Repeat Breeding adalah sapi betina yang mempunyai siklus dan periode birahi yang
normal yang sudah dikawinkan 2 kali atau lebih dengan pejantan fertil atau diinseminasi
dengan semen pejantan fertil tetapi tetap belum bunting
- Penyebab
Kegagalan fertilisasi
a. Kelainan anatomi saluran reproduksi
Tersumbatnya tuba falopii
Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium
Lingkungan dalam uterus yang kurang baik
Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi.
b. Kelainan ovulasi
Kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana
karena kekurangan atau kegagalan pelepasan LH
Ovulasi yang tertunda (delayed ovulation).
Sel telur yang abnonormal
Ketidakseimbangan dari hormon akan menyebabkan ovulasi yang
tidak normal, sedangkan ovulasi yang tidak normal akan menyebakan sel
telur yang dihasilkan tidak normal juga. Bentuk sel telur yang
menyimpang dari ciri-ciri di atas dapat dikatakan sebagai sel telur yang
tidak normal dan akan segera mati atau apabila dibuahi maka akan
menghasilkan zigot yang lemah.
Sperma abnormal
Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan
kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii.
Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang bentuknya
abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita kawin
berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin berulang.
Kematian embrio dini = Kematian embrio menunjukkan kematian dari ovum
dan embrio yang fertil sampai akhir dari implantasi.
- Gejala Klinis = gejala birahi
Repeat awal (>25 hari post IB) = Kegagalan Fertilisasi, kematian embrio dini
Repeat akhir (35-50 hari post IB) = kematian embrio dini
- Diagnosis
Pemeriksaan klinis pada alat reproduksi betina
a. Pemeriksaan melalui eksplorasi rektal
b. Pemeriksaan dengan menggunakan alat endoskop pada saluran reproduksi
c. Pemeriksaan dengan palpasi serviks uteri dan vagina.
Berdasarkan gejala klinis dan recording dari sapi tersebut
Untuk menentukan jumlah populasi bakteri maka dapat digunakan biopsi pada
cairan uterus dan vagina.
Pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi kelaian genetik pada hewan
Laparotomi, untuk mendeteksi kelainan pada organ reproduksi
- Terapi
Repeat awal (>25 jam post IB) = Kegagalan Fertilisasi, kematian embrio
Pemberian GnRH 2,5 ml saat IB. 4-5 jam post IB diberikan HCG (corulon :
1500 IU)
Repeat akhir (35-50 jam post IB) = kematian embrio dini
Pemberian GnRH 11-12 jam post IB diberi GnRH 2,5 ml
Infeksi sub klinis : pre dan post IB diberikan antibitik
2. Prolaps Uteri adalah suatu kondisi keluarnya uterus karena adanya tekanan yang
mendorong ke luar tubuh melalui liang vagina
- Penyebab
Ternak selalu dikandangkan
Tingginya hormon estrogen
Tekanan intra abdominal saat berbaring
Kelainan genetic
Ternak di kandang dengan bagian belakang lebih rendah daripada bagian
depan
- Gejala Klinis
Nafsu makan dan minum turun
Ternak gelisah
Ternak biasanya berbaring tetapi dapat pula berdiri dengan uterus
menggantung ke belakang
Selaput fetus dan atau selaput mukosa uterus terbuka dan biasanya
terkontaminasi dengan feses, jerami, kotoran atau gumapalan darah
Uterus membesar dan udematus terutama bila kondisi ini telah berlangsung 4-
6jam atau lebih
- Diagnosa
Memperhatikan adanya uterus yang menggantung di luar vulva dengan
mukosanya yang berada di luar, dan disertai terlihat karunkula pada mukosa uterus
- Pencegahan
Membuat desain lantai kandang yang tidak terlalu miring
Ternak di exercise
Kontrol manajemen pakan sehingga ternak yang bunting tidak mengalami
kegemukan
3. Endometritis adalah penyakit uterus yang disebabkan infeksi bakteri.
- Penyebab = mikroorganime kelompok bakteri antara lain bakteri Escherichia coli,
Pyogenes arcanobacterium dan virus
- Gejala Klinis = lendir berbau busuk yang meleleh keluar dari vulvanya
- Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan leleran uterus sapi betina 21 hari setelah melahirkan
dengan menggunakan alat Metricheck. Sapi betina yang akan diperiksa di restrain
terlebih dahulu. Vulva dibersihkan dengan air bersih. Setelah itu, Metricheck
disterilkan dengan alkohol 70% dan dilumuri dengan Pelicin Ultrasoud Gel (Cosmo
Med®). Kemudian, alat dimasukkan ke dalam vagina sampai terasa tertahan di mulut
cervik dan dikeluarkan. Hasil leleran uterus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam
cawan petri untuk dilakukan pengamatan.
Penetapan sapi endometritis dengan melihat nilai skoring leleran uterus dengan
kriteria (0= tidak ada leleran, 1= leleran transparan, 2= leleran kental dengan bercak
nanah, 3= leleran kental bernanah dengan kondisi nanah dibawah 50%, 4= leleran
bernanah dengan kondisi nanah diatas 50%, 5= leleran yang berbau). Leleran uterus
skoring 0-1 dinyatakan normal atau negatif endometritis dan skoring 2-5 dinyatakan
tidak normal atau positif endometritis.
- Terapi pemberian PGF2α dan antibiotik secara intrauterine pada sapi perah