PEMBAHASAN
A. Analisis
Keberadaan Kantor Urusan Agama Kecamatan Lengkong yang merupakan salah satu
ujung tombak dari Kementerian Agama yang berada di lingkungan Kecamatan sangatlah
diperlukan dalam berbagai hal yang menyangkut masalah pembinaan keagamaan dan juga
tertib administrasi dibidang hukum perdata sesuai dengan tugas dan fungsi Kantor Urusan
Agama.
Kecamatan Sagaranten pada umumnya tidak akan jauh berbeda dengan permasalahan dan
juga fakta yang berada di lingkungan Kecamatan lainnya khususnya yang berada
lingkungan NTCR (Nikah, Thalak, Cerai, Rujuk) yang diatur dalam Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang pencatatan perkawinan (Neng
Djubaedah,S.H. M.H, 2012 : 393). Masalah haji dan umroh, Masalah zakat, wakaf dan
Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki Kecamatan Lengkong baik itu dalam hal
letak geografis di beberapa wilayah sangat terjal, masalah sosial ekonomi dan yang paling
penduduknya bertani dan berkebun, hal ini menjadi salah penghambat dalam
15
sistem pengadministrasian hukum khususnya hukum perdata yang menjadi tugas pokok dan
banyak yang pernikahannya tidak terdaftar atau tidak didaftarkan di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Lengkong, maka secara tidak langsung mereka sulit untuk melakukan tindakan
hukum lainya seperti halnya mengurus Akta Kelahiran anaknya dan lebih jauhnya sulit
Lengkong pada mulanya dipengaruhi oleh paktor sumber daya manusia yang masih minim
terhadap hukum. Masih banyak yang menggunakan hukum adat daripada hukum Islam dan
hukum Negara yang diakui. Walaupun terdapat satu kaidah fikih yang menyarankan untuk
Kaidah tersebut pada dasarnya bukan menyuruh untuk menentukan hukum dengan hukum
adapt agar lebih kena dan tidak akan mendapat respon yang kurang bagus dimasyarakat,
artinya masyarakat tidak akan terlalu kaget atau bahkan merasa tertekan dengan hukum
yang ada karena hukum tersebut sudah punya dasar dan tidak terlalu berbeda dengan
16
B. Pemecahan
tersebut, baik itu aparat hukum, pelaku hukum dan semua pihak yang terkait didalamnya.
Hukum akan berjalan dengan baik apabila terdapat keserasian antara pelaku-pelaku hukum
tersebut. Kantor Urusan Agama Kecamatan Lengkong yang merupakan salah satu ujung
tombak Kementerian Agama Kabuapten Sukabumi yang menjadi salah satu pelaku hukum
akan berjalan lancar sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada akan berjalan maksimal
apabila didukung oleh semua pelaku hukum lainnya terutama masyarakat Kecamatan
Lengkong.
Dari berbagai masalah dan fakta hasil analisis yang terjadi di masyarakat Kecamatan
Lengkong pada intinya kurang kesadaran masyarakat dan peluku hukum lainnya terhadap
hukum yang ada dan berlaku. Petugas hukum masih banyak yang mengabaikan atau bahkan
tidak mengetahu terhadap hukum tersebut maka jalan kelurnya perlu diadakan suatu
pelajaran yang sifatnya khusus untuk lebih menyadarkan dan tanggung jawab terhadap
tugas dan fungsi juga kdudukan mereka. Sedangkan masyarakat perlu kiranya untuk lebih
kurang tertata dengan baik perlu adanya repormasi atau perubahan kearah yang lebih baik
Baik itu sistem penatataannya, petugasnnya maupun semua pihak yang terkait didalamnya
hal ini bisa di lakukan dengan cara pelatihan, sosialisasi, diskusi dan mempelajarinya dari
sumber-sumber yang ada, dan yang paling penting adanya komuniksi yang belent saling
17
terkait antara pelaku administrasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Lengkong dengan
masyarakat sehingga akan didapat suatu hasil yang maksimal tanpa merugikan para pihak.
Disamping itu juga perlu kiranya untuk lebih tegas terhapa mereka-meraka yang
melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan berkembang dimasyarakat. Sebagai contoh
yang paling banyak berkembang dimasyarakat adalah dalam kasus pelanggaran pencatatan
perkawinan. Bagi mereka yang berkedudukan sebagai petugas akan dikenakan sanksi
penjara paling lama tiga tahun hal ini sesuai dengan Pasal 143 juncto pasal 151 RUU-HM-
PA-BPerkw Tahun 2007 penafsirannya harus dihubungkan pula dengan ketentuan pasal
149 RUU-HM-PA-BPerkw tahun 2007 yang menyatakan “setiap orang yang melakukan
kegiatan perkawinan dan bertindak seolah-olah sebagai Pejabat Pencatat Nikah dan atau
wali hakim sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan Pasal 21 dipidana penjara paling lama 3
Sedangkan bagi mereka pelakunya diatur di dalam pasal 143 149 RUU-HM-PA-
BPerkw tahun 2007 menentukan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan
perkawinan tidak dihadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat (1) dipidana dengan pidana paling banyak Rp. 6.000.000.00 (enam juta rupiah) atau
hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan. (Neng Djubaedah,S.H. M.H, 2012 : 354-
355). Hal ini juga tidak terlepas dari keberadaan hukum, pada mulanya hukum pernikahan
adalah bersifat perdata akan tetapi berubah menjadi hukum pidana artinya pelaku
pelanggaran ketentuan pencatatan perkawinan juga berubah, yang semula pada tahun 1946
sebagai pelanggaran administrasi Negara, kemudian diubah menjadi pelaku tindak pidana
18
pencatatan perkawinan atau tindak pidana pencatatan perkawinan, atau sebagai criminal
didalam peraturan yang telah dibuat dan disahkan oleh Negara. Kesadaran dan tanggung
jawablah faktor utama yang harus dipupuk dan dipelihara atau bahkan ditingkatkan demi
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
pada dasarnya telah berjalan dengan berbagai macam kekurangan dan keterbatasan dari
semua pihak. Baik itu pelaku administsrasi dalam hal ini petugas dan masyarakat maupun
jaman.
pengadministrasian dilingkungan tugas pokok dan fungsi Kantor Urusan Agama Lengkong
pada dasarnya dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan juga letak geografis yang ada di
Kecamatan Sagaranten. Disamping itu juga kurang terbinannya komunikasi yang baik
antara para pelaku hukum tersebut (Petugas dan Masyarakat), sehingga kesadaran dan
Sebagai akibat dari semua itu banyak masyarakat yang tidak memiliki pengakuan
hukum atau kekuatan hukum. Sebagai contoh dalam hal pernikahan banyak masyarakat
yang tidak terdaftar atau didaftar dalam sistem administrasi pernikahan di Kantor Urusan
Agama Kecamatan Lengkong, dalam hal zakat, wakaf dan ibadah-ibadah sosial lainnya.
20
hal ini terjadi bukan hanya masyarakat yang melanggarnya akan tetapi petugasnya
masih ada yang belum begitu memahami terhadap hal tersebut. Pembinaan dan saksilah
yang perlu diterapkan untuk lebih menyadarkan dan mempertegas keberadaan dan fungsi
hukum dibuat dan diterapkan dimasyarakat dan petugas sebagai pelaku hukum.
B. Saran
Berbagai permasalahan dan fakta yang ada dan berkembang di wilayah kerja Kantor
Urusan Agama Kecamatan Lengkong lebih dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan
juga letak geografis wilayah kecamatan Lengkong. Maka perlu kiranya untuk menambah
petugas dan juga fasilitas yang lebih memadai guna tercapainya penyuluhan dan sosialisasi
hukum kedaerah-daerah yang dipandang perlu untuk lebih diperhatikan dalam penerapan
hukum tersebut.
Disamping itu juga perlu kiranya untuk megadakan berbagai macam pelatihan dan
juga motipasi bagi petugas hukum yang akan menjalankan tugas pokok dan fungsinya agar
penerapan hukum diwilayah Kecamatan Lengkong tepat sasaran dan penyampaiaan dan
C. Implikasi
Implikasi dari semua ini adalah kebersamaan dan kominikasi antara para pelaku
hukum dalam hal ini masyarakat dan juga petugas harus berjalan dengan baik dan lancar.
Hal ini bisa kita lihat dari hasil yang dicapai dari penerapan hukum tersebut. Apabila masih
banyak masyarakat yang tidak terdaftar dan mendaftarkan diri untuk tertib administrasi
21
maka penerapan hukum tidak berjalan dengan maksimal dan begitupun sebaliknya apabila
dari tahun ke tahun yang mendaftar dan terdaftar lebih banyak dari yang tidak terdaftar dan
tidak mendaftar maka ratio peningkatan kenerja lebih baik dan berhasil.
pahamnya masyarakat terhadap hukum formil maka kerja keras petugaslah yang harus
benar-benar dijadikan acuan untuk menilai keberhasilan penerapan hukum untuk tertib
administrasi di masyarakat. Disamping itu juga peran aktif masyarakat menjadi faktor
utama dalam mensukseskan sistem administrasi yang sesuai dengan aturan-aturan yang ada
dan berlaku.
22
D. Daftar pustaka
Negara.
Grafika
5. Prof. H. A. Djazuli.
Urusan Haji
Barat.
23
11. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2002. Bekas
12. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 298 tahun 2003. 2003.
13. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010. Berkas
24