KEPERAWATAN ANAK II
SISTEM IMUNOLOGI “SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) PADA ANAK”
Dosen Pengampu: Ns. Rini Wahyuni Mohamad, S.Kep., M.Kep
OLEH:
KELOMPOK 3 | KELAS A
Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas
rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan
laporan mata kuliah Keperawatan Anak II “Problem Basic Learning Sistem Integumen”. Adapun
dalam pembuatan laporan ini, penyusun mendapatkan banyak dukungan dan juga bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penyusun ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ns. Rini Wahyuni Mohamad M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan ide, saran dan kritikan kepada penyusun
2. Kedua orang tua yang selalu memberikan support dan memberikan sepenuhnya
dukungan serta semangat kepada penyusun.
3. Teman-teman sekalian yang selalu mendukung dalam penyusunan dan penyelsaian
laporan dengan semaksimal mungkin.
Adapun laporan ilmiah tentang “Problem Basic Learning Sistem Imunologi” ini telah
penyusun usahakan dengan semaksimal mungkin, tetapi penyusun juga menyadari bahwa
laporan ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca yang budiman sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan laaporan ini kedepannya.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
ii
SEVEN JUMP (SKENARIO KASUS)
SKENARIO III
1
c) Bengkak
Pembengkakan atau edema adalah suatu kondisi dimana terjadi pembengkakan
pada anggota tubuh yang disebabkan kelebihan cairan dan garam dalam jaringan.
Penyakit ini biasa terjadi pada kaki, pergelangan kaki, tangan, dan lengan. (Kevin,
2020)
d) Nyeri sendi
Nyeri sendi adalah rasa sakit dan tidak nyaman pada sendi, yaitu jaringan yang
menghubungkan dan membantu pergerakan antara dua tulang. Sendi terdapat di
seluruh tubuh, termasuk bahu, pinggul, siku, lutut, jari-jari, rahang, dan leher.Nyeri
sendi bisa disebabkan oleh beragam penyakit dan kondisi, mulai dari cedera
hingga peradangan pada sendi, bursa, ligamen, tulang rawan, tendon, dan tulang-
tulang di sekitar sendi. (Merry, 2020)
e) Antibodi antinuclear
Antibodi anti-nuklear (Antinuclear Antibodies test atau ANA) adalah
pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur kadar dan pola aktivitas antibodi
pada darah yang melawan tubuh (reaksi autoimun). (May Fanny Tanzilia, 2021)
2. Step 2 : Problem Definition
a) Mengapa bisa terdapat ruam-ruam merah menyerupai kupu-kupu di wajah pasien?
b) Mengapa pasien bisa mengalami rambut rontok?
c) Mengapa pasien pada kasus mengeluh lemas?
d) Apa yang menyebabkan pasien mengalami bengkak dan nyeri pada sendi?
e) Mengapa terdapat luka pada langit-langit mulut pasien?
f) Apa tujuan dilakukan pemeriksaan antibody antinuclear pada pasien?
3. Step 3 : Analyzing The Problem
a) Penyebab terjadinya ruam-ruam merah adalah biasanya ini merupakan penyakit
lupus terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan auto-antibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi padausia reproduktif), dan lingkungan
(cahaya matahari, infeksi, paparan zat kimia) (Jawapos, 2018).
2
b) Rambut rontok merupakan salah satu gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE). Penyakit ini bisa menyerang berbagai organ,
salah satunya kulit. Kerontokan ini tidak terjadi secara langsung, melainkan
bertahap. Kerontokan terjadi karena proses peradangan pada tubuh yang bisa
menyebabkan rambut di kulit kepala jadi menipis. Bahkan dalam beberapa kasus,
kerontokan juga bisa terjadi pada alis, bulu mata, maupun jenggot. (Anastasia,
2020)
c) Kelelahan atau lemas merupakan keluhan yang umum dijumpai pada penderita
SLE dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Kelelahan sulit
dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti
anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat
seperti prednisone (Asih, 2015).
d) Nyeri sendi merupakan gejala umum dari lupus / SLE. Lupus adalah penyakit
autoimun yang menyebabkan peradangan, termasuk di bagian sendi. Di dalam
dunia medis, kondisi radang sendi pada penderita lupus disebut sebagai arthralgia.
Nyeri sendi pada SLE (lupus) disebabkan karena peradangan yang terjadi pada
sendi adapun peradangan in merupakan sebab dari pengakit autoimun dimana,
lupus merupakan penyakit autoimun, yang menyerang sendi sehingga
menyebabkan peradangan yang memicu adanya nyeri terhadap sendi, peradangan
ini muncul biasanya di sertai dengan bengkak (Yunita Lestari, 2021).
e) Penyebab luka-luka pada langit-langit pasien biasa disebabkan karena angguan
imunoregulasi ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal
(sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi padausia
reproduktif), dan lingkungan (cahaya matahari, infeksi, paparan zat kimia)
(Jawapos, 2018).
f) Tes antibodi anti-nuklear (Antinuclear Antibodies test atau ANA) digunakan
untuk mengukur kadar dan pola aktivitas antibodi pada darah yang melawan
tubuh (reaksi autoimun). Sistem imun pada tubuh berguna untuk membunuh zat
asing seperti bakteri dan virus. Namun pada kelainan autoimun, sistem imun
menyerang jaringan normal pada tubuh. Apabila seseorang memiliki penyakit
autoimun, sistem imun akan memproduksi antibodi yang melekat pada sel tubuh,
3
mengakibatkan sel tubuh menjadi rusak. Rheumatoid arthritis dan systemic lupus
erythematosus merupakan beberapa contoh dari penyakit autoimun (May Fanny
Tanzilia, 2021).
DEFINISI
ETIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
4
5. Step 5 : Formulating Learning Issues
Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan :
a. Konsep medis dari Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
1) Definisi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
2) Etiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
3) Prognosis Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
4) Klasifikasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
5) Manifestasi Klinis Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
6) Patofisiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
7) Komplikasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
8) Pemeriksaan Penunjang Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
9) Penatalaksaan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
b. Konsep asuhan keperawatan dari Sistemik lupus eritematosus (SLE)
1) Pengkajian keperawatan
2) Diagnosa Keperawatan (Pathway dan Analisa Data)
3) Intervensi Keperawatan
4) Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
5
May Fanny Tanzilia, B. A. (2021). TINJAUAN PUSTAKA: PATOGENESIS DAN
DIAGNOSIS. Syifa’ MEDIKA, Vol.11 (No. 2). 139-164.
Hikmah SPA (K),dr Zahra dan dr Rendi Aji Prihaningtyas.(2018). Bersahabat dengan
lupus . Jakarta: PT Elex media Komputindo
Anggraini, Pingkan. (2020). Studi Dokumentasi Risiko Infeksi Pada Pasien An. N
Dengan Systemic Lupus Ertthematosus (SLE). Yayasan Keperawatan
Yogyakarta.
Aprilia Giantari Riski M, Dony Prasetyo, Heri Dwi Saputro. (2018) Asuhan Keperawatan
Pasien Dengan Lupus Eritematosus Sistemik (LES)/(SLE). Akademi Kesehatan
Rustida.
Dina Marlina, Trianita Wibawa, Shella Melinia, Almareta Fajrin. (2019). Asuhan
Keperawatan Anak SLE (Systemic Lupus Erythematosus). Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan, Bina Husada Palembang.
6
7. Step 7 : Reporting
A. Konsep Medis Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
1) Definisi
SLE adalah kepanjangan dari System Lupus Erythematosus atu dalam
bahasa Indonesia di sebut sebagai LES (Lupus Eritematosus Sistemik) atau sering
kali kita dengar sebagai ‘sakit lupus’. SLE merupakan penyakit autoimun yang
multisitem ,kronis, memiliki perjalanan penyakit yang bervariasi, dan
penyebabnya belum diketahui secara pasti hingga saat ini .Penyakit autoimun
adalah penyakit yang terjadi saat system kekebalan tubuh seseorang mengalami
gangguan sehingga menyerang jaringan tubuh itu sendiri.Sedangkan yang di
maksud multisistem adalah melibatkan banyak sistem tubuh manusia.Seperti yang
kita ketahui sistem tubuh manusia terdiri dari sistem pencernaan, sistem
pernafasan, sistem ekskresi (terdiri dari ginjal, paru-paru, kulit, dan hati), sistem
imun, sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem rangka dan otot sistem
reproduksi, dll. SLE di tandai dengan adanya pembentukan auto-antibodi dan
keterlibatan berbagai macam organ, seperti kulit, otak, pembuluh darah, sel darah,
paru, jantung, dan ginjal, dan sendi.
Penyakit SLE dapat mengenai berbagai system di dalam tubuh kita.Lupus
dapat menyebabkan peradangan pada berbagai bagian tubuh, terutama kulit,
sendi, darah dan gnjal. Sementara itu, kata ronis menunjuk bahwa penyakit SLE
terjadi dalam proses perjalanan penyakit yang lama. Penyakit utoimun
membutuhkan waktu untuk menjadi penyakit autoimun. Hal ini sama halnya
dengan SLE membutuhkan waktu bulan hingga tahunan untuk menjadi SLE.
2) Etiologi
Penyebab pasti SLE hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, namun
di duga adanya interaksi factor genetic dan factor lingkungan dapat menimbulkan
SLE.Penyebab SLE bersifat multifactorial. Adanya factor genetic, lingkungan,
imunologis, dan infeksi di anggap memegang peranan dalam proses terjadinya
SLE. Pada seorang anak yang memiliki kerentanan genetik, paparan terhadap
faktor pemicu SLE, di sertai gangguan system imun menyebabkan produksi auto-
7
antibodi (antibodi yang menyerang diri sendiri) yang merusak inti sel dan protein
tubuh.
Faktor genetik diduga memengaruhi kerentanan dan perkembangan
maupun tingkat keparahan penyakit SLE. Sejumlah kombinasi ekspresi varian gen
berhubungan dengan manifestasi klinis SLE, misal komponen komplemen C1q
mengeliminasi buangan sel nekrotik (bahan apoptotik) pada individu sehat,
namun pada pasien SLE, defisiensi komponen C1q menimbulkan ekspresi
penyakit. Contoh lain adalah STAT4 yang merupakan faktor genetik yang
memiliki risiko untuk terjadinyarheumatoid arthritisdan SLE, Gen Human
Leucocyte Antigen(HLA) kelas II berhubungan dengan beberapa autoantibodi
seperti anti-Smith(Sm), anti Sjögren's-syndrome-related antigen A (Anti-SSA)
autoantibodi yang juga disebut anti-Ro, anti-La (SS-B), anti terhadap
ribonucleoprotein (anti-RNP)dan anti-double stranded DNA (antidsDNA). Gen
non-HLA dilaporkan juga berhubungan dengan SLE. Gen tersebut antara lain
mannose binding protein (MBP), tumor necrosis factor α, reseptor sel T, dan lain-
lain. Beberapa gen polimorfik memiliki risiko tertentu terhadap pasien SLE, misal
polimorfisme FcγRIIA berhubungan dengan kejadian nefritis pada ras African,
American dan Korean Risiko SLE juga dipengaruhi pula oleh efek epigenetik
seperti metilasi DNA dan modifikasi post-translationalhiston yang dapat
disebabkan karena perubahanlingkungan maupun diturunkan
(inherited)berhubungan dengan SLE berat.
3) Prognosis
Prognosis SLE bervariasi mulai dari ringan hingga berkembang cepat
menjadi berat disertai kegagalan multiorgan bahkan kematian. Rerata five year
survival pada SLE telah meningkat secara signifikan sejak pertengahan abad ke-
20, dari sekitar 40% pada tahun 1950 menjadi lebih dari 90% pada tahun1980.
Hal ini berkaitan dengan berbagai faktor yang meliputi pengenalan lebih dini dan
pemeriksaan yang lebih sensitif untuk menegakkan diagnosis SLE, terapi yang
lebih baik.Sekalipun berbagai perkembangan diagnosis maupun terapi telah
menjadi lebih baik, pasien SLE tetap memiliki rerata mortalitas 2 -5 kali lipat
8
lebih tinggi daripada populasi umum. Prognosis pasien dengan SLE lebih buruk
apabila disertai dengan atau pada keadaan penyakit renal (terutama
glomerulonefritis proliferatif difus), hipertensi, jenis kelamin laki-laki, usia muda,
usia yang lebih tua saat muncul gejala, status sosioekonomi rendah, ras kulit
hitam, antibodi anti fosfolipid positif, aktivitas penyakit yang tinggi.
4) Klasifikasi
Penyakit SLE dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam menurut (Anggraini,
2020) yaitu discoid lupus, systemic lupus erythemmatosus (SLE), dan lupus yang
diindikasi obat:
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di
kulit kepala, telinga, wajah lengan punggung, dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan
parut di bagian tengahnya serta hilangnya appendiks kulit secara menetap.
2. Systemic Lupus Erythemmatosus (SLE)
Penyakit SLE merupakan penyakit radangan atau inflamasi multisistem
yang disebabkan oleh banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA,
berbagai macam ribonukleoprotein intraseluller, sel-sel darah dan fofolipid
dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktifan
komplemen.
3. Lupus yang diindikasi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh indikasi obat tertentu khususnya pada
asetilator yang mempunyai gen Human Leukocyte Antigen D Related (HLA
DR-4) menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi
di tubuh protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antikulear (ANA) untuk
menyerang benda asing tersebut.
9
5) Manifestasi Klinis
Lupus memiliki gejala klinis,perjalanan penyakit dan luaran yang sangat
bervariasi. Manifestasi klinis dapat terbatas pada satu system organ, dengan
system organ lain ikut terlibat saat penyakit memburuk atau alternatifnya. Gejala
lupus dapat manifes pada berbagai system organ (multiple) sejak awal. Temuan
klinis yang sering di dapatkan adalah malaise, demam, arthritis, ruam,
pleuropericarditis, anemia, dan gangguan kognitif. Paling tidak setengah dari
penderita mengalami gangguan ginjal (Cunningham et al., 2014; Cunningham et
al., 2010).
10
6) Patofisiologi
Faktor obat-obatan
Faktor Genetik Faktor lingkungan Faktor hormonal (Hidraladzin, Prokainamdi)
Inflamasi Merangsang
Mempengaruhi sistem sistem imun Obat berlebihan dengan
komplemen (imunitas komplek
bawaan)
Pembentukan
komplek imun Imun komplek
Dx. Intoleransi
impuls ke otak
Aktivitas
Nyeri dipersepsikan
di sendi Volume intravaskuler
Dx. Resiko Cairan intravaskuler
beresiko mengalami
Ketidakseimbangan berpindah ke interstisial
penurunan
Cairan
Pasien mengeluh
nyeri sendi
Dx. Gangguan
Mobilitas Fisik
12
7) Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat
penyakitnya sendiri atau komplikasi dari pengobatannya. Komplikasi akibat
penyakit SLE sendiri yang paling sering terjadi adalah infeksi sekunder karena
system immune penderita yang immunocompromised.
Selain itu, sering juga terjadi komplikasi penyakit aterosklerosis akibat
peningkatan antiphospholidip antibody. Komplikasi akibat pengobatan SLE
adalah infeksi oportunistik akibat terapiimunosupresan jangka panjang,
osteonekrosis, dan penyakit aterosklerosis dan infark miokard prematur.
Komplikasi lupus eritematosus sistemik antara lain :
a) Serangan pada Ginjal
1. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
2. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
3. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)
b) Serangan pada Jantung dan Paru
1. Pleuritis
2. Pericarditis
3. Efusi pleura
4. Efusi pericard
5. Radang otot jantung atau myocarditis
6. Gagal jantung
7. Perdarahan paru (batuk darah)
c) Serangan Sistem Saraf
1. Sistem saraf pusat
a. Cognitive dysfunction
b. Sakit kepala pada lupus
c. Sindrom anti-phospholipid
d. Sindrom otak
e. Fibromyalgia (kondisi kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
dan kepekaan dari otot-otot, tendon-tendon, dan sendi-sendi.).
13
2. Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
3. Sistem saraf otonom
Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan
otak yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan
pengaruh sistem saraf otonomSerangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya
disebut lesi diskoid. Ciri-ciri lesi spesifik yaitu :
1. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif
terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult
subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau
lesi tidak berparut berbentuk koin.
2. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup
area yang luas di bagian tubuh
3. Lesi non spesifik
4. Rambut rontok (alopecia)
5. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan
ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat
menjadi borok
6. Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan
kadang di sertai pusing.
d) Serangan pada Sendi dan Otot
1. Radang sendi pada lupus
2. Radang otot pada lupus
e) Serangan pada Darah
1. Anemia
2. Trombositopenia
3. Gangguan pembekuan
4. Limfositopenia
f) Serangan pada Hati
14
1. Hepatosplenomegali non spesifik
2. Hepatitis lupoid (Dina Marlina 2019)
8) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
a. Leukopeni/limfopeni, anemia, trombositopenia, LED meningkat
2. Imunologi
a. ANA (anti body antinuklear) diatas titer normal
b. Anti bodi DNA untai ganda (ds DNA) meningkat
c. Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
d. Tes SRP (C-reaktife protein) positif
3. Fungsi ginjal
a. Kreatinin serum meningkat
b. Penurunan GFR
c. Proteinuri (> 0,5 gr/24 jam)
d. Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus
a. APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal
5. Serologi VDRL (sifilis)
a. Memberikan hasil positif palsu
6. Tes vital lupus
Adanya pita Fg 6 yang khas atau deposit Ig M pada persambunga
dermoepidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak.
9) Penatalaksanaan
Tata laksana SLE tidak hanya sebatas pemberian obat saja namun juga
meliputi pendekatan holistik yangberdasarkan pendekatan bio-psikososial. Tujuan
utama penatalaksanaan SLE adalah meningkatkan kualitas hidup pasien SLE.
Tujuan khusus penatalaksanaan SLE antara lain mampu menurunkan aktivitas
penyakit hingga pada level yang rendah, mencapai masa remisi yang panjang,
mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas hidup sehari-
15
hari tetap baik sehingga kualitas hidup yang optimal dapat tercapai. Terapi SLE
bersifat individual berdasarkan manifestasi klinis yang dialami pasien, aktivitas
penyakit dan derajat keparahan penyakit serta komorbiditas. Strategi terapi atau
disebut dengan pilar terapi SLE meliputi antara lain, edukasi dan konseling,
program rehabilitasi, terapi medikamentosa (OAINS, antimalaria, steroid,
imunosupresan / sitotoksik, dan terapi lain). Pasien yang mendapatkan terapi perlu
dilakukan monitoring secara reguler oleh ahli rematologi untuk mengoptimalkan
terapi farmakologik maupun non farmakologik serta mencapai tujuan terapi.
3.
16
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : An. M
Usia : 7 tahun
Jenis kelamin : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku bangsa : Tidak terkaji
Tanggal masuk : Tidak terkaji
Tanggal keluar : Tidak terkaji
No. registrasi : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Sistemik lupus eritematosus (SLE)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Hubungan dengan pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
c. Keluhan utama
Terdapat ruam-ruam merah pada wajah menyerupai bentuk kupu-kupu
d. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : Tidak terkaji
Riwayat kesehatan dahulu : Tidak terkaji
Riwayat kesehatan keluarga : Tidak terkaji
17
e. Pola kebutuhan dasar sehari-hari
Fisiologis Respirasi Tidak ada masalah Respirasi normal pada anak usia
prasekolah yaitu 22-34×/menit
Nutrisi dan cairan Tidak ada masalah Nafsu makan normal, anak tidak
mengalami penurunan nafsu
makan
Pertumbuhan dan Tidak ada masalah Berat badan ideal anak usia 7
perkembangan tahun yakni sekitar 23 kg, baik
anak perempuan maupun anak
laki-laki. Sementara itu, tinggi
badan ideal seharusnya sudah
berada pada angka kisaran 122
cm.
Perilaku Kebersihan diri Tidak ada masalah Pasien dapat menjaga dan
merawat diri sendiri dengan
baik.
19
Penyuluhan dan Tidak ada masalah Pasien dapat memahami
pembelajaran mengenai kondisi kesehatannya
dengan baik.
Lingkungan Keamanan dan Tidak ada masalah Merasa aman dan tidak khawatir
proteksi dengan lingkungan sekitar
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pasien merasa lemas
2. Kesadaran : normal
3. Tanda-tanda vital
Suhu : Tidak terkaji
Nadi : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
4. Keadaan fisik
Kepala : rambut pasien rontok
Leher : Tidak terkaji
Dada : adanya antibody antinuclear
5. Pemeriksaan paru
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
20
6. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
7. Integumen : terdapat ruam-ruam pada wajah menyerupai bentuk kupu-kupu
8. Genitalia : Tidak terkaji
9. Ekstremitas: nyeri dan bengkak pada sendi
g. Pemeriksaan penunjang
ANA (anti body antinuklear) positif
21
2. Diagnosa Keperawatan ( Pathway, Diagnosa, dan Analisa Data)
a. Pathway
Faktor obat-obatan
Faktor Genetik Faktor lingkungan Faktor hormonal (Hidraladzin, Prokainamdi)
Inflamasi Merangsang
Mempengaruhi sistem sistem imun Obat berlebihan dengan
komplemen (imunitas komplek
bawaan)
Pembentukan
komplek imun Imun komplek
Muskuloskeletal Integumen
Gangguan
Mobilitas Fisik
23
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit b.d kerusakan intergritas kulit d.d ruam ruam merah
pada kulit
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kekakuan sendi d.d nyeri pada sendi
c. Analisa Data
langit-langit mulut
Systemic Lupus Eritematosus
pasien
(SLE)
Integument
Adanya gangguan
imunoregulasi
24
Systemic Lupus Eritematosus
(SLE)
Integument
Adanya gangguan
imunoregulasi
25
DS: Systemic Lupus Eritematosus Gangguan Mobilitas Fisik
(SLE) b.d kekakuan sendi d.d
- Pasien mengeluh
nyeri pada sendi
lemas Muskuloskeletal
- Pasien mengeluh
Pasien mengaluh bengkak
bengkak dan nyeri
pada sendi
pada sendi.
- Pasien mengeluh Merangsang pengeluaran
sendi merasa kaku mediator nyeri
pada pagi hari
Keluarnya prostaglandin &
DO:
bradikinin
- Pembengkakan pada
Ditangkap reseptor nyeri
sendi
Impuls ke otak
26
Systemic Lupus Eritematosus
(SLE)
Muskuloskeletal
27
Systemic Lupus Eritematosus
(SLE)
Muskuloskeletal
28
3. Intervensi Keperawatan
1 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit Tindakan
(D.0129) Jaringan (L.14125) (I.11353) Observasi:
1. Untuk mengetahui
Kategori: Lingkungan Setelah di lakukan
penyebab gangguan
tindakan
Subkategori: Keamanan dan Proteksi Definisi: integritas kulit
keperawatan selama
3x24 jam, maka Mengidentifikasi dan
Terapeutik:
integritas merawat kulit untuk
Definisi: 2. Untuk mengetahui
kulit /jaringan dapat menjaga keutuhan,
posisi tiap 2 jam jika
Kerusakan kulit (dermis dan/atau teratasi dengan kelembaban, dan mencegah
tirah baring
epidermis) atau jaringan (membrane Kriteria Hasil: perkembangan
3. Agar pasien
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, 1. Kerusakan mirkroorganisme.
mengetahui produk
tulang, kartilago, kapsul sendi lapisan kulit Tindakan berbahan ringan/alami
dan/atau ligament). menurun
dan hipoalergik pada
2. Kemerahan Observasi:
kulit sensitif
menurun 1. Identifikasi
Penyebab: Edukasi:
3. Pertumbuhan penyebab gangguan 4. Agar pasien minum air
1. Suhu lingkungan yang ekstrem rambut integritas kulit (mis. yang cukup
membaik Perubahan sirkulasi, 5. Agar pasien
29
perubahan status meningkatkan asupan
nutrisi, penurunan nutrisi
Gejala dan Tanda Mayor
kelembaban, suhu 6. Agar pasien
Subjektif lingkungan ekstrem, meningkatkan
30
asupan nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
7. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem
8. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
Tindakan
secukupnya.
Observasi:
1. Untuk mengetahui
Perawatan Luka (I.14564) karakteristik luka dan
31
Tindakan pertumbuhan jaringan dan
membantu mempercepat
Observasi:
penyembuhan.
1. Monitor 5. Mempercepat proses
karakteristik luka penyembuhan luka
(mis. Drainase,
Edukasi:
warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda 6. Untuk memberikan
infeksi pemahaman yang benar
7. Untuk menambah
Terapeutik:
nutrisi pada pasien
3. Bersihkan dengan Kolaborasi:
cairan NaCl atau 8. Untuk mencegah
pembersih infeksi
nontoksik, sesuai 9. Makanan tinggi kalori
kebutuhan. dibutuhkan untuk
4. Berikan salep yang sumber energi
sesuai ke kulit/lesi, sedangkan makanan
jika perlu yang tinggi protein
5. Berikan suplemen berfungsi untuk
vitamin dan mineral mengganti sel-sel yang
(mis. Vitamin A, telah rusak.
32
vitamin C, Zinc,
asam amino) sesuai
indikasi.
Edukasi:
2 Gangguan Mobilitas Fisik (D. 0054) Mobilitas Fisik (l. Manajemen Nyeri(l.08238) Observasi :
Kategori : Fisiologis 05042)
Subkategori : Aktiviats atau Definisi: 1. Untuk mengetahui
33
satu atau lebih ekstremitas secara 3x24 jam, maka yang berkaitan dengan 2. Untuk mengetahui
amndiri mobilitas fisik kerusakan jaringan atau skala nyeri yang
meningkat dengan fungsional dengan onset dirasakan
Penyebab
Kriteria Hasil : mendadak atau lambat dan 3. Untuk mengetahui
1. Pneurunan kendali otot berintesitas ringan hingga respon pasien saat
1. Pergerakan
2. Penurunan massa otot berat dan konstan. merasakan nyeri
ekstremitas
3. Penurunan kekuatan otoot 4. Untuk mengetahui
meningkat
4. Kekkakuan sendi Tindakan faktor penyebab
2. Kekuatan otot
5. Nyeri Observasi terjadinya nyeri
meningkat
6. Keengganana melkuakan 1. Identifikasi lokasi, 5. Untuk mengetahui
3. Rentang gerak
pergerakan karakteristik, durasi, keberhasilan terapi
(ROM) meningkat
Gejala dan Tanda Mayor : frekuensi, kualitas, komplementer
4. Kaku sendi intensitas nyeri 6. Untuk mengetahui efek
DS
menurun 2. Identifikasi skala samping penggunaan
1. Mengeluh sulit menggerakan 5. Gerakan tidak nyeri analgetik
ekstremitas berkoordinasi 3. Identifikasi respon Terapeutik:
DO menurun nyeri non verbal
7. Untuk mengurangi
6. Kelemahan fisik 4. Identifikasi faktor
1. Kekuatan otot rasa nyeri
menurun yang memberat dan
Menurun 8. Agar lingkungan tidak
memperingan nyeri
2. Rentang gerak (ROM) memicu timbulnya
5. Monitor
mneurun rasa nyeri
keberhasilan terapi
9. Agar kebutuhan
34
Gejalan dan tanda Minor : komplementer yang istirahat dan tidur
sudah diberikan tercukupi
DS
6. Monitor efek saping 10. Agar pengobatan nyeri
1. Nyeri saat bergerak penggunaan berhasil
2. Enggan melakukan pergerakan analgetik Edukasi
DO Terapeutik
11. Agar pasien tahu
1. Sendi kaku 7. Berikan teknik tentang nyeri
2. Gerakan tidak terkooordinasi nonfarmakologis 12. Agar pasien bisa
3. Gerakan terbatas untuk mengurangi mengatasi nyeri secara
4. Fisik lemah rasa nyeri (mis. mandiri
Kondisi Klinis terkat : TENS, hypnosis, 13. Agar rasa nyeri dapat
akupresur, terapi dimonitor
1. Osteoartritis
music, biofeedback, 14. Agar mengurangi rasa
2. Ostemalasia
terapi pijat, nyeri
3. Keganasan
aromaterapi, teknik 15. Agar pasien tidak
imajinasi tergantung pada obat-
terbimbing, kompres obatan
hangat/dingin) Kolaborasi
8. Kontrol lingkungan 16. Untuk mengurangi rasa
yang memperberat nyeri
rasa nyeri (mis. suhu
rungan,
35
pencahayaan,
kebisingan)
9. Fasilitasi istirahat
dan tidur
10. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
36
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Tindakan
Kolaborasi
16. Kolaborasi
Observasi
pemberian analgetik,
jika perlu 1. Untuk mengetahui
alergi terhadap obat
Pemberian Obat (I.02062) 2. Untuk mengetahui
Definisi apakah obat sesuai
Mempersiapkan, memberi, dengan indiksi
dan mengevaluasi 3. Untuk mengetahui
keefektifan agen apakah obat tersebut
farmakologis yang kadaluearsa atau tidak
diprogramkan 4. Untuk mengetahui
tanda vital sebelum
Tindakan: memberikan obat
5. Untuk mengetahui
Observasi
apakah obat tersebut
1. Identifikasi kontrasinya banyak
kemungkinan alergi, terkait dengan efek
interaksi, dan samping atau tidak.
kontraindikasi
37
2. Verifikasi order obat
sesuai dengan
Terapeutik
indikasi
3. Periksa tanggal 6. Agar pemberian obat
38
obat, dosis, rute, tersebut.
waktu, dokumentasi) 10. Agra pasien dapat
Edukasi mengetahui fakto apa
samping sebelum
pemberian
10. Jelaskan faktor yang
dapat meningkatkan
dan menurunkan
efektifitas obat Tindakan
Observasi
Teknik Latihan Penguatan
Sendi (I. 080274) 1. Untuk mengetaui batas
Definisi: dan fungsi gerak sendi
Menggunakan teknik 2. Untuk mengetahui rasa
gerakan tubuh aktif atau sakit selama aktivitas
pasif untuk
mempertahankan atau
Terapeutik
mengembalikan fleksibilitas
39
sendi 3. Agar pasien dapat
melakukan latihan
Tindakan tanpa merasakan nyeri
Observasi 4. Agar pasien dapat
4. Identifikasi memposisikan
keterbatasan fungsi tubuhnya untuk gerakan
dan gerak sendi pasif atau aktif
5. Monitor lokasi dan 5. Agar pasien apat
sifat melakukan gerakan
ketidaknyamanan sendi dengan teratur
atau rasa sakit
selama gerakan/
Edukasi
aktivitas
6. Agar pasien
40
8. Fasilitasi gerak sendi secara sistematis
teratur dalam batas- 9. Agar pasien dapat
batas rasa sakit, melakukan gerakan
ketahanan, dan dengan baik dan benar.
mobilitas sendi 10. Agar bisa melukukan
Edukasi ambulasi, sesuai
4. Jelaskan kepada toleransi
pasien / keluarga
tujuan dan
Kolaborasi
rencanakan latihan
bersama 11. Untuk menghindari
(menjuntai) atau
dikursi, sesuai
toleransi
6. Anjurkan melakukan
latihan rentang gerak
aktif dan pasif secara
sistematis
7. Anjurkan
41
memvisuaisasikan
gerak tubuh sebelum
memulai gerakan
8. Anjurkan ambulasi,
sesuai toleransi
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
mengembangan dan
melaksanakan
program latihan
42
Tindakan dan jam tidur
Observasi 3. Untuk mengetahui apa
1. Identifikasi saja yang menyebabkan
gangguan fungsi ketidaknyamanan
tbuh yang selama melakukan
mengakibatkan aktivitas
kelelahan
2. Monitor pola dan Teapeutik
jam tidur 4. Agar pasien dapat
3. Monitor lokasi dan melukakn gerakan pasif
ketidaknyamanan atau aktif
selama melakukan 5. Agar pasien dapat tidur
aktivitas atau berpindah dengan
nyaman
Teapeutik
4. Lakukan latihan Edukasi
rentang gerak pasif 6. Agar pasien tirah
atau aktif baring yang benar
5. Fasilitasi lokasi dan 7. Agar pasien
sisi tempat tidur, jika mengetahui aktivitas
tidak dapat secara bertahap
berpindah atau 8. agar pasien bisa
43
berjalan mengenali tanda dan
gejala kelelahan dan
Edukasi bisa menghubungi
4. Anjurkan tirah perawat
baring 9. aga pasien mengetahui
5. Anjurkan melakukan strategi koping apa
aktivitas secara yang perlu untuk
bertahap mengurangi kelelahan
6. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan kolaborasi
tidak berkurang 10. untuk menghindari
7. Ajarkan strategi terjadinya kekurangan
koping untuk asupan gizi.
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
emningkatkan
44
asupan makanan.
45
6. Menganjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
7. Menganjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
Perawatan Luka (I.14564)
Tindakan
Observasi:
1. Memonitor karakteristik luka (mis. Drainase,
warna, ukuran, bau)
2. Memonitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
3. Membersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan.
4. Memberikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu
5. Memberikan suplemen vitamin dan mineral
(mis. Vitamin A, vitamin C, Zinc, asam
amino) sesuai indikasi.
Edukasi:
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Menganjurkan mengkonsumsi makanan
46
tinggi kalori dan protein
Kolaborasi:
47
yang sudah diberikan
6. Memonitor efek saping penggunaan analgetik
Terapeutik
7. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin)
8. Mengontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu rungan, pencahayaan,
kebisingan)
9. Memfasilitasi istirahat dan tidur
10. Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
11. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
12. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
13. Menganjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
14. Menganjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
48
15. Menganjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
16. Mengkolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
49
yang aman dan akurat
7. Menghindari interupsi saat mempersiapkan,
mepeverifikasi, atau mengelola obat
8. Melakukan prinsip enam benar (pasien, obat,
dosis, rute, waktu, dokumentasi)
Edukasi
9. Menjelaskan jenis obat, alasan pemberian,
tindakan yang diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
10. Menjelaskan faktor yang dapat meningkatkan
dan menurunkan efektifitas obat
50
atau rasa sakit selama gerakan/ aktivitas
Terapeutik
3. Melakukan pengendalian nyeri sebelum
memulai latihan
4. Memberikan posisi tubuh optial untuk
gerakan sendi pasif atau aktif
5. Memfasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-
batas rasa sakit, ketahanan, dan mobilitas
sendi
Edukasi
6. Menjelaskan kepada pasien / keluarga tujuan
dan rencanakan latihan bersama
7. Menganjurkan duduk ditempat tidur, disisi
tempat tidur (menjuntai) atau dikursi, sesuai
toleransi
8. Menganjurkan melakukan latihan rentang
gerak aktif dan pasif secara sistematis
9. Menganjurkan memvisuaisasikan gerak tubuh
sebelum memulai gerakan
10. Menganjurkan ambulasi, sesuai toleransi
Kolaborasi
11. Mengkolaborasi dengan fisioterapi dalam
51
mengembangan dan melaksanakan program
latihan
Manajemen Energi (I. 0578)
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi
untuk mengatasi ata mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan proses pemulihan.
Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tbuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Memonitor pola dan jam tidur
3. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
Teapeutik
4. Melakukan latihan rentang gerak pasif atau
aktif
5. Memfasilitasi lokasi dan sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
6. Menganjurkan tirah baring
7. Menganjurkan melakukan aktivitas secara
52
bertahap
8. Menganjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
9. Mengajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
10. Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
emningkatkan asupan makanan.
53