Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP INSAN KAMIL


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Yang Dibina Oleh Ibu Umi Nahdiyah, S.Pd., M.Pd.

Oleh :

ACHMAD ALVI YUDANUARI (2255201034)


ANANDA RIZKI AMELIA (2255201007)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR


FAKULTAS ILMU EKSAKTA
PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER
Desember 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 1

1.3. Tujuan .................................................................................................. 1

2. PEMBAHASAN .............................................................................................. 2

2.1. Konsep Insan Kamil.............................................................................. 2

2.2. Hakikat Insan Kamil............................................................................. 3

2.3. Insan Kamil Perspektif Muhammad Iqbal............................................ 4

3. PENUTUP ....................................................................................................... 7

3.1. Kesimpulan .......................................................................................... 7

3.2. Saran ..................................................................................................... 7

DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 8

ii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam ilmu tasawuf terdapat konsep yang disebut dengan insan
kamil. Insan kamil diartikan sebagai manusia sempurna atau manusia
paripurna. Bagi Ibn Arabi, insan al-kamil adalah mikrokosmos yang
sesungguhnya, sebab sebenarnyalah dia memanifestasikan semua sifat dan
kesempurnaan ilahi, dan manifestasi semacam ini tidaklah sempurna tanpa
perwujudan penuh kesatuan hakiki dengan Tuhan. Insan kamil adalah
miniatur dari kenyataan.
Sedangkan menurut Al Jilli, seperti dalam bukunya ‘Al-Insanul
Kamil fi Ma’rifatil Awakhiri wal Awail mengatakan, manusia adalah suatu
wujud yang utuh dan merupakan manifestasi ilahi dan alam semesta.
Manusia adalah citra Tuhan dengan alam semesta. Manusia adalah tujuan
utama yang ada di balik penciptaan alam, karena tiada ciptaan lain yang
mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi cermin sifat-sifat
ilahi yang sesungguhnya. (Asmaran, 2002)
Menurut Muhammad Iqbal, konsep Ibn Arabi dan Al Jilli tersebut,
melemahkan khudi dan membunuh individualitas. Konsep insan kamil
menurut Muhammad Iqbal adalah makhluk moralis, yang dianugerahi
kemampuan rohani dan agamawi, yang untuk menumbuhkan kekuatan di
dalam dirinya ia senantiasa meresapi dan menghayati akhlak ilahi.
Konsepsi Muhammad Iqbal tentang Insan al-Kamil bermuara kepada
sebuah pribadi yang mampu menciptakan sejarahnya sendiri, sehingga
melahirkan kehidupan yang berakhlak ilahiah, yaitu sifat-sifat ilahi yang
ditumbuhkan pada diri manusia yang dapat menciptakan peradaban
manusia dimuka bumi ini dengan sikap iman dan amal sholeh. (Iqbal,
2002)
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep mengenai insan kamil?
2. Bagaimanakah hakikat insan kamil?
3. Bagaimanakah insan kamil menurut perspektif Muhammad Iqbal?
1.3. Tujuan

1
1. Dapat mengetahui konsep insan kamil.
2. Dapat mengetahui hakikat insan kamil.
3. Dapat mengetahui insan kamil menurut perspektif Muhammad Iqbal.

2
2. PEMBAHASAN
2.1. Konsep Insan Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata Insan dan kamil.
Secara harfiah, Insan berarti manusia. dan kamil berarti yang sempurna,
Insan itu makhluk yang mempunyai daya nalar, berilmu dan beradab.
Dengan demikian, Insan kamil berarti manusia yang sempurna. Kata Insan
menunjukkan pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti
manusia dari segi sifatnya, bukan fisiknya. Dalam bahasa Arab kata Insan
mengacu kepada sifat manusia yang beriman dan beramal shaleh serta
terpuji seperti kasih sayang, mulia dan lainnya. Selanjutnya kata Insan
digunakan oleh para filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan pada
arti manusia secara totalitas yang secara langsung mengarah pada hakikat
manusia.
Adapun kata kamil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna, dan
digunakan untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal itu
terjadi melalui terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti
ilmu, dan sifat yang baik lainnya. Dalam pembahasan insan kamil ini
ulama berpendapat dengan beberapa pendapat bahwa Insan kamil ialah
manusia yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya.
Dalam kitab Futuhatil Makkiyah, Muhyiddin Ibnu ‘Arabi mengungkapkan
bahwa insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi bentuk dan
kompetensinya. Kesempurnaan dari segi bentuknya ialah karena insan
kamil merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada
dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan yang diamalkan secara
secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi kompetensinya ialah karena
dia telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni mengalami kesatuan
esensinya dengan Tuhan, yang disebut ittihad. (Rifa'i, 2016)
2.2. Hakikat Insan Kamil
Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan
pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia
merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya
tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun kesempurnaan

3
dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah mencapai tingkat
kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan,
yang disebut makrifat. Ibnu Arabi memandang insan kamil sebagai wadah
tajalli Tuhan yang paripurna. Pandangan demikian didasarkan pada
asumsi, bahwa segenap wujud hanya mempunyai satu realitas. Realitas
tunggal itu adalah wujud mutlak yang bebas dari segenap pemikiran,
hubungan, arah dan waktu. Ia adalah esensi murni, tidak bernama, tidak
bersifat dan tidak mempunyai relasi dengan sesuatu. Kemudian, wujud
mutlak itu ber-tajalli secara sempurna pada alam semesta yang serba
ganda ini. Tajalli tersebut terjadi bersamaan dengan penciptaan alam yang
dilakukan oleh Tuhan dengan kodrat-Nya dari tidak ada menjadi ada
(creatio ex nihilo).
Bagi para sufi, alam dunia adalah cermin dan sifat-sifat Tuhan dan nama-
nama indah-Nya (al-asma’ al-husna). Masing-masing tingkat eksistensi
yaitu mineral, tumbuhan dan hewan dipandang mencerminkan sifat-sifat
tertentu Tuhan. Di tingkat mineral, misalnya, keindahan Tuhan tercermin
sampai batas tertentu, dalam batubatuan atau logam mulia. Demikian juga
dalam dunia tumbuh-tumbuhan ribuan jenis bunga-bunga dengan aneka
warnanya yang unik dan serasi tidak henti-hentinya mengilhami para
penyair dengan inspirasi yang sangat mengesankan. Begitu pula, pesona
yang diberikan oleh berbagai jenis hewan yang sangat beraneka bentuk
dan posturnya. Tetapi dari semua makhluk yang ada di alam dunia, tidak
ada yang bisa mencerminkan sifat-sifat Tuhan secara begitu lengkap
kecuali manusia. Ini karena manusia sebagai mikrokosmos yang
terkandung di dalamnya seluruh unsur kosmik, bisa mencerminkan seluruh
sifat Ilahi dengan sempurna, ketika ia telah mencapai tingkat
kesempurnaannya, yang disebut insan kamil, manusia sempurna, atau
manusia universal.
Kesempurnaan insan kamil itu pada dasarnya disebabkan karena pada
dirinya Tuhan ber-tajalli secara sempurna melalui hakikat Muhammad (al-
haqiqah alMuhammadiyah). Hakikat Muhammad (nur Muhammad)
merupakan wadah tajalli Tuhan yang sempurna dan merupakan makhluk

4
yang paling pertama diciptakan oleh Tuhan. Jadi, dari satu sisi, insan kamil
merupakan wadah tajalli Tuhan yang paripurna, sementara disisi lain, ia
merupakan miniatur dari segenap jagad raya, karena pada dirinya
terproyeksi segenap realitas individual dari alam semesta, baik alam fisika
maupun metafisika. Hati insan kamil berpadanan dengan arasy Tuhan,
“ke-Aku-an”nya sepadan dengan kursi Tuhan, peringkat rohaninya dengan
sidratul muntaha, akalnya dengan pena yang tinggi, jiwanya dengan lauh
mahfuz, tabiatnya dengan elemen-elemen, kemampuannya dengan hayula,
tubuhnya dengan haba’ dan lain-lain. Bani Adam secara potensial adalah
insan kamil, meski hanya di kalangan para nabi dan wali saja potensi itu
menjadi aktual.
Al-Jili membagi insan kamil atas tiga tingkatan. Tingkat pertama
disebutnya sebagai tingkat permulaan (al-bidayah). Pada tingkat ini insan
kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat Ilahi pada dirinya.
Tingkat kedua adalah tingkat menengah (at-tawasut). Pada tingkat ini
insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat kemanusiaan yang terkait dengan
realitas kasih Tuhan (al-haqaiq ar-rahmaniyah). Sementara itu,
pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini juga telah
meningkat dari pengetahuan biasa, karena sebagian dari hal-hal yang gaib
telah dibukakan Tuhan kepadanya. Tingkat ketiga ialah tingkat terakhir
(al-khitam). Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra
Tuhan secara utuh. Di samping itu, ia pun telah dapat mengetahui rincian
dari rahasia penciptaan takdir. Dengan demikian pada insan kamil sering
terjadi hal-hal yang luar biasa. Akan tetapi, insan kamil yang muncul
dalam setiap zaman, semenjak Adam a.s. tidak dapat mencapai peringkat
tertinggi, kecuali Nabi Muhammad saw.
Jadi setiap manusia secara potensial merupakan citra Tuhan, pada insan
kamil potensi itu menjadi aktual, karena pada dirinya termanifestasi nama-
nama dan sifat Tuhan. Tetapi citra itu belum sempurna sampai ia
menyadari kesatuan esensialnya dengan Tuhan. Setiap insan kamil adalah
sufi, karena kesadaran seperti itu hanya bisa diperoleh di dalam tasawuf.

5
2.3. Insan Kamil Perspektif Muhammad Iqbal
Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya
terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur
ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan
kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang
dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan
dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi.
Perwakilan Ilahi di dunia ini adalah bentuk perkembangan diri yang tertinggi.
Insan kamil adalah khalifah (wakil) Tuhan di dunia ini. Pada dirinya terjalin
berbagai unsur jiwa yang kontradiktif. Unsur-unsur tersebut disatukan oleh
kekuatan kerja yang besar yang didukung oleh pikiran, ingatan, akal budi,
imaginasi, dan temperamen yang berpadu dalam dirinya; sehingga ketidak
selarasan kehidupan mental menjadi keharmonisan dalam dirinya. Dia
mencintai kesulitan dalam perkembangan hidupnya, kehendaknya adalah
kehendak Ilahi. Insankamil menurut versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin
sejati yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan dan
kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tercermin
dalam akhlaq nabawi.
Figur insan kamil menurut Iqbal adalah diri Rasulullah Muhammad SAW
yang seluruh hidup dan kehidupannya dipergunakan untuk menjalankan dan
menegakkan kalimatullah, menegakkan kemanusiaan dengan penuh semangat
dan kreativitas. Rasulullah Muhammad SAW telah mi’raj “ke langit” dan
memperoleh pengalaman spiritual yang setinggi tingginya, namun demikian,
Rasulullan Muhammad SAW tetap juga kembali kedunia ini. Orang kebatinan
seandainya berhasil mencapai pengalaman spiritual setinggi-tingginya itu,
maka dia tiada menghendaki untuk kembali dari ketenangan pengalamannya
itu. Seandainya toh kembali, kembalinya itu tiada banyak berarti bagi umat
manusia.
Rasulullah Muhammad SAW kembali ketengah kehidupan umatnya,
meskipun beliau telah mencapai puncak ketenangan dari pengalaman spiritual
tertinggi. Kembalinya Rasulullah adalah kreatif, yakni untuk mengawasi
kekuatan sejarah dan menciptakan suatu dunia yang normal.Pandangan Iqbal

6
tentang figur insan kamil itu sesuai dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an surat al-
anbiya ayat 107 dan surat al-ahzab ayat 21. “Dan tiadalah kami mengutusmu
(Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Demikian cita Iqbal tentang
insan kamil sebagai bentuk manusia ideal, dan merupakan tingkat kedirian
tertinggi yang mungkin di capai oleh setiap diri. Insan kamil Iqbal
dilatarbelakangi oleh kerinduan terhadap Tuhan dan rasa tanggung jawab
sebagai wakil (khalifah) Tuhan di bumi; dan menemukan bentuknya pada diri
Rasulullah Muhammad SAW. (Iqbal, 2002)

7
3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini

masih memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan

agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rifa'i, M. K. (2016). Internalisasi Nila-Nilai Religius Berbasis Multikultural

Dalam Membentuk Insan Kamil. Jurnal Pendidikan Agama Islam.

Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Iqbal, Muhammad, 2002, Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, terj.

Didik Komaidi, Yogyakarta: Lazuardi.

Akilah Mahmud. INSAN KAMIL PRESPEKTIF IBNU ARABI. Sulesana

Volume 9 no 2 Tahun 2014.

Rodiah Ahmad Syadzali, 2015, Menyelami Hakikat Insan Kamil Muhammad

Nafis Al-Banjari dan Abdush-Shamad Al-Falimbani Dalam Kitab Ad-

Durran An-Nafis dan Siyar As-Salikin.

Anda mungkin juga menyukai