LAPORAN PENDAHULUAN P E R S A L I N A N N O R M A L
Disusun Oleh:
WAHIDA
226410035
JOMBANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui
Hari : Kamis
Tanggal : 1 Desember 2022
Mahasiswa
(WAHIDA)
Mengetahui,
( )
( )
Kepala Ruangan
( )
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui
Hari : Kamis
Tanggal : 1 Desember 2022
Mahasiswa
(WAHIDA)
Mengetahui,
( )
( )
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN NORMAL
A. Konsep Teori
1. Definisi
Menurut Mitayani (2016) Intranatal merupakan suatu proses
terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Menurut WHO
(2015) persalinan atau kelahiran dapat dikatakan normal apabila usia
kehamilan cukup bulan (37 - 40 minggu), persalinan terjadi secara spontan,
presentasi belakang kepala, berlangsung tidak lebih dari 18 jam, tidak ada
komplikasi pada ibu maupun janin.
Persalinan atau partus adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan di anggap normal apabila prosesnya
tejadi pada usia kehamilan cukup bulan tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu dikatakan belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (Damayanti, dkk, 2017).
Berdasarkan definisi menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa persalinan normal merupakan suatu proses pengeluaran bayi, plasenta dan
selaput ketuban dari uterus ibu tanpa adanya komplikasi atau penyulit bagi ibu
dan bayi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 40 minggu).
2. Etiologi
Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori – teori yang
kompleks, faktor – faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan nutrisi di sebut sebagai faktor- faktor yang
mengakibatkan persalinan mulai. Menurut Manuaba (2012) mulai dan
berlangsungnya persalinan, antara lain:
a. Teori penurunan hormone
Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira–kira
1–2 minggu sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja
sebagai penenang bagi otot–otot uterus dan akan menyebabkan
kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesterone
turun.
b. Teori plasenta menjadi tua
Villi korialis mengalami perubahan–perubahan, sehingga kadar estrogen
dan progesterone menurun yang menyebabkan kekejangan pembuluh
darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori berkurangnya nutrisi pada janin
Jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera di
keluarkan.
d. Teori distensi Rahim
Keadaan uterus yang terus menerus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan
faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
menjadi degenerasi.
c. Teori iritasi mekanik
Tekanan pada ganglio servikale dari pleksus frankenhauser yang
terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus
akan timbul.
d. Induksi partus (induction of labour) Partus dapat di timbulkan dengan
jalan:
1) Gagang laminaria: beberapa laminaria di masukkan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser.
2) Amniotomi: pemecahan ketuban.
3) Oksitosin drips: pemberian oksitosin menurut tetesan infus.
3. Manifestasi Klinis
a. Tanda persalinan sudah dekat
1) Terjadi lightening : Menjelang minggu ke 36 pada primigravida
terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk
pintu atas panggul yang disebabkan :
a) Kontraksi Braxton hicks
b) Ketegangan dinding perut dan ketegangan ligamentum rotandum
c) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah
2) Masuknya kepala bayi kepintu atas panggul dirasakan ibu hamil :
a) Terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang
b) Dibagian bawah terasa sesak
c) Terjadi kesulitan saat berjalan
d) Sering miksi (sering BAK)
3) Terjadinya His permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks
dikemukan sebagi keluhan karena dirasakan sakit dan
mengganggu terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen,
progesterone, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesterone
makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi
yang lebih sering sebagai his palsu.
b. Tanda Persalinan
1) Terjadinya His persalinan , His persalinan mempunyai sifat :
a) Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya
makin besar.
c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d) Makin beraktifitas (jalan) kekuatan makin bertambah
2) Pengeluaran Lendir dan darah (pembawa tanda), Dengan his
persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a) Pendataran dan pembukaan
b) Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis
servikalis lepas.
c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
3) Pengeluaran Lendir dan darah (pembawa tanda), Dengan his
persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a) Pendataran dan pembukaan
b) Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis
servikalis lepas
c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
d) Pengeluaran Cairan
Ada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang
menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian ketuban baru pecah
menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban
diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
2. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut Mochtar (2016) faktor yang mempengaruhi persalinan diantaranya:
a. Power atau tenaga
Power utama pada persalinan adalah tenaga atau kekuatan yang
dihasilkan oleh kontraksi dan retraksi otot-otot Rahim. Geralan
memendek dan meneval otot-otot Rahim yang terjadi sementara waktu
disebut kontraksi. Kontraksi ini terjadi diluar sadar sedangkan retraksi
mengejan adalah tenaga kedua (otot-otot perut diafragma) digunakan
dalam kala II persalinan. Tenaga dipakai untuk mendorong bayi
keluar dan merupakan kekuatan eksplusi yang dihasilkan oleh otot-otot
volunteer ibu.
b. Passage atau jalan lahir
Janin lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul,
dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat
melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus
normal.
c. Passanger
1. Janin: bagian yang paling besar dank eras adalah kepala janin. Posisi
dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan
2. Sikap (habitus): meunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan
sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya
dalam sikap fleksi, dimana kepala, tulang punggung dan kaki dalam
keadaan fleksi serta lengan bersilang didada.
3. Letak janin: bagian sumbu panjang janin berada berhadapan sumbu
ibu, misalnya letak lintang dimana sumbu janin sejajar dengan
sumbu panjang ibu.
4. Presentasi: menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah
Rahim yang dapar dijumpai pada [al[asi atau pemeriksaan
dalam. Contoh: presentasi kepala, bokong atau bahu
5. Posisi: indicator untuk menentukan arah bagian terbawah janin
apakah sebelah kanan, kiri, depan atauoun belakang.
6. Plasenta: harus melalui jalur lahir, yang menyertai janin
namun
plasenta jarang menghambat pada persalinan normal.
d. Psikologis
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah
benar- benar terjadi realistis kewanitaan sejati yaitu munculnya rasa
bangga bisa melahirkan anak. Mereka seolah-olah mendapatkan
kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu
keadaan yang belum pasti sekarang menjadi hal yang nyata.
e. Penolong
Mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada
ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan
penolong dalam menghadapi proses persalinan.
3. Fase Persalinan
Menurut Bandiyah (2009) proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:
a. Kala I
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks
hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala satu
dibagi menjadi 2 fase yaitu :
1) Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan serviks secara bertahap. Pembukaan serviks
kurang dari 4 cm dan biasanya berlangsung dibawah 8 jam.
2) Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi
dianggap adekuat/ memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih. Serviks
membuka dari 3 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau
lebih perjam dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Dapat
dibedakan menjadi tiga fase :
a) Akselerasi : pembukaan dari 3 cm menjadi 4 cm yang
membutuhkan waktu 2 jam
b) Dilatasi maksimal : pembukaan dari 4 cm menjadi 9 cm dalam
waktu 2 jam
c) Deselarasi : pembukaan menjadi lambat, dari 9 menjadi 10
cm dalam waktu 2 jam Fase-fase tersebut dijumpai pada
primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan
tetapi pada fase laten, fase aktif deselerasi akan terjadi lebih
pendek. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
pada primigravida dan multigravida. Pada premi osteum uteri
internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis baru kemudian osteum uteri eksternum
membuka. Pada multigravida osteum uteri internum sudah
sedikit terbuka. Osteum uteri internu dan eksternum serta
penipisan dan pendataran terjadi dalam saat yang sama.
b. Kala II
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua dikenal juga
sebagai kala pengeluaran. Ada beberapa tanda dan gejala kala dua
persalinan :
1) Ibu merasakan keinginan meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi
2) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau
vaginanya.
3) Perineum terlihat menonjol
4) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka
5) Peningkatan pengeluaran lender dan darah Diagnosis kala dua
persalinan dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan
dalam yang menunjukkan :
a) Pembukaan serviks telah lengkap
b) Terlihatnya bagian kepala bayi pada introitus vagina
c. Kala III
Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta.
1) Fisiologi kala tiga
Otot uterus berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga
uterus secara tiba-tiba setelah lahinya bayi. Penyusutan ukuran
rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
implantasi plasenta. Karena tempat implantasi menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
menekuk, menebal kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah
lepas plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas
vagina.
2) Tanda-tanda lepasnya plasenta
a) Perubahan ukuran dan bentuk uterus
b) Tali pusat memanjang
b) Semburan darah tiba-tiba
Kala III terdiri dari 2 fase :
1) Fase pelepasan uri
Cara lepasnya uri ada beberapa cara :
a) Schultze: lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini paling
sering terjadi. Yang lepas duluan adalah bagian tengah lalu terjadi
retroplasental hematoma yang menolak uri mula-mula pada
bagian tengah kemudian seluruhnya. Menurut cara ini
perdarahan ini
biasanya tidak ada sebelum uri lahir.
b) Duncan: lepasnya uri mulai dari pinggir, jadi pinggir uri lahir
duluan. Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Atau
serempak dari tengah dan pinggir plasenta.
2) Fase pengeluaran uri
a) Kustner: dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada/di
atas simfisis. Tali pusat diteganggangkan maka bila tali pusat
masuk artinya belum lepas, bila diam atau maju artinya sudah
lepas.
b) Klein: sewaktu ada his, rahim kita dorong, bila tali pusat
kembali artinya belum lepas. Diam atau turun artinya lepas.
c) Strassman: tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus,
bila tali pusat bergetar artinya belum lepas. Tak bergetar
artinya sudah lepas.
d) Jika plasenta tidak keluar selama 30 menit setelah kelahiran
bayi maka dilakukan eksplorasi.
d. Kala IV
Kala empat persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir
selama 2 jam. Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi
karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan, antara lain :
1) Tingkat kesadaran ibu
2) Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi, pernafasan
3) Kontraksi uterus
4) Terjadinya perdarahan : Perdarahan dianggap masih normal
bila jumlahnya tidak melebihi 400 – 500 cc
4. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan adalah gerakan posisi yang dilakukan janin untuk
menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu. Terdapat delapan gerakan posisi
dasar yang terjdai ketika janin berada dalam presentasi vertex sefalik.
Gerakan tersebut, sebagai berikut:
1. Engagement
Terjadi ketika diameter biparietal kepala janin telah melalui pintu
atas
panggul.
2. Penurunan Kepala
Penurunan kepala lengkap terjadi selama persalinan oleh karena itu
keduanya diperlukan untuk terjadi bersamaan dengan mekanisme
lainya.
3. Fleksi Rotasi Internal
Hal yang sangat penting untuk penurunan lebih lanjut. Melalui
penurunan ini diameter Sub oksipitobregmantika yang lebih kecil
digantikan dengan diameter kepala janin tidak dalam keadaan fleksi
sempurna, atau tidak berada dalam sikap militer atau tidak dalam
keadaan beberapa derajat ekstensi.
4. Rotasi Internal
Menyebabkan diameter anteroposterior kepala janin menjadi sejajar
dengan diameter anteroposterior pelvis ibu. Paling biasa terjadi adalah
oksipot berotasi ke bagian anterior pelvis ibu, dibawah simfisis pubis.
5. Pelahiran Kepala
Pelahiran kepala berlangsung melalui ekstensi kepala untuk
mengeluarkan oksiputanterior. Dengan demikian kepala dilahirkan
dengan ekstensi seperti, oksiput, sutura sagitalis, fontanel anterior, alis,
orbit, hidung, mulut, dan dagu secara berurutan muncul dari perineum.
6. Restitusi
Rotasi kepala 450 baik kearah kanan maupun kiri, berantung pada
arah dari tempat kepala berotasi ke posisi oksiput-anterior.
7. Rotasi Eksternal
Terjadi pada saat bahu berotasi 450, menyebabkan diameter bisakromial
sejajar dengan diameter anteroposterior pada pnitu bawah panggul. Hal
ini menyebabkan kepala melakukan rotasi eksteral lain sebesar 450 ke
posisi LOT atau ROT, bergantung arah restuisi.
8. Pelahiran Bahu dan Tubuh dengan Fleksi Laterral melalui Sumbu Arcus.
Sumbu carcus adalah ujung keluar paling bawah pada pelvis. Bahu
anterior kemudian terlihat pada orifisum vulvovaginal, yang
menyentuh di bawah simfisis pubis, bahu posterior kemudian
menggembugkan perineum dan lahir dengan posisi ateral. Setelah bahu
lahir, bagian badan yang tersisa mengikuti sumbu Carus dan segera
lahir (Varney, 2017).
5. Langkah-langkah Menolong Persalinan
58 langkah menolong persalinan menurut WHO (2018) diantaranya :
1. Langkah 1
Mendengarkan, melihat, dan memeriksa gejala serta
tanda kala dua sebagai berikut:
• Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran;
• Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat
pada rektum dan vagina
• Perineum tampak menonjol
• Vulva dan sfingter ani membuka.
2. Langkah 2
Memastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial
untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan
bayi baru lahir. Untuk asfiksia, yaitu: tempat tidur datar dan keras, 2
kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan
jarak 60 cm dari tubuh bayi.
• Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi, dan
mengganjal bahu bayi
• Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partus set.
3. Langkah 3
Mengenakan atau memakai celemek plastik.
4. Langkah 4
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, mencuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian mengeringkan
tangan dengan tisue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5. Langkah 5
Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.
6. Langkah 6
Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (menggunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT dan steril, memastikan tidak
terkontaminasi pada alat suntik).
7. Langkah 7
Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang
dibasahi air DTT.
• Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
membersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
• Membuang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia
• Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (mendekontaminasi,
melepaskan, dan merendam dalam larutan klorin 0,5%).
8. Langkah 8
• Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap
• Melakukan amniotomi bila selaput ketuban dalam belum pecah dan
pembukaan sudah lengkap.
9. Langkah 9
Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian
melepaskan dan merendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan
dilepaskan.
10. Langkah 10
Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi
uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160
x/menit).
• Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
• Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
11. Langkah 11
• Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik, serta membantu ibu dalam menemukan posisi
yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya
• Menunggu hingga timbul rasa ingin meneran, melanjutkan
pemantauan kondisi ibu dan janin, memantau kenyamanan ibu
(mengikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif), dan
mendokumentasikan sesuai temuan yang ada
• Menjelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar.
12. Langkah 12
Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (jika ada rasa
ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, membantu ibu ke posisi
setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan memastikan ibu
merasa nyaman).
13. Langkah 13
Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada
dorongan kuat untuk meneran dengan cara sebagai berikut:
• Membimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
• Mendukung dan beri semangat pada saat meneran dan memperbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai
• Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
• Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
• Menganjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
• Memberikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
• Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
• Segera merujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah
120 menit atau 2 jam meneran pada primigravida, dan 60 menit
atau 1 jam meneran pada multigravida.
14. Langkah 14
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
60 menit.
15. Langkah 15
Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16. Langkah 16
Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Langkah 17
Membuka tutup partus set dan memerhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan.
18. Langkah 18
Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka melindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan
kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Menganjurkan
ibu untuk meneran
perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Langkah 20
• Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan mengambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan segera melanjutkan
proses kelahiran bayi.
• Jika tali pusat melilit leher secara longgar, melepaskan lewat
bagian atas kepala bayi
• Jika tali pusat melilit leher secara kuat, mengeklem tali pusat di
dua tempat dan memotong diantara klem tersebut.
21. Langkah 21
Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Langkah 22
Memegang secara biparietal setelah kepala melakukan putaran paksi
luar. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Secara lembut
menggerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian menggerakkan arah atas dan
distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Langkah 23
Menggeser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan, dan siku sebelah bawah setelah kedua bahu lahir.
Menggunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan
dan siku sebelah atas.
24. Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
ke punggung, bokong dan kaki. Memegang kedua mata kaki
(memasukkan telunjuk diantara kaki dan memegang masing-masing
mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
25. Langkah 25
• Melakukan penilaian (selintas) sebagai berikut:
Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
• Apakah bayi bergerak dengan aktif?, Jika bayi tidak bernapas atau
megap-megap, segera melakukan tindakan resusitasi (Langkah 25
ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir
dengan asfiksia).
26. Langkah 26
• Mengeringkan dan memosisikan tubuh bayi di atas perut ibu.
• Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya (tanpa membersihkan verniks), kecuali bagian tangan
• Mengganti handuk basah dengan handuk kering
• Memastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
27. Langkah 27
Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).
28. Langkah 28
Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar
uterus berkontraksi baik).
29. Langkah 29
Menyuntikkan oksitosin 10 unit (intramuskular) di 1/3 paha atas bagian
distal lateral (melakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin)
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir.
30. Langkah 30
Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem (dua menit setelah
bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Pada sisi
luar klem penjepit, mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu)
dan melakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Langkah 31
Memotong dan mengikat tali pusat dengan cara sebagai berikut:
• Mengangkat tali pusat yang telah dijepit dengan satu tangan
kemudian melakukan pengguntingan tali pusat (melindungi perut
bayi) di antara dua klem tersebut
• Mengikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan
melakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul kunci
• Melepaskan klem dan memasukkan dalam wadah yang telah
tersedia.
32. Langkah 32
Melakukan persiapan inisiasi menyusui dini dengan cara sebagai
berikut:
• Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi;
• Meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu
• Meluruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di
dinding dada-perut ibu
• Mengusahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan
posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Langkah 33
Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala
bayi.
34. Langkah 34
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35. Langkah 35
Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu yaitu pada tepi
atas simfisis untuk mendeteksi dan tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Langkah 36
Menegangkan tali pusat ke arah bawah setelah uterus berkontraksi,
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso
kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri).
Menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik
kemudian mengulangi prosedur di atas. Meminta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu jika uterus
tidak segera berkontraksi.
37. Langkah 37
• Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta
terlepas. Meminta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai kemudian ke arah atas mengikuti poros
jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial).
• Jika tali pusat bertambah panjang memindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta
• Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat
maka:
• Memberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
• Melakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
• Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan;
• Mengulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
• Segera merujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah
bayi lahir
• Melakukan plasenta manual jika terjadi perdarahan.
38. Langkah 38
Melahirkan plasenta dengan kedua tangan saat plasenta muncul di
introitus vagina. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian melahirkan dan menempatkan plasenta pada
wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek memakai
sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa
selaput kemudian menggunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau
steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Langkah 39
Melakukan masase uterus segera setelah plasenta dan selaput
ketuban lahir. Meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan
masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras). Melakukan tindakan yang
diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan
rangsangan taktil/ masase.
40. Langkah 40
Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan
memastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukkan plasenta ke
dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Langkah 41
Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Langkah 42
Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
43. Langkah 43
• Memberi cukup waktu untuk terjadi kontak kulit ibu dan bayi (di
dada ibu paling sedikit satu jam).
• Sebagian besar bayi berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar
10- 15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara;
• Membiarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun
bayi sudah berhasil menyusu.
44. Langkah 44
Melakukan penimbangan/ pengukuran bayi, memberi tetes mata
antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha
kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu dan bayi.
45. Langkah 45
• Memberikan suntikan imunisasi Hepatitis B(setelah satu jam
pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral
• Meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu
bisa disusukan
• Meletakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam satu jam pertama dan membiarkan sampai bayi
berhasil menyusu.
46. Langkah 46
Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam sebagai berikut:
• 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
• Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan
• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
• Melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
47. Langkah 47
Mengajarkan ibu dan keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
48. Langkah 48
Mengevaluasi dan mengestimasi jumlah kehilangan darah.
49. Langkah 49
• Memantau TTV ibu sebgai berikut:
• Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama dua jam pertama persalinan
• Memeriksa temperatur ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan
• Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50. Langkah 50
Memeriksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5–
37,5ºCº).
51. Langkah 51
Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas
peralatan setelah didekontaminasi.
52. Langkah 52
Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
53. Langkah 53
Membersihkan badan ibu menggunakan air DTT kemudian
membersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan darah serta membantu
ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Langkah 54
Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu memberikan ASI, serta
menganjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55. Langkah 55
Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Langkah 56
Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalik
bagian dalam keluar, dan merendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
57. Langkah 57
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian mengeringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan
bersih.
58. Langkah 58
Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), memeriksa tanda
vital, dan asuhan kala IV.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium rutin (Hb, HbSAg dan urinalisis
serta proteinurine)
b. Pemeriksaan ultrasonografi
c. Pemantauan janin dengan cardiotocography (CTG)
d. Amniosentesis dan kariotiping.
5. Komplikasi Persalinan
a. Ketuban Pecah Dini, yaitu ruptur korion dan amnion 1 jam atau lebih
sebelum persalinan. Usia gestasi janin dan perkiraan viabilitas janin
mempengaruhi penatalaksanaannya. Penyebab yang tepat dan faktor-
faktor predisposisi yang spesifik tidak diketahui.
b. Persalinan Preterm, yaitu persalinan yang dimulai setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu. Penyebab preterm meliputi
ketuban pecah dini, preeklampsia, plasenta previa, solusio plasenta, dan
lain-lain.
c. Vasa Previa, adalah gangguan perkembangan yang jarang. Keadaan
ini bisa disebabkan pertumbuhan plasenta yang tidak merata atau
implantasi blastosit yang abnormal.
1. Nyeri akut b.d tekanan mekanis pada Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi derajat ketidaknyamanan
bagian presentasi 1x12 jam, diharapkan nyeri terkontrol dengan 2. Berikan tanda/ tindakan kenyamanan seperti
kriteria hasil: perawatan kulit, mulut, perineal dan alat-alat tenun
TTV yang kering
Pasien dapat mendemostrasikan nafas 3. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk
dalam dan teknik mengedan mengedan
4. Pantau tanda vital ibu dan DJJ
5. Kolaborasi pemasangan kateter dan anastesi
2. Penurunan curah jantung b.d fluktuasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Pantau tekanan darah dan nadi tiap 5 – 15 menit
aliran balik vena 1x12 jam diharapkan kondisi cardiovaskuler 2. Anjurkan pasien untuk inhalasi dan ekhalasi
pasien membaik dengan kriteria hasil: selama upaya mengedan
TD dan nadi dbn 3. Anjurkan klien / pasangan memilih posisi
Suplay O2 tersedia persalinan
4. yang mengoptimalkan
3. Risiko kerusakan integritas kulit Setelah asuhan keperawatan selama 1x12 jam, 1. Bantu klien dan pasangan pada posisi tepat
Diharapkan integritas kulit terkontrol dengan 2. Bantu klien sesuai kebutuhan
kriteria hasil: 3. Kolaborasi epiostomi garis tengah atau medic
Luka perineum tertutup (epiostomi) lateral
4. Kolaborasi terhadap pemantauan kandung kemih
dan kateterisasi
4. KALA III
a. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Klien tampak senang dan keletihan
2. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali normal dengan
cepat
Hipotensi akibat analgetik dan anastesi
Nadi melambat
3. Makan dan cairan
Kehilangan darah normal 250 – 300 ml
4. Nyeri / ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki dan menggigil
5. Seksualitas
Darah berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas
Tali pusat memanjang pada muara vagina
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d trauma jaringan setelah melahirkan
2. Risiko kekurangan volume cairan
3. Risiko cidera maternal
d. Intervensi
No. DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
1. Nyeri akut b.d trauma jaringan setelah Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Bantu penggunaan teknik pernapasan
Melahirkan selama1x12 jam, diharapkan nyeri terkontrol 2. Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan
dengan criteria hasil: 3. Ganti pakaian dan liner basah
Pasien dapat control nyeri 4. Berikan selimut penghangat
5. Kolaborasi perbaikan episiotomy
2. Risiko kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Selama 1. Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi
1x12 jam diharapkan cairan seimbang denngan 2. Kaji tanda vital setelah pemberian oksitosin
criteria hasil: 3. Palpasi uterus
TTV dbn 4. Kaji tanda dan gejala shock
Darah yang keluar ± 200 – 300 cc 5. Massase uterus dengan perlahan setelah pengeluaran
plasenta
6. Kolaborasi pemberian cairan parentral
3. Risiko cedera maternal Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Palpasi fundus uteri dan massase dengan perlahan
1x12 jam, diharapkan cidera terkontrol dengan 2. Kaji irama pernafasan
criteria hasil: 3. Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan
Plasenta keluar utuh larutan antiseptic
TTV dbn
4. Kaji perilaku klien dan perubahan system saraf
pusat
5. Dapatkan sampel darah tali pusat, kirim ke
laboratorium untuk menentukan golongan darah
bayi
6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
5. KALA IV
a. Pengkajian
1. Aktivitas
Dapat tampak berenergi atau kelelahan
2. Sirkulasi
Nadi biasanya lambat sampai (50-70x/menit) TD bervariasi, mungkin lebih rendah pada
respon terhadap analgesia/anastesia, atau meningkat pada respon pemberian oksitisin atau
HKK,edema, kehilangan darah selama persalinan 400-500 ml untuk kelahiran pervagina
600-800 ml untuk kelahiran saesaria
3. Integritas Ego
Kecewa, rasa takut mengenai kondisi bayi, bahagia
4. Eliminasi
Haemoroid, kandung kemih teraba di atas simfisis pubis
5. Makanan/cairan
Mengeluh haus, lapar atau mual
6. Neurosensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anastesi spinal
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Melaporkan nyeri, missal oleh karena trauma jaringan atau perbaikan episiotomy, kandung
kemih penuh, perasaan dingin atau otot tremor
8. Keamanan
Peningkatan suhu tubuh
9. Seksualitas
Fundus keras terkontraksi pada garis tengah terletak setinggi umbilicus, perineum bebas dan
kemerahan, edema, ekimosis, striae mungkin pada abdomen, paha dan payudara.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d efek hormone, trauma,edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis,
ansietas.
2. Penurunan koping keluarga b.d transisi/peningkatan anggota keluarga
3. Resiko kekurangan volume cairan
c. Intervensi
No. DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
1. Nyeri akut b.d efek hormone, Trauma Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji sifat dan derajat ketidaknyamanan
edema jaringan, kelelahan fisik dan selama 1x12 jam diharapkan pasien dapat 2. Beri informasi yang tepat tentang perawatan selama
psikologis, ansietas mengontrol nyeri, nyeri berkurang dengan periode pascapartum
Kriteria 3. Lakukan tindakan kenyamanan
hasil : 4. Anjurkan penggunaan teknik relaksasi
Pasien melaporkan nyeri berkurang 5. Beri analgesic sesuai kemampuan
Menunjukkan postur dan ekspresi wajah
rileks
Pasien merasakan nyeri berkurang pada
skala
nyeri (0-2)
2. Penurunan koping keluarga b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Selama 1. Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh
transisi/peningkatan anggota keluarga 1x12 jam diharapkan proses keluarga baik bayi
dengan kriteria hasil: 2. Observasi dan catat interaksi bayi
o Ada kedekatan ibu dengan bayi 3. Anjurkan dan bantu pemberian ASI, tergantung
pada pilihan klien
3. Resiko kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Selama 1. Tempatkan klien pada posisi rekumben
1x12 jam diharapkan cairan simbang dengan 2. Kaji hal yang memperberat kejadian intrapartal
criteria hasil: 3. Kaji masukan dan haluaran
TD dbn
4. Perhatikan jenis persalinan dan anastesi,
Jumlah dan warna lokhea kehilangan daripada persalinan
5. Kaji tekanan darah dan nadi setiap 15 menit
6. Dengan perlahan massase fundus bila lunak
7. Kaji jumlah, warna dan sifat aliran lokhea
8. Kolaborasi pemberian cairan parentral
DAFTAR PUSTAKA
Nuha Medika
Indonesia: Mocomedia
Damayanti, dkk. (2018). Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan II. Yogyakarta:
Deepublish.
Manuaba. (2017). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T
WHO. 2018. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan Rujukan. Jakarta : Kemenkes
RI