Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KEPERAWATAN ELEKTIF

KONSEP PENGKAJIAN LUKA

Disusun Oleh :
Alvi Navy Dia badi (1620005)
Fani dini Yusrani (1620029)
Ivonita Yolanda Putri Ayu (1620039)
Virda Nuzulah (1620079)

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat,
karunia dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini “Konsep
Pengkajian Luka”
Demikian makalah ini kami buat dengan sdebaik-baiknya. Apabila ada
kesalahan dalam pembahasan, kami mengharapkan saran dan kritik dari Bapak/Ibu
Dosen. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam
proses penyusunan makalah asuhan keperawatan ini.

Surabaya, 28 Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan................................................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian pengkajian………………………………………………………...…..3
2.2 Pengertian pengkajian luka……… ……………………………………………….4
2.3 Pengertian luka……………………………………………………………………4
2.4 Jenis luka…………….…………………………………………………………....4
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian luka secara umum ........................................................................................ 6
3.2 Pengkajian nyeri............................................................................................................. 12
3.3 Pemeriksaan penunjang pada luka….……………………………………………13
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 21
4.2 Saran ................................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 22

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit
terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma dan gesekan, trauma tekanan dan
radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang
kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara
terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (joyce M. Black, 2001).
Metode perewatan luka berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga
kesehatan dan pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan
perkembangan, akan memberikan dasar pemahaman yang lebih besar terhadap
pentingnya perawatan luka. Semua tujuan manajemen luka adalah untuk membuat
luka stabil dengan granulasi jaringan yang baik dan suplai darah yang adekuat.
Hanya cara tersebut yang membuat cara penyembuhan luka bisa sempurna.
Untuk memulai perawatan luka pengkajian awal yang harus ditanyakan adalah
apakah luka tersebut bersih atau ada jaringan nekrotik yang harus dibuang, apakah
ada tanda klinik yang memperlihatkan masalah infeksi. Apakah luka kelihatan
kering atau terdapat risisko kekeringan pada sel. Selanjutnya mengontrol eksudet
juga sangat penting untuk menangani kondisi luka dasar, yang mana selama ini
kurang diperhatikan dan kurang dianggap sebagai suatu hal yang penting untuk
perawatan, akibat bila produksi eksudet tidak dikontrol dapat meningkatkan jumlah
bakteri pada luka, kerusakan luka, bau pada kulit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengkajian luka secara umum?
2. Bagaimana cara pengkajian nyeri?
3. Pemeriksaan penunjang pada luka (Kultur Luka, ABI, Pemeriksaan Sensori,
Braden Scale, Norton Scale, Gosnel Scale)

4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengkajian luka secara umum.
2. Untuk mengetahui cara pengkajian nyeri.
3. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang pada luka (Kultur Luka, ABI,
Pemeriksaan Sensori, Braden Scale, Norton Scale, Gosnel Scale).

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengkajian


Adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dikaji dan di analisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi pasien baik fisik, spiritual, mental, social, dapat ditentukan. Tahap ini
mencakup tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, analisa data, penentuan
masalah keperawatan.
1. Pengumpulan data
Adalah diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan
yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus
diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,
mental, social, spiritual serta factor lingkungan yang mempengaruhinya.
Jenis data yang antara lain data objektif yaitu data yang diperoleh melalui
suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan.
2. Analisa data
Kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berfikir rasional sesuai
dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
3. Perumusan masalah
Yaitu setelah dilakukan dapat ditentukan beberapa masalah
kesehatan masalah kesehatan tersebut ada yang dapat dapat di intervensi
dengan asuhan keperawatan dan ada juga yang lebih memerlukan tindakan
medis. Prioritas masalah ditentukan dengan berdasarkan hierarki kebutuhan
menurut maslow yaitu keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang
mengancam kesehatan, persepsi penting tentang kesehatan dan
keperawatan.

6
2.2 Pengertian pengkajian luka
Pengkajian merupakan bagian esensial dalam proses perawatan luka, dalam
perawatan luka pengkajian bersifat ongoing yaitu berjalan sesuai simultan
bersamaan dengan proses perawatan luka itu sendiri.
Pada dasarnya dua tujuan utama pengkajian luka:
1. memberikan informasi dasar tentang status luka sehingga proses
penyembuhanya dapat dimonitor.
2. Memastikan apakah pemilihan balutan sudah tepat dalam perawatan luka.
2.3 Pengertian Luka
Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier et all,2004). Luka merupakan suatu keadaan
terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh trauma, operasi,
vaskuler, tekanan dan keganasan (Ekaputra,2013).

2.4 Jenis luka berdasarkan anatomi kulit atau kedalamanya menurut


National presure ulcer advisory (NPUAP) di klasifikasi menjadi:
a. Stadium 1: luka dikatakan stadium 1 jika warna dasar luka merah dan
melibatkan lapisan epidermis, epidermis maish utuh/tanpa merusak epidermis.
Epidermis hanya mengalami perubahan warna kemerahan, hangat/dingin, kulit
melunak dan ada rasa nyeri contohnya adalah kulit yang terpapar
matahari/ketika kita duduk pada satu posisi selama lebih dari 2 jam, kemudian
ada kemerahan pada gluteus.
b. Stadium 2: luka dikatakan stadium 2 jika warna dasar merah dan melibatkan
lapisan epidermis dan dermis umumnya kedalaman luka hingga 0,4 mm, namun
bergantung pada lokasi luka contoh pada stadium ini adalah gula/blister karena
epidermis terpisah dengan dermis
c. Stadium 3: luka dikatakan stadium 3 jika luka merah dan lapisan kulit
mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis, dermis, sebagian
hipodermis umumnya kedalaman luka 1 cm pada proses penyembuhan kulit
akan membutuhkan lapisan lapisan yang hilang sebelum menutupi.

7
d. Stadium 4: luka dikatakan stadium 4 jika warna dasar luka merah dan lapisan
kulit mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis, dermis hingga
seluruh hipodermis hingga mencapai otot dan tulang.
Berdasrkan waktu dan lamanya luka dibagi menjadi:
1. Luka akut: luka baru, terjadi mendadak, dan penyembuhanya sesuai dengan
waktu yang diperkirakan. Luka akut adalah luka trauma yang biasanya dapat
sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi contohnya luka sayat, luka
tusuk.
2. Luka kronis adalah luka yang berlangsung lama atau sering kembali (rekuren)
terjadi karena gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan
oleh masalah multifactor dari penderita. Contoh luka diabetes, luka dekubitus.
Berdasarkan warna dasar luka atau penampilan klinis luka, luka
dapat di klarifikasi menjadi:
1. Hitam: warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis dengan
kecendrungan keras dan kering. Jaringan tidak mendapatkan vaskularisasi
yang baik dari rtubuh sehingga mati. Luka dengan warna hitam berisiko
mengalamo deep tissue injury dengan lapisan epidermis masih terlihat utuh.
Luka terlihat kering tetapi sebetulnya itu bukan jaringan sehat dan harus
diangkat.
2. Kuning: warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis yang lunak
berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit tersebut
3. Merah adalah warna dasar luka merah artinya granulasi dengan
vaskularisasi yang baik dan memiliki kecendrungan nudah berdaearh.
Warna dasar merah menjadi tujuan klinis dalam perawatan luka hingga luka
dapat menutup. Hati – hati dengan luka dasar merah yang tidak cerah atau
bewarna pucat karena kemungkinan ada lapisan biofilim yang menutupi
jaringan granulasi.
4. Pink: warna dasar luka pink menunjukan terjadinya proses epitalisasi
dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup namun biasanya
sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama proses maturasi

8
terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel dapat membantu agar
tidak timbul luka baru.

9
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian Luka Secara Umum

3.1.1 Lokasi luka

Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga
memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan
bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga
dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada daerah
sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik tidaknya
vascularisasi daerah yang terkena.

3.1.2 Warna dasar luka


 Merah: Luka bersih dan banyak vaskularisasi
 Kuning: Merupakan luka terkontaminasi atai terinfeksi, avaskularisasi
 Hijau: Merupakan luka infeksi oleh pseudomonas
 Pink: Luka mengalami epitalisasi
 Hitam: Merupakan jaringan nekrotik, avaskularisasi

3.1.3 Pengukuran luka

Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran luka,
yaitu: panjang, lebar, kedalaman, dan diameter. Pengukuran luas luka merupakan
bagian terpenting dari pengkajian luka, pengukuran luka juga sebagai alat evaluasi
kemajuan proses penyembuhan. Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka
sebaiknya titik pada tepi luka pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap
konsisten.

10
1. Two dimensional assessment
Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar dengan
mengukur panjang kali lebar. Untuk mengukur lingkaran luka kemudian
dilakukan tracing mengikuti tepi luka. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga
sampai alat ukur menjadi contaminated agent.
2. Three dimensional assessment
Pada luka yang dalam, partial dan full thickness atau adanya sinus dana tau
undermining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi. Pengukuran
diarahkan untuk mengetahui panjang, lebar, dan kedalaman.
Panjang merupakan jarak terjauh pada arah head to toe, lebar merupakan jarak
terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit.
Untuk mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian
diletakkan pada bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit ditandai
dengan ibu jari pemeriksa.
Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril dituangkan
diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi lalu diukur
volume cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang digunakan tidak
menimbulkan trauma dan “wound-friendly” pada luka. Metode ini tidak cocok
pada luka denan fistula

11
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak metode
untuk pengukuran luka, antara lain:

1. Photography (baik kamera konventional, polaroid, ataupun digital)


2. Wound tracing
Menggunakan plastic transparan dan spidol transparan, kemudian diletakkan
diatas luka lalu tepi luka digambar (dijiplak)
3. Stereophotogrammetary (SPG)
Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam kemudian didownload ke
computer. Dengan menggunakan bantuan software luas permukaan luka dapat
dikalkulasi.
4. Wound Molds
Alginate diletakkan pada permukaan luka, bila telah menebal maka ditimbang
beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat menggambarkan status
penyembuhan luka.

3.1.4 Tepi luka

Pada pengkajian luka dalam mengkai tepi luka sering kali terlupakan. Luka
yang parah dan kering akan menghambat epitalisasi dalam proses penyembuhan luka.
Sehingga tepi luka adalah hal yang harus diperhatikan sejak awal. Luka yang sehat
ditandai dengan epitalisasi pada tepi luka, jika dalam 2-4 minggu tidak ada kemajuan
tepi luka epitel segera lakukan penilaian ulang.

3.1.5 Kulit sekitar luka

Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian luka.
Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai
berikut:

 Warna: Erythema atau pucat


 Tekstur: Lembab, kering, macerasi
 Temperature: Hangat atau dingin

12
 Integritas: maserasi, eksoriasi, erosi, papula, pustule, lesi
 Vaskularisasi: CRT terutama pada daerah tungkai

Pengkajian tepi luka juga diperhatikan untuk mengetahui epitelisasi dan kontraksi luka.
Pengkajian kulit sekitar luka dapat memberikan panduan dalam mengevaluasi
penggunaan balutan sebelumnya. Seperti maserasi pada kulit sekitar luka dapat terjadi
sebagai akibat kontaknya kulit sekitar luka dengan eksudat atau akibat dari penggunaan
balutan yang terlalu lembab secara tidak tepat.

3.1.6 Tanda-tanda infeksi

Menurut Dense P. Nix, secara klinis, tanda dan gejala adanya infeksi pada luka
kronis adalah:

 Slough baru/bertambah
 Kelebihan drainage, perubahan warna, dan konsistensi
 Kurangnya jaringan granulasi
 Kemerahan, hangat sekitar luka
 Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes
 Nyeri atau tenderness
 Bau yang tidak seperti biasanya
 Peningkatan ukuran luka atau bertambahnya area yang rusak

3.1.7 Eksudat

Para ahli menggambarkan eksudat sebagai “sesuatu yang keluar dari luka”,
“cairan luka”, “drainase luka” dan “kelebihan cairan normal tubuh”. Produksi eksudat
dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya vasodilatasi pada fase
inflamasi yang difasilitasi oleh mediator inflamasi seperti histamine dan bradikinin.
Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian normal dalam proses
penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi kronis dan sulit sembuh
maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung proteolytic enzim dan

13
komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut. Yang harus
diperhatikan dalam pengkajian eksudat yaitu:

1. Warna eksudat: Merah, Pink, Kuning, kelabu, bening, hijau, merah tua
2. Volume eksudat: volume dan visokitas eksudat dapat mebgindikasikan proses
penyembuhan luka berlangsung normal atau tidak.
3. Konsistensi eksudat:
 Kental kadang lengket: kemungkinan penyebabnya adalah tinggi
protein akibat dari inflamasi, adanya jaringan nekrotik, enteric fistula,
residu dari beberapa dressing.
 Encer dan cair: Rendah protein karena malnutrisi atau masalah jantung,
urinary atau limfatik fistula.
4. Bau (Odor) eksudat
Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan karena:
 Pertumbuhan bakteri atau infeksi
 Jaringan nekrotik
 Urinary fistula

Teller Indicator untuk klasifikasi bau (Browne et al. 2004)

5: Tidak ada bau

4: Bau tercium saat balutan luka dibuka

3: Bau tercium walaupun balutan luka belum dibuka

2: Bau tercium dengan jarak satu lengan dari pasien

1: Bau tercium didalam kamar

0: Bau tercium diluar kamar

14
3.2 Pengkajian Nyeri

Nyeri pada luka dapat mengindikasikan adanya infeksi atau bertambah


buruknya proses penyembuhan luka. Oleh karena itu nyeri harus dikaji secara teratur
dengan menggunakan skala pengkajian nyeri yang valid (Reddy et al, 2003).

Penyebab nyeri perlu untuk diketahui, apakah berhubungan dengan penyakit,


pembedahan, trauma, infeksi, atau benda asing. Apakah nyeri bersifat local atau
general dan apakah nyeri berkaitan dengan pergantian balutan atau produk.

Krasener telah membuat konsep tentang pengalaman nyeri kronik dalam tiga model.
Nyeri dibagi dalam tiga sub konsep; non siklus; siklus dan nyeri kronik.

1. Nyeri non siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri
setelah dilakukan debridement.
2. Nyeri siklus merupakan episode serangan nyeri yang berulang. Contoh:
serangan nyeri setiap penggantian balutan
3. Nyeri kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa adanya manipulasi
pada luka. Contoh: pasien merasakan luka berdenyut-denyut saat berbaring.

Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelru dibangun
adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri yang dialami.
Sebagai alat Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat digunakan skala nyeri
(0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeri tersebut dapat digunakan
sebagai acuan dalam menentukan jenis dressing yang akan digunakan termasuk dosis
analgetik yang akan diberikan.

Tidak Nyeri Ringan Moderat Nyeri Berat Sangat Berat

15
Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam anamnesa antara

lain:

1. Dimana lokasi nyeri?

2. Seperti apa nyeri yang dirasakan?

3. Apa kah ada gejala lain yang menyertai?

4. Pada saat kapan nyeri dirasakan oleh pasien?

5. Apakah nyeri dirasakan terus menerus atau hanya kadang-kadang?

6. Sudah berapa lama nyeri dirasakan?

7. Apakah nyeri mengganggu istirahat pasien?

8. Apakah pasien menggunakan obat saat serangan nyeri?

9. Posisi seperti apa yang dapat mempengaruhi nyeri?

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri berhubungan

dengan prosedur pergantian balutan antara lain:

1. Penggunaan cairan pencuci luka yang hangat.

2. Melepaskan balutan dengan hati-hati, atau bilamemungkinakan motivasi pasien


untuk melepaskan sendiri. Balutannya.

3. Gunakan 'time out'.

4. Gunakan balutan yang tidak menimbulkan trauma.

5. Evaluasi balutan lama.

6. Rubah frekuensi pergantian balutan.

16
3.3 Pemeriksaan Penunjang Pada Luka

3.3.1 Kultur luka

Pemeriksaan ini merupakan analisa mikroskopis dari specimen luka dengan


me-swab luka. Kultur luka bersifat aerobic (analisme yang dapat hidup diudara terbuka
dan biasanya terlihat pada luka) atau anaerob (mendeteksi organisme yang dapat hidup
di udara terbuka dan terlihat pada luka setelah pembedahan, borok, atau patah remuk).
Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi suatu infeksi.

Pengambilan kultur luka merupakan suatu prosedur invasive yang


membutuhkan penerapan teknik steril, pengetahuan tentang penyembuhan luka,
kemampuan pemecahan masalah untuk memastikan keamanan klien, dan oleh karena
itu perawat yang perlu melakukan teknik ini.
Jenis drainase (cairan) luka, yaitu:
1. Serosa
Deskripsi: tampak encer dan jernih
Unsur pokok: serum dengan sedikit sel.
2. Purulent
Deskriptif: lebih kental karena ada pus; warna bervariasi (misal: sedikit biru, hijau, atau
kuning). Warna mungkin bergantung pada organism penyebabnya.
Unsur pokok: leukosit, debris jaringan mati yang cair dan bakteri yang hidupdanmati.
3. Sanguinosa (hemoragik)
Deskriptif: merah gelap atau terang. Eksudatsanguinosa yang terang mengindikasikan
perdarahan segar, sedangkan eksudatsanguinosa yang gelap menunjukkan perdarahan
yang sudah lama.
Unsurpokok: seldaerahmerah.
4. Serusonguinosa
Deskriptif: drainase jernih dan ada sedikit darah. Biasanya terlihat pada insisi bedah.
Unsur pokok: sel darah merah dan serum.
5. Purosanguinosa
Deskriptif: pus dan darah. Sering terlihat pada luka baru yang terinfeksi.

17
Unsur pokok: leukosit, debris jaringan mati yang cair, bakteri dan sel darah merah.

3.3.2 ABI (ankle brachial index)

Ankle Brachial Index (ABI) adalah test non invasive untuk mengukur rasio
tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial).
Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut Simple Hand
Held Vascular Doppler Ultrasound Probe dan Tensimeter (manometer mercuri atau
aneroid). Pemeriksaan ABI sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami luka
pada kaki dengan tujuan untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat
menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer. Sehingga
dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk ukuran lingkar
kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau edema.
1. Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan posisi
jantung.
2. Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan Probe Vascular
Doppler Ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45 derajat.
3. Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas tekanan
darah sistolik palpasi.
4. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe.
Hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
5. Ulangi pada lengan yang lain.
6. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan Probe Vascular
Doppler Ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri tibilias dengan sudut
45 derajat.
7. Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.

18
8. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe
hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle.
9. Ulangi pada kaki yang lain.
10. Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan dan kiri)
dan tekanan darah systolic ankle tertinggi (diantara kaki kanan dan kaki kiri).
11. Bagikan tekanan sistolik ankle dengan tekanan sistolik lengan
tekanan sistolik ankle
𝐴𝑛𝑘𝑙𝑒 𝑏𝑟𝑎𝑘𝑖𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑥 =
tekanan sistolik lengan

Interpretasi hasil pemeriksaan ABPI:

ABI INTERPRETATION
VALUE
1,4 tau > Abrnormal; berarti arteri tidak dapat terkompresi, Diabetes
mellitus, penyakit ginjal atau kalsifikasi arteri berat.
1,0 - 1,3 Sirkulasi arteri Normal
0,8 – 0,9 Minimal hingga moderat insufisiensi arteri (beberapa pasien
tidak mempunyai tanda gejala pada stage ini)
0,6 – 0,8 Insufisiensi arteri tingkat menengah (perfusi minimal)
<0,5 Insufisiensi arteri
<0,4 Insufisiensi arteri kritis (nekrosis)

3.3.3 Pemeriksaan sensori

Pemeriksaan sensori dilakukan untuk menentukan daerah sekitar luka


mengalami kematian sensoria tau tidak, karena hal ini mengindikasikan mati atau
tidaknya saraf sensori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pengkajian nyeri.

19
3.3.4 Braden skale

Skala braden digunakan untuk menilai risiko pasien luka akibat tekanan
(dekubitus).

20
21
3.3.5 Norton scale

22
3.3.6 Gosnel skale

ITEM SKOR
STATUS MENTAL
Sadar 1
Apatis 2
Bingung 3
Stupor 4
Tidak sadar 5

KONTINESIA
Kontrol penuh 1
Control sering 2
Control minimal 3
Kehilangan control 4

MOBILISASI
Penuh 1
Agak terbatas 2
Sangat terbatas 3
Imobilisasi 4

AKTIVITAS
Ambulasi 1
Jalan dengan bantuan 2
Diatas kursi 3
Tirah baring 4

NUTRISI
Baik 1
Sedang 2
Buruk 3

SKOR TOTAL

23
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dari Paparan atau penjelasan di atas, sesuai dengan makalah “Konsep


Pengkajian Luka” maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Luka merupakan suatu
kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat
kimia, gesekan, trauma dan gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Manajemen luka
adalah untuk membuat luka stabil dengan granulasi jaringan yang baik dan suplai darah
yang adekuat. Hanya cara tersebut yang membuat cara penyembuhan luka bisa
sempurna.

4.2 SARAN

Perawat diharapkan lebih memahami tentang konsep pengkajian luka, pengkajian


nyeri, dan pemeriksan penunjang pada luka. Semoga pembaca memperoleh dorongan,
semangat, dengan makalah ini dan menjadikan makalah ini sebagai pedoman yang
baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi. 2007. Manajemen Perawatan Luka. Penerbit: STIKEP Muhammadiyah.


Pontianak

Yusuf, Saldy. 2009. Manajemen Pengkajian Luka. Makassar. Salemba Medika

White, Richard. Keith, F Cutting. Management eksudat modern. 2009. Available


from URL: http//:www.worldwidewounds.com/2010/November/Thomas-farm-
phillips.Compression-WRAP.html

25

Anda mungkin juga menyukai