0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan1 halaman
VOC didirikan pada 1602 untuk memonopoli perdagangan Belanda di Asia. VOC menguasai wilayah Indonesia dengan membangun jaringan administrasi, hukum, militer, dan perdagangan. Kekuasaan VOC diatur melalui negosiasi antara pemerintah pusat dan pengelola wilayahnya. VOC berusaha mengontrol penduduk dengan memisahkan mereka ke kategori hukum dan sosial berdasarkan status mereka.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Struktur dan Jaringan Kolonialisme di Masa Kolonial Indonesia
VOC didirikan pada 1602 untuk memonopoli perdagangan Belanda di Asia. VOC menguasai wilayah Indonesia dengan membangun jaringan administrasi, hukum, militer, dan perdagangan. Kekuasaan VOC diatur melalui negosiasi antara pemerintah pusat dan pengelola wilayahnya. VOC berusaha mengontrol penduduk dengan memisahkan mereka ke kategori hukum dan sosial berdasarkan status mereka.
VOC didirikan pada 1602 untuk memonopoli perdagangan Belanda di Asia. VOC menguasai wilayah Indonesia dengan membangun jaringan administrasi, hukum, militer, dan perdagangan. Kekuasaan VOC diatur melalui negosiasi antara pemerintah pusat dan pengelola wilayahnya. VOC berusaha mengontrol penduduk dengan memisahkan mereka ke kategori hukum dan sosial berdasarkan status mereka.
Struktur dan Jaringan Kekuasaan Kolonialisme di Masa Kolonial Indonesia
Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) didirikan
sebagai perusahaan dagang melalui charter yang diberikan oleh Serikat Jenderal Belanda tahun 1602 dan dibubarkan melalui kebangkrutan pada tahun 1799 ketika jaringannya yang tersisa diambil alih oleh negara Belanda itu sendiri. Kekuasaan VOC berkembang melalui asumsi dan ekspresi kedaulatan yang diberikan oleh sebagian hak pemerintahan independen dalam wilayah kekuasaannya di timur Tanjung Harapan dan melalui Selat Magellan. Serikat Jenderal memberikan hak eksklusif kepada Perusahaan dalam segi geografis ini untuk membuat dan memberlakukan undang-undang, mendirikan benteng, pabrik, dan permukiman, menjalankan monopoli perdagangan, menandatangani perjanjian dan memulai konflik dengan negara asing, dan menjatuhkan hukuman mati pada individu di bawah pemerintahannya. Hak-hak kedaulatan ini dibatasi karena Tindakan VOC juga akan berimbas kepada Belanda sendiri di Eropa. Kekuasaan kolonial VOC di Indonesia memanifestasikan dirinya melalui jaringan budaya, hukum, administrasi, transportasi, teritorial, militer dan perdagangan yang disatukan secara spasial dan dari waktu ke waktu menjadi jaringan kekuasaan yang kedaulatannya secara efektif dibuat dan dipertahankan tetapi hanya secara parsial. VOC, seperti negara-negara di era modern awal terdiri dari perwujudan material dari tanah dan orang-orang yang ditaklukkan, dan bahwa jaringan ini terdiri dengan sirkuit dan sub-sirkuit regional, dan koneksi-koneksi kekuatan berbasis teritorial dan kelembagaan, beroperasi tidak hanya di darat dan laut tetapi juga secara diskursif. Komponen kedaulatan kekuasaan ini dibentuk melalui negosiasi antara badan pengatur Perusahaan di pusat pemerintahan dan orang-orang yang mengelola benteng, pabrik, permukiman, dan koloni yang didirikan di wilayah kekuasaannya. Menetapkan aturan hukum merupakan perhatian utama para penguasa VOC. Oleh karena itu, sistem hukum Perusahaan merupakan jaringan utama di dalam dan di luar kerajaan VOC: secara internal melalui penerapan hukum perdata dan pidana kepada rakyatnya dan secara eksternal melalui perjanjian dan hukum internasional yang dinegosiasikan dengan penguasa adat. VOC terutama ingin untuk mengendalikan penduduknya dan berusaha mengontrol ini dengan memisahkan setiap orang di wilayahnya ke dalam kategori yang menentukan status hukum dan status sosialnya. Seorang individu pertama kali dikategorikan menurut posisi dan statusnya dalam hierarki VOC. Mayoritas pegawai Kompeni adalah pelaut, tentara, pengrajin, dan administrator. Struktur pangkat ini sangatlah hierarkis sampai ke puncak kekuasaan di Kompeni, jenderal gubernur yang memimpin Kastil Batavia. Secara teoritis, semua orang Eropa yang bekerja sebagai abdi (pegawai) Kompeni melakukannya atas kemauan sendiri, tetapi sistem zielverkoopers (penjual jiwa) yang merekrut pegawai untuk Kompeni melalui bentuk jeratan hutang marak di Belanda. Orang Asia Merdeka juga dapat dipekerjakan oleh Kompeni dalam berbagai kapasitas di darat dan laut di seluruh kekaisaran. Ini terutama terjadi di Jawa di mana ada banyak tentara bayaran Asia yang terikat kontrak dengan Perusahaan.