Nabiyullah Ibrahim telah membuktikan dirinya layak diberikan pangkat Khalilullah atau
Khalirrahman, seorang hamba yang senantiasa tunduk dan pasrah atas ketetapan Allah SWT.
Apa pun yang diperintahkan Allah meskipun itu suatu hal yang berat untuk dilakukan, Nabi
Ibrahim tidak pernah merasakan itu sebagai beban, sehingga beliau ikhlas tatkala Allah
memerintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail 'alaihissalam. Nabi Ismail pun
tidak tidak sedikitpun merasa keberatan tatkala Sang Ayah mengutarakan isi mimpinya. Kisah
kepasrahan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah diabadikan oleh
)108( َ ِرينS ِه ِفي اَآْل ِخSا َعلَ ْيSSَ َوت ََر ْكنS)107( َظ ٍيم ٍ ) َوفَ َد ْينَاهُ ِب ِذب106( ُ) ِإنَّ هَ َذا لَه َُو ْالبَاَل ُء ْال ُم ِبين105( َص َّد ْقتَ الرُّ ْؤ يَا ِإنَّا َك َذ ِلكَ نَجْ ِزي ْال ُمحْ ِس ِنين
ِ ْح ع َ ) قَ ْد104
Sَ ِ) ِإنَّهُ ِم ْن ِعبَا ِدنَا ْال ُمْؤ ِمن110( َ) َك َذلِكَ نَجْ ِزي ْال ُمحْ ِسنِين109( َساَل ٌم َعلَى ِإب َْرا ِهي َم
)111( ين
Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan
termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan
untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dari Kisahnya Nabi Ibrahim dan putranya Nabi
Ismail ‘alaihimassalam. Pelajaran yang akan sangat bermanfaat untuk kita jadikan tuntunan
dalam menjalani kehidupan dunia ini demi memperoleh kebahagiaan ukhrawi. Berikut beberapa
Apa artinya memiliki rumah yang mewah dan harta yang melimpah, kalau seandainya
kondisi yang ada di dalamnya tidak mendatangkan ketentraman jiwa. Salah satu hal yang
membuat seseorang merasa tenang jiwanya adalah ketika memiliki anak-anak yang shalih. Anak
yang shalih tidak hanya membuat orang tuanya senang dan bahagia ketika bersama, tetapi juga di
saat orang tua telah meninggal dunia, anak yang shalih akan senantiasa mengirimkan doa yang
membuat orang tuanya tenang di alam barzah serta mendapat tambahan amal pahala yang
dihadiahkan kepadanya. Saat bersama ia bahagiakan orang tuanya dengan keluhuran budi, di
Kepasrahan Nabi Ismail 'alaihissalam telah menunjukkan betapa suksesnya Nabi Ibrahim
dalam membentuk karakter anaknya sehingga menjadi anak yang shalih. Tentu saja ini tidak
lepas dari usaha dan doa yang senantiasa beliau panjatkan, "Ya Allah berikanlah kepadaku anak
yang shalih." Lihatlah betapa tunduk dan patuhnya Nabi Ismail kepada Ayahnya walau harus
disampaikan kepada Ayahnya, Ibrahim melalui mimpi. Tentu saja, sosok anak shalih seperti
Ismail merupakan anugerah yang tak ternilai yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim.
Lalu bagaimana dengan kita? Adalah kita memandang serius persoalan pendidikan dan
karakter seorang anak. Betapa banyak anak-anak yang mendapatkan jajan yang banyak dari
orang tuanya, dibelikan HP, game, atau apapun yang disenangi oleh anaknya. Rasa sayang yang
berlebihan dicurahkan dengan cara dimanjakan padahal sebenarnya itu justeru berakibat tidak
baik untuk si anak. Akhirnya si anak lalai dan terabaikan persoalan pendidikan, ilmu agama dan
pembentukan karakternya. Maka harta tidaklah menjamin seseorang untuk memiliki anak yang
shalih, karena sesungguhnya anak yang shalih hanya bisa dilahirkan dengan pembinaan ilmu
agama.
Sungguh keluarga sederhana dengan segala keterbatasan dari segi harta akan lebih
membahagiakan bila seandainya keluarga itu mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak yang
shalih yang taat kepada Allah dan patuh kepada orang tuanya. Rumah mewah dan harta
melimpah akan terasa kurang bermakna tatkala tak mampu mendidik anak memiliki pribadi yang
Nabi Ibrahim telah membuktikan dirinya sebagai Khalilullah yang siap mengorbankan
apa saja demi agama Allah. Nabi Ibrahim rela berpisah selamanya dengan anak semata
wayangnya kalau memang itu dimaksudkan demi mendapatkan ridha Allah SWT. Tak tanggung-
tanggung, pisau yang tajam sudah disiapkan untuk menyembelih sang anak yang baru berusia
remaja meskipun akhirnya tidak jadi dilakukan karena Allah sudah menebusnya dan perintah itu
Lalu bagaimana dengan kita? Relakah kita mengorbankan sesuatu yang kita miliki demi
agama Allah? Tidakkah kita punya niat untuk mewaqafkan anak-anak kita sebagai pembantu
Alangkah mulianya seorang orang tua yang rela mengorbankan anaknya sebagai
pembantu dakwahnya Rasulullah di saat kebanyakan orang tua lainnya berlomba-lomba untuk
menyekolahkan anak pada pendidikan umum lainnya. Ketahuilah, Rasulullah akan berbangga
dengan umatnya di akhir zaman yang hidupnya jauh dari zamannya Rasulullah, tetapi memiliki
kecintaan yang besar kepada Rasulullah dan agama yang mulia ini. Di antara orang yang akan
dibanggakan oleh Rasulullah adalah mereka para orang tua yang menitip anaknya di dayah,
Pernahkah kita bayangkan? Di saat kita memiliki beberapa orang anak yang cerdas,
sementara tidak satu pun dari mereka kita sumbangkan untuk memperkuat dakwahnya
Rasulullah. Padahal dari segi harta Allah berikan kita kecukupan. Maka jawaban apa yang kita
diberikan andai di akhirat nanti Allah bertanya, "Wahai Fulan, Ku berikan kepada mu keluasan
harta, anak yang cerdas, sementara tidak satu pun dari mereka Engkau sumbangkan untuk
memperkuat agama ini, alangkah teganya Engkau sehingga membiarkan agama ini hanya
Maka karena itu mari sumbangkan anak-anak kita untuk membantu dakwahnya
Rasulullah. Kerelaan kita untuk berpisah sementara dengan sang anak saat di dayah tidak
seberapa dengan keikhlasan Nabi Ibrahim yang siap berpisah selamanya dan siap mengorbankan
nyawa anaknya demi mengharap ridha Allah Swt. Yakinkanlah, bahwa orang tua yang paling
bahagia di alam barzah nantinya adalah orang tua yang banyak anaknya berada di jalan agama.
Dengan mengetahui kisah-kisah para Nabi yang hidupnya penuh dengan ujian seharusnya
dapat membuat kita semakin siap dan tabah tatkala menghadapi ujian dari Allah. Kalau lah para
Nabi yang ma'shum dan mendapat jaminan masuk syurga masih juga diuji, maka apalagi kita
yang hari-harinya tidak luput dari dosa. Bisa jadi Allah uji kita melalui musibah untuk
Dari kisah Nabi Ibrahim dapat kita lihat bahwa tidak selamanya yang secara zahir kita
lihat buruk itu adalah buruk bagi kita, karena bisa jadi yang kita benci itulah yang terbaik bagi
kita. Memang secara zahir perintah menyembelih Ismail merupakan mafsadah bagi Nabi
Ibrahim, tapi lihatlah bagaimana taqdir Allah di balik itu. Perintah menyembelih Nabi Ismail
ternyata hanya ujian semata untuk mengukur sejauh mana kesiapan Nabi Ibrahim dalam
mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya untuk Allah. Dan ketika Nabi Ibrahim telah
membuktikan kesiapannya untuk berkorban demi mengharap ridha Allah, Allah cabut
perintahNya dan Allah tebus Ismail dengan sesembelihan lainnya. Tidak hanya sampai di situ,
bahkan Ismail akhirnya Allah taqdirkan sebagai salah seorang Rasul, penyampai risalahNya
dalil oleh Ulama Ushuliyyin bahwa boleh berlaku nasakh (pembatalan hukum) sebelum tiba
waktu melakukannya. Mungkin ada orang yang bertanya, bukankah hal seperti itu terkesan Allah
ragu-ragu dalam menetapkan hukum sehingga setelah sesuatu diperintahkan, dan belum tiba
waktu melakukannya hukum itu telah dibatalkan pemberlakuannya? Tidak, keraguan pada zat
Allah adalah suatu hal yang mustahil. Namun kenapa ada nasakh qabla al-amal? Ini disebabkan
Salah satu hikmah nasakh qaba al-‘amal adalah Allah ingin menguji apakah seorang
hamba melakukan persiapan untuk menunaikan perintahNya. Dengan adanya persiapan dan niat
melakukan perintahNya, Allah telah memberikan pahala. Lalu dengan kasih sayang dan karunia-
Nya, Allah mencabut ta'alluq (pemberlakuan) hukum itu, hingga perintah itu tidak perlu
ditunaikan namun Allah telah memberikan pahala atas niat dan persiapan untuk menunaikan
perintah tersebut. Nasakh qabla al-‘amal merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah
kepada hamba-Nya.
Banyak orang yang keliru dalam mempersepsikan sedekah. Memang benar, sekilas
terlihat sedekah adalah pengeluaran, tapi pada hakikatnya sedekah adalah pemasukan. Sedekah
adalah salah satu bentuk syukur atas harta yang Allah titipkan. Syukur merupakan penyebab
“Syukur menjadi pengekang bagi nikmat yang dimiliki sekaligus menjadi pemburu bagi nikmat
Karena sedekah merupakan salah satu bentuk syukur atas nikmat harta, maka sedekah di
samping membuat rezki seseorang kekal, sedekah juga menjadi jalan pembuka untuk
memperoleh rezki yang lebih banyak lagi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sedekah
Sedekah yang kita keluarkan ikhlas karena Allah akan disimpan oleh Allah. Selain
diberikan balasan yang berganda di akhirat nanti, sedekah itu juga akan dikembalikan kepada
kita di dunia ini saat kita membutuhkannya, atau bisa juga akan dikembalikan kepada anak cucu
kita.
Dari beberapa riwayat disebutkan bahwa kambing yang menjadi tebusan bagi Nabi Ismail
ternyata merupakan kambing persembahan terbaik dari kakeknya Habil, anak dari Nabi Adam
'alaihissalam.
Dalam syariat Nabi Adam, seorang laki-laki boleh menikahi adik atau kakak
perempuannya dengan catatan bukan merupakan pasangan kembar yang lahir bersamaan. Nabi
Adam memiliki 40 orang anak yang lahir kembar berpasangan laki-laki dan perempuan dalam 20
kali kelahiran. Maka sesuai dengan ketentuan dalam syariat Nabi Adam, Qabil harus menikahi
Labuda yang lahir berpasangan dengan Habil, Sedang Habil menikahi Iklima.
Ketentuan ini ternyata tidak dipatuhi oleh Qabil. Qabil enggan dan tidak mau menikahi
Labuda yang jelek wajahnya dengan anggapan sebenarnya dia lah yang pantas menikah dengan
Iklima. Apalagi Qabil yang merupakan anak yang sudah dikandung oleh Siti Hawa dalam
kehamilannya di Syurga. Qabil merasa sebagai laki-laki syurga ia tidak pantas menikahi Labuda
Maka pada waktu itu Allah mewahyukan kepada Nabi Adam untuk menguji Qabil dan
hasil usaha terbaik sesuai profesi masing-masing. Sebagai peternak Habil mempersembahkan
hasil ternaknya, sedangkan Qabil yang memiliki usaha perkebunan mempersembahkan hasil
kebunnya. Habil yang memang ikhlas ingin berqurban dan memberikan persembahan terbaiknya
kepada Allah sengaja memilih ternak terbaik untuk diqurbankan, sedangkan Qabil yang dari
awal memang tidak ada niat untuk mengikuti persyaratan itu memberikan hasil kebun yang tidak
layak jual. Akhirnya qurban yang diterima adalah qurbannya Habil yang ditandai dengan
disambar api hingga qurban Habil dari hewan ternak terbaiknya di simpan di Syurga.
Kisah ini diabadikan oleh Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 27,
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-
Keikhlasan Habil membuat qurbannya diterima oleh Allah dan disimpan di syurga hingga
akhirnya dikembalikan kepada cucu keturunannya, Nabi Ismail 'alaihissalam. Kisah ini
mengajarkan kita bahwa sedekah yang diterima adalah yang ikhlas karena Allah. Dan sedekah
karena Allah tidak akan hilang, melainkan disimpan oleh Allah untuk diberikan kepada kita saat
sewaktu-waktu kita membutuhkannya, atau akan dikembalikan kepada anak dan cucu kita.
Pernahkah kita bayangkan, betapa banyak orang yang baru saja meninggal dunia tetapi
sosoknya telah dilupakan dan namanya hilang dari permukaan. Namun lihatlah Rasulullah, para
Ambia, Ulama dan Shalihin, meskipun jasad mereka telah dikuburkan berabad-abad lamanya,
nama mereka tetap kekal dalam sebutan dan ingatan. Para Imam Mazhab, Pengarang kitab, dan
para Ulama pada umumnya seakan baru kemarin meninggal dunia karena nama mereka terus
Tentu saja, yang membuat seseorang dikenal adalah dengan banyaknya jasa, pengabdian
dan amal kebaikan selama hidupnya di dunia. Sebaliknya orang yang hidupnya kurang terasa
manfaatnya, namanya akan cepat dilupakan. Apalagi bila seseorang terkenal dengan perilaku
kejahatannya, namanya biarpun dikenang tidak lebih melainkan hanya menjadi contoh buruk
Nabi Ibrahim adalah sosok yang Allah kekalkan sebutannya sebagai contoh bagi generasi
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
Selain Nabi Ibrahim yang perjalanan hidupnya sangat berkaitan erat dengan beberapa
amaliyah ibadah haji, ada juga Sahabat Nabi seperti Abu Bakar yang ucapan pujiannya kepada
Allah begitu ikhlas tatkala mendapatkan rakaat dalam shalat berjamaah bersama Nabi walau
terlambat, membuat kisah itu diabadikan oleh Allah sebagai syariat saat bangkit dari ruku', yaitu
membaca tasmi', yang asal maknanya Allah telah menerima pujian Abubakar kepadaNya.
Sebaliknya orang yang beramal jahat juga diabadikan namanya oleh Allah sebagai contoh yang
tidak layak diikuti. Misalnya Abu Lahab, Allah menurunkan satu surat khusus sebagai celaan
baginya.
Kisah Nabi Ibrahim seharusnya membuat kita termotivasi untuk semakin memperbanyak
amal kebaikan, agar nama kita terus dikenang, didoakan, dan dijadikan contoh baik oleh generasi
berikutnya. Semakin banyak kebaikan yang kita lakukan dan semakin besar manfaat dari
kehidupan kita kepada orang lain, tentu semakin berpengaruh pula pada ingatan orang kepada
kita.