Anda di halaman 1dari 3

Anatomi

Tonsil adalah kelenjar getah bening di bagian belakang mulut dan tenggorok bagian atas.
Mereka biasanya membantu menyaring bakteri dan kuman lain untuk mencegah infeksi pada
tubuh. Massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan kriptus
didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsila faringal (adenoid), tonsila palatina dan
tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Tonsil palatina adalah sepasang organ limfoid yang terletak diantara lipatan palatoglossal
(pilaranterior) dan lipatan palatofaringeus (pilarposterior) disebut fosa tonsilaris. Dikelilingi
oleh kapsul tipis yang memisahkan tonsil dari otot konstriktor faringeus superior dan otot
konstriktor faringeusbagian tengah. Pilar anterior danposterior membentuk bagian depan dan
belakang ruangan peritonsil. Bagian atar ruangan ini berhubungan dengan torus tubarius,
dibagian bawah dibatasi oleh sinus piriforis. Ruangan peritonsil diisi oleh jairngan ikat
longgar, infeksi yang dapat dengan cepat membentuk pus. Inflamasi dan proses supuratif
dapat meluas dan mengenai palatum mole, dinding lateral faring, dan jarang sekali kebasis
lidah

Gambar 1. Tonsil

(Sumber : Netter, 2011)

Fisiologi dan Imunologi Tonsil


Tonsil termasuk bagian Mucosal Associated Lymphoid Tissues (MALT), diperlukan
untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disentisisasi dan berperan dalam sistem
kekebalan permukaan mukosa.Tonsil mempunyai dua fungsi utama, yaitu: menangkap dan
mengumpulkan benda asing dengan efektif serta tempat produksi antibodi.Sebagian besar
terletak di sekitar kapiler intraepitel tonsil palatina (Hermani, B, dkk., 2004).
Limfosit terbanyak tonsil adalah limfosit B berkisar antara 50-65% dan limfosit T
berkisar 40% dari seluruh limfosit. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B menuju
mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh. Tonsil selalu menerima berbagai macam
paparan antigen secara langsung. Antigen pada dasar dan dinding kripte tonsil terdapat sel-sel
khusus micropore (M) dengan bentukan tubulovesikular. Bila tonsil dibelah dan dilihat
dengan mikroskop akan ditemukan banyak bentukan sentrum germinativum tempat sel T dan
sel B. Antigen dari luar, kontak dengan permukaan tonsil akan diikat dan dibawa sel mukosa
(sel M), antigen presenting 12 cells (APCs), sel makrofag dan sel dendrit pada tonsil ke sel T
helper (Th) di sentrum germinativum. Kemudian sel Th ini akan melepaskan mediator yang
akan merangasang sel B. Sel B membentuk imunoglobulin (Ig)M pentamer diikuti oleh
pembentukan IgG dan IgA. Sebagian sel B menjadi sel memori. IgG dan IgA secara pasif
akan berdifusi ke lumen. Bila konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon proliferasi
sel B pada sentrum germinativum sehingga tersensitisasi terhadap antigen, mengakibatkan
terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon imun merupakan fungsi limfosit T
yang akan mengontrol proliferasi sel dan pembentukan imunoglobulin (Hermani, B, dkk.,
2004).

Patofisiologi
Abses peritonsil biasanya terjadi sebagai akibat komplikasi tonsillitis akut, walaupun
dapat terjadi tanpa infeksi tonsil sebelumnya. Infeksi memasuki kapsul tonsil sehingga terjadi
peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan nanah. Daerah superior dan lateral fosa
tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi keruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole
membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk dibagian inferior, namun jarang. Pada
stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang
hiperemis. Bila proses tersebut berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih
lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil
ketengah, depan, bawah, dan uvula bengkak terdorong kesisi kontra lateral. Bila proses terus
berlanjut, peradangan jaringan disekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid
interna, sehingga timbul trismus. Kelenjar Weber adalah kelenjar mucus yang terletak di atas
kapsul tonsil, kelenjar ini mengeluarkan air liur kepermukaan kripta tonsil. Kelenjar ini bisa
tertinggal pada saat tonsilektomi, sehingga dapat menjadi sumber infeksi setelah
tonsilektomi. Dilaporkan bahwa penyakit gigi dapat memegang peranan dalam etiologi abses
peritonisl. Frieddan Forest menemukan 27% adanya riwayat infeksi gigi. Abses peritonsil
mengalami peningkatan pada penyakit periodontal dibandingkan tonsilitis rekuren (Erna,
2016).

Hermani, B., Fachrudin, D., et al. (2004). Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Health
Technology Assessment (HTA) Indonesia.
Erna, M. M. (2016). Diagnosis,Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil.
KedoktMeditek.
Netter, Frank H. (2014). ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai