Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER

Nama : Milenia Rosita


NIM : 2285180008
Jurusan : Bimbingan dan Konseling
Mata Kuliah : Teori Bimbingan dan Konseling Karir
(KODE : PBK616207)
Dosen : Arga Satrio Prabowo, M.Pd

A. SOAL
Kerjakanlah soal-soal dibawah ini :
1. Mengapa bimbingan dan konseling karir perlu dan penting dilakukan disetiap jenjang
pendidikan formal? (jawaban yang menggunakan data-data empiris dan ilmiah
mendapat poin lebih) (15)
2. Kemukakanlah berbagai permasalahan karir yang terjadi pada jenjang pendidikan
berikut ini :
a. SD
b. SMP
c. SMA
Jawaban harus disertai dengan data-data empiris yang dapat membuktikan bahwa
benar permasalahan tersebut terjadi. (30)
3. Buatlah analisis perbedaan teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super,
Ginzberg, Gottfredson, dan Krumboltz! (30)
a. Buat analisis perbedaan dalam bentuk table
b. Buat analisis perbedaan dalam bentuk deskriptif
4. Buatlah analisis perbedaan dan persamaan teori pemilihan karir yang dikemukakan
oleh Parson dan Holland! (25)
a. Buat analisis perbedaan dalam bentuk table
b. Buat analisis perbedaan dalam bentuk deskriptif

B. JAWABAN
1. Karena dari pengertian karir tersebut menunjukkan bahwa setiap waktu dan setiap posisi
seseorang, baik itu sekolah dari sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi, bahkan
sampai bekerja dalam beberapa bidang dan posisi jabatan merupakan pengertian dari karir
itu sendiri. Artinya, dalam setiap saat dan setiap jenjang pendidikan dan kehidupan
merupakan bagian dari karir itu sendiri. Pembahasan tentang karir tidak bisa lepas dari
problematika karir. Problematika karir yang sering dihadapi adalah ketidaktahuan peserta
didik atau bahkan setiap orang tentang apa yang akan dan harus dilakukan, Robert Nathan
dan Linda Hill (Rohmah, 2018).
2. Permaslahan karir yang terjadi pada jenjang pendidikan:
a. SD
Minimnya pengetahuan dan gambaran tentang apa yang akan dilakukan
merupakan sumber permasalahan karir setiap peserta didik. Dalam arti yang luas,
pengetahuan karir paling tidak tentang cita-cita dan harapan pekerjaan pada
hakikatnya perlu dipahami sebagai tujuan akhir yang harus direncanakan dan
ditempuh setahap demi setahap dan tangga demi tangga kesuksesan, baik dalam setiap
pekerjaan, setiap sekolah, bahkan setiap minggu dan hari. Namun demikian, banyak
orang memahami karir hanya sebatas pekerjaan yang dicitacitakan, tanpa
memerhatikan jenjang pendidikan dan aktivitas keseharian untuk menuju cita-cita
tersebut. Hal ini berdampak pada pemahaman peserta didik yang juga memahami
karir sebagai sebuah cita-cita pekerjaan di masa depan, tanpa memahami bahwa
ketercapaian karir seseorang tidak dapat dipisahkan dengan sikap dan perilaku yang
dimunculkan saat ini, baik dalam keseharian, pemilihan ekstrakurikuler sekolah,
pemilihan sekolah lanjutan, bahkan sikap dalam belajar. Artinya, seolah-olah karir
tidak ada kaitannya dengan belajar saat ini. Jelas ini merupakan pemahaman yang
keliru dan dapat berdampak parah di masa mendatang, masa yang penuh persaingan,
globalisasi teknologi dan informasi yang menuntut orang lebih terampil agar mampu
berkompetisi (Rohmah, 2018).
b. SMP
Bagi peserta didik SMP kelas IX membuat sebuah keputusan untuk
melanjutkan sekolah setelah tamat SMP merupakan masalah tersendiri. Masalah yang
berkenaan dengan perencanaan karir tersebut akan terus berlanjut apabila mereka
belum dapat mengambil sebuah keputusan. Ini dikarenakan bahwa memilih sekolah
lanjutan antara SMA dan SMK akan menjadi awal yang menentukan karir dalam
hidupnya. Sebagaimana Basori (2004 : 89) menjelaskan bahwa pengambilan
keputusan sebagai sebuah keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap
siswa yang akan merencanakan masa depan. Sesuai dengan tingkatan
perkembangannya, peserta didik pada jenjang SMP berada dalam masa remaja. Pada
masa ini mereka lebih banyak dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya (peer group).
Teman sebaya dipandang lebih berpengaruh dalam menentukan segala tindakan yang
akan dilakukan. Masalah lain yang turut mempengaruhi dalam proses pemilihan
sekolah lanjutan adalah masalah kurangnya informasi mengenai sekolah lanjutan itu
sendiri. Kurangnya informasi dapat menyebabkan peserta didik kurang mantap untuk
memilih dan kurang bertanggung jawab atas pilihannya. Terlebih dalam proses
pemilihannya pun cenderung asal pilih tanpa pertimbangan yang matang. Akhirnya
yang terjadi, keputusan mereka terkadang bersandar pada sesuatu yang lebih
berpengaruh. Bisa pasrah saja pada keputusan orang tua ataupun ikut pada pilihan
teman terdekat. Tanpa sama sekali mempertimbangkan aspek bakat dan minat yang
dimilikinya saat ini. Kenyataan inilah yang kemudian menjadi sebuah masalah dalam
perencaan karir remaja (Zakaria, 2018)
c. SMA
Permasalahannya sekarang adalah di sekolah-sekolah kita peran orangtua
masih dipertanyakan. banyak orang tua yang beranggapan bahwa urusan persiapan
dan perencanaan karir anak adalah urusan guru. Ada juga orangtua yang berpendapat
bahwa urusan mereka hanyalah mempersiapkan dari segi materi yang dibutuhkan
anaknya dalam usaha mempersiapkan atau merencanakan karir mereka masing-
masing. Sedangkan urusan lain berkenaan dengan pendidikan (termasuk
perkembangan karir anak) sepenuhnya diserahkan kepada guru atau sekolah. Selain
menyerahkan urusan pendidikan kepada guru, terdapat juga orangtua yang
menyerahkan urusan pendidikan di lingkungan keluarga kepada pembantu, sehingga
tercipta hubungan emosional yang lebih dalam dengan pembantu dibandingkan
dengan orangtua kandungnya sendiri (Kompasiana, 24 September 2011). Selain akan
mengalami masalah dalam perkembangan karir seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, siswa juga merasa kurang diperhatikan oleh keluarga, tidak adanya
kesesuaian pilihan karir siswa dengan orang tua seperti tidak memiliki persamaan
persepsi dalam pemilihan jurusan untuk pendidikan lanjutan dan berbagai
permasalahan lain sehingga dalam jangka panjang akan berdampak negatif terhadap
pengembangan kepribadian dan emosional anak, termasuk dalam usaha membantu
anak dalam memilih pendidikan dan karir yang sesuai dengan dirinya dan didukung
sepenuhnya secara material dan emosional oleh orangtua.
Permasalahan ini menjadi bertambah tatkala guru BK/konselor yang
memahami dan mengerti secara mendalam tentang anak dan perkembangan karir
tidak melakukan kegiatan kolaborasi/kerja sama dengan orangtua untuk secara
bersama mewujudkan perkembangan karir anak yang optimal sehingga mampu
mengambil keputusan secara tepat dan mandiri berkenaan dengan pendidikan dan
karirnya di masa akan datang, termasuk dalam hal kerjasama dengan orangtua. Survei
yang dilakukan pada sebuah SMA di Sumatera Barat pada Februari 2014 memberikan
gambaran bahwa guru BK/konselor (dalam periode Januari-Desember 2013) katanya
sudah pernah melakukan kegiatan kolaborasi dengan orangtua berkenaan dengan
permasalahan anak, akan tetapi kolaborasi yang dimaksud hanyalah bersifat
konsultasi/pertemuan yang membahas permasalahan-permasalahan belajar anak
(seperti ketidaktuntasan materi pelajaran, absensi dan lainnya) dan boleh dikatakan
tidak pernah membahas hal-hal yang berkenaan dengan perencanaan karir anak
(seperti pilihan jurusan anak di SMA, pilihan program studi di Perguruan Tinggi,
konsultasi berkenaan dengan minat dan bakat karir anak dan sebagainya). Hal lain
yang ditemukan adalah kolaborasi yang dimaksudkan tidak berdasarkan pemahaman
yang benar dengan artian tidak terprogram secara baik, tidak dilaporkan, dan
sebagainya sehingga tidak memiliki pengaruh yang berarti dalam usaha membantu
siswa mencapai kemantapan perencanaan karirnya. Untuk itu, dalam kesempatan ini
saya ingin memaparkan hal-hal yang berkenaan dengan usaha pemantapan
perencanaan karir siswa SMA melalui bimbingan karir kolaboratif yang meliputi
pembahasan berkenaan dengan konsep dasar, prinsip-prinsip dan implementasi
bimbingan karir kolaboratif dalam usaha memantapkan perencanaan karir siswa
SMA. Dengan adanya tulisan ini, pembaca diharapkan memahami secara mendalam
dasar filosofis dan praktis dari bimbingan karir kolaboratif sehingga memiliki
pemahaman dan keterampilan yang benar sebagai salah satu usaha untuk membantu
siswa mencapai perencanaan karir yang mantap (Afdal, M.Suya, Syamsu& Uman,
2014).
3. Analisis perbedaan teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super, Ginzberg,
Gottfredson, dan Krumboltz:
a. Tabel

No Tokoh Perbedaan
1 Super Super telah memberikan banyak kontribusi terhadap studi tentang
perilaku vokasional termasuk formalisasi tahap-tahap
perkembangan: growth, exploratory, establishment, maintenance,
dan decline. Super memandang self-concept sebagai kekuatan
vital yang membentuk pola karir yang diikuti individu sepanjang
hidupnya. Hasil penelitian longitudinalnya mengungkapkan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kematangan karir
dan pencapaian remaja dalam kesadaran diri, pengetahuan tentang
okupasi, dan kemampuan perencanaan.
2 Ginzberg Ginzberg, Ginsburg, Axelrad, dan Herma dipandang sebagai ahli
pertama yang menggunakan pendekatan perkembangan terhadap
teori pemilihan okupasi. Mereka mengemukakan bahwa pilihan
okupasi merupakan proses perkembangan selama enam hingga
sepuluh tahun, yang dimulai sekitar usia 11 tahun dan berakhir
sekitar usia 17 tahun. Terdapat tiga periode atau tahap
perkembangan yaitu fantasi, tentative, dan realistic.
3 Gottfredson Berawal dari keterbatasn teori sebelumnya tentang penyesuaian
kerja yang menyebutkan bahwa orang yang memiliki keterbatasan
dalam karier tidak akan berkembang kalau tidak dibantu. Tetapi
pada kenyataanya ada individu yang memiliki keterbatasan tetapi
mampu menyesuaikan diri tanpa dibantu.Teori ini memberikan
peluang yang baik bagi minat untuk berkembang meskipun
memiliki keterbatasn kesempatan dan pengalaman diri.
Fokus seseorang pada perkembangan karir, tentunya akan
mempengaruhi kinerja. Seseorang yang menginginkan karirnya
berkembang, akan melakukan hal terbaik sesuai kompetensi yang
ia miliki.
4 Krumboltz Krumboltz, Mitchell, dan Gelatt mengemukakan postulat bahwa
seleksi karir secara signifikan dipengaruhi oleh peristiwa-
peristiwa kehidupan. Empat dari faktor-faktor tersebut adalah:
1. Warisan genetic dan kemampuan khusus.
2. Peristiwa dan kondisi lingkungan.
3. Pengalaman belajar.
4. Keterampilan pendekatan tugas. Pembuatan keputusan
dipandang sebagai proses berkelanjutan seumur hidup.

b. Deskriptif
1) Super
Pendekatan multidisipliner terhadap pengembangan karir yang
dipergunakan oleh Super tercermin dalam minatnya terhadap psikologi diferensial
atau teori trait-and-faktor sebagai media pengembangan instrument testing dan
norma-norma asesmen yang menyertainya. Dia berpendapat bahwa psikologi
diferensial sangat penting dalam upaya untuk memperkaya data tentang perbedaan
okupasional yang terkait dengan kepribadian, aptitude, dan minat.
Kontribusi penting lainnya dari Super adalah formulasi tentang tahapan
perkembangan vokasional. Tahapan tersebut adalah:
1. Growth (sejak lahir hingga 14 atau 15 tahun), ditandai dengan perkembangan
kapasitas, sikap, minat, dan kebutuhan yang terkait dengan konsep diri
2. Exploratory (usia 15-24), ditandai dengan fase tentative di mana kisaran
pilihan dipersempit tetapi belum final
3. Establishment (usia 25-44), ditandai dengan trial dan stabilisasi melalui
pengalaman kerja
4. Maintenance (usia 45—64), ditandai dengan proses penyesuaian berkelanjutan
untuk memperbaiki posisi dan situasi kerja
5. Decline (usia 65+), ditandai dengan pertimbanganpertimbangan pra-pensiun,
output kerja, dan akhirnya pension
2) Ginzberg
Dalam mengembangkan teorinya, Ginzberg et al. menginvestigasi secara
empirik sejumlah sampel yang memiliki kebebasan memilih suatu okupasi.
Sampel tersebut terdiri dari laki-laki yang berasal dari kelas menengah ke atas di
daerah perkotaan, dari keluarga Protestan atau Katolik keturunan Anglo-Saxon,
yang tingkat pendidikanya berkisar dari kelas enam hingga pasca-sarjana. Karena
pemilihan sampel tersebut sangat terbatas, maka konklusi hasil penelitian ini
hanya dapat diaplikasikan secara terbatas pula. Secara spesifik, pola
perkembangan karir perempuan dan etnik minoritas ataupun mereka yang berasal
dari daerah pedesaan dan kaum miskin tidak menjadi bahan pertimbangan. Oleh
karena itu, konklusi yang dihasilkan dari studi ini belum tentu dapat diaplikasikan
pada populasi selain dari yang diwakili oleh sampel yang disebutkan.
Kelompok Ginzberg menyimpulkan bahwa pilihan okupasional merupakan
proses perkembangan, yang pada umumnya mencakup kurun waktu selama enam
hingga sepuluh tahun, yang dimulai dari sekitar usia 11 tahun dan berakhir
sesudah usia 17 atau awal masa dewasa. Terdapat tiga periode atau tahapan dalam
proses pemilihan okupasi yaitu periode fantasy, tentative, dan realistic Dengan
karakteristik sebagai berikut.
1. Fantasi (Masa kanak-kanak (sebelum usia 11 tahun)
Murni berorientasi bermain pada tahap awal. Menjelang akhir tahap ini
bermain menjadi berorientasi kerja.
2. Tentatif (Awal masa remaja (usia 11-17 tahun)
Proses transisi yang ditandai oleh pengenalan secara gradual terhadap
persyaratan kerja. Pengenalan minat, kemampuan, imbalan kerja, nilai dan
perspektif waktu.
3. Realistik (Pertengahan masa remaja (usia 17 tahun) hingga awal masa dewasa
Pengintegrasian kapasitas dan minat. Kelanjutan perkembangan nilai-nilai.
Spesifikasi pilihan okupasi
3) Gottfredson
Berawal dari keterbatasn teori sebelumnya tentang penyesuaian kerja yang
menyebutkan bahwa orang yang memiliki keterbatasan dalam karier tidak akan
berkembang kalau tidak dibantu. Tetapi pada kenyataanya ada individu yang
memiliki keterbatasan tetapi mampu menyesuaikan diri tanpa dibantu.Teori ini
memberikan peluang yang baik bagi minat untuk berkembang meskipun memiliki
keterbatasn kesempatan dan pengalaman diri.
Proses dimana seseorang menghilangkan pertimbangan, alternatif
pekerjaan yang dianggap tidak dapat diterima diri-sendiri. Empat tahap batasan:
1. Orientasi pada ukuran dan kekuatan (usia 3-5 tahun)
2. Orientasi pada peran jenis kelamin (usia 6-8 tahun)
3. Orientasi pada penilaian sosial (usia 9-13 tahun)
4. Orientasi internal, diri yang unik (usia 14 tahun ke atas)
Aplikasi Teori

1. Konselor memberikan dukungan kognitif disaat tugas yang dihadapi konseli


sangat kompleks, dengan cara membuat tipologi jenis pekerjaan,
mengidentifikasi kepentingan sesuai usia. Salah satu caranya dengan
memberikan bimbingan informasi yang dapat mengoptimalkan pengalaman
pada setiap tahap perkembangan, dengan cara:
a. Tahap SD : karya wisata, video pekerjaan, pengajar tamu, hari karier,
proyek sekolah dan tugas yang dapat menunjukan berbagai jenis
pekerjaan.
b. Tahap SMP : kegiatan ekstrakurikuler, proyek pelayanan, olahraga, hobi,
acara keluarga.
c. Tahap SMA : pekerjaan paruh waktu, pelayanan masyarakat, kesempatan
magang, pekerjaan honorer.
d. Tahap PT : kegiatan kemahasiswaan, program studi akademik (KKN, kerja
praktek,dsb).
2. Konselor perlu menguji bahwa komunikasi mereka sedang dipahami dan
dimengerti oleh klien.
3. Konselor mendorong klien untuk belajar bagian spesifik dari keterampilan dan
pengetahuan praktis dengan praktek dan latihan yang memadai.

4) Krumboltz
Penggunaan pendekatan teori social-learning dalam pemilihan karir telah
dipelopori oleh Krumboltz, Mitchell, dan Gelatt (1975). Teori ini merupakan
upaya untuk menyederhanakan proses pemilihan karir, terutama didasarkan atas
peristiwa-peristiwa kehidupan yang berpengaruh terhadap penentuan pilihan karir.
Dalam teori ini, proses perkembangan karir melibatkan empat faktor yaitu:
1. Warisan genetic dan kemampuan khusus mencakup sejumlah kualitas bawaan
yang dapat membatasi kesempatan karir indivi
2. Kondisi dan peristiwa lingkungan dipandang sebagai faktor yang berpengaruh
yang sering kali berada di luar control individu. Peristiwa-peristiwa dan
keadaan tertentu di dalam lingkungan individu mempengaruhi perkembangan
keterampilan, kegiatan, dan pilihan karir
3. Pengalaman belajar, mencakup pengalaman belajar instrumental dan asosiatif.
Pengalaman belajar instrumental adalah yang dipelajari individu melalui
reaksi terhadap konsekuensi, tindakan yang hasilnya dapat langsung teramati,
dan melalui reaksi orang lain. Konsekuensi kegiatan belajar dan pengaruhnya
terhadap perencanaan dan perkembangan karir ditentukan terutama oleh
reinforcement atau nonreinforcement kegiatan tersebut, warisan genetic
individu, kemampuan dan keterampilan khususnya, dan tugas pekerjaan itu
sendiri. Pengalaman belajar asosiatif mencakup reaksi negative dan positif
terhadap pasangan situasi yang sebelumnya bersifat netral. Misalnya,
pernyataan”semua politisi tidak jujur” dan “semua banker kaya” berpengaruh
terhadap persepsi individu tentang okupasi ini. Asosiasi seperti ini dapat juga
dipelajari melalui observasi, bacaan, dan film.
4. Keterampilan pendekatan tugas (tasks approach skills), mencakup
keterampilan-keterampilan yang sudah dikembangkan oleh individu, seperti
keterampilan problem-solving, kebiasaan kerja, mental sets, respon emosional,
dan respon kognitif. Keterampilan-keterampilan ini menentukan hasil masalah
dan tugas yang dihadapi oleh individu. Tasks approach skills sering kali
termodifikasi akibat pengalaman yang bagus maupun jelek.

Krumboltz et al. menekankan bahwa pengalaman belajar yang unik dari


masing-masing individu selama hidupnya menyebabkan berkembangnya
pengaruh-pengaruh primer yang mengarahkan pilihan karirnya. Pengaruh tersebut
mencakup:

1. Penggeneralisasian self berdasarkan pengalaman dan kinerja yang terkait


dengan standar yang dipelajari
2. Keterampilan yang dipergunakan dalam menghadapi lingkungan
3. Perilaku memasuki karir seperti melamar pekerjaan atau memilih lembaga
pendidikan atau pelatihan.
4. Analisis perbedaan dan persamaan teori pemilihan karir yang dikemukakan oleh Parson
dan Holland:
a. Tabel

Tokoh Perbedaan Persamaan


Parson Teori trait and factor di kembangkan dari studi Kedua tokoh ini
tentang perbedaan-perbedaan individu dan terkait sama-sama
erat dengan perkembangan gerakan psikometri. menganggap bahwa
Karakteristik kunci dari teori trait-and-faktor adalah suatu pemilihan
asumsi bahwa individu mempunyai pola pekerjaan atau
kemampuan atau traits yang unik yang dapat secara jabatan adalah
objektif diukur dan akhirnya dicocokkan dengan merupakan hasil dari
persyaratan kerja. interaksi antara
Holland Holland memandang pilihan karir sebagai ekspresi faktor keturunan atau
atau ekstensi kepribadian ke dalam dunia kerja, traits dengan segala
yang diikuti dengan pengidentifikasian terhadap pengaruh budaya,
stereotype okupasional tertentu. Holland teman bergaul, orang
memandang modal personal orientation sebagai tua, orang dewasa
kunci menuju pilihan okupasi individu. Sentral bagi yang dianggapm
teori Holland adalah konsep bahwa individu memiliki peranan
memilih karir untuk memuaskan orientasi pentin dan
kesenangan pribadinya. mempunyai pola
Teori Holland (1997) menjelaskan bahwa interaksi kemampuan atau
individu dengan lingkungan dapat menghasilkan traits yang unik yang
karakteristik pilihan pekerjaan dan penyesuaian dapat secara objektif
lingkungan pekerjaan. Inti dari teori ini adalah diukur dan akhirnya
proyeksi dari kepribadian individu dengan suatu dicocokkan dengan
pekerjaan. Selain itu, teori ini menganggap bahwa persyaratan kerja.
suatu pemilihan pekerjaan atau jabatan adalah
merupakan hasil dari interaksi antara faktor
keturunan dengan segala pengaruh budaya, teman
bergaul, orang tua, orang dewasa yang dianggapm
memiliki peranan penting. Teori ini menegaskan
bahwa kebanyakan orang menyerupai lebih dari
satu tipe kepribadian.

b. Deskriptif
1) Parson
Di kalangan para pelopor teori konseling vokasional, Parsons (1909)
berpendapat bahwa bimbingan vokasional dilakukan pertama dengan mempelajari
individu, kemudian dengan menelaah berbagai okupasi, dan akhirnya dengan
mencocokkan individu dengan okupasi. Proses ini, yang disebut teori trait-and-
factor, secara sederhana dapat diartikan sebagai mencocokkan karakter individu
dengan tuntutan suatu okupasi tertentu, yang pada gilirannya akan memecahkan
masalah penelusuran karirnya. Teori traitand-faktor ini berkembang dari studi
tentang perbedaan-perbedaan individu dan perkembangan selanjutnya terkait erat
dengan gerakan testing atau psikometri. Teori ini berpengaruh besar terhadap
studi tentang deskripsi pekerjaan dan persyaratan pekerjaan dalam upaya
memprediksi keberhasilan pekerjaan di masa depan berdasarkan pengukuran traits
yang terkait dengan pekerjaan. Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi
bahwa individu mempunyai pola kemampuan unik atau traits yang dapat diukur
secara objektif dan berkorelasi dengan tuntutan berbagai jenis pekerjaan.
Williamson merupakan seorang pendukung kuat konseling berdasarkan teori
trait-and-factor. Penggunaan prosedur konseling Williamson menggunakan
pendekatan trait-and-factor yang dikembangkan dari karya Parsons. Bahkan ketika
diintegrasikan ke dalam teori-teori bimbingan karir lain, pendekatan trait-and-
faktor memainkan peranan yang sangat vital. Dampak dan pengaruhnya terhadap
perkembangan teknik-teknik asesmen dan penggunaan informasi tentang karir
sangat besar. Namun demikian, selama tiga dekade terakhir ini asumsi dasar
pendekatan trait-and-factor telah mendapat tantangan yang sangat kuat.
Keterbatasan testing telah dibuktikan dalam dua proyek penelitian.
2) Holland
Teori Holland yang berasumsi bahwa kepentingan pekerjaan merupakan
salah satu dari aspek kepribadian, dan karena itu deskripsi dalam pekerjaan
individu juga terkait dengan deskripsi dalam kepribadian individu. Teori Holland
menjelaskan tentang struktural-interaktif, karena teori Holland tersebut telah
menyiapkan antara kepribadian dan jenis pekerjaan. Holland menggambarkan
typology sebagai struktur untuk informasi pengorganisasian tentang pekerjaan dan
individu, sedangkan asumsi tentang individu dan lingkungan yang bertindak satu
sama lain merupakan komponen interaktif dalam teorinya. Hal tersebut dapat
disimpulkan dalam proposisi asumsi formal (utama) teori Holland (Brown,D &
Associates:2002) sebagai berikut:
1. Dalam budaya, orang yang paling dapat dikategorikan sebagai salah satu dari
enam jenis: Realistis, investigative (intelektual), artistik, sosial, Enterprising
(giat), dan konvensional.
2. Ada enam model lingkungan yaitu realistis, investigative (intelektual), artistik,
sosial, Enterprising (giat), dan konvensional.
3. Individu akan mencari lingkungan yang membiasakan dirinya untuk melatih
ketrampilan dan kemampuan, mengekspresikan sikap dan nilai-nilai, dan
mengambil peran danmasalah yang menyenangkan.
4. Perilaku ditentukan oleh interaksi antara kepribadian dan lingkungan.
5. Manusia akan menemukan lingkungan-lingkungan yang kuat dan memuaskan
ketika pola-pola lingkungan tersebut menyerupai pola kepribadian mereka.
Situasi ini berpengaruh pada stabilitas perilaku karena orang-orang
mendapatkan banyak penguatan yang selektif dari perilaku mereka.
6. Interaksi-interaksi yang tak sejenis merangsang perubahan di dalam perilaku
manusia; dan sebaliknya, interaksi-interaksi sama dan sebangun mendorong
stabilitas perilaku. Manusia cenderung untuk berubah atau menjadi seperti
manusia yang dominan yang ada di dalam lingkungannya. Kecendurangan ini
akan lebih besar jika tingkat kongruen antara individu dengan lingkungannya
juga besar. Orang-orangseperti ini yang sangat sulit untuk berubah.
7. Seseorang akan mengatasi inkongruensinya dengan mencari lingkungan yang
baru atau dengan mengubah perilaku pribadi dan persepsi-persepsinya.
8. Interaksi-interaksi timbal balik antara orang dan pekerjaan secara berturut-
turut biasanya menuju kepada satu rangkaian kepuasan dan kesuksesan.

Keputusan karir yang dibuat juga menggunakan enam tipe kepribadian.


Adanya teori Holland ini untuk memahami perbedaan individu dalam kepribadian,
minat dan perilaku atau model yang banyak digunakan individu sesuai dengan
kenyataan. Holland menjelaskan bahwa individu mengembangkan preferensi
untuk kegiatan tertentu sebagai hasil interaksi individu dengan budaya dan
kekuatan pribadi termasuk temanteman, keturunan, orang tua, kelas sosial, budaya
dan lingkungan fisik dan bahwa prefensi ini menjadi kepentingan individu untuk
mengembangkan kompetensi. Oleh karena itu, tipe kepribadian yang ditandai oleh
pilihan mata pelajaran di sekolah, hobi, kegiatan rekreasi dan bekerja, dan
ketertarikan pekerjaan dan pilihan yang tercermin dari kepribadian. Dalam
memilih dan menghindari lingkungan dan kegiatan tertentu, hal tersebut
merupakantipe yang dipandang aktif bukan pasif.
Daftar Pustaka

Rohmah, Umi. Bimbingan Karir Untuk Peserta Didik Di Sekolah Dasar. Cendekia Vol. 16
No 2, Juli - Desember 2018 261
Zakaria, Acep Fitriana. Media Layanan Informasi Karir Sekolah Lanjutan Bagi Siswa
(Melankolis) Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Memilih Studi Lanjut
Setelah SMP. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research (2018),
2 (2), pp. 32–43
Afdal, M.Suya, Syamsu& Uman. Bimbingan Karir Kolaboratif dalam Pemantapan
Perencanaan Karir Siswa SMA. Jurnal Konseling dan Pendidikan Vol.2 No.3,
November 2014. hlm.1-7

Anda mungkin juga menyukai