Disusun Oleh :
Alvi Navy Dia badi (1620005)
Fani dini Yusrani (1620029)
Ivonita Yolanda Putri Ayu (1620039)
Virda Nuzulah (1620079)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat,
karunia dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini “Konsep
Pengkajian Luka”
Demikian makalah ini kami buat dengan sdebaik-baiknya. Apabila ada
kesalahan dalam pembahasan, kami mengharapkan saran dan kritik dari Bapak/Ibu
Dosen. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam
proses penyusunan makalah asuhan keperawatan ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengkajian luka secara umum.
2. Untuk mengetahui cara pengkajian nyeri.
3. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang pada luka (Kultur Luka, ABI,
Pemeriksaan Sensori, Braden Scale, Norton Scale, Gosnel Scale).
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.2 Pengertian pengkajian luka
Pengkajian merupakan bagian esensial dalam proses perawatan luka, dalam
perawatan luka pengkajian bersifat ongoing yaitu berjalan sesuai simultan
bersamaan dengan proses perawatan luka itu sendiri.
Pada dasarnya dua tujuan utama pengkajian luka:
1. memberikan informasi dasar tentang status luka sehingga proses
penyembuhanya dapat dimonitor.
2. Memastikan apakah pemilihan balutan sudah tepat dalam perawatan luka.
2.3 Pengertian Luka
Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier et all,2004). Luka merupakan suatu keadaan
terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh trauma, operasi,
vaskuler, tekanan dan keganasan (Ekaputra,2013).
7
d. Stadium 4: luka dikatakan stadium 4 jika warna dasar luka merah dan lapisan
kulit mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis, dermis hingga
seluruh hipodermis hingga mencapai otot dan tulang.
Berdasrkan waktu dan lamanya luka dibagi menjadi:
1. Luka akut: luka baru, terjadi mendadak, dan penyembuhanya sesuai dengan
waktu yang diperkirakan. Luka akut adalah luka trauma yang biasanya dapat
sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi contohnya luka sayat, luka
tusuk.
2. Luka kronis adalah luka yang berlangsung lama atau sering kembali (rekuren)
terjadi karena gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan
oleh masalah multifactor dari penderita. Contoh luka diabetes, luka dekubitus.
Berdasarkan warna dasar luka atau penampilan klinis luka, luka
dapat di klarifikasi menjadi:
1. Hitam: warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis dengan
kecendrungan keras dan kering. Jaringan tidak mendapatkan vaskularisasi
yang baik dari rtubuh sehingga mati. Luka dengan warna hitam berisiko
mengalamo deep tissue injury dengan lapisan epidermis masih terlihat utuh.
Luka terlihat kering tetapi sebetulnya itu bukan jaringan sehat dan harus
diangkat.
2. Kuning: warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis yang lunak
berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit tersebut
3. Merah adalah warna dasar luka merah artinya granulasi dengan
vaskularisasi yang baik dan memiliki kecendrungan nudah berdaearh.
Warna dasar merah menjadi tujuan klinis dalam perawatan luka hingga luka
dapat menutup. Hati – hati dengan luka dasar merah yang tidak cerah atau
bewarna pucat karena kemungkinan ada lapisan biofilim yang menutupi
jaringan granulasi.
4. Pink: warna dasar luka pink menunjukan terjadinya proses epitalisasi
dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup namun biasanya
sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama proses maturasi
8
terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel dapat membantu agar
tidak timbul luka baru.
9
BAB 3
PEMBAHASAN
Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga
memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan
bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga
dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada daerah
sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik tidaknya
vascularisasi daerah yang terkena.
Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran luka,
yaitu: panjang, lebar, kedalaman, dan diameter. Pengukuran luas luka merupakan
bagian terpenting dari pengkajian luka, pengukuran luka juga sebagai alat evaluasi
kemajuan proses penyembuhan. Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka
sebaiknya titik pada tepi luka pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap
konsisten.
10
1. Two dimensional assessment
Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar dengan
mengukur panjang kali lebar. Untuk mengukur lingkaran luka kemudian
dilakukan tracing mengikuti tepi luka. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga
sampai alat ukur menjadi contaminated agent.
2. Three dimensional assessment
Pada luka yang dalam, partial dan full thickness atau adanya sinus dana tau
undermining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi. Pengukuran
diarahkan untuk mengetahui panjang, lebar, dan kedalaman.
Panjang merupakan jarak terjauh pada arah head to toe, lebar merupakan jarak
terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit.
Untuk mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian
diletakkan pada bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit ditandai
dengan ibu jari pemeriksa.
Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril dituangkan
diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi lalu diukur
volume cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang digunakan tidak
menimbulkan trauma dan “wound-friendly” pada luka. Metode ini tidak cocok
pada luka denan fistula
11
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak metode
untuk pengukuran luka, antara lain:
Pada pengkajian luka dalam mengkai tepi luka sering kali terlupakan. Luka
yang parah dan kering akan menghambat epitalisasi dalam proses penyembuhan luka.
Sehingga tepi luka adalah hal yang harus diperhatikan sejak awal. Luka yang sehat
ditandai dengan epitalisasi pada tepi luka, jika dalam 2-4 minggu tidak ada kemajuan
tepi luka epitel segera lakukan penilaian ulang.
Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian luka.
Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai
berikut:
12
Integritas: maserasi, eksoriasi, erosi, papula, pustule, lesi
Vaskularisasi: CRT terutama pada daerah tungkai
Pengkajian tepi luka juga diperhatikan untuk mengetahui epitelisasi dan kontraksi luka.
Pengkajian kulit sekitar luka dapat memberikan panduan dalam mengevaluasi
penggunaan balutan sebelumnya. Seperti maserasi pada kulit sekitar luka dapat terjadi
sebagai akibat kontaknya kulit sekitar luka dengan eksudat atau akibat dari penggunaan
balutan yang terlalu lembab secara tidak tepat.
Menurut Dense P. Nix, secara klinis, tanda dan gejala adanya infeksi pada luka
kronis adalah:
Slough baru/bertambah
Kelebihan drainage, perubahan warna, dan konsistensi
Kurangnya jaringan granulasi
Kemerahan, hangat sekitar luka
Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes
Nyeri atau tenderness
Bau yang tidak seperti biasanya
Peningkatan ukuran luka atau bertambahnya area yang rusak
3.1.7 Eksudat
Para ahli menggambarkan eksudat sebagai “sesuatu yang keluar dari luka”,
“cairan luka”, “drainase luka” dan “kelebihan cairan normal tubuh”. Produksi eksudat
dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya vasodilatasi pada fase
inflamasi yang difasilitasi oleh mediator inflamasi seperti histamine dan bradikinin.
Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian normal dalam proses
penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi kronis dan sulit sembuh
maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung proteolytic enzim dan
13
komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut. Yang harus
diperhatikan dalam pengkajian eksudat yaitu:
1. Warna eksudat: Merah, Pink, Kuning, kelabu, bening, hijau, merah tua
2. Volume eksudat: volume dan visokitas eksudat dapat mebgindikasikan proses
penyembuhan luka berlangsung normal atau tidak.
3. Konsistensi eksudat:
Kental kadang lengket: kemungkinan penyebabnya adalah tinggi
protein akibat dari inflamasi, adanya jaringan nekrotik, enteric fistula,
residu dari beberapa dressing.
Encer dan cair: Rendah protein karena malnutrisi atau masalah jantung,
urinary atau limfatik fistula.
4. Bau (Odor) eksudat
Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan karena:
Pertumbuhan bakteri atau infeksi
Jaringan nekrotik
Urinary fistula
14
3.2 Pengkajian Nyeri
Krasener telah membuat konsep tentang pengalaman nyeri kronik dalam tiga model.
Nyeri dibagi dalam tiga sub konsep; non siklus; siklus dan nyeri kronik.
1. Nyeri non siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri
setelah dilakukan debridement.
2. Nyeri siklus merupakan episode serangan nyeri yang berulang. Contoh:
serangan nyeri setiap penggantian balutan
3. Nyeri kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa adanya manipulasi
pada luka. Contoh: pasien merasakan luka berdenyut-denyut saat berbaring.
Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelru dibangun
adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri yang dialami.
Sebagai alat Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat digunakan skala nyeri
(0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeri tersebut dapat digunakan
sebagai acuan dalam menentukan jenis dressing yang akan digunakan termasuk dosis
analgetik yang akan diberikan.
15
Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam anamnesa antara
lain:
16
3.3 Pemeriksaan Penunjang Pada Luka
17
Unsur pokok: leukosit, debris jaringan mati yang cair, bakteri dan sel darah merah.
Ankle Brachial Index (ABI) adalah test non invasive untuk mengukur rasio
tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial).
Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut Simple Hand
Held Vascular Doppler Ultrasound Probe dan Tensimeter (manometer mercuri atau
aneroid). Pemeriksaan ABI sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami luka
pada kaki dengan tujuan untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat
menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer. Sehingga
dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk ukuran lingkar
kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau edema.
1. Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan posisi
jantung.
2. Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan Probe Vascular
Doppler Ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45 derajat.
3. Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas tekanan
darah sistolik palpasi.
4. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe.
Hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
5. Ulangi pada lengan yang lain.
6. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan Probe Vascular
Doppler Ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri tibilias dengan sudut
45 derajat.
7. Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.
18
8. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe
hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle.
9. Ulangi pada kaki yang lain.
10. Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan dan kiri)
dan tekanan darah systolic ankle tertinggi (diantara kaki kanan dan kaki kiri).
11. Bagikan tekanan sistolik ankle dengan tekanan sistolik lengan
tekanan sistolik ankle
𝐴𝑛𝑘𝑙𝑒 𝑏𝑟𝑎𝑘𝑖𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑥 =
tekanan sistolik lengan
ABI INTERPRETATION
VALUE
1,4 tau > Abrnormal; berarti arteri tidak dapat terkompresi, Diabetes
mellitus, penyakit ginjal atau kalsifikasi arteri berat.
1,0 - 1,3 Sirkulasi arteri Normal
0,8 – 0,9 Minimal hingga moderat insufisiensi arteri (beberapa pasien
tidak mempunyai tanda gejala pada stage ini)
0,6 – 0,8 Insufisiensi arteri tingkat menengah (perfusi minimal)
<0,5 Insufisiensi arteri
<0,4 Insufisiensi arteri kritis (nekrosis)
19
3.3.4 Braden skale
Skala braden digunakan untuk menilai risiko pasien luka akibat tekanan
(dekubitus).
20
21
3.3.5 Norton scale
22
3.3.6 Gosnel skale
ITEM SKOR
STATUS MENTAL
Sadar 1
Apatis 2
Bingung 3
Stupor 4
Tidak sadar 5
KONTINESIA
Kontrol penuh 1
Control sering 2
Control minimal 3
Kehilangan control 4
MOBILISASI
Penuh 1
Agak terbatas 2
Sangat terbatas 3
Imobilisasi 4
AKTIVITAS
Ambulasi 1
Jalan dengan bantuan 2
Diatas kursi 3
Tirah baring 4
NUTRISI
Baik 1
Sedang 2
Buruk 3
SKOR TOTAL
23
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25