Anda di halaman 1dari 18

MATERI

SEJARAH KEORGANISASIAN PMII

OLEH

LA ODE MUH. JUFRI

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

CABANG KOTA BAU-BAU

2021/2022
SEJARAH DAN KEORGANISASIAN PMII

A. Definisi Keorganisasian

Untuk mendapatkan ilmu yang lebih sebaiknya bergabung dengan beberapa organisasi terkait.
Namun dalam pemilihan organisasi sebaiknya memilih organisasi yang sesuai. Karena
pengertian organisasi adalah sekelompok orang yang akan mencapai tujuan bersama kelompok
tersebut. Di mana kelompok ini memiliki tujuan tertentu untuk dicapai.

a. Apa yang di Maksud dengan keorganisasian

Pengertian organisasi dapat diartikan sebagai dua atau lebih orang yang berada di dalam satu
wadah yang sama dan memiliki satu tujuan. Tujuan tersebut nantinya akan dicapai bersama
dengan anggota dari organisasi tersebut melalui kerjasama dari pihak yang bersangkutan. Perlu
pula diketahui bahwa di dalam organisasi dapat ditemukan berbagai ilmu.

Ilmu yang dimaksud tersebut adalah ilmu yang tidak bisa didapatkan di tempat umum seperti
bangku sekolah. Setiap organisasi juga tentunya memiliki susunan atau struktur yang dimulai
dari jabatan seorang ketua organisasi. Kemudian akan diikuti dengan wakil, sekretaris,
bendahara, dan berbagai bidang lainnya sesuai dengan kebutuhan dari organisasi tersebut.

b. Manfaat Dari Organisasi

1. Meningkatkan Kemampuan Dalam Berkomunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang harus dilakukan dengan cara yang sopan
apalagi jika berbicara di depan umum. Maka dari itu, selain sopan juga perlu keberanian
dalam menyampaikan aspirasi tersebut di depan umum. Karena memang pada dasarnya
setiap masuk dalam organisasi tentu harus menyampaikan beberapa pendapat. Dari hal
tersebut secara tidak langsung bisa melatih seseorang dalam berkomunikasi.

2. Dapat Mencapai Tujuan

Seperti yang dibahas mengenai pengertian organisasi yang tentunya memiliki


tujuan yang akan dicapai. Sehingga manfaat dari organisasi tersebut adalah untuk
mencapai tujuan dengan mudah bersama dengan para anggota. Karena setiap tujuan
tentunya akan dibagi dengan anggota lainnya. Selain itu, tujuan dari organisasi tersebut
juga harus memiliki susunan yang sistematis.

3. Menjadi Motivasi Dalam Membangkitkan Jiwa Pemimpin

Dalam organisasi tentu setiap anggota akan bersaing untuk menjadi seorang ketua
atau pemimpin dari organisasi tersebut. Maka dari itu, organisasi bisa memberikan
manfaat dalam membangkitkan jiwa pemimpin. Namun untuk menjadi pemimpin dalam
sebuah organisasi harus mementingkan masalah organisasi dibandingkan dengan masalah
individu.

4. Mampu Memecahkan Masalah yang Ada

Masalah dalam setiap organisasi memang biasanya terjadi dalam waktu yang
tidak ditentukan. Baik masalah tersebut bersifat kecil maupun besar yang disebabkan dari
berbagai hal. Seperti disebabkan karena memiliki perbedaan pendapat dari anggota. Maka
dari itu, permasalahan yang timbul tersebut harus diselesaikan dengan menunjukkan
sikap yang lebih kompleks dan majemuk.

5. Memperluas Wawasan yang Dimiliki

Wawasan merupakan sebuah pengetahuan yang didapatkan dari mana saja dan
kapan pun. Salah satunya dengan masuk dalam sebuah organisasi untuk memperluas
wawasan tersebut. Di mana wawasan ini di dapatkan dengan mengikuti seminar, diskusi,
dan agenda lain yang ada di dalam organisasi. Sehingga hal tersebut bisa memberikan
pengetahuan baru untuk memperluas wawasan.

6. Memperluas Pergaulan dan Mengatur Waktu

Dalam organisasi memang terbagi dari beberapa orang yang berasal dari berbagai
kalangan yang berbeda. Sehingga hal tersebut menyebabkan setiap anggota organisasi
bisa memperluas pergaulan yang ada. Selain itu, bisa juga melatih kedisiplinan dalam
mengatur waktu yang dimiliki. Karena memang kegiatan yang dimiliki bukan hanya
organisasi saja tetapi memiliki aktivitas lain.

7. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Yang Tinggi

Manfaat lainnya adalah setiap anggota organisasi memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi. Di mana tanggung jawab yang dimaksud adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang menjadi amanah. Seperti bertanggung jawab terhadap amanah pada saat
menjabat sebagai pemimpin atau ketua dari organisasi. Sehingga seorang pemimpin ini
harus melaksanakan hal tersebut dengan baik.

8. Memiliki Mental Yang Kuat Pada Saat Menghadapi Tekanan

Mental yang kuat memang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum masuk
atau bergabung dalam sebuah organisasi. Karena memang pada dasarnya ada tekanan
yang muncul dari pihak lain untuk bersikap tegas dan tahan banting. Selain itu, anggota
organisasi akan digembleng sehingga terbiasa untuk menghadapi tekanan tersebut. Oleh
karena itu, kepribadian seseorang akan menjadi lebih percaya diri dan disiplin.
c. Fungsi yang Didapatkan Dalam Berorganisasi

Selain pengertian organisasi dan manfaat dari organisasi tersebut, ada pula fungsi organisasi
yang harus diketahui. Sama halnya dengan manfaat organisasi, fungsi organisasi juga memiliki
dampak yang bersifat positif bagi para pelakunya. Berikut ini merupakan paparan mengenai
fungsi yang didapatkan dalam berorganisasi.

1. Memberikan Arahan

Dalam memberikan arahan yang dimaksud adalah organisasi bisa mengajarkan


seseorang mengenai apa yang baik dan yang buruk. Dalam hal ini organisasi akan
memberitahukan mengenai apa yang baik dilakukan dan apa yang buruk sehingga tidak
bisa dilakukan. Selain itu, mengenai arahan tersebut adalah dapat juga dilihat dari
pembagian kerja yang diberikan untuk setiap anggota.

2. Meningkatkan Skill

Selanjutnya dengan berorganisasi adalah dapat meningkatkan skill yang dimiliki


oleh setiap anggota, dimana skill yang dimaksud adalah seperti untuk menjadi seorang
pemimpin dan berbicara di depan umum. Hal tersebut bisa didapatkan ketika masuk
dalam sebuah organisasi, karena Anda akan memiliki motivasi untuk meningkatkan
kemampuan yang dimiliki tersebut. Oleh Karena itu, cara berbicara di depan umum tidak
gugup.

3. Mendapatkan Pengalaman Baru

Pengalaman yang didapatkan dari organisasi tentu saja tidak bisa didapatkan dari
kegiatan lainnya. Karena kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi merupakan
suatu pelajaran yang sangat berharga. Di mana pengalaman baru yang bisa di dapatkan
tersebut seperti membuat laporan dari kegiatan organisasi yang telah dilakukan. Selain
itu, bisa pula memiliki pengalaman saat menjadi pemimpin.

4. Mampu Artikulasi dan Agregasi

Dalam fungsi yang satu ini dijadikan sebagai instrumen yang mampu dalam
artikulasi dan agregasi sebuah kepentingan umum dan individu. Untuk fungsi yang satu
ini bisa didapatkan jika bergabung dengan organisasi yang berbasis internasional. Karena
bisa dijadikan sebagai bentuk dari kontak institusionalisme dengan partisipan aktif. Di
mana hal yang dimaksud tersebut adalah forum diskusi dan negosiasi.

5. Norma dan Rekrutmen

Fungsi organisasi selanjutnya adalah memberikan kontribusi yang memiliki arti


penting untuk berbagai aktivitas yang bersifat normatif. Di mana contoh dari hal tersebut
seperti penetapan nilai-nilai tertentu. Selain itu, organisasi juga memiliki fungsi sebagai
rekrutmen atau menarik setiap anggota untuk menjadi partisipan.

B. Historis PMII

IPNU Lahir Pada Tanggal 24 Februari 1954 dan menjadi bagian dari pada NU
sebagai partner dalam mengkader generasi NU dan merupakan awal lahirnya Departemen
Perguruan Tinggi (DPT) dan PMII

1. Upaya dibalik Kelahiran PMII

Usaha untuk mendirikan suatu wadah yang khusus menghimpun mahasiswa


nahdliyin sebenarnya sudah lama ada, hal ini dapat dilihat dengan adanya kegiatan
sekelompok mahasiswa NU yang di Jakarta. Patut dicatat disini:

Pertama: misalnya berdirinya IMANU (ikatan mahasiswa NU) pada bulan


Desember 1955 di Jakarta. Namun kehadirannya belum bisa diterima oleh banyak pihak,
terutama oleh kalangan sespuh NU sendiri. Sebab disamping kelahiran IPNU itu sendiri
masih baru (didirikan pada tanggal 24 Februari 1954) yang notabene mayoritas
pengurusnya mahasiswa, sehingga dikhawatirkan justru akan melumpuhkan IPNU.

Kedua: Sekelompok mahasiswa nahdliyin yang berdomisili di kota Surakarta


Jawa Tengah yang diprakarsai oleh H. Mustahal Ahmad, juga sempat mendirikan suatu
organisasi yang diberi nama “Keluarga Mahasiswa NU” (KMNU) Surakarta, juga pada
tahun 1955. Bahkan KMNU ini merupakan organisasi mahasiswa yang NU yang mampu
bertahan sampai lahirnya PMII pada tahun 1960).

Ketiga: Di Bandung ada usaha serupa dengan nama PMNU (persatuan mahasiswa
NU) dan masih banyak lagi di kota-kota lain dimana ada perguruan tinggi yang
mempunyai gejala yang sama, tetapi ternyata pimpinan IPNU tetap membendung usaha-
usaha tersebut dengan suatu pemikiran bahwa pimpinan pusat IPNU akan lebih
mengintensifkan pada usaha-usaha mengadakan penelitian pada dua permasalahan
pokok: Seberapa besar potensi mahasiswa NU dan Sampai seberapa jauh kemampuan
untuk berdiri sebagai organisasi mahasiswa).

2. Latar Belakang Lahirnya PMII

Pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu


kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi pergerakan
mahasiswa islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat pada mahasiswa NU
untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang beridiologi Ahlusunnah waljama’ah.

3. IPNU

a) Muktamar II IPNU
Tepat Pada Muktamar ke II IPNU pada tanggal 1-4 Januari 1957 di pekalongan
jawa tengah Keinginan tersebut aempat terlontar. tetapi para pucuk pimpinan IPNU
sendiri tidak menanggapi secara serius. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi di
dalam IPNU sendiri masih perlu pembenahan, yakni banyaknya fungsionaris IPNU
yang telah berstatus mahasiswa, sehingga dikhawatirkan bila wadah khusus untuk
mahasiswa ini berdiri akan mempengaruhi perjalanan IPNU yang baru saja
terbentuk,

b) Muktamar III IPNU

Tetapi aspirasi kalangan mahasiswa yang tergabung dalam IPNU ini makin kuat,
hal ini terbukti pada muktamar III IPNU pada tanggal 27 – 31 Desember 1958 di
Cirebon Jawa Barat, pucuk pimpinan IPNU didesak oleh para peserta muktamar
membentuk suatu wadah khusus yang akan menampung para mahasiswa nahdliyin,
namun secara fungsional dan struktur organisatoris masih tetap dalam naungan
IPNU, yakni dalam wadah departemen perguruan tinggi IPNU). Maka di bentuklah
wadah DPT Pada tanggal 27-31 Desember tersebut

Upaya yang dilakukan oleh IPNU dengan membentuk departemen perguruan


tinggi untuk menampung aspirasi mahasiswa nahdliyin, tidak banyak berarti bagi
kemajuan dan perkembangan mahasiswa nahdliyin, hal tersebut disebabkan beberapa
hal: Pertama, Kondisi obyektif menunjukkan bahwa keinginan para pelajar sangat
berbeda denga keinginan, dinamika dan perilaku mahasiawa. Kedua, Kenyataan
gerak dari departemen perguruan tinggi IPNU itu sangat terbatas sekali. Terbukti
untuk duduk sebagai anggota PPMI persatuan perhimpunan mahasiswa indonesia),
suatu konfederasi organisasi mahasiswa ekstra universitas tidak mungkin bisa, sebab
PPMI merupakan organisasi yang hanya menampung ormas-ormas mahasiswa.
Apalagi dalam MMI (majlis mahasiswa indonesia), suatu federasi dari dewan/senat
mahasiswa, juga tak mungkin dilakukan).

langkah yang diambil oleh IPNU untuk menampung aspirasi para mahasiswa
nahdliyin dengan membentuk departemen perguruan tinggi IPNU pada kenyataannya
tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Di bawah ini beberapa hal yang dapat di katakan sebagai pendirinya PMII, yaitu:

 Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-
1959.

 Tidak menentunya sisitem pemerintahan dan perundangan-undangan yang


ada.

 Pisahnya NU dari Masyumi.


 Tidak enjonya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak
terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.

 Kedekatan HMI kepada salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota
bene HMI adalah underbouw-nya.

Hal-hal tersebut menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat di kalangan


intelektual- intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana
penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahsiswa-mahasiswa yang berkultur NU.
Di samping ini juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan
organisasi mahasiswa yang beridiologi Ahlussunnah Waljama’ah.

c) Konferensi besar IPNU

Gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantiasa muncul dan mencapai


puncaknya pada koferensi besar (KONBES) IPNU I di kaliurang pada tanggal 14-17
maret 1960. Dari forum ini kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan
organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan
pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan
penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa
NU. Mereka adalah: A. Khalid Mawardi (Jakarta)

 M. Said Budairy (Jakarta)

 M. Sobich Ubaid (Jakarta)

 Makmun Syukri (bandung)

 Hilman (bandung)

 Ismail Makki (yogyakarta)

 Munshif Nakhrowi (yogyakarta)

 Nuril Huda Suaidi(Surakarta)

 Laily Mansyur (surakarta)

 Abd.Wahhab Jaelani (semarang)

 Hizbullah Huda (Surabaya)

 M. Kholid Narbuko (malang)

 Ahmad Hussein (Makassar)


Keputusan lainya adalah menunjuk tiga mahasiswa yaitu Hizbullah Huda, M. Said Budairy dan
Makmun Syukri sebagai delegasi untuk sowan ke ketua umum PBNU pada saat itu adalah K.H.
Idham kholid.

4. Musyawarah NU

Pada tanggal 14-16 Aplil 1960 di adakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di
sekolah Muamalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan
mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Makasar,
serat perwakilan senat perguruan tinggi yang bernaung di bawah NU. Pada saat itu di
perdebatkan nama organisasi yang akan di dirikan. Beberapa nama usulan tersebut di antaranya
dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny dan dari
Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi
kesepakatan. Namun kemudian kembali di persoalkan kepanjangan dari “P” apakah
perhimpunan atau persatuan. Akhirnya di sepakati huruf “P” merupakan singkatan dari
Pergerakan sehingga PMIi menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga
menghasilkan susuna Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan
menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil
ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekertaris umum. Ketiga orang tersebut di beri amanat dan
wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusn PB PMII.

Dan PMII lahir dan deklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi

Nama, Waktu,dan Kedudukan

1. Organisasi ini bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

2. Didirikan di Surabaya pada tanggal 17 April 1960 atau bertepatan dengan 21 syawal 1379
dengan jangka waktu yang tidak terbatas

3. PMII berpusat di ibu kota repoblik Indonesia

4. PMII Berasaskan Pancasila

5. Bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatn independen dan


professional

6. Tujuan membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, Berbudi
luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia

Struktur Organisasi Nasional PMII

1. Pengurus Besar
2. Pengurus Koordinator Cabang

3. Pengurus Cabang

4. Pengurus Komisariat

5. Pengurus Rayon

Permusyawaratan PMII

 Tingkat PB

1. Kongres

2. Musyawarah Pimpinan Nasional (MUSPIMNAS)

3. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS)

4. Rapat Pleno BPH PMII

 Tingkat PKC

1. Rapat Koordinator Cabang (KONKORCAB)

2. Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIMDA)

3. Rapat Kerja Daerah (RAKERDA)

4. Rapat Pleno BPH PKC

 Tingkat Cabang

1. Konferensi Cabang (KONFERCAB)

2. Musyawarah Pimpinan Cabang (MUSPIMCAB)

3. Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB)

4. Rapat Pleno BPH PC PMII

 Tingkat Komisariat

1. Rapat Tahunan Komisariat (RTK)

2. Rapat Pleno BPH PK PMII

 Tingkat Rayon

1. Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)


2. Rapat Pleno BPH PR PMII

Permusyawaran Luar Biasa PMII

1. KONKORCAB-LB

2. KONFERCAB-LB

3. TRK-LB

4. RTAR-LB

LOGO PMII

D. Makna Dan Logo PMII

PMII memiliki lambang atau logo yang sangat khas dengan dua warna yang menjadi identitas
utama yaitu biru dan kuning. Logo PMII diciptakan oleh M. Said Budairi (Jakarta), beliau adalah
salah satu dari 14 pengagas berdirinya PMII. Bentuk dan warna logo PMII bukan asal-asalan
diciptakan, akantetapi mempunyai filososfi yang mendalam. Simak filosofi logo PMII berikut ini
:

- Bentuk perisai melambangkan ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap


berbagai tantangan dan pengaruh dari luar. Bintang yang ada di dalamnya melambangkan
ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.

- Lima bintang yang ada pada bagian atas menggambarkan Rasulullah SAW dengan empat
sahabat terkemuka yaitu al-Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).

- Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab (Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad Ibnu Hambal) yang berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah
(Aswaja).

- Jumlah sembilan bintang dalam lambang memiliki arti ganda. Pertama, Rasulullah SAW
dan empat orang sahabat serta empat orang imam mazhab itu laksana bintang yang selalu
bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia. Kedua, jumlah
angka sembilan menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia
yang disebut Walisongo.

- Warna biru pada tulisan PMII menunjukkan kedalaman ilmu pengetahuan yang harus
dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang
mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan Nusantara.

- Biru muda yang menjadi warna dasar perisai bagian bawah berarti ketinggian ilmu
pengetahuan, budi pekerti, dan takwa.
- Kuning sebagai warna dasar bagian atas diartikan sebagai identitas kemahasiswaan yang
menjadi sifat dasar pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta
penuh harapan menyongsong masa depan.

1. Kongres satu tawangmagu

Ingatan itu berupa sejumlah catatan tentang Kongres (saat itu masih bernama Mu’tamar) pertama
yang diselenggarakan PMII, yang kala itu masih menjadi underbouw (Banom) dari Nahdlatul
Ulama (NU). Tepatnya pada tanggal 23-26 Desember 1961 di Tawangmangu, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Sebuah daerah yang terletak di lereng Gunung Lawu, yang berjarak
sekitar 42 km dari Kota Solo. Terpilihnya Tawangmangu atau Solo sebagai tempat kongres
pertama memang bukan tanpa alasan. Ketika itu, beberapa kader dari Solo seperti Ahmad
Mustahal dan Chalid Mawardi menjadi kader utama yang ikut membidani berdirinya PMII di
tahun 1960. Juga menjadi pertimbangan, Solo yang saat itu menjadi basis Kota Pergerakan.

Sebanyak 13 Cabang hadir pada acara tersebut, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta,
Surakarta, Semarang Ciputat, Malang, Makasar/Ujungpandang, Banjarmasin, Padang, Banda
Aceh, dan Cirebon. Pada Medan Muktamar I PMII tercatat beberapa poin penting. Pertama,
terpilihnya kembali Mahbub Junaidi sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PMII Periode
1961-1963. Proses terpilihnya Mahbub sebagai ketua ini, mungkin ada sedikit kemiripan dengan
yang terjadi pada musyawarah mahasiswa NU di Surabaya, setahun sebelumnya. Sebagaimana
yang digambarkan oleh M. Said Budairy dalam tulisannya Sudah Benar “PMII Tetap Islam"
(1997) : “Dia (Mahbub) juga tidak mengkampanyekan diri, apalagi sampai mendirikan posko di
dekat medan musyawarah. Tapi Mahbub terpilih sebagai ketua umum. Ketua I terpilih Chalid
Mawardi dan Sekretaris Umum-nya saya (Said).” Cerita ini mungkin akan sulit kita temukan
pada Kongres PMII di masa sekarang, dengan sebuah ‘alasan’ : beda zaman! Poin kedua yang
perlu dicatat, yakni lahirnya pokok-pokok pikiran yang diberi nama Deklarasi Tawangmangu.
Deklarasi tersebut berisi meliputi pandangan tentang sikap PMII terhadap sosialisme Indonesia,
pendidikan nasional, kebudayaan nasional dan tanggung jawab PMII sebagai generasi muda
islam intelektual yang ikut dalam perjuangan bangsa, pengembangan Islam dan perjuangan akan
anti imperialisme dan kolonialisme. Deklarasi Tawangmangu merupakan refleksi PMII terhadap
isu nasional pada saat itu. Deklarasi itu kemudian dilengkapi lagi dengan landasan-landasan Al-
Qur'an dan Hadits yang dituangkan dalam Penegasan Yogyakarta, salah satu hasil keputusan
kongres PMII kedua di Yogyakarta pada tahun 1963 (Said, 1997). Dua keputusan penting inilah,
Deklarasi Tawangmangu yang dikuatkan dengan Penegasan Yogyakarta, menjadi landasan
penting nilai yang dimiliki oleh PMII hingga saat ini, tentang nilai ke-Islaman dan ke-
Indonesiaan.

PMII yang tergolong pemuda dan cukup mampu menempatkan eksistensinya dalam proporsi
yang tepat meski kondisi saat itu hampir menjadikan organisasi mahasiswa ekstra kampus
sebagai corong partai politik. PMII masih cukup mampu menegakkan nilai-nilai
kemahasiswaannya dan terkait langsung dengan kepentingan masyarakat bangsa yang
berkebangsaan itu. Pemikiran-pemikiran dan pendirian PMII mengenai masalah, baik berskala
nasional maupun internasional. Seperti yang dirumuskan dalam kongres pertamanya di tawang
mangu, selasa 23-26 Desember 1961, PMII mulai mengangkat sosialisme indonesia, pendidikan
nasional, kebudayaan dan tanggung jawab PMII sebagai generasi baru bangsa.

Relevansi pemikiran itu terlihat jelas ketika deklarasi tawang mangu dijelaskan lebih rinci lagi
dalam kongres kedua di jakarta 25-29 Desember 1963. Penegasan yang kemudian dikenal
dengan penegasan Yogyakarta itu, berisi dua masalah penting yang kini tetap aktual, yakni
malsalah sosialisme indonesia dalam artian struktural dan moral dilihat dari sudut pandang islam
dan pendapat umum.

Sosialisme indonesia dalam artian struktur menurut PMII, tidak bisa lain daripada adanya
pemerintahan yang stabil dan berwibawa sebagai pemimpin segala kerja dan daya cipta seluruh
rakyat indonesia berpedoman pada pengabdian rakyat banyak berpegang teguh pada
penghormaran mutlak hak-hak asasi manusia, dan demokrasi dalam bentuk hikmah
kebijaksanaan musyawarah tidak bisa lain daripada penyusunan tata perekonomian berdasarkan
asas kekeluargaan dan gotong royong atau ta’awun dimana cabang produksi yang menyangkut
hajat orang banyak yang termasuk bumi, air dan kekayaan alam dikuasai negara untuk
kepentingan rakyat itu sendiri. Sedangkan cabang ekonomi yang bersifat menengah ringan
diserahkan kepada masyarakat untuk melaksanakannya sambil dibebani pertanggung jawaban
sosial yang maksimum”.

Sedangkan sosialisme dalam artian moral menurut PMII ”tidak lain sosialisme yang berdiri
secara hikmat diatas falsafah pancasila, baik bersikap dan bertindak menurut garis tuntutan sikap
Allah SWT. Dan cenderung pada pembagian kenikmatan hidup secara adil dan merata dan
tindakan meninggalkan taraf hidup miskin sebagai suatu kewajiban moral yang amat tinggi
nikmatnya dan tidak mungkin ditangguhkan lagi.

Selanjutnya pemikiran-pemikiran yang terkait dengan kepentingan nasional PMII mengusulkan


diadakan Konferensi Islam Internasional (KIAA) pemikiran ini agaknya memang sekedar
sumbangan dengan keputusan Muktamar NU. Namun dibalik itu, ternyata pernyataan
Yogyakarta itu lahir atas dasar antisipasi perkembangan politik nasional yang mulai memanas
akibat manuver PKI. Ini bisa dilihat dari perkembangan berikut ini pada acara trining course di
mega mendung-Bogor, April 1965. Disini PMII tidak lagi menggunakan istilah demokrasi dalam
menyatakan pemikiran-pemikirannya tetapi sudah menggunakan istilah glora yang lebih
berkontrasi padasituasi yang mulai menggawat. Maka lahirlah gelora mega mendung yang berisi
5 butir masalah yang waktu itu tengah berkembang di masyarakat utamanya di masyarakat islam.
Lima masalah tersebut adalah tentang ukhuah islamiyah, watak umum organisasi,
berpengetahuan dan berkesadaran politik, partisipasi dalam tahap-tahap revolusioner dan pondok
pesantren.

Menurut PMII, “ukhuah islamiyah yang dikendaki adalah ukhuah yang sepenuhnya dapat
dipertanggung jawabkan, dan dapat juga dipertanggung jawabkan menurut ukuran revolusioner
dalam tindakan dan perbuatan konkrit adalah sepenuhnya kita jadikan terhadap pegangan ukhuah
islamiyah yang kita jalankan”. Lantas dalam berpihak menurut pemikiran PMII kala itu,
organisasi tak bisa lain kecuali berpihak kepada keutuhanan dan kepada sosialisme. Membela
buruh tani dan menggayang habis kebodohan, kemiskinan dan kedzaliman memihak kepada
perjuangan melawan Nekolin dan penghisapan manusia dalam segala bentuk manifestasinya.

Masih banyak pemikiran-pemikiran PMII yang masih aktual. Satu segi pemikiran mengenai
pengetahuan dan kesadaran berpolitik. Disebutkan secara pasti bahwa PMII secara pasti
menetapkan bahwa ilmu untuk diamalkan berarti mengabdikan untuk kepentingan agama, nusa
dan bangsa. Bagi PMII ilmu itu tidak lebih dari alat. Sedang politik tidak lebih dari sekedar
prngetahuan dalam mengabdikan pada agama, nusa dan bangsa. Tidak lain dari integrasi total
secara rohani dan jasmani dengan semua kekuatan revolusioner dan melawan semua musuh
revolusi.

Dari pemikiran-pemikiran tersebut diatas sosok organisasi yang tergolong baru, PMII sebagai
organisasi ekstra yang bernaung dibwah panji NU waktu itu sejauh disimak lewat produk-produk
pemikirannya dalam dokumen tertulis dan distoris. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
PMII tetap sollid dalam menjaga eksistensinya sebagai elite terdidik, PMII tetap konsisten
terhadap nilai-nilai dasar kemahasiswaan dan kepemudaannya. Sebagai intelektual islam PMII
tetap menunjukan concernya terhadap persoalan kemasyarakatan, keislaman dan keindonesiaan.

c.Deklarasi (Independen) Murnajati


Pada awal berdirinya, PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan
segala garis kebijaksanaan partai induknya NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik
secara struktural maupun fungsional.

Selanjutnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengerdilkan fungsi
partai politik sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to
campus serta organisasi-organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan
NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis.

Pada tanggal 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan Independensi,
terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres
tahun 1973 di Citoto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.

Betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari paham Ahlussunnah Wal Jamaah yang
merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural ideologis, PMII dengan NU tidak bisa
dilepaskan. Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU.
Dengan Aswaja, PMII membedakan diri dengan organisasi-organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara
organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterkaitan moral, kesamaan latar belakang, pada
hakikatnya keduanya susah untuk direnggangkan.

d. Deklarasi Interpendensi

Menelisik rentetan fakta sejarah, kita akan melihat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) yang dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu bagian
terpenting NU yang punya sumbangsih begitu besar.

Ini mengingat PMII merupakan wadah (organisasi) kemahasiswaan di NU yang berperan


mengajarkan nilai-nilai ke-Islam-an ahlussunah wal jamaah ala NU di dunia kampus. Rentang
tak kurang dari 11 tahun (1960-1972) PMII menjadi badan otonom (Banom) NU, kondisi kala itu
PMII menjadi bagian yang dependen dengan NU.

Babak baru pun muncul saat NU menjadi bagian penting dalam dunia politik yang di kemudian
hari menjadi salah satu jajaran partai terbesar di indonesia, melihat kondisi saat itu di mana dunia
gerakan mahasiswa sudah semestinya menjaga jarak dengan parpol (red: politik praktis), maka
PMII mencetuskan ide independen terhadap NU yang kemudian dikenal dengan “Deklarasi
Murnajati”.

Deklarasi ini merupakan hasil Musyawarah Besar III tanggal 14-16 Juli 1972 di Murnajati,
Lawang, Jawa Timur. Sikap independensi PMII kala itu merupakan keputusan yang tepat,
mengingat PMII harus membuka ruang tanpa berpihak kepada salah satu partai politik.

Dengan independen, PMII juga mampu membuktikan diri untuk tidak dikebiri oleh kepentingan
partai politik. Sikap PMII yang demikian inilah yang semestinya dipahami secara mendalam oleh
kader dan NU, karena walapun independen, Independensi PMII kala itu hanya terlihat secara
struktural, kultur dan ideologi PMII masih sama bahkan nyaris tak berbeda dengan NU,
Ahlussunnah wal Jamaah lah yang merupakan benang merah antara PMII dengan NU dulu hinga
kini.

Lagi-lagi sikap independen yang dimunculkan tak lain yakni untuk membuat tembok pemisah
antara idealisme gerakan dengan politik praktis. “…’independensi’ itu merupakan bukti
dinamisnya anak yang mestinya diterima sebagai bukti obyektif bahwa kendati PMII terpisah
secara struktur, tetapi dia masih terikat dengan ajaran-ajaran ahlussunah wal jama’ah ” (Mahbub
Junaidi).

Baru kemudian saat NU memutuskan kembali ke khittah 1926 yakni kembalinya NU menjadi
organisasi keagamaan dan kemasyarakatan dan tidak terjun di dunia politik, tepatnya saat
Muktamar tahun 1984 di Situbondo yang dipimpin KH. Abdurrahman Wahid. PMII menyatakan
diri Interdependen dengan NU.

Deklarasi Interdependensi ini terjadi ketika Kongres X PMII di Pondok Gede, Jakarta tahun
1991. Sehingga sejak saat itu PMII hanya terpisah secara struktural formal saja. Sebab
kenyataannya, PMII punya persamaan-persamaan persepsi keagamaan dan perjuangan, visi
sosial dan kemasyarakatan dan mempunyai ikatan historis dengan NU sehingga PMII tidak akan
pernah mungkin bisa terpisahkan dari NU.
Pola hubungan PMII-NU yang terekam sejarah setidaknya telah memberikan banyak pelajaran
bagi kita semua, minimal kita memahami apa yang di lakukan PMII dari masa-kemasa tak lain
untuk menjaga marwah PMII di kancah dunia gerakan. Termasuk masih eksisnya PMII sampai
sekarang ini tidak lain ialah karena PMII selalu bersikap sesuai dengan tuntutan zaman.

Pola hubungan yang interdependensi ini bertahan hingga kini, pola yang dibangun oleh kader
PMII adalah pola yang sebenarnya sudah mengkristal dalam diri organisasi dan kadernya yang
kemudian keduanya (PMII-NU) susah untuk direnggangkan, jelas, walapun PMII tidak di
struktur NU, PMII takdzim ke kiai NU, kader-kader PMII masih menjalankan ritus yang
dijalankan oleh NU baik di kegiatan formalnya ataupun non formal.

Nah, lebih dalam tentang sikap PMII di Muktamar ke 33 ini, pola hubungan PMII-NU masih saja
dipertanyakan, keinginan untuk mengoreksi pola Interdependen menjadi Dependen dengan NU
Masih saja terjadi. Namun bagi PMII Jepara, berdasarkan rapat Pleno Pengurus cabang
tertanggal 29 Juli 2015 menyatakan PMII lebih arif jika Tetap Interdependen dengan NU.

Banyak sekali faktor yang mendasari kami (PMII Jepara) mengganggap Interdependensi masih
menjadi pilihan yang tepat. Pertama, Tidak jelasnya asalan NU menarik PMII menjadi Banom
ialah satu hal yang perlu dikoreksi manakala pola hubungan PMII-NU benar-benar dijadikan
dependen.

PMII yang katanya “liar” kami rasa ini satu isu yang mengada-ngada, jelas seperti uraian di atas,
justru pola sikap yang dilakukan PMII adalah pola kemajuan berfikir yang tercermin dalam
dunia gerakan yang sepatutnya di apresiasi oleh Bapaknya (NU), karena Anaknya (PMII) telah
mampu berfikir maju.

Pola fikir yang semacam inilah yang nantinya dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman.
Justru yang harus diperdalam ialah kajian analisis tentang bagaimana kondisi PMII ketika nanti
menjadi Dependen dengan NU.
Apakah PMII semakin baik sistem kaderisasi dan juga dalam memberikan sumbangsihnya
kepada NU, bangsa dan negara ataukah malah sebaliknya, karena kami kira hal yang semacam
ini bukan untuk ajang coba-coba, lagi-lagi kami harus dengan tegas mengatakan PMII (kami)
adalah NU walapun dengan pola Interdependen.

Kedua, PMII jelas di rel NU. Ibarat penumpang kereta PMII masih naik kereta dengan gerbong
yang mananya NU. Aktivitas yang dilakukan kader PMII dikesehariannya diakui ataupun tidak,
selalu menginduk pada ulama-ulama NU, sehingga Ulama NU lah panutan yang selalu
memberikan solusi terobosan ketika PMII membutuhkan petuah dan solusi, seringnya
komunikasi dengan para kiai NU lah yang membuat cara fikir kader-kader PMII masih sama
dengan NU.

Selain itu, PMII tetap bersama NU dalam memperjuangkan nilai-nilai Aswaja, sehingga
mayoritas melihat Independensi PMII-NU hanya sekedar formalitas (struktural). Pada
praktiknya, PMII dengan NU sangat kental dan tak terpisahkan.

Kader-kader PMII di banyak jenjang dan ruang menjadi penerus struktur NU, banom-banomnya,
dan lembaga-lembaganya. Tunas-tunas PMII Lahir dari golongan NU baik dari pesantren
ataupun dari keluarga NU, dan yang lebih menarik PMII masih menjalankan ritus yang sama
sebagaimana lazimnya yang diajarkan para kiai NU.

Ketiga, jika yang kami sampaikan di atas disepakati, maka PMII mutlak mengajarkan apa yang
diajarkan NU, sehingga pola interdependensi sebenarnya akan membuka ruang untuk meng-NU-
kan banyak kader dari luar NU karena PMII membuka ruang untuk menerima kader yang tak
punya KTA NU sekalipun dan kader-kader tersebut nantinya akan mengikuti pola kaderisasi
PMII yang berlandaskan Aswaja ala NU.

Keempat, dalam hal lain. Pola interdependensi ini juga menjadi ruang yang baik dalam
tersebarnya kader PMII di banyak ruang dan profesi, karena dengan pola ini PMII juga dapat
diterima oleh kalangan di luar NU.

Pada akhirnya dengan pola Interdependensi tersebut, harapan besar kami PMII dapat semakin
maju untuk memberikan sumbangsih nyata bagi NU dan Indonesia.
C. Gerakan PMII dari Masa Ke Masa

a. Masa Orde Baru

Santernya dinamika politik di era rezim Orde Lama, mempunyai pengaruh tersendiri terhadap
bangsa Indonesia. Menanggapi hal itu, GP Ansor berinisiatif menghimpun pemuda-pelajar Islam,
sebagai upaya untuk tetap memperkokoh Ukhuwah Islamiyah di tengah goncangan politik
tersebut, maka pada tanggal 19-26 Desember 1964, diselenggarakan Musyawarah pemuda-
pelajar Islam di Jakarta, dan memutuskan untuk membentuk organisasi federasi pemuda yang
dinamai GEMUIS (Nasional Generasi Muda Islam). Dalam organisasi tersebut PMII dipercayai
sebagai Sekretaris Jendral Presidium Pusat yang diwakili oleh sahabat Said Budairy.

Salah satu putusan yang dihasilkan musyawarah ini adalah usaha untuk melakukan pembelaan
terhadap HMI yang akan dibubarkan oleh pemerintah menjelang meletusnya G.30.S.PKI, reaksi
ini juga merupakan respon terhadap aksi-aksi PKI yang diwakilkan dengan CGMI (Consentrasi
Gabungan Mahasiswa Indonesia), salah satu organisasi yang berafiliasi dengan PKI.

Pada tanggal 25 Oktober 1966, berdiri pula organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI) atas koordinasi yang dilakukan oleh beberapa organisasi kemahasiswaan dan Menteri
Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Organisasi ini dibentuk sebagai upaya untuk
memberangus PKI dari bumi Indonesia. salah satu tokoh PMII, sahabat Zamroni dipercaya
sebagai Ketua Presidium. Organisasi yang tergabung dalam KAMI diantaranya; PMII, PMKRI,
GMNI, dan MAPANCAS. Selain pemimpin KAMI, Sahabat zamroni merupakan inisiator dari
aksi demonstrasi mahasiswa tanggal 10 Februari 1966 yang menjadi salah satu kekuatan
tumbangnya rezim Orde Lama.

Dengan Tumbangnya orde lama, maka babakan sejarah Indonesia kembali lahir dengan wajah
baru. Kalangan muda yang terlibat dalam sejarah ini disebut angkatan 66, dan perjuangan itu
berkisar selama 60 hari, atau disebut 60 days that shook the word (60 hari mengguncang dunia),
atau dikenal dengan Tri Tura (Tiga Tuntutan Rakyat).

Tidak berhenti di situ, pada tahun 1972, Organisasi-organisasi Mahasiswa membentuk aliansi
yang bernama Kelompok Cipayung, di Cipayung, Jawa Barat. Kelompok Cipayung ini awal
mulanya hanya terdiri dari GMNI, HMI, PMKRI, GMKI. Namun, dua tahun berikutnya, pada
tahun1974, PMII turut andil sebagai bagian dari Kelompok Cipayung ini. Kelompok ini didirikan
sebagai upaya pengawalan terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia

b. Masa Orde baru

c. Masa Reformasi

Anda mungkin juga menyukai