selalu memberikan motivasi namun dalam memberikannya selalu
cemberut.
2. Jarang tersenyum : Dia dalam memberikan pengajaran dan pengarahan jarang
tersenyum, jarang membuat anak didiknya tertawa olehnya.
3. Serius : Dia selalu serius dalam belajar, dalam peljarannya itu anak didiknya tak boleh
ada yang bercanda, harus fokus. dan selalu tegang bila diajarkannya.
4. Tidak jelas : Dia dalam menjelaskan pelajarannya sering anak didiknya tak mengerti
apa yang sedang diajarkannya. Karena dalam menjelaskannya, dia selalu muter-muter.
5. Galak : Apabila ada anak didiknya yang berbuat salah, dia selalu memberikan nasihat,
memang dalam memberikan nasihat itu baik, tapi nada suaranya yang menurut aku galak
dan mungkin juga bagi teman-temanku yang lain.
Tapi sebenarnya seorang guru itu tidak ada yang tidak baik. Mereka selalu memberikan
yang terbaik untuk anak yang di didiknya, hanya saja bagaimana ia memberikan
pengajarannya itu.
Sumber : http://inayah-setiani-uin-bi-2b.blogspot.com/2008/05/contoh-angket-guru.html

Pendapat Anak Tentang Guru yang Baik

Program Pendidikan dan Pengembangan Anak (MOE-UNICEF 2001-2005 China)


mempromosikan lingkungan ramah anak untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan memastikan semua anak usia sekolah dapat tumbuh dan belajar
di lingkungan yang aman, ramah dan tidak diskriminatif. Guru adalah faktor
kunci bagi pewujudan sekolah ramah anak (SRA) dengan cara membantu
meningkatkan minat anak-anak dalam pembelajaran, partisipasi dan
pengungkapan pendapat.
“Ibu guru Gao seperti ibu bagiku. Dia mendengar semua masalah dan keluh
kesah kami serta membantu kami menyelesaikan masalah” Zhang Qi, siswa
kelas 4

Akademi Ilmu Sains Beijing mengundang anak-anak China untuk mengungkapkan


pendapat mereka tentang guru ideal. 4.000 lebih anak-anak dari seluruh China
telah memberi tanggapan. Lewat kata-kata dan gambar, pesan anak-anak
dengan jelas menggemakan semangat Konvensi PBB tentang Hak Anak. Mungkin
inilah waktunya bagi orang dewasa untuk mulai mendengar anak-anak,
mendengar apa kata mereka mengenai hal-hal yang mempengaruhi mereka.

“Guru Shan selalu melucu dalam kelas menulis kami dan membuat kami sangat
tertarik dalam pelajaran itu. Tanpa saya sadari, saya jadi sangat suka menulis
dan secara bertahap, saya mempelajari beberapa trik untuk menulis dengan
baik.”
Shi Yujing, Kelas 5

Anak-anak di Cina, melalui tulisan dan gambar mereka, mengungkapkan bahwa


mereka ingin para guru menghormati harga diri siswa, sensitif terhadap kondisi
emosi mereka, memberi kebebasan mengekspresikan diri dan bersikap adil
pada semua anak apapun latar belakang, gender, kemampuan, dan ciri-ciri
individual lainnya. Sebagian besar anak memimpikan guru-guru yang penyayang
dan perhatian!

Definisi guru yang baik selalu diuji para pendidik, administrasi pendidikan, dan
para guru sendiri. Pemerintah, pakar dan orang-orang yang berkompeten serta
masyarakat dan media memiliki haparapan-harapan mereka masing-masing.
Akan tetapi, belum banyak orang tanya kepada anak-anak sebagai penerima
layanan pendidikan apa pendapat mereka mengenai hal ini. Pada
kenyataannya, anak-anak merupakan alasan munculnya profesi guru dan
melalui mereka pulalah profesi ini mendapat nilai yang berharga. Buku yang
berisi pendapat anak dalam cerita-cerita dan gambar-gambar dapat berguna
bagi guru dan pelatih guru sebagai katalis refleksi diri. Buku tersebut juga
dapat digunakan dalam kelompok-kelompok belajar untuk memotivasi dan
membantu para guru bersama-sama merefleksikan diri dan mencari cara
mencapai standar yang diinginkan anak-anak pada mereka. Sangat penting
bahwa ungkapan jujur anak-anak menginspirasi dan memotivasi para guru
untuk mengembangkan tingkat tanggapan guru pada kebutuhan siswa.

“Dia memperlakukan tiap siswa dengan setara. Dalam kebaikan hatinya, dia
tidak pernah memihak. Sebagai murid, ini adalah hal yang paling berharga
tentang guru… Dalam kelas guru Chen, kami merasa santai dan hidup
(bersemangat). Dia selalu “tanpa sengaja” mengajukan pertanyaan atau
membuat kesalahan agar kami dapat membetulkannya. Jika kami mengatakan
sesuatu yang salah, tidak menyalahkan kami. Dia bahkan akan berkata sambil
tersenyum: “Kesalahan Bagus! Kesalahan membantu kami menemukan
masalah-masalah". Tidak seberapa lama kemudian, bahkan siswa yang paling
pemalu mau mengangkat tangan dan menjawab pertanyaannya.” Tang Yiyi,
kelas 4

Di Pakistan, sebuah ulasan mengenai “apa yang membuat seorang guru dinilai
baik” juga dilakukan dengan bantuan Save the Children-UK (2001). Tidak hanya
murid, tapi juga orangtua dan para guru juga ditanyai pendapat mereka
tentang seorang guru yang baik. Ulasan itu menunjukkan bahwa guru yang baik
merupakan hasil kombinasi sejumlah faktor, termasuk pendidikan dan
pelatihan, kompetensi dan pengawasan serta dukungan kepala sekolah dan
guru.

“Guru kami tahu nama tiap anak”


Anak laki-laki dari Peshawar

“Dia menjelaskan pelajaran di papan tulis. Jika seseorang tidak paham, dia
akan mendudukan anak itu disebelahnya dan menjelaskan lagi pelajaran itu.”
Anak perempuan dari Kasur

“Dia menghormati anak-anak, dia selalu memanggil mereka ‘aap’” (‘aap’ ~


bentuk sopan ‘kamu’)
Anak perempuan dari Lahore

“Guru kami selalu memperhatikan tiap anak ketika mengajar.”


Anak laki-laki dari Haripur

Guru yang mampu menangani hukuman dan manajemen kelas dalam cara yang
positif sering disebut sebagai karakteristik guru yang baik. Manajemen kelas
mengacu pada perilaku guru yang memfasilitasi belajar-mengajar. Manajemen
kelas ini sangat penting terutama dalam penanganan kelas besar, pengajaran
lebih dari 1 kelas secara simultan, berhubungan dengan anak-anak yang pandai,
nakal, pemalu dan lemah. ‘Bagaimana guru yang baik itu’ menggunakan
wawancara, diskusi kelompok, bermain peran dan gambar dalam
mengumpulkan pendapat anak-anak tentang guru.

“Saya mengajar mata pelajaran yang berbeda-beda dengan cara yang berbeda-
beda pula. Misalnya, saya mengajar bahasa Urdu seperti cerita. Pertama-tama,
saya membaca lalu anak-anak memerankan pelajaran. Saya memberi tiap anak
kesempatan membaca tiap hari, dan puisi-puisi dilagukan.”
Guru wanita Peshawar

Ulasan tersebut menunjukkan dengan jelas beberapa karakteristik guru yang


baik. Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki
kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku,
bekerja keras, serta berkomitmen pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian
mereka bukanlah pada buku teks atau kurikulum, tetapi pada anak! Mereka
sangat menyadari beragamnya cara anak-anak belajar, perbedaan antar anak-
anak dan pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar.
Anak-anak yang belajar dengan guru semacam itu tidak perlu lagi
mengeluarkan uang tambahan untuk mengikuti les sepulang sekolah.

Diadaptasi dari “Anak-anak menentukan kualitas yang menjadikan seorang guru


baik” (UNICEF, Cina, 2004) dan “Apa yang menjadikan seorang guru baik” (Save
the Children UK, Pakistan, 2001).

Refleksi Hardiknas
Membangun Kembali Karakter Guru

Penulis: Oleh: Asyraf Suryadin Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia Babel
edisi: 02/May/2009 wib
Guru diharapkan mampu menerima perubahan dan memperkaya diri metode mengajar.
Khusus untuk guru yang telah memperoleh sertifikasi dan mengecap nikmatnya
tunjangan profesional, tidak hanya mampu mengembangkan diri tetapi lebih dari itu
mampu memperbaiki moral dan prilaku.

Masyarakat mengakui, guru memegang kunci utama sukses tidaknya pembelajaran di


sekolah. Dulu, perilaku guru bagaikan mega bintang yang akan menjadi idola siswanya
dan masyarakat di sekitarnya dalam berbagai hal.

Guru bagaikan manusia yang berjiwa agung. Seperti yang dilukiskan oleh Earl V Pullias
dan James D Young yang dikutip oleh Widiyastono tentang pandangan masyarakat
terhadap guru, yaitu manusia yang serba tahu, serba bisa, dan memiliki wibawa tinggi.

Guru di masa lalu dinilai memiliki kualitas, berkarakter, mempunyai semangat berkorban
untuk masyarakat, dan umumnya dikenal mampu membimbing masyarakat.

Suatu kenyataan yang harus diterima bahwa yang memilih jadi guru terakhir ini bukan
warga kelas satu, melainkan warga yang memiliki banyak keterbatasan. Secara umum
diketahui, kehadiran guru bukan by design, tetapi by condition. Guru bukan karena cita-
cita murni, tetapi karena berbagai alasan keadaan, sehingga sering muncul berita terkait
guru yang tidak sepantasnya.

Mungkin ini salah satu penyebab guru tidak memiliki karakter dan kepribadian guru 
yang seharusnya, tentu semakin meredupkan citra profesi guru.
Sertifikasi guru
Isu akan dihentikannya tunjangan profesi guru cukup mengagetkan kaum pendidik di
negeri ini.

Bahkan yang mengejutkan lagi  setiap yang telah menerima tunjangan tersebut harus
mengembalikan dengan cara mencicil, lalu bagaimana dengan guru yang bekerja di
sekolah swasta yang telah menerima tunjangan tersebut. Apa tidak merepotkan untuk
mengembalikannya, ya kalau masih ada uangnya kalau tidak ada lagi bagaimana cara
untuk mencari penggantinya.

Akibat dari isu tersebut banyak kata dan kalimat yang terungkap dari para guru. Diantara
ungkapan tersebut, “Percuma saja kami menyelesaikan sarjana, kalau tunjangan
sertifikasi  akan dihapus!”

Ada lagi yang lebih bingung kalau tunjangan sertifikasi ditiadakan yaitu  berkurangannya
penghasilan dan semakin beratnya kehidupan karena sebagian gaji telah digunakan untuk
pembayaran angsuran bank.

Perasaan yang terungkap dari para guru tersebut suatu hal yang wajar-wajar saja, tetapi
mungkinkah sang guru tersebut berpikir bahwa tunjangan profesi tersebut merupakan
amanat Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang harus
dilaksanakan bahkan telah dibayar  sejak beberapa tahun yang lalu dan hal tersebut tak
menimbulkan masalah.

Kalau pun ada masalah terhadap belum adanya Keppres hal itu merupakan tanggung
jawab pemerintah. Oleh sebab itu, baca kembali undang-undang guru dan dosen.

Pengembangan diri

Apa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap guru merupakan usaha peningkatan jati
diri agar guru ke depan lebih berkerakter.

Untuk berkarakter perlu pengembangan diri melalui berbagai pelatihan bahkan


pemerintah pusat maupun daerah telah memberikan bantuan kepada para guru untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan sarjana.

Guru diharapkan mampu menerima perubahan dan memperkaya diri metode mengajar.
Khusus untuk guru yang telah memperoleh sertifikasi dan mengecap nikmatnya
tunjangan profesional, tidak hanya mampu mengembangkan diri tetapi lebih dari itu
mampu memperbaiki moral dan prilaku. 

Kadang-kadang masih ditemui guru yang telah memperoleh tunjangan profesi tetapi cara
dan gaya serta metode mengajarnya masih juga belum ada perubahan bahkan terkesan tak
ikhlas untuk mengajar dengan baik, tetapi kalau dikurangi jumlah jam wajib mengajarnya
tak mau terima. 

Apabila guru, masyarakat,  dan siswa menemukana guru-guru yang tidak mampu
mengembangkan diri untuk perbaikan pendidikan sebaiknya dipertimbangkan menjadi
guru bahkan Dinas Pendidikan harus berani mengambil tindakan tegas.

Yang menjadi permasalahan adanya sebagian dari Kepala Dinas Pendidikan yang tidak
mengetahui kompetensi guru karena memang bukan dari kalangan guru atau menjabat
Kepala Dinas Pendidikan  yang diambil dari dinas lain misalnya dari Dinas Sosial, Dinas
Perdagangan, dan dinas lain yang tidak memiliki pengetahuan dan kompetensi secara
baik tentang pendidikan.
Rendahnya kompetensi Kepala Dinas dan guru terhadap pendidikan akan berdampak
pada kualitas pendidikan.

Untuk di Bangka Belitung saja pemahaman Kepala Dinas Pendidikan dan guru yang
memiliki kompetensi cukup baik pun masih memiliki peringkat nilai ujian nasional yang
sangat rendah. Sebagai contoh Ujian Nasional 2008  ketidaklulusan siswa SMP di
Bangka Belitung beberapa waktu yang lalu tidak menggembirakan.

Apabila dibandingkan provinsi lain ketidaklulusan siswa SMP di Provinsi DKI Jakarta
paling rendah, hanya 0,22 persen. Dua provinsi lain dengan presentasi ketidaklulusan
terendah adalah  Kalimatan Timur dan Bali masing-masing 0,66 persen dan 0,91 persen.

Sedangkan, provinsi yang paling tinggi tingkat ketidaklulusannya tahun 2008 adalah
Nusa Tenggara Timur (NTT), sebesar 53,64 persen, meningkat dari tahun sebelumnya
ketidaklulusan 34,98 persen.

Dua provinsi lainnya dengan ketidaklulusan tertinggi adalah Bangka Belitung 29,27
persen dan Kalimantan Barat 27,71 persen (Republika, 22 Juni 2008).

Untuk dapat mendongkrak karakter guru masa depan sebaiknya Pemerintah Daerah
dalam merekrut guru secara terpisah dari penerimaan CPNS yang lain.

Khusus untuk guru rekrutmennya melalui Dinas Pendidikan langsung sehingga dapat
diuji kompetensi keguruannya baik yang bersifat pengetahuan maupun praktik
keguruannya.

Setelah terpenuhi guru yang memenuhi syarat kompetensi, baru kemudian berkas-
berkasnya dilimpahkan ke Badan Kepegawaian Daerah untuk diproses lebih lanjut.
Ketika memperoleh status sebagai CPNS dan akan diproses menjadi PNS biasanya
dilakukan prajabatan.

Untuk latihan prajabatan seorang guru perlu pembekalan seperti administrasi secara
umum dan lebih penting lagi dilakukan praktik langsung di sekolah-sekolah yang
memakan waktu satu semester atau 6 bulan.

Saat itu guru diamati cara mengajarnya oleh pihak sekolah,  Dinas Pendidikan, dan
instansi lain seperti BKD. Apabila dalam pengamatan latihan prajabatan seorang guru
dapat  bekerja dengan baik maka dimungkinkan guru dapat diberikan sertifikat kelulusan
dalam melaksanakan latihan prajabatan tersebut.

Sebaliknya, apabila dalam pengamatan para penilai tidak guru tersebut tidak cakap dalam
mengajar dan mendidik maka jangan merasa resa untuk tidak meluluskannya. Untuk
kasus yang satu ini guru harus mengulangi kembali untuk enam bulan berikutnya.
Apabila tidak berhasil juga maka tidak perlu diproses menjadi guru dan tidak cakap
menjadi PNS.
Permasalahannya adakah keberanian kita untuk merubah sistem yang ada selama ini
dengan sistem seperti yang penulis kemukakan di atas. Hanya ada dua pilihan mau
memulai mencari guru yang berkualita dan berkarakter atau

Membangun Karakter Guru

Oleh Abdul Karim Ismail

Pendidik atau pengajar atau guru merupakan subyek yang paling bertanggungjawab
dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Namun sudah menjadi rahasia umum, kualitas
guru di Indonesia hingga saat ini belum begitu merata.

Pertanyaan pun lantas kerap digulirkan. Menjadi guru, apakah karena terpanggil atau
terpaksa, apakah karena terpilih atau tak ada pilihan? Jawaban pertanyaan-pertanyaan
itu bisa dibaca dalam buku karya M Gorky Sembiring, ‘Mengungkap Rahasia dan Tips
Manjur: Menjadi Guru Sejati’, terbitan Galangpress Yogyakarta 2009.

Menurut Gorky yang juga Pembantu Rektor IV Universitas Terbuka (UT),  jika
dibandingkan dengan keluarga dan masyarakat, guru merupakan sosok yang paling
dipercaya siswa dalam konteks keilmuwan. Oleh karena itu, lanjut dia, seorang guru
harus selalu mengembangkan ilmunya.

Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik
adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka
kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat
jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkompetensi dan indikator
esensialnya diuraikan sebagai berikut.

1.  Kompetensi Kepribadian


Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat
dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut.
(1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial;
bangga sebagai pendidik; dan memeliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan
norma.
(2) Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja
sebagai pendidik.
(3) Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
(4) Memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
(5) Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Subkompetensi ini memiliki
indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka
menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

2.  Kompetensi Pedagogik


Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman
peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif
kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci masing-masing
elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut.

(1) Memahami peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:


memamahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan
kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan
mengidenti- fikasi bekal-ajar awal peserta didik.
(2) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidik-an untuk
kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menerapkan
teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan
karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta
menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
(3) Melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menata
latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
(4) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Subkompe-tensi ini memiliki
indikator esensial: melaksanakan evaluasi (assess-ment) proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil penilaian proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.
(5) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik
untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk
mengem-bangkan berbagai potensi nonakademik.

3. Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan
materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
Secara rinci masing-masing elemen kompe-tensi tersebut memiliki subkompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut.
(1) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau kohe-ren dengan
materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk me-nambah wawasan
dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

4.  Kompetensi Sosial


Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut.
(1) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan
peserta didik.
(2) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan.
(3) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.

Keempat standar kompetensi, subkompetensi dan jabaran indikator esensial digunakan


sebagai acuan untuk menyusun kisis-kisi instru-men ujian sertifikasi

Written by Suhartono, S.Pd., Kabag Sekretariat    Tuesday, 23 June 2009 09:06

Pengumuman Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sudah diumumkan. Banyak yang lulus.
Ada pula yang tidak lulus. Yang lulus bersuka cita, termasuk orang tua, guru, dan kepala
sekolah. Yang tidak lulus, malu, bersedih. Suasana batin tidak menyenangkan. Terbayang
penyesalan. Terbayang kegagalan. Terbayang pula harus mengulang mengikuti kejar
paket C. Sebuah bentuk paket belajar yang sangat berbeda dengan SMA regular.

Seperti kata Mendiknas, Bambang Soedibyo, beberapa waktu lalu saya lebih senang
keberhasilan lulus dalam ujian nasional dengan kejujuran daripada lulus dengan curang.
Sebenarnya kisah tentang kecurangan dalam menghadapi UN bukanlah UN tahun ini
saja, melainkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan Ketua BSNP Prof Mungin Eddy
Wibowo mengatakan hasil pemantauan dan laporan yang masuk ke BSNP
menggambarkan bahwa masih banyak pelanggaran terjadi di UN tahun ini.

Satu kasus yang terkait dalam pelanggaran UN adalah adanya guru yang memberikan
jawaban kepada siswa sebagaimana dikutip Tempo 14/6. Bahkan bukan saja guru, ada
tim sukses yang secara sengaja dipersiapkan untuk membantu siswa sehingga kelulusan
di sekolahnya menjadi 100%.

Kondisi tersebut sangat ironi. Memalukan. Di tengah upaya membangun jatidiri


pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam UU Sistem Pendidikan Nasional no
20 tahun 2003, masih ada pilar yang sangat strategi yakni guru yang mencederainya.

Jelas guru yang kedapatan melakukan pembocoran soal UN dengan dalih apa pun adalah
guru yang menghancurkan kehidupan. Guru yang melukai masa depan pendidikan ini.
Semestinya menjadi seorang guru adalah juga menjadi guru kehidupan. Maknanya adalah
ia hidup dengan segenap kebagusan yang ada pada dirinya. Ia ada karena motivasi dan
idealismenya. Ia adalah pahlawan yang membangun karakter bangsa.

Menjadi guru kehidupan itu seperti air dalam kehidupan sehari-hari. Air memiliki sifat-
sifat yang diperlukan dalam kehidupan. Pertama, air itu menghidupkan. Air dapat
mengghidupkan pepohonan yang nyaris mati. Bahkan air menjadi unsur penting
penciptaan manusia. Begitu juga dengan guru. Guru adalah menghidupkan. Di tengah
krisis moral bangsa dengan ditandai antara lain banyaknya pejabat yang sesungguhnya
berilmu, jebolan perguruan tinggi namun berperilaku korup, diperlukan gerakan
penyelamatan. Gerakan penyelamatan yang efektif adalah melalui institusi sekolah.
Dengan segenap peran guru, guru dapat membangkitkan siswa yang kering dari moral,
hilang dari nilai-nilai luhur. Guru dapat tampil menjadi sosok yang selalu diingat siswa.
Siswa sebenarnya selalu mengingat gurunya dalam dua dimensi. Dimensi kebaikan dan
keburukan. Guru dikenang oleh siswa karena kebaikannya. Guru dibenci siswa karena
keburukannya. Buruk perangainya, buruk cara mengajarnya, buruk juga dalam
penguasaan keilmuannya.

Kedua, air itu bermanfaat. Tanpa air, kehidupan akan mati. Dengan air kehidupan
menjadi bermanfaat. Begitu juga dengan guru. Guru harus bermanfaat bagi para
siswanya. Ada hadits dari Nabi Muhammad Khairunnaas anfauhum linnaas Sebaik-baik
manusia adalah yang terbaik buat sesama. Sebaik-baik guru berarti yang mmberikan
kemanfaatan buat sesama. Manfaat terbesar dari guru kepada siswa adalah bentukan
karakter siswa. Tengoklah misalnya tokohtokoh besar bangsa kita, KH. Agus Salim, KH
Ahmad Dahlan, bahkan tokoh pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro. Mereka besar karena
karakter. Nama besar mereka lahir dari bentukan karakter yang tepat. Bagaimana
mungkin anak-anak yang kemarin lulus UN dan berasal dari buah mencontek atau
terbantu olehoknum guru menjadi lebih baik pada masa depannya? Bukankah ada
pepatah mengatakan guru kencing berdiri, murid kencing berlari

Ketiga, air itu mengalir ke daerah yang rendah. Maknanya air itu bersifat merendah.
Guru pun demikian. Punya kerendahan diri. Ilmu yang dimilikinya didedikasikan untuk
kehidupan para siswa. Kehidupan anak di sekolah sejak TK, SD, SMP, dan SMA, sangat
diwarnai dengan kehadiran guru di sekolah. Karakter guru yang rendah hati menunjukkan
ia tidak sombong. Kesombongan akan melahirkan keserakahan. Keserakahan akan
menyebabkan penderitaan banyak orang. Guru yang berhasil mendidik para siswanya
untuk memiliki kerendahan hati, akan dicontoh oleh siswanya. Dipraktikkan dalam
kehidupan para siswanya. Pada gilirannya akan terlihat gelombang komunitas siswa yang
rendah hati. Sebaliknya, kesombongan membuat manusia celaka. Lihatlah bagaimana
akhir kisah Firaun. Akhir kisah raja-raja atau pengausa yang sombong, akan jatuh
menderita, tersungkur penuh hinaan. Mereka yang kalah, persis seperti peribahasa bagai
kacang lupa akan kulitnya.

Keempat, air itu menyembuhkan. Ya, sebagaimana kaisar Jepang saat bom atom
dijatuhkan Amerika Serikat ke Hiroshima dan Nagasaksi 64 tahun yang lalu. Sang kaisar
tidak bertanya berapa jumlah korban, berapa gedung yang tersisa, melainkan yang
ditanya pertama kali adalah Berapa orang guru yang tersisa atau yang masih hidupYa
sebuah pertanyaan yang mengisyaratkan bahwa guru adalah faktor penting pembangunan
peradaban yang hancur menjadi tumbuh tegak dan berhasil. Itulah guru yang harus
memiliki karakter menyelamatkan. Menyelamatkan dari keterbelakangan daya saing
bangsa. Guru yang memahami pentingnya sifat air ini, tidak akan pernah surut melangkah
dalam aktivitas mendidiknya. Baginya aktivitas mendidik adalah jihad berbasis
pendidikan. Saya selalu belajar. Kita tidak akan pernah selesai menjadi murid.
Masyarakat selalu berubah. Sebagai seorang guru, jika kita tidak bersedia belajar, maka
kita akan tertinggal. kata Nancy McRoberts guru teladan dari Kansas USA (Senneth,
2003)

Menjadi guru bagi kehidupan memang tidak mudah. Namun, selalu berusaha
memperbaiki kualitas diri akan membawa pada perubahan yang lebih baik. Asalkan tetap
teguh dengan idealisme menjadi guru kehidupan sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
kepentingan sesaat.

udul: Proposal
PROPOSAL
SEMINAR DAN PENGUKUHAN PENGURUS CABANG
IKATAN ALUMNI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (ILUNI BIND)
FBSS UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2009—2012
DALAM RANGKA PERINGATAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2010
9 Mei 2010

A. Latar Belakang

Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi,


misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional
adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah.
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan
pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan.
Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Dalam proses tersebut, diperlukan guru yang memberikan keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik
(siswa). Implikasi dari prinsip ini adalah pergerseran paradigma peran guru dalam
proses pendidikan, yaitu dari paradigma mengajar ke paradigma mendidik dan
mengajar.
Lebih dari itu, untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan tersebut diperlukan
peran guru dalam pembentukan karakter peserta didik (siswa). Hal yang paling
mendasar adalah perubahan paradigma guru, dari guru yang hanya sekedar
mengajar ke guru yang mengajar dan mendidik. Perubahan paradigma guru juga
terkait dengan perubahan profesionalisme guru. Hanya guru yang profesionallah
yang mau dan mampu melakukan perubahan.
Kenyataannya, sampai saat ini masih banyak guru yang belum profesional dalam
melaksanakan tugas keguruannya. Kecendrungan guru hanya mengajar, belum
mendidik siswa. Siswa. Hal ini disebabkan karena wawasan dan pengetahuan
guru belum berkembang ke arah pembaruan pendidikan sehingga kualitas
pendidikan hanya jalan di tempat. Akibatnya, peningkatan mutu pendidikan yang
diharapkan, sulit untuk diwujudkan.
Oleh sebab itu, revolusi pendidikan menuju guru profesional merupakan proses
yang perlu dilakukan. Salah satu wadah untuk mengubah paradigma guru menjadi
guru profesional adalah forum diskusi ilmiah/seminar.
Sehubungan dengan revolusi pendidikan menuju guru profesional, dalam rangka
peringatan hari pendidikan nasional (Hardiknas 2010), ikatan alumnus Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia (ILUNI BIND), Fakultas Bahasa Sastra dan Seni
(FBSS), Universitas Negeri Padang akan melaksanakan seminar tentang peranan
guru dalam pembentukan karakter bangsa.

B. Tema
“PERAN GURU DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA”

D. Tujuan
Seminar ini bertujuan untuk mewujudkan profesionalisme guru, khususnya
profesionalisme guru di Sumatera Barat dalam pembentukan karakter peserta
didik.

E. Pemakalah
Pemakalah utama adalah Prof. Dr. Prayitno, M.Sc. Ed. (guru besar dari
Universitas Negeri Padang) dan Dr. Yalvema Miaz (Kepala Dinas Pendidikan
Bukittinggi)
Selain itu, panitia mengundang para alumnus untuk menjadi pemakalah. Alumnus
yang berminat menjadi pemakalah, makalah diterima paling lambat 30 April 2010
dalam bentuk print out dan data digital. Makalah alumnus akan diterbitkan dalam
bentuk proseding.

F. Peserta
Seminar dan pengukuhan pengurus cabang Ikatan Alumni Bahasa dan Sastra
Indonesia (ILUNI BIND) FBSS Universitas Negeri Padang periode 2009—2012
ini diikuti oleh semua alumnus bahasa dan sastra Indonesia FBSS Universitas
Negeri Padang, guru SD/TK, SMP/MTs, SMA/MA/MK, dan pemerhati
pendidikan yang berminat. Kapasitas ruang hanya untuk 600 peserta.

G. Waktu dan Tempat


Seminar dan pengukuhan pengurus cabang ikatan alumni bahasa dan sastra
Indonesia (ILUNI BIND) ini dilaksanakan tanggal 16 Mei 2010 di SMA Negeri 1
Bukittinggi, jalan Syeh Djamil Djambek Pasar Bawah Bukittinggi.
STRUKTUR PANITIA

Pelindung : Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP


Kepala Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi
Pengarah :
Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum.
Prof. Dr. Atmazaki, M.Pd.
Penanggung Jawab :
Alyuhendri, M.Pd. (Ketua Umum Dewan Pengurus Harian ILUNI BIND)
Pelaksana :
Ketua : Amri, S.Pd.
Sekretaris I : Aprijon, S.Pd.
Sekretaris II : Syafitri, S.Pd.
Bendahara : Dra. Zulni Endrita, M.Pd.
Sekretariat :
1. Deswita Danius, S.Pd.
2. Zefliwel, S.Pd.
3. Mawarnip
4. Yusnita
5. Marlini
7. Mukhlis, M.Pd.
8. Zulfa Miarti, M.Pd.
Konsumsi :
1. Elma Darneti
2. Yurnelis, S.Pd.
3. Syri Yudarni, M.Pd.
Tamu :
1. Adestik Meri, M.Pd.
2. Elin Nurlinah, M.Pd.
3. Asliati, M.Pd.
4. Rohani Ismail
5. Masnidar Makmur
6. Megawati
Acara/Persidangan :
1. M. Nahril
2. Wismi Lusita
3. Dra. Prima Nelita (Moderator I)
4. Alyuhendri, M.Pd. (Moderator II)
5. Hayatussaadah, S.Pd. (Notulis I)
7. Yurnelis, S.Pd. (Notulis II)
8. Yusmaniar
Humas :
1. Waitlem, M.Pd.
2. Kurnia Adinata
3. Yunardi

Padang, Maret 2010


Mengetahui Ketua,
Ketua Dewan Pembina Iluni Bind,

Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum Amri, S.Pd.


Untuk Informasi Hubungi
Kontak Pribadi:

 Alyuhendri, M.Pd. (081374339388)


SMPN 1 VII Koto-Padang Pariaman
 Amri, S.Pd. (081374620699)
SMPN 3 Batusangkar-Tanah Datar
 Dra. Pima Nelita, M.Pd. (08126769719)
Pengawas Dinas Pendidikan-Pdg.Pariaman
 Dra. Zulni Endrita, M.Pd. (081266889455)
SMA 5 Bukittinggi-Kota Bukittinggi
 Yurnelis, S.Pd. (081374056148)
SMPN 12 Padang-Kota Padang
 Hayatussaadah, S.Pd. (081363467652)
SMPN 3 Batang Anai-Padang Pariaman
 M. Nahril, S.Pd. (081363405896)
SMPN 1 Padang Sago-Padang Pariaman
 Nurheymi, S.Pd. (081267420545)
SMP Negeri 5 Pariaman-Pariaman
 Lukmanul Hakim, S.Pd.(081363888047)
SMP Negeri-50 Kota
 Irmatati, M.Pd. (08126711146)
SMP Negeri 1 Payakumbuh-Kota Payakumbuh
 Adestik Meri, M.Pd. (081267802530)
SMP Negeri 1 Sawahlunto-Kota Sawahlunto
 Asliati, M.Pd. (081363405654)
SMP Negeri 3 Tanjung Mutiara-Agam
 Aprijon, S.Pd. (081363488526)
SMP Negeri 1 Batang Anai-Padang Pariaman
ILUNI BIND

FORMULIR PENDAFTARAN

Nama : ………………………………………..

Sekolah Asal : ………………………………………..

Alamat : ………………………………………..

Telp./HP : ………………………………………..

……………, ………………..... 2010

( …………………………. )
NIP

SEMINAR NASIONAL
”PERAN GURU DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER
BANGSA”
UNTUK GURU
TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK

Diselenggarakan Oleh
IKATAN ALUMNI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN
DAERAH
(ILUNI BIND)
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
HALL SMA NEGERI 1 BUKITTINGGI

SEMINAR NASIONAL
PERAN GURU DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU DALAM


MELAKSANAKAN PENDIDIKAN YANG
MENGEDEPANKAN PEMBANGUNAN KARAKTER SISWA

DASAR PEMIKIRAN

Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi,
dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan tersebut diperlukan berbagai upaya
pambaruan pendekatan dalam pendidikan yaitu pendekatan pendidikan yang berorientasi
pada pengembangan karakter peserta didik. Guru sebagai agen pembelajaran memiliki
peran strategis dalam rangka pembentukan karakter siswa tersebut.

TUJUAN

Seminar ini bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme guru dalam membimbing


dan mengarahkan peserta didik agar memiliki karakter yang kuat sesuai falsafah
pembangunan bangsa.

MATERI
Pengembangan Kompetensi Guru dalam Melaksanakan
Pendidikan yang Mengedepankan Pembangunan Karakter
Siswa
PEMAKALAH

1. Prof. Dr. Prayitno, M.Sc. Ed. (Guru Besar Universitas Negeri Padang)
2. Dr. H. Yalvema Miiaz, M.A. (Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota
Bukittinggi)

JADWAL PELAKSANAAN

Hari/Tanggal : Minggu, 16 Mei 2010


Tempat : Hall SMA Negeri 1 Bukittinggi
Waktu : Pukul 08.00 s.d. 17.00 WIB
PESERTA

Guru TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan Alumni Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah dari kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Luar
Sumatera Barat.

PENDAFTARAN PESERTA
 Pendaftaran ditutup tanggal 14 Mei 2010 (tempat terbatas)
 Panitia tidak melayani pendaftaran di luar jadwal yang ditetapkan.
 Kontribusi peserta Rp 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah)
 Pasfoto ukuran 3 x 4 sebanyak 2 lembar
 Fotokopi SK/Ijazah/Tanda Pengenal lainnya untuk penulisan sertifikat

FASILITAS

 Seminarkit dan Makalah


 Kudapan dan makan siang
 Sertifikat (dibagikan pada hari seminar)

TEMPAT PENDAFTARAN
 Sekretariat SMA Negeri 1 Bukittinggi, Jalan Syeh Djamil Djambek, Pasar Bawah
Bukittinggi.
 Melalui Kontak Pribadi.
 Pengurus Cabang Kabupaten/Kota
 Melalui Rekening Bank Nagari Bukittinggi, Kantor Kas RSUP Bukittinggi Nomor:
0204.0210.03249-1

Anda mungkin juga menyukai