Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGEMBANGAN KARIER PTK


“BIMBINGAN KARIER BAGI SISWA SMK”

Oleh:
Lisa Ardiani / 18138014
Lulu Fajarwati / 18138015

PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga
selesai. Makalah dengan judul  “bimbingan karier bagi siswa SMK” pada mata
kuliah Bimbingan Karir Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan oleh Bapak/Ibu
Dr. Nurhasan Syah, M.Pd dan Drs. Refdinal, M.T. Untuk memenuhi salah satu
tugas perkuliahan. Makalah ini sengaja dibahas karena sangat penting untuk kita
khususnya sebagai mahasiswa yang ingin lebih mengetahui mengenai bimbingan
karir pendidikan teknologi dan kejuruan. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat menambah wawasan
bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Padang, Maret 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karier merupakan serangkaian urutan (sequences) pekerjaan atau
okupasi-okupasi pokok/utama yang dilaksanakan atau dijabat seseorang
sepanjang kehidupannya. Selain itu dapat juga dikatakan bahwa karier
seseorang terlambang pada urutan (sequences) jabatan-jabatan utama yang
ditekuni seseorang selama hidupnya.
Menurut A. Muri yusuf (2002:59) Dunia pendidikan adalah awal yang
ikut menentukan karier seseorang. Pada siswa SD baru tahap pertumbuhan,
dimana tahap ini pemberian informasi berbagai jenis pekerjaan. Pada siswa
SLTP, sesuai sengan irama, tempo, dan tugas-tugas perkembangannya dengan
pemberian informasi karier akan menimbulkan kesadaran (awareness) siswa
pada berbagai jenis-jenis okupasi/pekerjaan. Pada siswa SLTA pemberian
informasi sebagai persiapan untuk pemilihan pekerjaan. Pada PT pilihan dan
penempatan mahasiswa pada program studi/jurusan sesuai dengan “siapa ia”
sangat penting.
Dari seluruh masa pendidikan, masa sekolah menengah inilah yang
memiliki rentang taraf-taraf kematangan karier. Oleh karena itu, program
bimbingan dan konseling karier untuk remaja lebih mengutamakan tentang
pemahaman dirinya dan lingkungan sekitar dalam membuat dan menentukan
rencana pilihan-pilihan kariernya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sesuai dengan latar belakang masalah di atas
tentang bimbingan karier bagi siswa SMK, adalah :
1. Pengembangan Karir Antara Siswa SMK
2. Perlu Untuk Peningkatan Layanan Bimbingan Karir
3. Pertimbangan Dalam Perencanaan Bimbingan Karir
4. Strategi Bimbingan Karir Untuk Pengambilan Keputusan
5. Bimbingan Karier dan Pendidikan Vakasional
6. Teknik Bimbingan Karier untuk Sekolah Menengah Atas
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan Karir Antara Siswa SMK


Menurut Ita di dalam Jurnalnya mengatakan bahwa remaja merupakan
salah satu tahapan dan siklus kehidupan manusia yang banyak dibahas oleh
para ahli, sebab banyak hal menarik yang dapat ditelaah. Masa remaja
merupakan fase kehidupan yang sangat penting dalam siklus perkembangan
individu, karena mengarah pada masa dewasa yang sehat. Hal tersebut
didukung oleh Santrock (2009)yang mengatakan bahwa remaja diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Masa ini
menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi dari status kanak-kanak
menuju dewasa, remaja tidak termasuk golongan anak-anak tidak pula
termasuk golongan orang dewasa (Maslihah, 2009).
Salah satu karakteristik masa remaja adalah masa mencari identitas diri
dan masa storm and stress. Menurut Erik Erikson (Ita, 2013) mengatakan
bahwa dalam masa remaja, remaja selalu berusaha melepaskan diri dari
pengawasan orang tua dan mendekati teman sebaya sebagai suatu proses
untuk mencari identitas ego. Teori tersebut kemudian diperkuat oleh Blowby
(Harlock, 1985) yang berbunyi “remaja mengalami detachment (menjauhi)
dari orang tua, di lain pihak mengalami attachment (mendekati) dengan teman
group yang berperan untuk membagi perasaan dan menenangkan emosinya.
Oleh karena itu, perlu adanya pemenuhan tugas-tugas perkembangan
yang harus dilaksanakannya yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan
tugas-tugas berikutnya. Begitu banyak tugas-tugas yang berkaitan dengan
pekerjaan dan kehidupan keluarga yang sangat penting dan sulit untuk diatasi.
Permasalaha lain dari remaja yang tidak dapat dihindari berhubungan dengan
karir, salah satunya masalah kesiapan karir.
Hal ini menjadi konsekuensi logis dari perkembangan remaja di mana
terdapat tuntutan untuk mempersiapkan karir. permasalahan karir yang terjadi
pada remaja biasanya berkaitan dengan pemilihan jenis pendidikan, yang
mengarah pada pemilihan jenis pekerjaan di masa depan. Permasalahan ini
penting untuk diperhatikan sehubungan dengan banyaknya kebingungan yang
dialami remaja dalam menentukan arah karirnya. Hal ini sesuai dengan
tinjauan yang dilakukan oleh Crites ( Heer, 1968) yang berbunyi “sekitar 30
persen siswa belum menentukan karir selama masa di sekolah menengah dan
perguruan tinggi. Tidak hanya itu, kebimbangan karir pada remaja akan
berakibat pada tingkat kematangan perkembangan kepribadian. Hal ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saka, Gati, dan Kelly, tentang
pemilihan karir remaja. Menurut mereka remaja tidak memiliki pilihan karir
yang jelas cenderung memiliki gangguan emosi dan kepribadian seperti
pesimistis, gangguan kecemasan, dan konsep diri yang negatif. Penelitian
yang dilakukan oleh Creed & Patton (Ita, 2013) terhadap 166 siswa SMA di
australia menunjukkan bahwa kematangan karir berkaitan dengan kematangan
konsep diri secara umum. Penelitian tersebut juga menggambarkan bahwa
kematangan karir pada remaja menunjukkan kemampuan remaja dalam
memenuhi harapan sosial dan masyarakat.
Remaja dapat sangat merasakan masalah karir ketika berada pada
tingkatan sekolah menengah atas (SMA/SMK). Pada jenis Sekolah Menengah
Atas tidak akan terlalu terlihat dampak dari masalah karir ini. Masalah terlihat
lebih membebani siswa-siswi yang masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan
yang memang lebih disiapkan sebagai seorang individu yang siap untuk
bekerja (Ita, 2013). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga
pendidikan yang telah mengkhususkan diri mendidik siswa dalam bidang ilmu
tertentu. Semestinya siswa yang masuk di SMK telah memiliki pilihan yang
mantap mengenai arah karir, sebab mereka telah memilih sekolah dengan
bidang keilmuan tertentu. Namun pada kenyataannya, masih banyak siswa
yang tidak yakin dengan pilihan karirnya. Hal tersebut menunjukkan belum
tercapainya kematangan karir di kalangan siswa SMK.
B. Perlu Untuk Peningkatan Layanan Bimbingan Karir
Menurut Herr (1992), Layanan bimbingan karir adalah suatu program
yang sistematik, proses-proses, teknik-teknik, atau layanan yang dimaksudkan
untuk membantu individu dan berbuat atas pengenalan diri dan pengenalan
kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan dan waktu luang serta
mengembangkan keterampilan-keterampilan mengambil keputusan sehingga
yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan karirnya.
Pendapat di atas dikuatkan oleh pendapat Gani (Khanifatur, 2016)
yang menyatakan bahwa bimbingan karir adalah suatu proses bantuan layanan
dan pendekatan terhadap individu (siswa), agar individu yang bersangkutan
dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, mengenal dunia kerja,
merencanakan masa depannya dengan bentuk kehidupan yang diharapkan
untuk menentukan pilihannya dan mengambil suatu keputusan bahwa
keputusannya tersebut adalah yang paling tepat sesuai dengan persyaratan-
persyaratan dan tuntutan pekerjaan atau karir yang tepat.
Menurut Harlock (Yusuf, 2009), Tugas utama perkembangan remaja
sebagai berikut: 1) menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya;
2) mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas; 3) mengembangkan keterampilan komunikasi
interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik
secara individual maupun kelompok; 4) menemukan manusia model yang
dijadikan identitasnya; 5) menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri; 6) memperkuat sefl-control (kemampuan
mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup;
7) mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri kekanak-kanakan; 8)
memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan). Jika kita tinjau kembali tugas
utama perkembangan remaja, memang perlu adanya sebuah bentuk layanan
bimbingan karir agar mencapai kepuasan dalam pencapaian karir siswa
sendiri.
Syamsu Yusuf (2000) menyebutkan perkembangan berpikir pada
remaja antara lain “dapat memikirkan masa depan dengan membuat
perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya”.
Maka berdasarkan pendapat ini, remaja memang harus segera memilih dan
mempersiapkan karir yang tepat dengan potensi dan kondisinya.
Tetapi pada kenyataannya, masih banyak ditemukan siswa yang baru
sadar memilih dan merencanakan kerja pada saat masa-masa kritis (terlalu
terlambat melakukan pilihan dan persiapan) (Ita, 2013). Subrata (2001)
melakukan survey persiapan karir sejumlah siswa SMA di Surabaya
menunjukkan 85 persen siswa ragu terhadap karir masa depannya, 80 persen
belum menetapkan karir masa depannya dengan mantap, 75 persen mengalami
kesulitan dalam memutuskan dan merencanakan karir dengan baik. Walaupun
begitu, 90 persen menyadari pemilihan karir merupakan proses yang penting
yang dengannya seseorang bisa mempersiapkan diri dengan melakukan
pilihan-pilihan pendidikan maupun latihan. Purwoko (Ita, 2013) juga
melakukan survey terhadap mahasiswa di beberapa PTN di Surabaya
menemukan 82 persen mahasiswa memilih jurusan bukan berdasarkan
pemilihan dan persiapan karir yang telah dilakukan semasa SMA. Karena
memang fenomena yang terjadi di Indonesia, bahwa angka pengangguran
yang masih tinggi dan lapangan pekerjaan pun masih sedikit.
Di samping itu pula, di dalam buku Herr (1992) menyebutkan bahwa
terdapat kutipan yang menyebutkan adanya ketidakmerataan layanan
bimbingan karir di sekolah menengah yang digemakan di berbagai laporan
Nasional. Kemudian diperdebatkan agar layanan semacam itu lebih banyak
diadakan bagi kaum remaja di sekolah, lebih banyak diadakan kerjasama
komunitas dengan sekolah atas nama kebutuhan siswa, dan harus adanya
keterlibatan orang tua dalam cara yang lebih sistematis dan komprehensif jika
memang kebutuhan karir dari siswa beragam.
Komite Penasehat Bisnis Komisi Pendidikan Negara Bagian (1985)
dalam laporannya menyebutkan bahwa “Kaum muda ini membutuhkan
bimbingan yang lebih banyak dan lebih baik dari sebelumnya”. Oleh karena
itu perlu adanya program-program bersama trermasuk konseling karir,
bantuan keuangan, pekerjaan, dan membentuk hubungan antara sekolah
dengan dunia pekerjaan (Herr, 1992). Komite Kebijakan Penelitian yang
berasal dari Komite Pembangunan Ekonomi dalam laporannya yang
berhubungan dengan bisnis dan sekolah umum, sangat menyarankan agar
sekolah menyediakan konsling kerja dan program ekplorasi untuk membantu
siswa dalam pemilihan karir, pencarian kerja, dan kelayakan kerja secara
umum. Di dalam laporan itu juga menetapkan peranan komunitas bisnis dalam
berinteraksi dan mendukung pendidikan berkualitas baik di sekolah maupun di
dalam masyarakat. Misalnya, melayani perwakilan bisnis di sekolah,
menyediakan pendidikan ekonomi, mensponsori kegiatan atletik dan
ekstrakulikuler, menawarkan siswa magang dalam bisnis dan industri,
menyediakan mintoring siswa yang kurang mampu, menyediakan pendanaan
proyek untuk tujuan pendidikan, sumbangan peralatan, dan menawarkan
program sekolah ke kerja (Herr, 1992). Aliansi Bisnis Nasional dan Dewan
Penasihat Nasional tentang Pendidikan Kejuruan juga mengatakan bahwa
seharusnya program-program seperti penempatan kerja, konseling karir,
pendidikan karir dan bisnis, konseling tentang program teknis kejuruan itu
lebih banyak dilakukan di sekolah (Herr, 1992).
Tentunya hal ini bukan masalah yang bisa diselesaikan oleh sekolah
saja. Harus ada pemimpin bisnis dan pejabat masyarakat yang bergabung
bersama dalam upaya membantu siswa sukses dalam berkarir. Di dalam
laporan Komisis (Heer, 1992) di atas juga mengidentifikasi berbagai contoh
program di mana komunitas dan orang tua dapat memainkan peran utamanya.
Program tersebut sebagai berikut.
a) Pengalaman kerja yang dipantau
1. Pendidikan kooperatif
2. Magang
3. Pelatihan Pra-kerja
4. Perusahaan yang dioperasikan oleh kaum muda
b) Layanan lingkungan masyarakat
1. Layanan sukarela individu
2. Layanan yang dipandu oleh pemuda
c) Mengarahkan insentif pendidikan kejuruan
1. Penjaminan pendidikan postsecondary
2. Pekerjaan yang dijamin
d) Informasi karir dan konsling
1. Pusat informasi karir orang tua sebagai pendidik karir
2. Peningkatan konseling berorientasi karir
3. Mentoring organisasi berbasis komunitas

C. Pertimbangan Dalam Perencanaan Bimbingan Karir


Di dalam buku Herr (1992) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
pertimbangan dalam perencanaan bimbingan karir sebagai berikut.
1. Tujuan bimbingan karir
Tidak seperti Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama,
bimbingan karir yang terdapat di dalam SMK lebih menekankan
perencanaan khusus dan kesadaran akan peran hidup sebagai
konsumen dan sebagai salah satu yang terlibat di dalam mencari
peluang.
2. Menjelajahi peluang pendidikan dan karir
Pada dasarnya siswa harus berdamai dengan pernyataan pribadi dan
mengklarifikasi konsep diri. Menurut Hoffman (Herr, 1992), dalam
membahas pemahaman diri untuk kehidupan yang lebih produktif,
seorang guru harus mendorong siswa untuk bertanya tentang Siapa
saya?, Apa yang mempengaruhi saya?, Bagaimana saya bisa
mengendalikan pengaruh pada saya?. Begitu jawaban itu ditemukan
atau paling tidak dicari oleh siswa, maka pendidikan yang selama ini
terabaikan akan menempati tempat yang paling tepat dan penting.
3. Keterampilan konteks kerja
Keterampilan konteks kerja mengacu pada aspek psikososial dari
situasi di mana aktivitas kerja dilakukan. Keterampilan ini termasuk
penekanan pada hubungan majikan dengan karyawan, menerima
pengawasan konstruktif, keterampilan pribadi, kemauan untuk
mengikuti aturan, kemampuan beradaptasi, disiplin waktu, kebanggaan
dalam bekerja, disiplin diri, efisiensi, dan pemahaman akan kehidupan
dalam sebuah organisasi.
4. Keterampilan manajemen karir
Keterampilan manajemen karir bisa membuat seorang mengumpulkan
informasi menjadi suatu rencana kegiatan. Keterampilan ini termasuk
perencanaan karir, pencarian pekerjaan dan keterampilan mengakses
peekrjaan, kemampuan untuk menggunakan sumber daya eksplorasi,
keterampilan mengelola ekonomi pribadi, pengetahuan diri, dan
pengetahuan tentang pekerjaan dan kesempatan pendidikan.
5. Keterampilan pengambilan keputusan
Keterampilan dalam kategori ini termasuk metode sistematis
memproses informasi, memprediksi dan menimbang alternatif,
mengklarifikasi nilai, memeriksa gaya pengambilan resiko, dan
memproyeksikan konsekuensi tindakan.

D. Strategi Bimbingan Karir Untuk Pengambilan Keputusan


Membantu siswa dalam memperoleh keterampilan membuat keputusan
adalah salah satu tujuan utama dalam pengembangan karir di sekolah.
1. Pendekatan yang melibatkan orang tua dan konseling kelompok
Amatea & Cross (Herr, 1992) mendeskripsikan program bimbingan karir
yang dirancang untuk siswa kelas sembilan hingga dua belas yang
melibatkan orang orang. Program ini mencakup enam komponen yang
disajikan melalui diskusi, aktivitas kelompok kecil, bahan bacaan, latihan
keterampilan, uji coba dirumah, dan spesialisasi. Melalui penggunaan
konsep prilaku, peserta berkomitmen pada pekerjaan rumah yang
menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam kelompok. Aspek yang
unik dariprogram ini adalah kombinasi orang tua dan anak-anak dalam
kelompok yang sama secara sistematis belajar tentang pribadi, pekerjaan,
dan khususnya mengenai keterampilan perencanaan karir.
Tujuan dari program ini adalah 1) untuk mengembangkan
lingkungan keluarga yang mendukung untuk mendorong perencanaan
karir dan pengambilan keputusan; 2) untuk memberikan gambaran tentang
hal-hal penting yang terlibat dalam perencanaan karir dan pengambilan
keputusan; 3) untuk mendorong pengembangan keterampilan manajemen
diri dalam penetapan tujuan dan pengambilan keputusan sebagai alat yang
berguna dalam perencanaan karir; 4) untuk mengembangkan keterampilan
eksplorasi diri dan menyusun basis informasi diri; 5) untuk mendorong
perkembangan prinsip-prinsip pengorganisasian untuk melihat dunia kerja
sebagai metode untuk memperluas pilihan pekerjaan dan membandingkan
diri dan okupasi; 6) untuk mengembangkan keterampilan mendapatkan
informasi yang sistematis dan berguna dalam mengeksplorasi bidang
pekerjaan dan pelatihan dan; 7) untuk memberikan informasi tentang
berbagai jalur pekerjaan dan pelatihan.

E. Bimbingan Karier dan Pendidikan Vakasional


Upaya kolabarasi langsung dilakukan oleh konselor sekolah dengan
para pendidik vakasional atau kejuruan untuk membangun citra substansi
disiplin ilmu mereka. Herr (1992) menyatakan bahwa upaya kolabarasi ini
dilakukan disebabkan oleh beberapa alasan diantaranya;
1. Kekhawatiran tentang pengangguran pemuda yang tinggi di antara
beberapa populasi kebutuhan khusus; 
2. Kebutuhan dalam mengurangi angka putus sekolah dari sekolah menengah
di beberapa bagian negara, dan
3. Persaingan ekonomi internasional, ada bukti substansial bahwa pendidikan
kejuruan sedang dipertimbangkan kembali dan didefinisikan ulang sebagai
strategi pendidikan nasional utama, dan bahwa bimbingan karir sedang
ditegaskan kembali sebagai elemen penting dari pendidikan kejuruan.

Dalam banyak stereotip atau anggapan masyarakat secara umum,


pendidikan kejuruan dilihat hanya berfokus pada pelatihan untuk pekerjaan
entry-level bagi siswa yang tidak memiliki kemampuan atau motivasi untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi. 

Sebaliknya, National Commission on Secondary Vocational Education


(1985) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan di sekolah menengah harus
memiliki perhatian yang betujuan pada perkembangan individu siswa terutama
pada lima bidang yaitu:
1. Keterampilan pribadi dan sikap,
2. Komunikasi komputasi serta melek teknologi,
3. Kemampuan dan keterampilan bekerja
4. Keterampilan dan pengetahuan kerja yang luas dan spesifik, dan
5. Landasan untuk perencanaan karir dan pembelajaran sepanjang hayat

Herr (1992) setuju dengan pernyataan tujuan dengan pandangan dan


alasan berikut:
1. Pertama, pendidikan kejuruan dan pendidikan akademis bukanlah pesaing
melainkan pelengkap, dalam iklim kerja di mana teknologi maju meresap,
pelatihan yang efektif dalam pendidikan kejuruan harus bersandar pada
dasar yang kuat dalam keterampilan akademis dasar
2. Kedua, pendidikan kejuruan bukanlah monolit, akan tetapi terdiri dari
keragaman konten dan kurikulum mulai dari kekakuanakademis hingga
yang sangat teknis.
3. Ketiga, pendidikan kejuruan dibedakan dalam kekhususan mulai dari
program yang dirancang untuk melatih siswa untuk masuk ke pekerjaan
tertentu (seperti mekanika mobil) sampai untuk mempersiapkan orang-
orang memasuki kelompok pekerjaan yang cenderung berbagi persyaratan
keterampilan entry-level umum (misalnya, konstruksi) .
4. Keempat, pendidikan kejuruan tidak hanya berkaitan dengan pengajaran
aspek teknis kinerja pekerjaan tetapi juga dengan kebiasaan kerja,
perencanaan karir, dan keterampilan akses pekerjaan.

Beberapa hal yang penting menjadi pembahasan dalam bimbingan


karir dengan pendidikan vakasional menurut Herr (1992):
1. Mengintegrasikan Pengalaman Kerja dengan Sekolah
Pada sekolah menengah integrasi pengalaman kerja dengan
sekolah dapat diwujudkan dan dapat diterapkan. Faktor ekonomi
merupakan daya tarik utamanya, kemudian nilai pelatihan dan eksplorasi
pengalaman kerja harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Oleh
karena itu, jika seorang siswa tertentu tertarik pada elektronik, sebuah
program dapat disediakan dimana dia dapat menyelesaikan pekerjaan
sekolah menengah secara bersamaan mengikuti pelatihan di tempat kerja
melalui kerja paruh waktu.

Dengan kerjasama bisnis-industri-pendidikan yang kreatif,


program dapat diadakan dengan memberikan pelatihan di stasiun kerja di
masyarakat pada sore atau pagi hari, dengan sisa hari yang ditujukan untuk
pendidikan umum di sekolah. Untuk beberapa siswa, ini bisa
menjadi pelatihan praktik , bagi yang lain, pekerjaan tetap, dan untuk yang
lain lagi, eksplorasi pra - sarjana . Integrasi dari pengalaman-pengalaman
tersebut melekat pada model pendidikan karier berbasis sekolah dan
berbasis pengalaman.

Salah satu bentuk integrasi pengalaman kerja dengan sekolah


adalah pendidikan kooperatif. Herr (1992) menyatakan, “ Term
"cooperative education" means a program of vocational education for
persons who through written cooperative arrangements between the
school and employers, receive instruction, including required academic
courses and related vocational instruction by alteration of study in school
with a job in any occupational field, but these two experiences must be
planned and supervised by the school and employers so that each
contributes to the student's education and to his or her employability. Pada
intinya pendidikan kooperatif merupakan sebuah program untuk seseorang
yang memiliki kerjasama antara sekolah dan dunia kerja, orang tersebut
mendapatkan instruksi, pelatihan di berbagai bidang pekerjaan yang
berhubungan dengan hal yang dipelajari disekolah, dan program terseut
harus direncanakan dan disupervisi oleh sekolah dan dunia kerja sehingga
dapat meningkatkan kemampuan kerjanya.

Selain pendidikan kooperatif, upaya untuk mengintegrasikan


pengalaman kerja dengan dengan sekolah adalah work shadowing.
Menurut Watts (1986), "work shadowing describes schemes in which an
observer follows a worker around for a period of time, observing the
various tasks in which he or she engages, and doing so within the context
of his or her total role". Berbeda dengan pendidikan kooperatif yang
memberikan pengalaman kerja secara nyata kepada siswa, pada work
shadowing seseorang hanya mengamati dan mengikuti pekerja pada
jangka waktu tertentu, untuk mengetahui pekerjaan yang harus dilakukan,
mempelajarinya dan kemudian dapat menjadi suatu hal yang akan
ditekuninya di kemudian hari.

2. Hubungan Bimbingan Karier dengan Pendidikan Vakasional


Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara bimbingan karir dengan pendidikan vakasional atau
kejuruan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Campbell (1998) menemukan bahwa sebagaian besar sekolah yang
telah diteliti tidak mengajurkan atau menyarankan siswanya untuk
memasuki program vakasional.
2. Kauffman dan rekan-rekannya (1967) meneliti siswa pendidikan
kejuruan dan pendidikan formal dan menemukan bahwa sebagian
besar siswa tidak pernah mendiskusikan pemilihan pembelajaran atau
pelatihan yang akan mereka ikuti dengan konselor.
3. Palmo dan De Vantier (1976) mempelajari kebutuhan siswa sekolah
teknik kejuruan. Mayoritas menyatakan kesulitan dengan guru,
kegagalan di sekolah, hubungan teman sebaya, masalah rumah, dan
rencana kerja/karir. Meskipun siswa-siswa kejuruan memilih jalur
kejuruan dengan mendaftar dalam kurikulum kejuruan, sekitar 30
persen siswa dalam penelitian ini tidak puas atau bingung dengan
pilihan mereka. 
4. Stem (1977) meneliti siswa dan lulusan sekolah kejuruan dan
menemukan bahwa mereka membutuhkan bimbingan karir. Beberapa
temuan lain yaitu siswa-siswa kejuruan tidak lebih berpengetahuan
tentang dunia kerja daripada siswa non-kejuruan, memiliki
kemungkinan putus sekolah sebagai siswa lain, tidak lebih puas
dengan pekerjaan mereka daripada lulusan dari jalur umum, dan agak
kurang puas daripada lulusan persiapan komersial dan perguruan
tinggi.

Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa


bimbingan karir di sekolah kejuruan belum berjalan secara optimal dan
sangat dibutuh untuk membantu siswa menghadapi permasalahannya
terhadap keputusan karirnya.

3. Bimbingan Karier pada Pendidikan Vakasional


Konselor memiliki peran penting dalam memberikan layanan
bimbingan karir di sekolah kejuruan. Herr (1992) menjelaskan beberapa
peranan bimbingan karir pada pendidikan kejuruan sebagai berikut:
a. memberi siswa nilai utilitarian pada program studi tertentu karena ini
terkait dengan keterampilan dan kredensial penting untuk kuliah atau
bekerja setelah sekolah menengah.
b. membantu dalam pemilihan siswa untuk masuk ke berbagai program
pendidikan kejuruan.
c. bimbingan karir atau kejuruan dalam pendidikan kejuruan secara
langsung berkaitan dengan keahlian dan keterampilan dengan
menjembatani antara guru kejuruan dengan siswa.
d. memberikan bimbingan karir dalam penempatan siswa yaitu sebagai
perantara antara siswa dengan dunia industri atau dunia kerja.
4. Perspektif dalam Penempatan Vakasional / Kejuruan
Crawford (1976) telah menunjukkan bahwa di tingkat sekolah
menengah bimbingan karir harus mempertimbangkan setidaknya lima
tujuan:
a. menempatkan lulusan dalam pekerjaan penuh waktu atau paruh waktu,
b. menempatkan siswa putus sekolah,
c. menempatkan siswa secara paruh waktu pekerjaan,
d. koordinasi pelatihan penempatan, dan
e. memberi nasihat kepada siswa tentang peluang kerja tersedia melalui
pendidikan berkelanjutan.

5. Langkah- langkah untuk memfasilitasi Penempatan Kerja


Herr (1992) menerangkan cara untuk memfasilitasi
penempatankerja sebagai berikut:
a. Mempertahankan kontak reguler dengan majikan mengenai
penempatan kerja siswa.
b. Menyediakan koordinasi untuk aktivitas penempatan kerja melalui
layanan penempatan kerja terpusat dan termasuk guru dalam aktivitas
penempatan kerja.
c. Membantu siswa memperoleh keterampilan pendidikan dasar yang
diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan dan melakukan pekerjaan.
d. Mengorientasi kurikulum pendidikan kejuruan untuk kebutuhan
pengusaha di masyarakat.

Buckingham dan Lee (1973) menyatakan bahwa ada dasarnya,


klinik kerja atau loka karya dan pelatihan yang membantu siswa
memperoleh keterampilan mencari dan memperoleh pekerjaan yang terkait
dengan bidang-bidang seperti:
a. Secara efektif menyelesaikan aplikasi pekerjaan
b. Penampilan pribadi
c. Tes perusahaan, tes pegawai negeri sipil, tes skolastik
d. Perilaku saat wawancara kerja
e. Tip telepon untuk berbicara dengan calon pimpinan
f. Transportasi bekerja
g. Pengusaha kartu rujukan kerja
h. Kiat dalam melamar pekerjaan

Brown dan Feit (1978) berpendapat bahwa lima kategori


keterampilan diperlukan dalam melakukan penempatan kerja yaitu:
a. Menentukan siswa yang membutuhkan penempatan
b. Survei peluang kerja
c. Penilaian dan pelatihan prereferral
d. Referral
e. Penindaklanjutan penempatan

F. Teknik Bimbingan Karier untuk Sekolah Menengah Atas


1. Infusi Kurikulum
Infusi kurikulum merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk
memberikan bimbingan karir dengan memberikan siswa tugas belajar yang
mengarahkan siswa pada karirnya. Contoh tugas yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Membaca biografi kejuruan
2. Menulis resume pekerjaan
3. Memberi tugas makalah tentang teknologi telah membantu dan
mempengaruhi pekerjaan

Dalam melakukan infusi kurikulum dalam bimbingan karir, guru


pada awal pembelajaran dapat memberikan penjelasan tentang keterkaitan
antara pembelajaran dengan pekerjaan yang dilakukan siswa. Siswa juga
dapat menulis daftar tujuan individu yang berkaitan dengan pembelajaran
seperti keterampilan apa yang ingin diperoleh setelah melakukan
pelatihan.
2. Proses Bimbingan Kelompok
Beberapa teknik yang dapat diterapkan dalam melakukan
bimbingan kelompok adalah:
a. Mintalah siswa membangun pohon keluarga pekerjaan di mana mereka
meneliti pekerjaan yang dipegang oleh masing-masing anggota
keluarga
b. Memberikan lokakarya tentang perencanaan kehidupan
c. Meminta siswa menemukan sumber yang tepat berhubungan dengan
karir
d. Mintalah siswa menulis rencana karier jangka panjang yang
mengidentifikasi langkah-langkah spesifik yang harus diambil masing-
masing untuk mencapai tujuan masa depan yang diinginkan
e. Mintalah siswa mendaftar setidaknya enam faktor yang mereka cari
dalam karier
f. Dan contoh lainnya dimana siswa melakukan kegiatan bimbingan karir
secara kelompok

3. Keterlibatan Komunitas
Teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan bimbingan karir adalah
melibatkan siswa dalam komunitas. Betuk bimbingan karir yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut
a. Mengundang narasumber dari luar untuk memberikan informasi
sehingga siswa dapat meninjau kembali karir yang mereka pilih
b. Memberikan layanan penempatan kerja seperti kerja paruh waktu pada
saat libur musim panas
c. Melakukan kunjungan industri
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Layanan bimbingan karir adalah suatu program yang sistematik, proses-
proses, teknik-teknik, atau layanan yang dimaksudkan untuk membantu
individu dan berbuat atas pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-
kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan dan waktu luang serta
mengembangkan keterampilan-keterampilan mengambil keputusan sehingga
yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan karirnya.
Tugas utama perkembangan remaja sebagai berikut: 1) menerima
fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya; 2) mencapai kemandirian
emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas; 3)
mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul
dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun
kelompok; 4) menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya; 5)
menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya
sendiri; 6) memperkuat sefl-control (kemampuan mengendalikan diri) atas
dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup; 7) mampu meninggalkan
reaksi dan penyesuaian diri kekanak-kanakan; 8) memilih dan mempersiapkan
karir (pekerjaan). Jika kita tinjau kembali tugas utama perkembangan remaja,
memang perlu adanya sebuah bentuk layanan bimbingan karir agar mencapai
kepuasan dalam pencapaian karir siswa sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Herr, E,L and Cramer, S.H. (1992). Career Guidance and Counseling Through
the Life Span Systematic Approach.New York: Harper Collins Publishers.
Hurlock, EB. (alih bahasa, Itiwidayanti dan Sudjarwo, 1980). Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Juwitaningrum, Ita. (2013). Program Bimbingan Karir Untuk Meningkatkan
Kematangan Karir Siswa SMK. Program Studi Bimbingan Dan Konsling:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Maslihah, S. (2009). Peran Palatihan Orientasi Karir Dalam Meningkatkan
Pengetahuna Orientasi Karir Remaja Kelas X SMAN 4 Bandung. Tesis.
Bandung: Program Pascasarjana UNPAD: tidak diterbitkan.

National Commission on Secondary Vocational Education . (1985). The


unfinished agenda. The Role of Vacational Education in The High School.
Columbus: Ohio State University, The national center for reseach in
vacational Education.
Santrock, John W. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.
Syamsu, Yusuf. (2009). Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.
Bandung: Rizki Press.
Saka, N., Gatti, I., Kelly KR. (2008). Emotional And Personality Related Aspects
of Career Decision Making Difficulties. Journal of Career Assessment,
NOV, Vol.16(4), p. 403-424.

Anda mungkin juga menyukai