Anda di halaman 1dari 13

 

Hubungan Regulasi Diri Untuk Belajar dengan Pengambilan Keputusan Karir


Pada Mahasiswa Semester Akhir Program Sarjana Universitas Indonesia

Penyusun:
Ryan Pradipta Surjadi

Pembimbing:
Lucia Retno Mursitolaksmi Royanto

Abstrak:
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara regulasi
diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa semester akhir.
Pengukuran regulasi diri untuk belajar menggunakan alat ukur Self-regulated Learning
Interview Schedule Questionnaire (SRLIS-Q) yang disusun oleh Zimmerman dan Pons (1988)
serta diperbaharui oleh Purdie dan Hattie (1996) dan pengukuran pengambilan keputusan
karir menggunakan alat ukur Career Decision-Making Difficulties (CDDQ; Gati, Krausz &
Osipow, 1996). Partisipan berjumlah 122 mahasiswa Universitas Indonesia yang memiliki
karakteristik sebagai mahasiswa semester akhir. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
hubungan positif yang signifikan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan
keputusan karir pada mahasiswa (r = 0.345; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya,
semakin tinggi regulasi diri untuk belajar yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi
kemampuan pengambilan keputusan karir. Berdasarkan hasil tersebut, mahasiswa perlu
diberikan intervensi sedini mungkin mengenai regulasi diri untuk belajar, sebagai salah satu
faktor yang dapat meningkatkan pengambilan keputusan karir.

Kata Kunci: mahasiswa tingkat akhir ; pengampilan keputusan karir; regulasi diri untuk
belajar.

Abstract:
This research was conducted to find the correlation between self-regulated learning with
career decision-making among college students. Self-regulated learning was measured using
an instrument named Self-regulated Learning Interview Schedule Questionnaire (SRLIS-Q)
made by Zimmerman and Pons (1988) which later was modified by Purdie and Hattie (1996)
other hand career decision-making was measured using a modification instrument named
Career Decision-Making Difficulties (CDDQ) which was developed by Gati, Krausz &
Osipow (1996). Participants of this research were 122 senior year undergraduate student of
Universitas Indonesia. The main result of this research shows that self-regulated learning
positively correlated significantly with career decision-making (r = 0.345; p = 0.000,
significant at L.o.S 0.01). Thus this research conclusion is the higher self-regulated learning
prossess, means higher capability of their career decision-making. Based on research results,
individual needs to intervene student early in the self-regulated learning early in effort of
constructing their career decision-making.

Keywords: Self-regulated learning, career decision-making, senior year undergraduate


student.

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

1. Pendahuluan
Setiap manusia harus melalui tahapan perkembangannya dan pada akhirnya
diharapkan bisa menjadi manusia yang berguna dan produktif di bidang pekerjaan tertentu.
Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009) ada delapan tahapan tugas perkembangan
sepanjang rentang kehidupan manusia. Salah satu tahapan yang paling penting bagi kehidupan
adalah tahapan dewasa muda, hal itu dikarenakan produktivitas manusia berawal pada tahap
ini. Pada tahap ini salah satu tugas perkembangan manusia adalah membuat keputusan karir
dan keputusan pendidikan (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Berkenaan dengan tugas
perkembangan, setiap tugas perkembangan yang dilalui manusia haruslah dipenuhi. Karena
tugas perkembangan yang tidak dipenuhi akan menghambat penyelesaian tugas
perkembangan yang ada pada tahapan berikutnya, dimana tugas perkembangan berikutnya
adalah memperoleh kesuksesan karir. Apabila pada tahapan dewasa muda seseorang tidak
dapat memenuhi tugas perkembangan dalam mulai mencari pekerjaan, maka hal itu akan
mengganggu dalam memperoleh kesuksesan karir. Orang-orang yang kesulitan memperoleh
kesuksesan karir dapat mempengaruhui aspek lainnya, seperti aspek sosial dalam hal malu
bila dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, hingga akhirnya hal itu dapat menurunkan
kualitas hidup orang tersebut. Melihat dari tugas perkembangan tersebut setiap orang harus
mempersiapkan karirnya sejak berada pada institusi pendidikan. Ketika seseorang berada di
perguruan tinggi, maka seseorang harus sudah mengetahui bidang pekerjaan dan karir yang
akan digelutinya.
Pendidikan di bangku kuliah secara spesifik membekali seseorang guna
mempersiapkan diri ke dunia pekerjaan. Walaupun seseorang berkuliah di perguruan tinggi
yang baik serta memperoleh nilai yang baik, hal itu tidak menjamin ia akan mendapatkan
pekerjaan yang baik pula. Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (http://www.bps.go.id)
pengangguran terbuka yang disumbangkan oleh tamatan perguruan tinggi pada Agustus 2006
berjumlah 395.554 orang, sedangkan pada Agustus 2008 berjumlah 598.318 yang artinya
terdapat peningkatan sejumlah 202.764 orang atau sekitar 51,26% bila dibandingkan dengan
2006, dan pada Agustus 2010 berjumlah 710.128 dengan peningkatan sejumlah 111.810 atau
sekitar 18,68%. Faktor yang menyebabkan semakin tingginya pengangguran, menurut
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar pada tahun 2012 hal itu
dikarenakan adanya kesenjangan antara kualifikasi tenaga kerja dengan permintaan pasar
(http://kadinjateng.com). Dengan keterbatasan lapangan pekerjaan maka orang-orang yang

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

telah lulus perguruan tinggi mengalami kebingungan untuk menghadapi pekerjaan yang akan
digelutinya nanti dan bagaimana cara mencapainya.
Kebingungan para lulusan siap kerja mengenai pekerjaan yang akan digelutinya tentu
dapat dihindari apabila ia memiliki perencanaan karir yang baik. Menurut Dillard (1985)
perencanaan karir bertujuan untuk memperoleh kesadaran dan pemahaman diri, mencapai
kepuasan pribadi, mempersiapkan diri untuk memperoleh penempatan dan penghasilan yang
sesuai, dan efisiensi usaha dan penggunaan waktu. Seluruh tujuan perencanaan karir tersebut
tidak akan lengkap bila tidak ada pengambilan keputusan dalam karir yang akan digeluti, oleh
karena itu juga diperlukan sebuah pengambilan keputusan mengenai karir atau disebut sebagai
career decision-making. Pengambilan keputusan karir menurut Brown (2002) adalah sebuah
proses ketika seseorang mengintegrasikan pengetahuan mengenai dirinya dan mengenai
pekerjaan untuk mendapatkan keputusan pemilihan pekerjaan, selain itu Brown (2002) juga
mengatakan bahwa pengambilan keputusan karir merupakan sebuah proses yang tidak hanya
meliputi pemilihan karir tetapi melibatkan pembuatan komitmen untuk melakukan tindakan
penting untuk melaksanakan pilihan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan karir
merupakan hal yang penting dalam perencanaan karir, karena untuk merencanakan karir perlu
dilakukan pengambilan keputusan karir terlebih dahulu untuk mengetahui apa yang menjadi
tujuannya. Menurut Gati, Krausz dan Osipow (1996) mahasiswa bisa dikatakan telah
melakukan pengambilan keputusan karir apabila ia telah mengambil keputusan, menentukan
sejumlah alternatif yang dipersiapkan atas karirnya, dan mempertimbangkan beberapa aspek
dalam alternative yang ditentukan karirnya. Dengan melakukan pengambilan keputusan karir
mahasiswa dapat lebih termotivasi dalam melakukan kegiatan perkuliahannya karena sudah
mengambil keputusan mengenai karirnya. Sang mahasiswa pun dapat memiliki pandangan
yang jauh ke depan mengenai tujuan dan apa saja yang harus dilakukannya untuk mencapai
target karirnya karena sudah memutuskan karir yang akan digelutinya nanti.
Ketika melakukan pengambilan keputusan karir, setiap orang dituntut untuk dapat
berpikir kritis dan melakukan evaluasi diri (Brown, 2002). Penekanan tersebut akan lebih
terasa terutama pada mahasiswa, karena para mahasiswa merupakan orang-orang yang
terbiasa untuk berpikir analitis serta mampu berpikir secara lebih mendalam, hal itu juga
sesuai dengan masa perkembangan kognitifnya dimana pada usia remaja kemampuan berpikir
abstrak dan berpikir menggunakan alasan yang logis sedang berkembang (Papalia, Olds, dan
Feldman, 2009). Seorang mahasiswa harus bisa mengenal apa yang menjadi kelebihan dirinya
dan kekurangan dirinya, serta apa saja minat yang ia miliki. Apabila mahasiswa tersebut telah

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

dapat mengenali dirinya tentu mahasiswa tersebut harus mengetahui lebih jauh mengenai karir
apa yang diminatinya. Setelah mahasiswa dapat menentukan karir apa yang akan dijalaninya
nanti, seorang mahasiswa juga perlu melakukan pemikiran mendalam mengenai perencanaan
bagaimana cara mencapai targetnya tersebut.
Menurut Brown (2002) setidaknya ada empat hal yang mempengaruhi pengambilan
keputusan karir seseorang yaitu: (1) kesediaan untuk jujur menggali pengetahuan tentang diri
seperti nilai-nilai, kepentingan, dan keterampilan yang mengarahkan kepada mengetahui
indentitas diri; (2) motivasi untuk belajar tentang dunia kerja; (3) kesediaan untuk belajar dan
terlibat dalam pemecahan masalah karir dan pengambilan keputusan, termasuk kapasistas
untuk berpikir jernih mengenai masalah karir, percaya diri pada kemapuan diri untuk
mengambil keputusan, komitmen untuk mengikuti rencana yang sudah dijalankan, dan berani
bertanggung jawab untuk mengambil sebuah keputusan; (4) kesadaran tentang bagaimana
pikiran dan perasaan negatif dapat membatasi kemampuan untuk memecahkan suatu masalah,
pengambilan keputusan, kesediaan berbagi tanggung jawab bila diperlukan, dan kemampuan
untuk mengamati serta mengatur pemecahan masalah tingkat rendah dan proses pengambilan
keputusan. Keempat hal tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan pengambilan
keputusan karir seseorang harus bisa melakukan regulasi diri untuk mengarahkan dirinya
untuk mencapai keinginan serta target yang ia miliki.
Proses regulasi diri pada seseorang hanya dapat terjadi apabila seseorang melakukan
proses metakognisi (Zimmerman, 1990) yaitu setiap proses ketika seseorang melakukan
planning, setting-goals, organizing, self-monitoring, dan self-evaluating. Pelaksanaan
planning merupakan tahap perencanaan mengenai apa yang akan dilakukan. Tahap
perencanaan ini merupakan tahapan awal dalam melakukan regulasi diri agar dapat
menentukan tujuan dari apa yang akan dicapai. Mahasiswa yang melakukan planning akan
mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Tahapan
berikutnya adalah setting-goals, yaitu mahasiswa harus menentukan apa yang menjadi
targetnya dalam melakukan suatu hal. Setelah tahap setting-goals mahasiswa diminta untuk
melakukan organizing atau pengaturan terhadap pelaksanaan dari perencanaan yang sudah
dibuatnya di awal. Setelah itu tahapan berikutnya self-monitoring ketika mahasiswa
melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap dirinya sendiri mengenai rencana yang
sudah dibuat pada tahapan planning. Mahasiswa yang melakukan monitoring akan terus
berusaha untuk mengarahkan dirinya kepada rencana yang sudah dibuatnya di awal. Tahapan
yang terakhir adalah self-evaluating, yaitu mahasiswa melakukan refleksi mengenai apa yang
sudah dilakukannya, sehingga mahasiswa tersebut dapat mengetahui apa yang sudah baik dan

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

apa yang masih harus diperbaiki. Mahasiswa yang melakukan self-evaluating dapat mengenal
dirinya dan akan terus memperbaiki diri.
Kelima proses metakognisi tersebut dapat digunakan sebagai landasan utama untuk
menemukan cara terbaik dalam mencapai tujuannya, oleh karena itu metakognisi diperlukan
oleh seorang mahasiswa demi dapat melakukan perencanaan karir yang matang. Bagi
beberapa mahasiswa yang sudah terbiasa melakukan pengambilan keputusan mungkin tidak
akan merasa kesulitan dalam melakukan pengambilan keputusan karir, namun hal itu akan
berbeda pada mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan pengambilan keputusan secara
kompleks dan rumit. Mahasiswa yang tidak terbiasa mengambil keputusan besar tersebut
harus melakukan upaya belajar untuk mengambil keputusan serta mencapai targetnya
menggunakan proses metakognisi. Proses metakognisi untuk belajar mengatur dirinya sendiri
demi tercapainya target terdapat di dalam regulasi diri untuk belajar. Hal itu juga didukung
dengan pernyataan Zimmerman (1989) bahwa seseorang yang melakukan regulasi diri untuk
belajar adalah orang yang melakukan berbagai strategi dan tindakan khusus guna
meningkatkan pencapaiannya dalam belajar, yang melibatkan proses metakognisi, motivasi,
dan tindakan secara aktif (Zimmerman, 1990), dari pernyataan tersebut diketahui bahwa
proses metakognisi merupakan sebuah hal yang utama dalam pelaksanaan regulasi diri untuk
belajar.
Penelitian mengenai pengambilan keputusan karir terhadap mahasiswa, terutama
mahasiswa semester akhir program sarjana menjadi sangat penting karena mahasiswa
merupakan manusia yang sudah dipersiapkan untuk terjun di dunia pekerjaan. Mahasiswa
tingkat akhir yang dimaksud dalam hal ini adalah mereka yang berada pada semester 8 keatas.
Sebagian besar mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi akan bekerja, sedangkan hanya
sebagian kecil yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah: apakah terdapat
hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada
mahasiswa semester akhir program sarjana? Adapun penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada
mahasiswa semester akhir program sarjana. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kuantitatif.

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

2. Tinjauan Teoritis
2.1 Regulasi Diri Untuk Belajar

In general, student can be described as self-regulated to the degree that they are
metacognitively, motivationally and behaviorally active participants in their own
learning process.

Zimmerman (1986 dalam Zimmerman, 1989, hal. 329)

Menurut pernyataan Zimmerman tersebut dapat diketahui bahwa pelajar yang dapat
melakukan regulasi diri untuk belajar adalah pelajar yang mampu menggunakan
metakognisinya, motivasinya, dan tingkahlakunya secara aktif dalam belajarnya. Oleh karena
itu regulasi diri untuk belajar mempengaruhi banyak aspek demi tercapainya sebuah proses
belajar yang terencana. Banyaknya aspek yang dipengaruhi oleh regulasi diri untuk belajar
tersebut tentu akan menghasilkan strategi khusus dalam belajar, hal itu juga diucapkan oleh
Zimmerman (1989), yaitu persyaratan sebagai pelajar yang memiliki regulasi diri untuk
belajar adalah individu harus melibatkan strategi-strategi khusus dalam belajarnya untuk
mencapai target akademik. Tentu saja berbagai strategi yang dilakukan harus berdasarkan
pada usaha sendiri seperti pernyataan Zimmerman (1990) bahwa pelajar yang berbasis
regulasi diri untuk belajar selalu berinisiatif untuk berusaha mengarahkan diri sendiri untuk
memperoleh pengetahuan dan mereka tidak pernah mengandalkan diri pada orang lain.Selain
itu Zimmerman (1986 dalam Zimmerman, 1990) juga mengemukakan regulasi diri untuk
belajar adalah sebuah proses seorang pelajar dengan cara mengaktifkan dan menopang
kognitif (cognitions), perilaku (behaviors), dan perasaanya (affects) yang secara sistematis
berorientasi pada pencapaian suatu target.
Menurut Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989) ada 3 faktor yang saling
mempengaruhi dalam regulasi diri untuk belajar yaitu: personal / self- (diri sendiri),
environmental (lingkungan), dan behavioral (perilaku). Zimmerman (1989) mengatakan
bahwa regulasi diri untuk belajar dapat terjadi bila pelajar mampu memproses dirinya sendiri
(personal / self-) secara tepat dan strategis untuk mengatur perilaku (behavior) dan
lingkungan (environment) belajar yang sedang berlangsung.

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

2.2 Pengambilan Keputusan Karir

career decision-making: a procces that not only encompasses career choice but
involves making a commitment to carrying out the action necessary to implement the
choice
(Brown, 2002, hal. 316)

Melalui definisi tersebut Brown (2002) ingin mengatakan bahwa pengambilan


keputusan karir merupakan sebuah proses yang tidak hanya meliputi pada pemilihan karir,
tetapi juga berperan dalam membuat komitmen untuk melaksanakan tindakan yang penting
untuk melaksanakan pilihannya. Melalui definisi tersebut diketahui bahwa pengambilan
keputusan karir tidak hanya dalam kaitan pengambilan keputusannya saja, tetapi termasuk
dalam rangkaian proses untuk memikirkan bagaimana pencapaian keputusan tersebut.
Selanjutnya Brown (2002) mengatakan bahwa terdapat 5 proses dalam pengambilan
keputusan karir yang akan terus berputar: (1) communication, (2) analysis, (3) synthesis, (4)
valuing, dan (5) execution. Proses yang diungkapkan tersebut merupakan sebuah proses yang
harus dilaksanakan secara berurutan, pada tahap pertama individu harus melakukan
communication yang ditujukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknnya melalui indra
yang dimiliki, sehingga seseorang bisa merasakan mana karir yang membuat nyaman dan
mana yang tidak. Tahap berikutnya adalah tahap analysis dari berbagai informasi yang sudah
diterima, pada tahap ini individu melakukan indentifikasi dan pengkaitan terhadap berbagia
informasi dan masalah yang mungkin ada pada dirinya, pada tahap ini merupakan tahap yang
paling efektif untuk melakukan pemecahan masalah (problem solving). Tahap selanjutnya
adalah synthesis yaitu pada tahap ini individu sudah harus memikirkan peluang apa saja yang
ada dan harus dilakukan, pada tahapan ini individu harus menyimpulkan suatu tindakan
melalui proses elaborasi (elaboration) dan kristalisasi (crystalization). Pada proses elaborasi,
individu harus menggunakan kreativitasnya untuk berpikir lebih luas mengenai berbagai opsi
solusi yang ada. Pada proses crystalization individu sudah mulai berpikir mengenai opsi yang
paling potensial dan bagaimana cara mengusahakan dan mengatur opsi tersebut hingga
menjadi sebuah hal yang relevan untuk dilakukan. Tahap ke-empat yaitu tahap valuing yaitu
ketika individu harus memikirkan keputusan yang diambilnya, sebagai suatu keputusan yang
akan diterima oleh lingkungan atau sistem yang berlaku atau tidak. Pada tahap ini individu
akan dihadapkan mengenai visi kedepan dan seberapa besar komitmen yang akan dipegang

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

terhadap keputusan yang akan ia ambil. Tahap terakhir adalah tahap execution, yang membuat
individu akan melaksanakan berbagai perencanaan dan strategi yang sudah ditentukan di
tahap-tahap sebelumnya. Setiap perencanaan harus dilakukan menjadi sebuah tindakan nyata
dan dalam tahapan-tahapan yang sudah dibuat.
Seseorang ketika memilih karir akan mengikuti tahapan-tahapan sebagaimana
disebutkan di atas. Akan tetapi tidak jarang orang mengalami kesulitan untuk mengambil
keputusan karir yang sebut sebagai career indecision atau keraguan mengambil keputusan
karir. Menurut Osipow (1999) hal tersebut berhubungan dengan masalahan pembuatan
keputusan karir, pengimplementasian perencanaan karir, serta adaptasi dalam
pengorganisasian karir. Beberapa ahli mencoba untuk mendefinisikan keraguan mengambil
keputusan karir, menurut Gati, Krausz, & Osipow (1996) keraguan mengambil keputusan
karir merupakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu ketika mengampil keputusan
karir. Selanjutnya menurut Osipow (1999) keraguan mengambil keputusan karir merupakan
keadan yang akan datang dan pergi setiap keputusan dibuat, dilaksanakan, bertumbuh, dan
akhirnya mengarah kepada kebutuhan untuk membuat keputusan yang baru yakni
menghasilkan keraguan yang baru.
Dalam pengambilan keputusan karir ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
individu untuk sukses dalam pemilihan karir tersebut menurut, Brown (2002) setidaknya ada
empat hal yaitu: kesediaan untuk jujur menggali pengetahuan tentang diri seperti nilai-nilai,
kepentingan, dan keterampilan yang mengarahkan kepada mengetahui indentitas diri;
motivasi untuk belajar tentang dunia kerja; kesediaan untuk belajar dan terlibat dalam
pemecahan masalah karir dan pengambilan keputusan, termasuk kapasistas untuk berpikir
jernih mengenai masalah karir, percaya diri pada kemapuan diri untuk mengambil keputusan,
komitmen untuk mengikuti rencana yang sudah dijalankan, dan berani beranggung jawab
untuk mengambil sebuah keputusan; kesadaran tentang bagaimana pikiran dan perasaan
negatif dapat membatasi kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, pengambilan
keputusan, kesediaan berbagi tanggung jawab bila diperlukan, dan kemampuan untuk
mengamati serta mengatur pemecahan masalah tingkat rendah berserta proses pengambilan
keputusannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keraguan mengambil keputusan karir yang
dikemukakan oleh para ahli, seperti Chartrand, Robbins, Morrill, & Boggs (1990, dalam Gati,
Krausz & Osipow, 1996), terdapat dua faktor yang mempengaruhi keraguan keputusan karir
yaitu: kurangnya pengetahuan tentang diri sendiri dan kurangnya informasi mengenai
pekerjaan.

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

3. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan, asosiasi, atau
interdependensi antara dua atau lebih aspek dari suatu situasi oleh karena itu penelitian ini
dapat dikategorikan sebagai penelitian korelasional. Selain itu penelitian ini dapat
dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif hal itu dikarenakan dalam penelitian ini dilakukan
proses kuantifikasi variasi yang ditemukan dalam fenomena (Kumar, 2005).
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah mahasiswa atau mahasiswi semester
delapan program sarjana Universitas Indonesia dari berbagai fakultas. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling dan snowball
sampling. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari tanggal 4 Juni 2013 hingga 9 Juni 2013.
Partisipan penelitian diberikan sebuah booklet kuesioner untuk yang mengerjakan secara
offline, sedangkan bagi yang mengisi secara online pada partisipan dapat mengerjakan pada
lembar soft copy kuesioner yang diberikan oleh peneliti.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Self-regulated
Learning Interview Schedule Questionnaire (SRLIS-Q) yang dikembangkan oleh Zimmerman
dan Pons (1988) serta diperbaharui oleh Purdie dan Hattie (1996), dan Career Decision-
making Difficulties Questionnaire (CDDQ) yang dikembangkan oleh Gati, Krausz dan
Osipow, (1996). Keduanya di ujicobakan pada 30 mahasiswa fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Selanjutnya kedua alat ukur tersebut disatukan benjadi sebuah booklet kuesioner
dan diprint untuk digunakan untuk pengambilan data secara offline, juga disiapkan dalam
bentuk soft copy untuk disebarkan melalui email.
Data yang telah didapatkan dan sesuai dengan karakteristik sampel penelitian diolah
menggunakan teknik statistik deskriptif dengan tujuan untuk melihat gambaran umum dari
partisipan melalui mean, nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi. Teknik statistik
lain yang digunakan adalah pearson correlation yang digunakan untuk mengetahui besar serta
arah hubungan linier dari dua variabel (Gravetter dan Wallnau, 2007). Selain itu juga
digunakan teknik statistik One-Way Analysis of Variance yang digunakan untuk mengetahui
signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok atau lebih.

4. Hasil Penelitian
4.1 Gambaran Partisipan

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

Dalam penelitian ini data yang diperoleh sebanyak 136 partisipan namun karena ada
yang tidak sesuai kriteria penelitian seperti belum mencapai semester delapan maka data yang
dapat diolah berjumlah 122. Hasil dari data demografis yang diperoleh adalah mayorita yang
mengikuti penelitian ini adalah wanita, usia mayoritasnya 21 tahun, angkatan terbanyak terdiri
dari angkatan 2009 dimana sedang menuduki semester ke-8, dan partisipan terbanyak berasal
dari Fakultas Psikologi.
4.2 Hasil Analisis Utama Penelitian
Dari pengolahan data menggunakan Pearson Corelation, dapat disimpulkan koefisien
korelasi sebesar r = 0,345 dengan P < 0,001 (2-tailed). Dengan nilai tersebut berarti hipotesis
nol ditolak yang berarti terdapat hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan
pengambilan keputusan karir. Hasil dari r2= 0,123 yang berarti 12,3% variasi skor
pengambilan keputusan karir dapat dijelaskan oleh skor regulasi diri untuk belajar.
4.3 Hasil Analisis Tambahan
Hasil pengolahan data analisis tambahan didapati dimensi yang paling sering
digunakan oleh partisipan adalah non strategic behavior pada alat ukur regulasi diri untuk
belajar. Sedangkan untuk alat ukur pengambilan keputusan karir diketahui bahwa dimensi
yang paling tinggi diisi oleh partisipan adalah ketersediaan informasi. Selanjutnya pengolahan
data menggunakan one-way ANOVA antara skor regulasi diri untuk belajar dengan fakultas
yang sudah dikategorikan kedalam tiga bidang pendidikan yaitu sains, sosial dan kesehatan
tidak ditemukan perbedaan mean yang signifikan.

5. Diskusi
Melalui pembahasan di atas telah diketahui bahwa regulasi diri untuk belajar sangat
dekat kaitannya dengan pengambilan keputusan karir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
regulasi diri untuk belajar yang dimiliki oleh mahasiswa tidak hanya berguna pada nilai
akademis saja, melainkan berpengaruh terhadap aspek kehidupan yang lain, terutama dalam
pengambilan keputusan karir yang sangat berkaitan dengan masa depan mahasiswa tersebut.
Dalam melakukan pengambilan keputusan karir diperlukan sebuah pemikiran yang mendalam
dan matang untuk menentukan pilihan secara tepat, proses berpikir yang mendalam dan
matang tersebut memerlukan bantuan metakognisi dan juga regulasi diri yang baik.
Dalam melakukan proses penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangan
dan keterbatasan yang dilakukan oleh peneliti. Keterbatasan tersebut dapat menjadi error
yang kemudian dapat mempengaruhi hasil penelitian. Salah satu kekurangan yang ada yaitu
peneliti kurang memperhitungkan sejak awal bahwa subjek mahasiswa semester akhir

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

program sarjana akan sulit ditemui secara tatap muka karena mahasiswa semester akhir
program sarjana lebih sering mengerjakan tugas akhir di rumahnya masing-masing. Kesulitan
untuk bertatap muka dengan subjek menimbulkan kurangnya standardisasi
pengadministrasian alat tes, karena kuesioner sebagian besar melalui e-mail sehingga subjek
tidak bisa bertanya secara langsung pada peneliti bila ada hal-hal yang kurang dipahami.
Pada item alat ukur yang digunakan juga dianggap kurang umum bagi mahasiswa
seluruh fakultas, beberapa item seperti item yang menanyakan mengenai soal-soal latihan
dirasa kurang relevan untuk beberapa fakultas terutama fakultas dengan basis ilmu sosial,
karena sangat jarang diberikan soal latihan. Selain itu jumlah item dirasa terlalu banyak
sehingga beberapa partisipan merasa kesulitan berkenaan dengan waktu dan rasa lelah dalam
mengisi alat ukur. Beberapa partisipan juga merasa memerlukan konsentrasi tinggi untuk
mengisi kuesioner tersebut sedangkan peneliti tidak mempersiapkan tempat khusus untuk
pengisian kuesioner, sehingga keadaan lingkungan diperkirakan dapat menimbulkan eror
pada hasil kuesioner.
Peneliti juga kurang memperhitungkan bahwa adanya fakultas yang memiliki
kurikulum untuk lulus dalam waktu tiga setengah tahun seperti Fakultas Kedokteran Gigi,
sehingga pada saat peneliti melakukan pengambilan data, peneliti tidak berhasil mendapati
subjek mahasiswa semester akhir program sarjana pada fakultas tersebut. Kurang meratanya
pengambilan sampel dalam hal demografis juga menjadi keterbatasan peneliti, hal itu dapat
dilihat dari persebaran subjek berdasarkan fakultasnya, ada fakultas yang hanya diwakili oleh
satu subjek bahkan ada yang tidak terwakili, namun untuk fakultas lain ada yang diwakili
hingga 32 orang. Masalah kurang meratanya persebaran juga ada pada usia, angkatan, dan
jenis kelamin.
Peneliti juga menyadari bahwa batasan partisipan berupa semester delapan
merupakana batasan yang kurang tepat untuk menyatakan bahwa partisipan akan segera
memasuki ke dunia kerja dalam waktu dekat. Karena banyak mahasiswa yang sudah
mendudukin semester delapan namun belum akan mengahiri kegiatan perkuliahannya dalam
waktu dekat. Sehingga hal itu tentu dapat mempengaruhi jawaban pada kuesioner
pengambilan keputusan karir.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan
terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan
keputusan karir pada mahasiswa. Artinya, semakin tinggi regulasi diri untuk belajar yang

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

dimiliki oleh mahasiswa, semakin tinggi pula pengambilan keputusan karir yang dimiliki
mahasiswa tersebut.

7. Saran
7.1 Saran Metodologis
Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk memperhatikan item-item yang akan
digunakan agar dapat digeneralisisr pada seluruh fakultas agar tidak menimbulkan error pada
saat mengisi. Jumlah item yang terlalu banyak menimbulkan efek lelah pada partisipan,
sehingga perlu untuk membatasi jumlah item. Pemilihan waktu dalam pengambilan sampel
sebaiknya dilakukan pada semester ganjil dengan tujuan memperluas cakupan sampel pada
fakultas yang memiliki program lulus pada semester ganjil. Pengambilan sampel sebaiknya
lebih banyak serta memiliki kuota yang jelas tiap fakultas, hal itu ditujukan untuk
mendapatkan data yang lebih menyeluruh. Penentuan karakteristik sampel seharusnya lebih
spesifik dengan batasan sudah mengambil minimal 130 sks atau sedang menngerjakan skripsi
agar mahasiswa yang menjadi partisipan benar-benar sudah dekat dengan dunia pekerjaan.
7.2 Saran Praktis
Peneliti menyarankan agar dilakukannya pengenalan serta pelatihan mengenai regulasi
diri untuk belajar yang diberikan sedini mungkin, agar penentuan masa depan dapat dilakukan
lebih baik dan terencana sejak awal. Peneliti juga menyarankan bahwa dalam kurikulum yang
diberikan pada mahasiswa perlu disisipkan kegiatan yang menstimulus regulasi diri untuk
belajar, karena melalui penelitian ini telah dibuktikan regulasi diri untuk belajar tidak hanya
berguna untuk pembelajaran berkenaan dengan akademis selama mahasiswa saja, melainkan
juga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan karir dan masa depan mahasiswa.

8. Kepustakaan
Admin Kadin Jateng. (2012). Banyak lulusan tidak sesuai kualifikasi kerja. Diakses Maret 22,
2013. Dari http://kadinjateng.com/id/component/content/article/40-artikel/654-
banyak-lulusan-tidak-sesuai-kualifikasi-kerja.html

Badan Pusat Statistik. (2013). Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan 2004-2013. Diakses Maret 24, 2013, dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&no
tab=4

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013


 
 

Brown, Duane. (2002). Career choice and development (4th ed). San Francisco: John Wiley &
Sons, Inc.

Dillard, J. M., (1985). Lifelong career planning. Noida: Tata Mcgraw-Hill Education.

Gati, I., Krausz, M., & Osipow, S. H. (1996). A Taxonomy of Difficulties in Career Decision
Making. Journal of Counseling Psychology, 43(4), 510-526.

Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistic for the Behavioral Sciences (7th Ed).
Canada: Thomson Wadsworth.

Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London: SAGE
Publications.

Osipow, S. H. (1999). Assessing Career Indecision. Journal of Vocational Behavior, 55 147-


154.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11th ed.). New
York: McGraw-Hill.

Purdie, N., & Hattie, J. (1996). Cultural Differences in the Use of Strategies for Self-
Regulated Learning. American Educational Research Journal, 33(4), 845-871.

Zimmerman, B. J. (1990). Self-Regulate Learning and Academic Achievement : An Overview.


Educational Psychologist, 25(1), 3-17.

Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning.


Journal of Educational Psychology, 81(3), 329-339.

Zimmerman, B. J., & Pons, M. M. (1990). Construct Validation of a Strategy Model of


Student Self-Regulated Learning. Journal of Educational Psychology, 80(3), 284-290.

Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai