Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

(KLASIFIKASI SENSOR)

Dosen Pembimbing :

Peri Petriadi, S.ST., M.T.


Oleh :
Kelompok III
Arsal Sabila / 34421008
Nur fadilla / 34421019
Agung Bahrani / 34421026
Ezer Apryanto Sandodo / 34421032
2A – D3 Perawatan Alat Berat
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK
PERAWATAN ALAT BERAT JURUSAN
TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala. atas berkat rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini yang membahas tentang

“ELECTRONIC COMPONENT (KLASIFIKASI SENSOR)”. Shalawat serta salam senantiasa

dihaturkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu’alaihi wasallam. kepada para sahabat dan

pengikutnya.Tak lupa penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Khususnya Dosen pengampu.

Tentunya dalam penulisan Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

sangat diharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun. Semoga

dengan adanya kritik dan saran tersebut dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi penulis

pada khususnya, dan para pembaca pada umumnya. Segala kelebihan hanya milik Allah dan

segala kekurangan hanya milik hamba-Nya. Semoga Makalah ini bisa bermanfaat bagi kami

pribadi pada khususnya dan pada pembaca dalam memahami salah satu jenis dari ELECTRONIC

COMPONENT (KLASIFIKASI SENSOR).

Makassar, 17 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................

Daftar Isi ...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................

1.3 Tujuan ……………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hall effect sensor ....................................................................................................

2.2 Engine speed sensor ................................................................................................

2.3 Transmission output speed sensor ...........................................................................

2.4 Analog sensor ..........................................................................................................

2.5 Position sensor (Throttle position sensor) ...............................................................

2.6 Position sensor (Lever position sensor)………………………………………….

2.7 Pressure sensor……………………………………………………………………

2.8 Temperature sensor……………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................


3.2 Saran ............................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Sistem elektronik pada mesin Caterpillar beroperasi sama seperti kebanyakan
sistem pada mesin-mesin lainnya yang ada di pasaran. Meskipun mesin Caterpillar
menggunakan berbagai jenis electronic control, tapi teknologi dasar pengoperasiannya
tetap sama. Setiap sistem pengontrolan membutuhkan bermacam-macam input device
untuk memberi informasi kepada control device untuk selanjutnya diproses.
Control device memproses informasi dari input lalu kemudian mengirim signal
elektronik yang diperlukan ke sejumlah output device yang berbeda-beda, seperti,
solenoid, lampu indicator, alarm, dan lain-lain.
Yang wajib diketahui adalah bagaimana mengidentifikasi berbagai tipe alat control
yang digunakan pada mesin-mesin Caterpillar. Kebanyakan alat control berbentuk
paten, jadi tidak disarankan untuk mengakses komponen elektronik di dalamnnya.
Demikian juga halnya, perlu dipahami perbedaan berbagai tipe input device. Hal ini
untuk memudahkan proses penyelesaian throubleshooting untuk dipadukan dengan
kemampuan internal diagnostic dari control device tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalahnya
sebagai diberikut:
1. Apa identifikasi mengenai komponen Hall effect sensor, Engine speed sensor,
Transmission, Position sensor, Analog sensor, Temperature sensor, dan pressure
sensor ?
2. Bagaimana system kerja dari Hall effect sensor, Engine speed sensor, Transmission,
Position sensor, Analog sensor, Temperature sensor, dan pressure sensor?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan duduk kasus di atas, maka tujuan dan manfaat penulisan
ialah sebagai berikut :
1. Mengetahui identifikasi komponen Hall effect sensor, Engine speed sensor,
Transmission, Position sensor, Analog sensor, Temperature sensor, dan pressure
sensor.
2. Mengetahui system kerja dari Hall effect sensor, Engine speed sensor,
Transmission, Position sensor, Analog sensor, Temperature sensor, dan pressure
sensor.

   
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hall Effect Sensor
 Identifikasi dan system kerja

Pada beberapa sistem elektronik Caterpillar menggunakan sensor tipe Hall-Effect


untuk mendeteksi medan magnet. Electronic transmission control dan Electronic
unit injection system. Menggunakan sensor ini untuk mengirimkan signal sehingga
bisa mengetahui transmission output speed dan timing penginjeksian engine.

Ada dua jenis Hall Effect Sensor, yaitu:


- Hanya mengukur speed, contohnya Transmission Output Speed Sensor (TOS).
- Untuk mengukur speed dan timing, contohnya Engine Speed Sensor (ESS).

Pada kedua sensor ini terdapat Hall Cell yang terpasang pada slip head yang ada
di ujung sensor. Saat gigi-gigi pada gear melewati hall cell ini maka akan merubah
besarnya medan magnet yang terjadi, sehingga signal yang dikirimkan pada
amplifier (berada di dalam sensor) juga akan berubah. Komponen elektronik di
dalam sensor memproses signal ini dan mengubahnya menjadi square wave pulse
untuk dikirim ke control.

Konstruksi dari Hall Effect Sensor. Terdapat sensing element yang terpasang
pada slip head dan sangat akurat karena outputnya yang berupa phasa dan
amplitude mampu mengukur semua tingkat putaran yang disensingnya. Sensor ini
mampu mendeteksi putaran mulai dari 0 rpm, dan kemampuan untuk beroperasi di
daerah bersuhu tinggi.

Signal yang dihasilkan oleh Hall effect speed sensor mengikuti lekukan yang
terdapat pada gear yang di-sensing. Signal akan berada pada posisi high (biasanya
+10V) ketika tooth pada gear bertemu dengan ujung sensor, dan berada dalam
posisi low (+0V) ketika tooth melewati ujung sensor. Bila terdapat pattern pada
gear yang disensing tersebut, maka signal yang dihasilkan juga akan mengikuti
pattern yang ada di gear tersebut. Juga terdapat model speed gear yang memiliki
pattern tertentu sehingga electronic control dapat menentukan kecepatan dan arah
putaran gear tersebut.

Hall Effect Sensor didesain untuk bekerja sempurna pada kondisi zero air gap
(celah yang sangat rapat). Jadi ketika memasang sensor yang bertipe seperti ini
maka slip head harus ditarik penuh keluar. Sehingga ketika diputar masuk kembali
ke dalam dudukannya maka slip head akan bersentuhan/kontak penuh dengan
tooth pada gear yang akan di-sensing-nya. Saat dikencangkan slip head ini akan
otomatis tertekan kembali sehingga bisa menyesuaikan celah / kontak pada gear.

B. Engine Speed Sensor


 Identifikasi dan system kerja

Engine Speed Sensor disebut juga Speed Timing Sensor. Speed timing sensor
pada engine elektronik digunakan untuk mengukur speed dan timing. Putaran gear
diukur dengan men- sensing perubahan medan magnet yang terjadi ketika gear
tooth melewati ujung sensor. Timing reference didapatkan dari salah satu ujung
gear tooth tersebut.
Untuk melakukan pembacaan speed atau kecepatan, ECM membutuhkan signal
berupa frequency, maka sensor yang memberikan signal ini dikategorikan ke dalam
frequency sensor. Electronic control menggunakan tipe frekuensi sensor yang
bervariasi. Sensor tipe ini digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Magnetic Sensor, merupakan pasif sensor dan jenisnya adalah:
 Magnetic Pick-up (MPU).
 Passive Speed Timing Sensor, yang terbagi 2 yaitu:
a. Low speed (600 rpm), contohnya cam speed timing sensor.
b. High speed (>600 rpm), contohnya cam speed timing sensor.
2. Hall Effect Sensor, merupakan aktif sensor dan jenisnya adalah:
 Untuk mengukur speed dan timing, contohnya Engine Speed Sensor
(ESS).
 Hanya mengukur speed, contohnya Transmission Output Speed Sensor
(TOS)
Terlihat dalam gambar diatas adalah speed/timing sensor 12,5 VDC dari bahan
kuningan yang digunakan pada 3176 “Fat” ECM sedangkan speed/timing sensor
13,5 VDC (bawah) dari bahan alumunium alloy digunakan pada ADEM II engine
ECM. Engine speed/timing sensor digunakan untuk menentukan engine speed dan
fuel injection timing. Sensor mendeteksi informasi ini dari gear yang dipasang pada
camshaft. Kalibrasi timing dilakukan dengan menghubungkan magnetic sensor.
Sensor dihubungkan melalui rangkaian vehicle speed dan merasakan gerakan
crankshaft.
Caterpillar menggunakan engine speed/timing sensor, baik aktif maupun pasif.
 Aktif :
3176 & 3500 (semua “Fat” ECM) 12,5 VDC, kuningan
C-10, C-12, 3406E, 3500B, 3400 HEUI 13.2 V steel alloy.
 Pasif :
1998 3126B HEUI
1999 C-10, C-12,
3406E ADEM II
3126 Semua ADEM III.

 Aktif Engine Speed/Timing Sensor


Engine speed/timing sensor mempunyai bodi alumunium segi enam yang
kokoh. Konstruksi tersebut terdapat dudukan straight thread o-ring untuk
mencegah kebocoran. Sebagai tambahannya, dilengkapi dengan Deutch
connector untuk pengoperasian yang mudah dan bebas masalah

Gambar diatas memperlihatkan gear camshaft/timing. Gear camshaft


merupakan timing wheel yang digunakan sebagai referensi timing dengan
bentuk gigi-gigi yang special untuk mendapatkan signal speed/timing. Sensor
ini mengirimkan signal pulsa ke ECM, setiap melalui gigi-gigi tersebut. ECM
menghitung pulsa untuk menentukan kecepatan engine dan merekam bentuk
pulsa dan membandingkannya dengan yang standar untuk menentukan posisi
crankshaft.
Plunger “slip-head (kepala yang dapat digeser)” pada salah satu ujung sensor
digunakan saat pemasangan. Slip-head harus ditarik keluar untuk mendapatkan
keakuratan signal speed/timing yang benar.

Gambar diatas memperlihatkan skema kabel pada sensor baik single maupun
double. Engine Speed/Timing Sensor merupakan salah satu komponen
elektronik yang mempengaruhi engine bisa starting. Pada engine 3412E
terdapat dua Speed/Timing sensor yang terpasang.
Speed/Timing Sensor memiliki empat fungsi dalam system :

 Pengukuran engine speed


 Pengukuran engine timing
 Identifikasi lokasi TDC dan nomor cylinder 4. Mencegah reverse rotation

Konfigurasi C-10 dan 3176 terlihat sama, kecuali housing yang lebih bulat.
Jika hanya satu sensor (truck), berarti hanya satu sisi (sebelah kiri seperti
yang terlihat) dan merupakan primary sensor. Jika terdapat dua sensor,
sebelah kiri sebagi primary sensor dan sensor lain bekerja sebagai backup.
Masing-masing mempunyai kode fault yang berbeda.
 Pasif Engine Speed/Timing Sensor

Terdapat dua pasif speed/timing sensor :


• 1 sensor crank
• 2 sensor cam
 Jika salah satu rusak maka sensor yang lain akan mengambil alih tugasnya.
Terdapat dua pasif speed/timing sensor yang digunakan pada ADEM 2000.
Selama engine beroperasi dengan normal, signal speed/timing dibaca dari
sensor crank. Jika signal Crankshaft Position Sensor

intermittent atau hilang, ECM akan menggunakan Camshaft Position Sensor


untuk menentukan kecepatan engine. Check Engine Lamp tidak akan
dinyalakan untuk kode ini kecuali kode telah aktif dalam 10 jam dan di-LOG
oleh ECM.
Jika signal Camshaft Position Sensor intermittent atau hilang, engine akan
misfire atau engine dapat hidup dengan kasar selama starting. Check Engine
Lamp belum menyala pada kode ini kecuali aktif selama 10 jam dan di-LOG.
Terkadang respon pergantian referensi tidak terlihat dan tidak ada
pemberitahuan kecuali signal Crankshaft Position Sensor hilang. Engine akan
shutdown jika kedua signal camshaft dan crankshaft hilang.
Dua sensor diatas memiliki jumlah lilitan yang berbeda. Sensor dengan
lilitan yang lebih banyak (hambatan lebih besar) lebih sensitive terhadap
kecepatan rendah yang biasa digunakan saat cranking. Sedangkan sensor
yang satunya memiliki hambatan lebih rendah akan lebih akurat pada
kecepatan tinggi (hidup). Sensor yang memiliki lilitan banyak lilitan
merupakan backup sensor (diutamakan saat starting awal).
Untuk mencegah sensor tertukar, maka sensor tersebut dibuat dalam satu
set yang dilengkapi dengan bracket. Type passive sensor ini, berbeda dengan
Aktif Speed/Timing sensor, sensor ini mempunyai air gap. Sensor ini tidak
secara langsung bersentuhan dengan timing wheel dan berputar dengan
clearance tertentu dan tidak diperlukan adjustment.
Pola gigi yang unik pada camshaft drive gear memungkinkan ECM untuk
menentukan posisi camshaft dan kecepatan engine. Gear cam mempunyai 24-gigi.
21-gigi dengan gear besar/lebar dan 3-gigi lainnya dengan gear kecil. Ketika ECM
sudah mengetahui posisi cylinder nomor satu maka urutan firing order untuk
engine dapat ditentukan.
Berikut ini dijelaskan perbedaannya dengan tipe passive speed timing sensor.
Sebenarnya karakteristik pengoperasiannya kedua sensor ini sama, hanya saja
speed timing sensor didesain khusus untuk sekaligus mensensing timing
penginjeksian pada electronic engine. Karena sensor ini juga dipakai untuk
referensi injection timing, maka electronic control perlu mengetahui secara tepat
kapan waktu gear tooth melewati slip head dari sensor.

Pada gambar di atas menunjukan posisi timing gear dan sensor. Ketika gear tooth
pada sensor melewati hall cell maka sensing element akan mengirimkan signal
pada amplifier (komponen di dalam speed sensor). Komponen internal di dalam
sensor akan memprosesnya dan selanjutnya mengirim signal ke comparator.
Bila nilai signal di bawah rata-rata (posisi gear tooth menjauhi hall cell) maka
outputnya juga akan berada di posisi low, sebaliknya bila nilai signal di atas rata-
rata (saat tooth gear bertemu dengan hall cell) maka output akan berada di posisi
high. Rangkaian di dalam sensor telah dirancang sedemikian rupa sehingga
Electronic Control module pada Engine bisa menentukan dengan tepat posisi gear
yang berputar tersebut.
Pada sistem Electronic Unit Injection (EUI), terdapat pattern pada timing gear
yang sangat unik yang memungkinkan electronic control untuk menentukan posisi
crankshaft, arah putaran, dan kecepatan putaran (rpm). Ketika satu gigi (tooth)
melewati hall cell, maka akan dibangkitkan satu sinyal. Sinyal ini akan berada di
posisi high ataupun low (tergantung posisi dari tooth gear terhadap hall cell,
seperti penjelasan di atas).
Electronic control akan menghitung jumlah signal yang dihasilkan sehingga bisa
menentukan besarnya putaran, juga merekam pattern dari signal yang dihasilkan
(sesuai pattern yang unik dari tooth gear) lalu membandingkan pattern dari signal
tersebut dengan standard pattern yang diprogram di dalam electronic control
sehingga bisa menentukan posisi crankshaft dan arah putaran.
1. Maintenance/perawatan
Jika sensor dilepas, slip head harus ditarik kembali. Pastikan slip head yang telah
ditarik tidak masuk kedalam slot antar gigi tapi dibagian atas roda gigi. Akan
terjadi kerusakan slip head atau engine jika prosedur tersebut tidak diikuti.

C. Transmission Output speed Sensor


1. Identifikasi dan system kerja

Transmission output speed sensor merupakan jenis dari Hall Effect Sensor. Signal
yang dihasilkan berada di pin C pada connector-nya. Sensor ini memerlukan
tegangan DC +10V pada pin A connector untuk mengaktifkannya. Tegangan yang
diberikan pada sensor dihasilkan oleh electronic control, inilah yang disebut
sebagai tegangan suplai (supply voltage).
Troubleshooting/diagnosa pada Hall-Effect sensor sulit untuk dilakukan karena
connector yang digunakan pada electronic system-nya berjenis MS (Military
Specification) yang menyulitkan untuk pemakaian 7X1710 Probe Group untuk
mengetest sensor secara dinamik. Ada beberapa harness yang memiliki connector
didekat speed sensor sehingga probe group dapat dipasang untuk mengukur
sensor.
Prosedur yang dianjurkan untuk mengetest sensor adalah harus dilakukan pada
machine (on- board diagnostic) untuk mengetahui bahwa kontrol mendapatkan
speed input signal yang benar. Gunakanlah probe group untuk mengetest signal
input pada connector di control untuk memastikan sinyalnya ada. Jika sinyal tidak
ada lepaskan sensor dan periksalah secara visual apakah terjadi kerusakan pada
self-adjusting tip. Jika terjadi kerusakan gantilah sensor. Penting untuk diperiksa
adalah memastikan kondisi kontak dari slip head terhadap gear tooth saat sensor
terpasang. Bila slip head tidak tertarik penuh keluar saat pemasangan maka
memungkinkan terdapat celah antara sensor dengan gear tooth, dan hal ini bisa
merusak ujung sensor tersebut.
Umumnya self-adjusting slip head pada speed sensor tidak akan mengalami
kerusakan intermitten tetapi kondisinya hanya bekerja atau rusak.
D. Analog Sensor
1. Identifikasi dan system kerja

Analog sensor sangat berbeda dengan sensor tipe lainnya, bukan hanya cara
kerjanya tapi juga cara pengetesannya. Pada gambar schematic lambang analog
sensor mirip dengan lambang digital sensor. Untuk membedakan keduanya adalah
dengan melihat supply voltage yang digunakan oleh sensor tersebut.
Analog sensor menggunakan voltage supply (pada pin A) sebesar +5V (berasal
dari Electronic Control Module). Ground pada analog sensor (pin B) dikenalk
sebagai “analog return” atau “return”, yang berarti grounding pada analog sensor
langsung masuk ke dalam electronic control dan tidak disambungkan pada frame
sebagai ground-nya.
Analog signal berubah-ubah secara pelan (smooth) sepanjang pengoperasian dan
proporsional terhadap perubahan parameter yang diukurnya. Output signal dari
analog sensor berupa tegangan DC yang besarnya antara 0 sampai 5 volt. Analog
sensor dapat pula dikenali dari bentuk fisiknya yang kecil, karena sensor ini hanya
terdiri dari beberapa komponen di dalamnya untuk menghasilkan signal.
2. Maintence/perawatan
Untuk proses throuble shooting pada analog sensor, teknisi sebaiknya mengacu
pada diqagnostic information yang dikeluarkan oleh electronic control.
Berdasarkan diagnostic information yang disampaikan oleh electronic control, bisa
diperkirakan kerusakan pada salah satu analog sensor. Maka dengan mudah kita
bisa menentukan lokasi kerusakan apakah di sensor atau di harness/connector.

Untuk memeriksa kerusakan, gunakan Digital multimeter, 7X1710 Probe Group,


dan service manual.

Bila tidak ada signal yang terdeteksi, maka periksalah supply voltage dan ground.
Bila supply voltage dan ground dalam kondisi bagus, maka sensor harus diganti.
Bila hasil pengukuran signal dan supply voltage sensor di luar spesifikasi, maka
proses throuble shooting harus dilanjutkan
Berikut referensi hasil pengukuran untuk kondisi normal dari sebuah analog
temperature sensor dengan kondisi terpasang dan posisi key switch ON:
 Pin A to Pin B -- Regulated 5.0 DCV input from the control.
 Pin C to Pin B -- 1.99 - 4.46 DCV from the sensor.
Output signal pada pin C akan berbeda-beda, tergantunr pada aplikasi sensor
tersebut. Besarnya output signal proporsional terhadap parameter yang diukur
(temperature, pressure, etc.). Teknisi harus mengacu pada buku manual untuk
spesifikasi masing-masing sensor.

E. Position Sensor (Throttle position sensor)


1. Identifikasi dan system kerja

Sensor ini terdiri dari potentiometer yang dilengkapi dengan sebuah contact
(1) yang akan bergerak melewati lilitan (winding) sehingga menghasilkan
tahanan yang bervariasi ketika bergerak. Ketika potentiometer digerakan maka
tahanan pada sirkuit juga akan berubah sehingga Voltage drop –nya juga akan
berubah. Position sensor termasuk digital sensor dan terdiri dari komponen
elektronik (2) yang terletak di dalam sensor body.
Potentiometer menggunakan tiga kabel (power, ground, dan signal return)
dan mendapatkan supply power yang konstan. Power akan mengalir pada kabel
melalui kabel power dan ground tapi nilai tegangannya akan tergantung dari
aplikasinya. Ketika potentiometer wiper arm bergerak melewati winding,
tahanan berubah kemudian tegangan yang dihasilkan akan dikirimkan ke ECM
melalui kabel sinyal.
Position sensor menerima tegangan 8.0 ± 0.5 Volt dari ECM. Untuk
mengechek nilai supply Voltage pada sensor, hubungkan multimeter antara Pin
A dan B pada konektor sensor. Set-lah pada skala pembacaan "DC Volt”. Output
signal dari Throttle position sensor berbentuk Pulse Width Modulated (PWM)
yang akan bervariasi tergantung dari throttle position dan akan ditunjukan
dalam bentuk persentase diantara 0 dan 100%.
Untuk mengetahui nilai sinyal output pada position sensor, hubungkan
multimeter antara Pin B dan pin C pada konektor throttle position sensor. Set-
lah pada pembacaan “duty cycle”. Duty cycle output pada throttle position
sensor sekitar 16 ± 6% pada low idle dan 85 ± 4% pada high idle. Duty cycle
output pada lever position sensor harus berada sekitar 5 sampai 95% dari
posisi stop ke stop
Throttle Position Sensor memberikan informasi engine speed yang
diinginkan oleh operator. Sensor ini terhubung dengan machine wiring harness
yang kemudian tersambung dengan ECM melalui connector J1/P1. Saat start up
engine, engine rpm di set pada LOW IDLE selama dua detik untuk memberikan
waktu bagi oil pressure naik sebelum engine di akselerasikan.
Throttle Position Sensor mendapat tegangan suplai 8 Volts dari ECM. Untuk
memeriksa kondisi throttle control system dapat dilakukan dengan
menghubungkan engine dengan ET dan memonitor throttle position-nya pada
layar status screen. Pada ET status screen harus terlihat 0 – 100 % throttle
position (ini merupakan prosentase posisi dan jangan bingung dengan nilai
pembacaan prosentasi duty cycle). Jika terjadi kerusakkan pada circuit ini,
maka engine hanya akan bisa running pada LOW IDLE saja.
System seperti ini menghilangkan semua mechanical linkage antara operator
dengan engine speed control dan governor (ECM).
F. Position Sensor (Lever position sensor)
1. Identifikasi dan system kerja

Lever position sensor (1) yang terlihat pada gambar di atas adalah Hall-Effect
position sensor. Pada aplikasi ini digunakan sebagai transmission shift lever sensor
dan posisinya berada dibawah transmission shift lever (2). Lever terhubung
dengan suatu komponen yang mempunyai dua magnet. Salah satunya adalah
magnet (3) seperti terlihat pada gambar kanan atas.
Ketika lever digerakan maka magnet akan melewati Hall Cell (4) maka akan
terjadi perubahan pada medan magnet yang akan menghasilkan sinyal. Internal
electronic (5) yang ada pada sensor akan memproses sinyal tadi dan mengirim ke
ECM dalam bentuk sinyal PWM. Lever position sensor menerima 24 VDC dari
sistem elektronik machine. Sensor jenis ini mempunyai pin nomer 4 yang
digunakan untuk kalibrasi pada beberapa aplikasi tertentu.
Sinyal PWM Hall Effect position sensor dengan kondisi sensor terhubung ke ECM
dan key switch pada kondisi ON akan menghasilkan nilai pengukuran sebagai
berikut:

 Pin 1 to Pin 2 -- Supply Voltage

 Pin 3 to Pin 2 -- .7 - 6.9 DCV pada skala DC Volt

 Pin 3 to Pin 2 -- 4.5 - 5.5 KHz pada skala KHz

 Pin 3 to Pin 2 -- 5% - 95% duty cycle dalam skala %


G. Pressure Sensor
1. Identifikasi dan system kerja

   Pressure sensor digunakan untuk mengukur tekanan oli, bahan bakar, intake
manifold, atmosfer, crankcase, aktuasi injeksi dan lain-lain. Sebagian besar sensor
tekanan yang ditemukan pada peralatan CAT adalah sensor analog aktif (tiga kabel).
Sensor tekanan mengandung pengukur regangan yang mengubah resistansi ketika
suatu tekanan diterapkan padanya.
Sirkuit sensor mendeteksi perubahan resistansi dan mengeluarkan tegangan sesuai
dengan perubahan resistansi pada sensor ketika terjadi perubahan tekanan. Output
tegangan sensor tekanan berkorelasi dengan tekanan spesifik.

Sensor tekanan secara terus menerus memonitor tekanan system dan mengirimkan
informasi ke ECM. Sensor tersebut mempunyai bodi logam yang kuat agar tidak mudah
bermasalah dan tahan lama. Semua tipe sensor ini (dengan 3 kabel) adalah sensor aktif
dan analog serta memiliki orifice yang lebar untuk merasakan tekanan. Sensor tekanan
mempunyai kabel suplai tegangan, ground, dan signal. yaitu :
1. Tegangan suplai (supply voltage). Kabel tegangan suplai berasal dari ECM yang
menyediakan tegangan listrik supaya sensor dapat beroperasi. Besarnya tegangan
DC yang mengalir dari ECM ke sensor dikontrol secara teliti sebesar 5 ±0.2 Volt.
2. Ground Kabel ground berasal dari ECM yang menyediakan acuan (reference) 0
volt
3. Tegangan sinyal (signal voltage) Tegangan signal merupakan kabel yang berasal
dari sensor ke ECM yang mengirim tegangan DC yang bervariasi tergantung
perubahan tekanan dari system yang dimonitor, Normalnya tegangan signal yang
diberikan oleh sensor ke ECM berkisar antara 0.2 –4.8 Volt. Tegangan signal juga
dipergunakan oleh ECM untuk menentukan kondisi sensor apakah short atau open
.
 Jika tegangan signal sama dengan suplai 5 volt atau lebih maka ECM
menganggap terjadi SHORT to Battery atau OPEN
 Jika tegangan signal sama dengan 0 volt maka ECM menganggap terjadi SHORT
to Ground. Jika terjadi kondisi OPEN dan SHORT maka ECM akan mengeluarkan
Fault code untuk memudahkan proses troubleshooting.
H. Temperature Sensor
1. Identifikasi dan system kerja

Temperatur sensor mengukur suhu coolant, oli, intake air fuel, exhaust, dan lain-
lain. Sensor temperature berfungsi mengukur perubahan temperature pada system
dan mengubah informasi tersebut menjadi signal listrik sehingga dapat diolah oleh
ECM.
Sensor temperature yang dipergunakan pada electronic engine Caterpillar terdiri
dari dua tipe yaitu :
 Active Sensor
Active sensor terdiri dari tiga kabel yaitu, supply voltage, ground dan signal
voltage. Ketiga kabel ini memiliki karakteristik yang sama dengan pressure
sensor seperti telah dijelaskan diatas.
 Passive Sensor
Active sensor hanya memilili dua kabel. Prinsip kerjanya adalah perubahan
tahanan setiap terjadi perubahan temperature. ECM akan menentukan kondisi
sensor OPEN atau SHORT dengan memonitor nilai tahanan:
a. Jika SHORT maka nilai tahanan yang diukur akan mendekati nol.
b. Jika OPEN maka nilai tahanan yang diukur sangat tinggi (tidak terhingga).

Penunjukkan pada layar status adalah langkah dasar yang dapat digunakan untuk
melakukan pengecekan kabel dan sensor. Jika sensor tidak terhubung dengan
benar, layar status dapat membantu memberikan indikasi adanya problem. Saat
kondisi engine “dingin”, temperatur sensor akan membaca temperatur udara
sekitar.
Temperatur sensor menyediakan informasi/input nilai temperature ke ECM. ECM
memanfaatkan bermacam-macam informasi temperatur untuk mengatur fuel rate
dan melindungi engine.
Sensor ini termasuk variable resistor (thermistor), voltage droop dari pasif sensor
dan output tegangan dari sensor analog aktif berkorelasi dengan suhu tertentu.
Pada sensor suhu jeniis ini, sinyal (DC Volt) dapat diperiksa dengan power ON.
Resistansi sensor dari sensor pasif dapat diperiksa dengan power OFF..
Aktive digital temperature sensor juga menggunakan thermistor yang sensitif
terhadap perubahan suhu. Sirkuit didalam body sensor mengubah output analog
thermistor ke sinyal PWM, yang dikiri
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

B.    Saran 

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai