Anda di halaman 1dari 55

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kematangan Karir

a. Pengertian Kematangan Karir

Kematangan karir pada dasarnya merupakan suatu persepsi

mengenai perkembangan karir yang dialami oleh setiap individu.

Perkembangan karir tersebut tentunya mengalami suatu perbedaan yang

disebabkan berbagai faktor-faktor dan keadaan psikologis pada setiap

individu itu. Hal tersebut juga sependapat dengan Tekke & Ghani (2013:

101) bahwa kematangan karir merupakan faktor penting yang harus

dimiliki setiap individu, terutama pada peserta didik karena menyangkut

dalam mempersiapkan diri mereka ke dunia kerja. Konstruksi

kematangan karir ini diperkenalkan oleh Super (1957). Super (1957:

186) mengklaim bahwa kematangan karir mewakili "tempat yang

dicapai pada kontinum pengembangan kejuruan dari eksplorasi hingga

penurunan”.

Kematangan karir menurut Gonzalez (2008: 752), merupakan

perilaku yang ditampilkan individu dengan maksud untuk melaksanakan

tugas-tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan

16
karir yang sedang dilalui individu. Kemudian Parsons (Leong, 2008:

1491) mendefinisikan kematangan karir merupakan pemahaman yang

jelas tentang diri sendiri, pengetahuan tentang persyaratan pekerjaan

yang berbeda, dan pemikiran yang benar pada hubungan antar sesama.

Kematangan karir dapat membuat setiap individu (dalam hal ini

peserta didik) berfikir sistematis dan realistik terhadap kehidupan yang

akan dijalani dalam menentukan pilihan karir yang sesuai dengan

dirinya. Segala pengetahuan dan wawasan yang luas dalam menentukan

pilihan karir sangat diperlukan untuk memantapkan tingkat kematangan

karir pada peserta didik. Seperti yang dimaksud Salami (2008: 37)

menyatakan bahwa, kematangan karir menggambarkan kemampuan

seseorang yang berhasil dalam mengatasi tugas-tugas perkembangan

kejuruan. Senada dengan pendapat tersebut Supreet & Mamta (2018:

31) juga menjelaskan, kematangan karir diartikan sebagai tingkat

pengetahuan yang profesional dalam menentukan pilihan karir.

Hasan (2006: 127) menjelaskan, kematangan karir identik dengan

pengambilan sikap dan kompetensi yang berkaitan dengan pengambilan

keputusan karir, yang telah didefinisikan secara normatif dalam hal

kesesuaian antara perilaku karir dan perilaku kepribadian pada usia yang

telah ditunjukkannya. Hal tersebut sependapat dengan Betz (Whiston,

2013: 196) mendefinisikan kematangan karir sebagai sejauh mana

17
individu telah menguasai tugas kejuruan, termasuk pengetahuan dan

komponen sikap, sesui tahap perkembangan karirnya.

Lundberg dkk (1997) (Roy,2015: 173) juga menjelaskan,

kematangan karir adalah kesiapan untuk membuat keputusan karir yang

sesuai. Dybwad (2008: 8) menyatakan, “…konseptual kematangan karir

didasarkan pada asumsi bahwa kesiapan karir berhubungan dengan

salah satu tahap dalam pengembangan kejuruan”.Leong dan Barak

(2001: 297) mendefinisikan kematangan karir sebagai "kesiapan untuk

menangani tugas pengembangan kejuruan yang sesuai dengan tahap

kehidupan individu". Sejalan dengan pendapat tersebut Mubiana (2010:

35), tahap kesiapan yang sesuai dalam membentuk kematangan karir

berarti bahwa orang tersebut harus memiliki kemampuan kognitif yang

tepat untuk ditangani dalam berbagai tantangan karir yang mungkin

muncul dalam perjalanan waktu hidup mereka. Sehingga dapat

dinyatakan bahwa kematangan karir merupakan konstruksi yang

berguna untuk mengukur tingkat perkembangan karir pada peserta didik

(Rojewski et.al; dalam Kim & Oh 2013: 221).

Berdasarkan pemaparan tentang kematangan karir diatas maka

dapatdisimpulkan bahwa kematangan karir sebagai pemahaman diri dan

kesadaran pada diri individu untuk merencanakan, mempersiapkan,

mengambil keputusan karir yang tepat, serta kesiapan mengenai

18
berbagai tantangan yang mungkin ditemui selama perjalanan hidup

setiap individusesuai dengan kemampuannya.

b. Aspek Kematangan Karir

Karakteristik pada diri individu yang telah memiliki kematangan

karir dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek inilah yang

nantinya bisa menjadi acuan bagi individu dalam mempersiapkan

kematangan karirnya. Menurut Super (Sharf, 1992: 155), menyatakan

bahwa indikator kematangan karir pada remaja dapat diukur sebagai

berikut:

1) Perencanaan karir (career planning). Merupakan aktivitas pencarian

informasi yang melibatkan individu dalam proses tersebut.

Indikator ini adalah menyadari wawasan dan persiapan karir,

memahami pertimbangan alternatif pilihan karir dan memiliki

perencanaan karir dimasa depan.

2) Eksplorasi karir (career exploration). Merupakan kemampuan

individu untuk mengeksplorasi pencarian informasi karir dari

berbagai sumber. Aspek eksplorasi karir berhubungan dengan

seberapa banyak informasi karir yang diperoleh peserta didik dari

berbagi sumber tersebut. Indikator dari aspek ini adalah

mengumpulkan informasi karir dari berbagai sumber dan

memanfaatkan informasi karir yang telah diperoleh.

19
3) Pengetahuan tentang membuat keputusan karir (decision making).

Adalah kemampuan individu dalam menggunakan pengetahuan dan

pemikiran dalam membuat perencanaan karir. Dengan mengetahui

pengetahuan karir diharapkan mereka akan mampu membuat

keputusan karir yang tepat bagi dirinya.

4) Pengetahuan (informasi) tentang dunia kerja (world of work

information). Aspek ini terdiri dari dua komponen yakni terkait

dengan tugas perkembangan, yaitu individu harus tahu minat dan

kemampuan diri, mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal

yang berkaitan dengan pekerjaan dan mengetahui alasan orang

berganti pekerjaan. Komponen kedua adalah mengetahui tugas-

tugas pekerjaan dalam suatu jabatan dan perilakuperilaku dalam

bekerja.

5) Pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai

(knowledge of preferred occupational group). Aspek yang

dimaksud adalah peserta didik diberi kesempatan untuk memilih

satu dari beberapa pilihan pekerjaan, dan kemudian ditanyai

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.

Mengenai persyaratan, tugas-tugas, faktor-faktor dan alasan yang

mempengaruhi pilihan pekerjaan dan mengetahui resiko-resiko dari

pekerjaan yang dipilihnya. Indikator pada aspek ini adalah

pemahaman mengenai tugas dari pekerjaan yang diinginkan,

20
memahami persyaratan dari pekerjaan yang diinginkan, mengetahui

faktor dan alasan yang mempengaruhi pilihan pekerjaan yang

diminati dan mampu mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin

muncul dari pekerjaan yang diminati.

6) Realisasi keputusan karir (realisation). Realisasi keputusan karir

adalah perbandingan antara kemampuan individu dengan pilihan

karir pekerjaan secara realistis. Aspek ini antara lain: memiliki

pemahaman yang baik tentang kekuatan dan kelemahan diri

berhubungan dengan pekerjaan yang diinginkan, mampu melihat

faktor-faktor yang mendukung dan menghambat karir yang

diinginkan, mampu mengambil manfaat membuat keputusan karir

yang realistik.

Pada keenam tahap tersebut peserta didik di usia SMA dapat

dikategorikan berada pada tahap eksplorasi karir. Pada tahap eksplorasi

karir ini menjadi sangat penting bagi perkembangan usia peserta didik

SMA. Di usia ini sering kali peserta didik membuat keputusan yang

ambigu, ketidakpastian, memiliki kesalahan dan perubahan yang tidak

direncanakan, serta banyak peserta didik yang tidak cukup menggali karir

dan juga sedikit menerima arahan mengenai bimbingan karir. Zunker

(2010: 63) merujuk pada teori Super yang menyatakan bahwa proses

eksplorasi karir terjadi pada tahap tentative, yakni pada tahap pilihan

21
karirtelah menyempit namun masih belum berakhir. Pada tahap eksplorasi

karir ini, setiap individu mengalami proses belajar lebih banyak mengenai

kesempatan kerja dan kondisinya dalam proses membangun karir untuk

mencapai masa depan yang diinginkannya.

Taveira & Moreno (2003: 189-208) juga menjelaskan bahwa pada

tahap eksplorasi karir terdapat tiga konsep yang mendasari: 1) eksplorasi

karir sebagai pilihan konseling karir, yakni sebagai perilaku dalam

pencarian informasi maupun sebagai pemecahan masalah perkembangan

karir; 2) eksplorasi karir sebagai teori dan konsep karir yang merupakan

tahapan penting di dalam proses pengambilan keputusan karir, melibatkan

identifikasi dan evaluasi pilihan karir, dan pencarian informasi karir; 3)

eksplorasi karir merupakan tahap kehidupan, bahwa masa remaja

memiliki berbagai tugas perkembangan karir. Sejalan dengan ungkapan

tersebut, Purwanta (2012: 229-230) juga berpendapat bahwa eksplorasi

karir merupakan proses psikologi yang komplek, yaitu aktivitas yang

bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai diri yang berkaitan

dengan cita-cita, minat, bakat, kemampuan diri, kelebiham, dan

kekurangan dalam dirinya serta aktivitas dalam pencarian informasi pada

lingkungan karir yang mendorong individu untuk meningkatkan

perkembangan karirnya.

22
Berdasarkan paparan mengenai eksplorasi karir di atas dapat

disimpulkan bahwa eksplorasi karir merupakan proses perkembangan

karir pada setiap individu yang berusaha mencapai tujuan karir dengan

mengenali keadaan dirinya demi mencapai keberhasilan dalam karir. Dan

hal tersebut akan membuat peserta didik mampu mengenali kematangan

karir dalam dirinya sesuai arah perkembangan yang telah dilaluinya

Berkaitan dengan kesiapan mengenai kematangan karir pada

remaja, ungkapan tersebut juga sesuai dengan pendapat Coertse &

Schepers (2004: 56) yang menyatakan bahwa remaja mampu untuk

membuat keputusan karir yang matang untuk sementara waktu jika

mereka telah mendapatkan pengetahuan tentang alternatif pendidikan dan

pekerjaan. Atli (2017: 152) juga menambahkan bahwa individu yang

telah sampai pada tingkatan kematangan karir tertentu diyakini mampu

memformulasikan lebih banyak pilihan karir yang sesuai dengan

kesadaran dan kesiapan yang telah dimiliki.

Kesimpulan dari pendapat diatas bahwa jika peserta didik telah

memiliki karakteristik kematangan karir maka dapat dilihat bahwa peserta

didik tersebut telah memiliki cukup banyak pengetahuan, informasi,

prinsip, sikap, dan segala yang mendukung dalam kematangan karir pada

dirinya. Sehingga memudahkan peserta didik dalam memutuskan

penentuan karir yang akan dipilihnya.

23
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir sangatlah

kompleks. Hal tersebut bisa muncul pada dalam diri individu, keadaan

eksternal, dan lain sebagainya. Naidoo (1998: 5) mengemukakan

mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kematangan karir, yaitu:

1) Tingkat pendidikan (educational level). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh McCaffrey, Miller, dan Winston, kematangan

karir individu ditentukan dari tingkat pendidikannya. Pada peserta

didik junior dan senior terdapat perbedaan dalam hal kematangan

karir. Semakin tinggi pendidikannya, semakin tinggi pula

kematangan karir yang dimilik. Hal ini mengidentifikasikan

kematangan karir meningkat seiring tingkat pendidikan.

2) Jenis kelamin. Wanita memiliki kematangan karir yang lebih

rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita

lebih rentan dalam memandang konflik sebagai hambatan proses

perkembangan karir, dan kurang mampu untuk membuat

keputusan karir yang tepat dibandingkan laki-laki.

3) Status sosial ekonomi. Hasil penelitian Jordaan dan Heyde

menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi menjadi penentuk

signifikan dari kematangan karir dikalangan remaja. Individu yang

berasal dari kalangan menengah ke bawah menunjukkan nilai

24
rendah pada kematangan karir. Hal ini ditandai dengan kurangnya

akses terhadap informasi tentang karir.

4) Locus of Control. Individu dengan tingkat kematangan karir yang

baik cenderung memiliki orientasi locus of control internal. Locus

of control merupakan persyaratan untuk perencanaan karir,

eksplorasi karir, memperoleh keterampilan karir, dan informasi

karir. Hal tersebut dapat membantu individu dalam membentuk

kematangan karirnya.

5) Ras. Kelompok minoritas sering dikaitkan dengan kematangan

karir rendah yang berhubungan dengan orang tua. Jika orang tua

mendukung anaknya walaupun mereka berasal dari kelompok

minoritas, anak tersebut akan tetap memiliki kematangan yang

baik.

6) Makna bekerja. Pentingnya pekerjaan mempengaruhi individu

dalam membuat pilihan, kepuasan kerja yang merujuk pada

komitmen kerja, serta kematangan karir pada diri individu itu

sendiri.

Mangkuprawira (2011: 188) menyatakan bahwa komponen utama

karir terdiri atas alur karir, tujuan karir, perencanaan karir, dan

pengembangan karir. Alur karir merupakan pola pekerjaan berurutan

yang membentuk karir seseorang. Tujuan karir merupakan pandangan

25
tentang posisi atau kedudukan yang ingin dicapai seseorang pada masa

depan. Perencanaan karir merupakan proses seseorang melaksanakan

seleksi tujuan karir dan arus karir untuk mencapai tujuan karirrnya.

Pengembangan karir terdiri atas perbaikan-perbaikan personal yang

dilakukan untuk mencapai tujuan dan rencana karirnya.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Jawarneh (2016), untuk

meningkatkan tingkat kematangan karir dalam sampel mahasiswa di

suatu universitas negeri di Yordania, menghasilkan temuan pentingnya

meningkatkan pemahaman mengenai pengetahuan diri, pengetahuan

tentang dunia kerja, dan perencanaan karir untuk memberikan beberapa

rekomendasi berkaitan dengan mempersiapkan mahasiswa untuk

lingkungan kerja.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kematangan

karir dipengaruhi beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Dimana

faktor-faktor tesebut mempengaruhi kematangan karir pada setiap

peserta didik dalam mencapai karir masa depannya. Dan faktor keluarga

dirasa menjadi faktor paling utama dalam kematangan karir setiap

individu, karena masa perkembangan, pengalaman masa kecil, dan

peran orang tua berperan andil terhadap tumbuh kembang pada anak,

sehingga hal itu akan mempengaruhi perkembangan anak khusunya

dalam hal kematangan karir pada masa depannya.

26
d. Tahap Perkembangan Karir

Super (Winkel & Sri Hastuti 2013: 632) membagi perkembangan

karir menjadi lima tahap, yaitu :

1) Fase Pengembangan (Growth). Dari saat lahir sampai umur lebih

kurang 15 tahun, dimana anak dimana anak mengembangkan

berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat, dan kebutuhan-

kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri (self-

concept structure).

2) Fase Eksplorasi (Exploration). Dari umur 15 sampai 24 tahun,

dimana individu memikirkan berbagai alternative jabatan, tetapi

belum mengambil keputusan yang mengikat.

3) Fase Pemantapan (Establishment). Dari umur 25 sampai 44 tahun,

yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk beluk

pengalaman selama menjalani karir tertentu.

4) Fase Pembinaan (Maintenance). Dari umur 45 sampai 64 tahun,

dimana individu sudah dewasa menyesuaikan diri dalam

penghayatan jabatannya.

5) Fase Kemunduran (Decline). Pada usia 65 tahun keatas dimana

orang sudah memasuki masa pensiun dan menemukan pola hidup

baru sesudah melepaskan jabatannya tersebut.

Super (Zunker 2012: 167), bahwa kematangan karir dapat diukur

melalui beberapa dimensi yaitu: orientasi terhadap pekerjaan yang akan

27
ditentukan (dimensi sikap), perencanaan mengenai karir (dimensi

kompetensi), konsistensi prefensi kejuruan karir (dimensi konsistensi),

dan kebijaksanaan prefensi kejuruan karir (dimensi realitas).Sharf

(2010: 227), juga menjelaskan dimensi yang dimaksud adalah: a)

dimensi sikap: berkaitan dengan kekhawatiran dan kepedulian tentang

pilihan dan penggunaan informasi pekerjaan, b) dimensi kompetensi:

informasi spesifik yang dimiliki individu tentang pekerjaan yang dia

masuki, c) dimensi konsistensi: konsistensinya dalam pekerjaan dan

tingkat pekerjaan yang ditekuni, dan d) dimensi realitas: mengacu pada

hubungan antara pilihan dan tingkat pekerjaan.

Dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang sudah siap dengan

fase perkembangan yang dilaluinya, kematangan karirnya juga akan

mengalami kemantapan seiring perjalanan dalam fase kehidupannya.

Erikson (Salkind, 2004: 152) yang menyatakan bahwa individu yang

telah sampai pada tahap kedewasaan akan lebih siap dalam hal

kematangan karir, serta mampu menggambarkan hasil dari tahap

kedewasaannya dengan mengalami proses seperti mampu meyelesaikan

konflik, menetapkan tujuan, dan memaknai sebuah keberhasilan yang

diraihnya dan itu menjadi sebuah upaya sadar yang dilakukan dalam

hidupnya.

28
2. Konsep Diri

a. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga

dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup

lainnya. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang

merupakan aktualisasi orang tersebut. Konsep diri terbentuk dan dapat

berubah karena interaksi dengan lingkungannya.

Fitts (1971: 3) Menyatakan konsep diri sebagai “the self as seen,

perceived, and experienced by him”. Yang berarti konsep diri menurut

Fitts adalah diri sebagaimana dilihat dan dirasakan oleh individu itu

sendiri.Leary dan Tangney (2012: 123) menjelaskan bahwa konsep diri

setiap individu mampu memandang diri sendiri sebagai obyek

pikirannya dalam mempersalahkan, mempertimbangkan, menguraikan,

dan menilai hal-hal tertentu untuk berinteraksi dengan dirinya, orang

lain, maupun lingkungan.Sedangkan Guay, Marsh, Mclnemey, et.al

(2015: 124), menyebutkan bahwa tingkah laku setiap individu

ditentukan dan diatur oleh konsep diri yang dimiliki.

Grum (2004: 142), konsep diri didefinisikan sebagai membangun

hubungan kembali terhadap diri individu sendiri yang dilakukan secara

sadar ataupun tidak sadar. Lebih lanjut Sadeghi, Azizi, & Poor (2015:

2156) menerangkan konsep diri adalah asumsi bahwa individu memiliki

29
evaluasi diri mereka sendiri yang mencakup campuran emosi,

pandangan umum terhadap penerimaan sosial, dan emosi terhadap diri

mereka sendiri. Proses membangun sebuah hubungan kembali dan

penerimaan sosialtersebut bisa dikaitkan dengan pengalaman pribadi

serta proses aktualisasi dalam lingkungan individu. Maka bisa

dikatakan, konsep diri adalah pandangan umum tentang diri sendiri di

berbagai rangkaian domain dan persepsi spesifik berdasarkan

pengetahuan diri dan evaluasi nilai yang terbentuk melalui pengalaman

dalam kaitannya dengan lingkungan seseorang (Eccles, 2005; Matovu,

2012: 107).

Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga

dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup

lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

berkembang yang pada akhirnya menyebabkan individu sadar akan

keberadaan dirinya.Miller (2013: 2), mengartikan konsep diri adalah

keyakinan dalam diri seseorang tentang bagaimana dia menilai dirinya

sendiri secara keseluruhan.Sementara Cox (2010: 24) menyatakan,

konsep diri adalah persepsi diri seseorang yang dibentuk melalui

pengalaman dan interpretasi terhadap lingkungan seseorang yang

dipengaruhi oleh penilaian orang lain, penguatan, dan penentuan sebab

pribadi terhadap tingkah laku dirinya.Sejalan dengan hal itu Dada,

30
Ikwen, & Fagbeni (2014: 5) juga mengemukakan bahwa konsep diri

merupakan hal yang penting untuk dimiliki karena dapat mengetahui

kelebihan dan kekurangan dalam diri masing-masing peserta didik.

Dalam hal ini, konsep diri dirasa berperan dalam menentukan

kematangan karir pada peserta didik. Konsep diri yang positif sangat

membantu bagi kematangan karir peserta didik nantinya.

Dari beberapa pernyataan mengenai konsep diri tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa, konsep diri merupakan gambaran diri sendiri.

Gambaran tentang diri sendiri yang informasinya bisa kita terima dari

orang lain dan dari diri kita sendiri yang lebih mengetahui tentang

kekurangan dan kelebihan diri. Serta konsep diri yang positif dapat

mempengaruhi tingkat kematangan karir pada diri peserta didik.

b. Dimensi Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (Syarif, 2015: 121) menyebutkan 3 dimensi

utama dari konsep diri, yaitu:

1) Pengetahuan. Dimensi pertama pada konsep ini adalah apa yang

kita ketahui mengenai gambaran diri sendiri. Gambaran diri tersebut

pada prinsipnya akan membentuk citra diri. Gambaran diri tersebut

merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran

yang kita pegang, seperti sebagai orang tua, suami atau istri,

karyawan, pelajar; pandangan kita tentang watak kepribadian yang

31
kita rasakan yang ada pada diri kita; dan berbagai karakteristik yang

kita lihat melekat pada diri kita sendiri.

2) Harapan. Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan yang

diinginkan. Harapan atau cita-cita diri akan membangkitkan

kekuatan yang mendorong kita menuju masa depan dan akan

memadukan aktivitas kita dalam perjalanan hidup kita.

3) Penilaian. Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap

diri kita sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita

tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi.

Ramlan (2004: 125) menyebutkan bahwa konsep diri terbentuk dari

gambaran diri (self image) yang pembentuknya melalui proses bertanya

pada diri sendiri:

a) “Siapakah saya?”

b) “Apa peran saya dalam kehidupan?”

c) “Bagaimana nilai-nilai yang saya anut?”

d) ”Baik atau buruk?”

e) “Ingin jadi seperti apa saya kelak?”

Proses bertanya pada diri sendiri tersebut merupakan proses untuk

mengenal diri kita. Bila kita telah menemukan jawaban-jawaban atas

pertanyaan tersebut maka kita akan lebih mudah menemukan konsep diri

32
dalam diri kita dan mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan

konsep diri yang kita miliki. Seperti yang dijelaskan oleh Lawrence &

Vimala (2013: 141) menyatakan, konsep diri adalah elemen penting

dalam perkembangan dan proses pertumbuhan individu dalam kehidupan

manusia. Lebih lanjut Buunk & Vugt (2013: 156) menjabarkan

kompleksitas dari aspek konsep diri merupakan gabungan antara gagasan,

perasaan, dan sikap yang dimiliki oleh setiap individu terkait dengan

identitas, nilai, kemampuan, dan keterbatasan yang dimilikinya.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi konsep

diri merupakan gambaran keseluruhan dari setiap masing-masing dalam

diri individu yang kemudian membentuk penghayatan terhadap nila-nilai

dalam diri.

c. Pembentukan Konsep Diri dan Perilaku

Sarwono (2012: 81) menyatakan,

pembentukan konsep diri terbentuk pada masa transisi remaja. Remaja


adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Secara psikologis
dewasa bukan hanya tercapainya usia tertentu. Secara psikologis
kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis
tertentu pada seseorang.
Allport 1961 (Sarwono 2012: 81) mengidentifikasikan ciri-ciri

psikologis itu sebagai berikut:

33
1) Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan

kemampuan individu untuk menganggap orang atau hal lain sebagai

bagian dari dirinya juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri

sendiri) berkurang, sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki.

Salah satu tanda yang khas adalah tumbuhnya kemampuan untuk

mencintai orang lain dan alam sekitarnya.

2) Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self-

objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk

mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self-insight) dan

kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) lebih tinggi.

3) Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life). Hal

ini dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkan

dalm kata-kata. Individu itu tahu kedudukannya dalam masyarakat,

faham seharusnya bertingkah laku dalam kedudukannya tersebut

dan berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang telahdi

tetapkan sendiri.

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan

tingkah laku setiap individu yang merupakan citra total individu dalam

memandang dirinya yang tercermin dari keseluruhan

perilakunya.Menurut Felker (Syarif, 2015: 131), terdapat 3 peranan

penting konsep diri dalam menentukan perilaku setiap individu, yaitu:

34
1) Self-Concept as maintainer of inner consistency (konsep diri dalam

mempertahankan keselarasan batin). Individu senantiasa berusaha

untuk mempertahankan keselarasan batinnya.

2) Self-Concept as set of experience (konsep diri dalam menentukan

individu memberikan penafsiran atas pengalamannya). Seluruh

sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi dalam menafsirkan sebuah pengalamannya.

3) Self-Concept as set of expectations (konsep diri berperan sebagai

penentu pengharapan individu). Pengharapan ini merupakan inti

dari konsep diri.

Selain itu, 2 sumber pembentukan konsep diri juga didasari dari

pendapat ahli lainnya yang berupa:

1) Bahasa, merupakan sarana komunikasi untuk menjalin

hubungan antar individu. Du (2012: 508) melalui bahasa, akan

mempermudah seseorang dalam memahami konsep diri yang

dimiliki pada diri tiap individu.

2) Umpan balik. Umpan balik merupakan persepsi yang

disampaikan kepada individu yang bersangkutan dari orang-

orang terdekatnya atau panutannya. Dalam hal ini guru di

sekolah bisa menjadi teladan yang baik bagi para siswanya.

Seperti yang diungkapkan Bruno & Joyce (2014: 50) bahwa

35
guru perlu mengajarkan keteladanan yang dapat meningkatkan

konsep diri yang baik pada siswa.

Woolfolk (2007: 332) jugamenambahkan,konsep diri

dikembangkan sebagai hasil perbandingan dari kondisi eksternal dan

internal dalam diri setiap individu, menggunakan acuan dari orang lain

untuk suatu aspek laindari dalam diri. Dengan begitu konsep diri

seseorang merupakan gambaran mengenai keadaan dirinya atau

menjawab tentang keadaan seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan konsep diri pada

setiap individu terdapat beberapa faktor dan peranan penting yang

akan membentuk perilaku atau sikap konsep diri dari masing-masing

individu. Faktor-faktor dan peranan tersebut senantiasa berkembang

mengikuti alur kehidupan dari setiap individu dan menjadi cermin

serta acuan untuk dapat mengkondisikan dirinya.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap

perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu. Banyak kondisi dalam

kehidupan di usia remaja yang turut membentuk pola kepribadian

melalui pengaruhnya pada konsep diri seperti perubahan fisik maupun

psikologis pada masa remaja.

36
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri pada masa remaja,

menurut Syarif (2015: 126) yaitu:

1) Usia Kematangan. Remaja yang mengalami kematangan lebih awal

akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga

dapat menyesuaikan diri dengan baik.

2) Nama dan Julukan. Remaja peka dan merasa malu bila teman-

teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau bila mereka

memberi nama julukan yang bernada cemooh.

3) Hubungan Keluarga. Seorang remaja yang mempunyai hubungan

yang erat dengan seseorang anggota keluarga yang

mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin

mengembangkan pola kepribadian yang sama.

4) Teman-teman Sebaya. Teman sebaya mempengaruhi pola

kepribadian remaja dalam dua cara, yaitu konsep diri remaja

merupatan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman

tentang dirinya, dan ia berada dalam tekanan untuk

mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

5) Kreativitas. Remaja yang semasa kanak-kanak di dorong agar

kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis,

mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang

memberi memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.

37
6) Cita-cita. Bila remaja mempunyai cita-cita yang realistik tentang

kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan. Ini

akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih

besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.

Burns (Nuryoto, 1993: 54) menyebutkan bahwa secara garis besar

ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu:

1) Citra fisik, merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik, 2) bahasa,

yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan verbalisasi, 3) umpan

balik dari lingkungan, 4) identifikasi dengan model dan peran jenis yang

tepat, 5) pola asuh orang tua. Maka dengan adanya hal-hal tersebut,

individu akan memperoleh gambaran yang detail mengenai keadaan

dirinya dan diharapkan mampu merepresentasikan keadaan dirinya

sesuai dengan kemajuan yang sudah dipahami dalam setiap diri

individu. Seperti yang dijelaskan oleh Hartung & Subich (2011: 54),

Konsep diri merupakan representasi abstrak yang kemudian lahir dari

diri melalui pola pengalaman yang dipilih dan direfleksi oleh dirinya

sendiri secara berkelanjutan dan menjadi deskripsi mengenai keadaan

diri.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan, perilaku yang

ditampilkan oleh setiap individu akan terbentuk oleh beberapa faktor

yang mempengaruhinya. Mulai dari penampilan diri, adanya sebuah

38
cita-cita dan kreativitas, sampai pada hubungan keluarga dan teman

sebaya. Faktor-faktor tersebut turut terlibat dalam membentuk pola

kepribadian melalui konsep diri yang akan ditampilkan pada rentang

masa hidupnya.

3. Self-Efficacy

a. PengertianSelf-Effiacy

Self-Efficacy merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang

berhubungan dengan keyakinan dalam diri bahwa setiap diri individu

memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan yang diharapkan. Agar

yang diharapkan itu bisa berjalan sesuai dengan keinginan, perlu

dilandasi dengan sikap berfikir realistis, cermat, dan juga pentingnya

untuk memotivasi diri agar keyakinan yang dimiliki semakin kuat.

Seperti yang diungkapkan oleh McCoach, Gable, & Madura (2013: 16)

self-efficacy juga menghubungkan manusia dengan motivasi yang

dimilikinya, proses dalam berfikir, dan bertindak dalam meyakini yang

diinginkan. Senada dengan hal tersebut Mesterova, Prochazka, &

Vaculik (2015) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu

terhadap kemampuannya untuk memotivasi, berfikir, dan bertindak

dalam memenuhi kebutuhan di situasi apapun.

39
Baron &Byrne (2004: 187) mengemukakan bahwa, self-efficacy

merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya

untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan

sesuatu. Sejalan dengan pendapat sebelumnya Cera, Mancini, &

Antonietti (2013: 118) juga menyatakan bahwa self-efficacy adalah

keyakinan pada individu dengan kemampuan yang dimiliki dalam

meningkatkan harapan, motivasi, daya kognitif, dan melakukan suatu

tindakan yag diperlukan untuk melaksanakan tugas. Di pihak lain,

Santrock (2009: 462) menyatakan bahwa, “self-efficacy adalah

keyakinan bahwa saya bisa”.

Bandura (Roberts & Hogan, 2002: 96) self efficacy telah

didefinisikan sebagai penilaian seberapa baik seseorang dapat

melakukan perilaku yang diperlukan untuk menghadapi situasi yang

prospektif.Gaylor dan Nicol (2016: 6) menjelaskan theoretically, self

efficacy, dan performance become a self pertuating system of positive

reinforcement and practice. Dapat diartikan bahwa self-efficacy belief

merupakan penguat dalam diri untuk melakukan suatu kegiatan dan itu

berdampak positif. Senada dengan pendapat Robbins & Judge (2007:

332), self-efficacy berfokus pada kemampuan individu untukmenyatakan

keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tertentu tanpa perlu untuk

mengajukan pertanyaan berhasil atau tidak.

40
Keyakinan diri sebenarnya berkaitan dengan kemantapan yang

tertanam dalam setiap individu mengenai suatu tugas yang

dikerjakannya.Hal ini menjadi permasalahan yang kompleks ketika

individu belum siap dan belum terkonsep kematangan karir yang

dimilikinya. Dan tentunya juga akan berdampak pada masa depan

peserta didik itu sendiri. Dalam hal kematangan karir, tentunya self-

efficacymenjadi pendorong dalam diri agar peserta didik lebih

memantapkan bidang karir yang akan di pilihnya. Schunk (2012: 146)

juga berpendapat, self-efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki

setiap individu untuk dapat melakukan suatu hal dengan baik.Dan hal itu

juga sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Singh &

Shukla (2015) yang diperoleh hasil bahwa,self-efficacy berkorelasi

positif terhadap kematangan karir pada peserta didik tingkat menengah

atas.

Jika peserta didik yakin dengan kemampuannya maka hal apapun

yang dilalui selalu merasa yakin bahwa dia bisa. Termasuk saat peserta

didik akan menentukan karir di masa depannya. Bandura (Friedman &

Miriam, 2009: 247) efikasi diri adalah suatu harapan atau keyakinan

tentang bagaimana suatu kompetensi atau kemampuan seseorang yang

bisa digunakan untuk menyesuaikan perilaku pada situasi tertentu.Al

Khatib (2014: 163) menambahkan bahwa secara khusus rendahnya self-

41
efficacy dapat menyebabkan rasa tidak percaya dan keputusasaan

mengenai kemampuan seeorang untuk menghargai diri sendiri.

Dari berbagai pernyataan mengenai self-efficacy diatas maka dapat

disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan tentang dirinya

sendiri dalam menghadapi situasi dan seberapa bisa individu menggapai

tujuan yang hendak diraihnya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Self-

Efficacy

Bandura 1997 (Ormrod, 2008: 23) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi perkembangan self-efficacy, diantaranya adalah:

1) Keberhasilan dan Kegagalan Pembelajar Sebelumnya.

Meyakini bahwa mereka mungkin lebih berhasil pada suatu

tugas ketika mereka telah berhasil pada suatu tugas atau tugas lain

yang mirip di masa lalu.

2) Pesan Dari Orang Lain.

Kita juga mampu meningkatkan self-efficacy siswa dengan

memberi mereka alasan-alasan untuk percaya bahwa mereka dapat

sukses di masa depan. Pernyataan-pernyataan seperti "kamu pasti bisa

mengerjakan tugas ini jika anda berusaha". Meski demikian, pengaruh

42
prediksi-prediksi optimistik akan cepat hilang, kecuali usaha-usaha

siswa pada suatu tugas benar-benar mendatangkan kesuksesan.

3) Kesuksesan dan Kegagalan Orang Lain

Kita sering membentuk opini mengenai kemampuan kita sendiri

dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain, yang

kemudian hal itu juga akan mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan

diri.

4) Kesuksesan dan Kegagalan Dalam Kelompok yang Lebih Besar

Dapat berpikir secara inteligen dan mendapatkan pemahaman

yang lebih kompleks tentang sebuah topik ketika berkolaborasi dengan

teman sebaya dalam rangka menguasai dan menerapkan materi di

kelas.

Faktor perkembangan dalam self-efficacy ini juga didasari dari

sosial kognitif teori yang telah dikembangkan sebelumnya. Ormrod

(2012: 129) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

pengembangan self-efficacy antara lain termasuk kesuksesan dan

kegagalan seseorang sebelumnya, keadaan emosi saat ini, pesan yang

dikomunikasikan orang lain, keberhasilan dan kegagalan orang lain, dan

keberhasilan dan kegagalan kelompok seseorang secara keseluruhan

Eggen & Kauchak (2010: 298), juga mengklasifikasikan empat

faktor yang mempengaruhi self-efficacy belief, yaitu:

43
1) Past performance. Berkaitan dengan kinerja pada individu

dengan tugas-tugas yang telah diselesaikannya, dan itu akan

berdampak pada keyakinannya dengan tugas yang akan di hadapi

selanjutnya.

2) Modeling. Berkaitan dengan hasil kinerja dari orang lain yang

baik menjadi acuan dan penyemangat diri untuk bisa menjadikan

hasil karyanya lebih baik lagi.

3) Verbal persuasion. Kata-kata penyemangat atau pujian yang

diberikan kepada seseorang yang telah melakukan suatu

tugasnya dengan baik, dan hal tersebut akan memicu keyakinan

diri yang tinggi bahwa dia bisa melakukan tugas dengan baik.

4) Psychological state. Suatu gambaran fisiologis seperti kecemsan,

kelelahan atau kelaparan, yang akan mempengaruhi kinerja

seseorang itu sendiri.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi self-efficacyterdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Sejatinya faktor-faktor tersebut bisa menjadikan

sebuah opsi untuk terus berada dalam keyakinan diri bahwa dalam

setiap diri individu pastinya mengalami sebuah keberhasilan mengenai

sesuatu yang telah dipilih dan diyakininya.

44
c. Dasar Teori dan Sumber-sumber Pembentukkan Self-Efficacy

Perubahan perilaku manusia dan pengambilan keputusan dibuat

melalui perantara harapan dari self-efficacy yaitu harapan tentang

keyakinan bahwa seseorang dapat menampilkan suatu perilaku tertentu.

Sri Hastuti (2016: 1) menyatakan bahwa tingkat dan kekuatan self-

efficacy ditentukan oleh:

1) Apakah coping behavior akan ditiru.

2) Seberapa besar usaha akan berhasil.

3) Seberapa lama usaha akan bertahan ketika berhadapan dengan

hambatan.

Bandura (1986) (Sri Hastuti, 2016: 1) sumber-sumber pembentukan

self-efficacy terdiri atas:

1) Personal performance accomplishments (pencapaian-pencapaian

prestasi pribadi). Ini merupakan sumber yang paling berpengaruh.

2) Vicarious learning (pengalaman belajar dari orang lain)

3) Social persuasion (persuasi/bujukan sosial)

4) Physiological states and reactions (status dan reaksi fisiologis)

Dimopoulou (2012: 613) juga menyebutkan bahwa self-efficacy

yang dimiliki seseorang akan: 1) berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan, 2) mempengaruhi tingkat tantangan yang ditetapkan untuk

45
dirinya sendiri, 3) membantu upaya seseorang dalam melakukan suatu

aktivitas yang dihadapi, dan 4) berpengaruh terhadap reaksi dan pola

pikir seseorang.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan self-

efficacy ditentukan oleh beberapa sumber yang akan mempengaruhi

dalam pengambilan keputusan yang akan dibuat dan hal itu sejauh mana

setiap diri peserta didik dapat bertahan dalam menghadapi setiap

hambatan yang ditemuinya.

d. Klasifikasi Self-Efficacy

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja self-efficacy

pada setiap individu.Kreitner & Kinicki (1989: 90) mengasumsikan pola

perilaku self-efficacy kedalam beberapa type, yaitu:

Sumber Umpan Balik Pola Perilaku Hasil Self-efficacy


• Aktif memilih
peluang terbaik.
• Mampu mengelola
situasi.
• Menetapkan tujuan. Ke-
• Membuat rencana suk-
dan persiapan yang
sesan
parktis.
• Bekerja keras.
• Kreatif dalam
(Tinggi) ”saya memecahkan
Pengalaman bisa masalah.
Sebelumnya melakukannya” • Belajar dari
kegagalan.
• Memvisualisasikan
46 keberhasilan.
• Membatasi stress.
Model Perilaku

Keyakinan • Pasif.
Diri • Menghindari tugas
Pengaruh dari
sulit.
Orang Lain
• Komitmen rendah.
• Fokus pada Ke-
kekurangan pribadi.
gaga-
Penilaian • Tidak melakukan
lan
Keadaan Emosi upaya apapun.
Fisik • Berkecil hati pada
(Rendah) “saya kegagalan.
tidak mampu • Kegagalan
melakukannya” merupakan akhir
hidup.
• Mudah khawatir
dan stress.
• Selalu memikirkan
kegagalan.

Gambar I. Diagram Self-Efficacy Belief

Dari diagram diatas dapat dijelaskan perbedaan pola perilaku

(behavioral pattern) antara individu yang mempunyai self-efficacy

tinggi dengan individu yang mempunyai self efficacy rendah. Apabila

individu tersebut memiliki keyakinan diri tinggi maka mampu

mengelola diri dari kegagalan, stress, kekhawatiran, kecemasan, dan

tentunya selalu berusaha untuk mewujudkan sesuatu dengan bekerja

keras, selalu optimis serta mampu membuat rencana terbaik dalam

47
hidupnya agar mencapai tujuan hidup yang telah direncanakan.

Sebaliknya jika individu memiliki keyakinan diri yang rendah selalu

mudah khawatir, mudah stress, selalu memikirkan kegagalan daripada

opsi mengenai peluang keberhasilannya, menghindari tugas sulit bahkan

tidak mau mengerjakan tugas yang belum pernah ditemui sebelumnya,

dan selalu menganggap dirinya tidak memiliki kelebihan.

4. Motivasi Karir

a. Pengertian Motivasi Karir

Motivasi karir dapat menjadikan seseorang melakukan pilihan karir

sesuai keinginan yang telah dipertimbangkannya. Teori motivasi karir

didasari asumsi dari London (1983) yang menunjukkan bahwa motivasi

karir merupakan dorongan dari dalam diri seseorang yang

mempengaruhi perilaku dan keputusan karirnya serta merupakan

cerminan dari pemahaman karir, identitas karir, dan tantangan karir

seseorang. Ketiga cerminan perilaku tersebut merupakan bagian dari

multidimensi yang saling berkaitan dengan keputusan seseorang dalam

proses pencarian pekerjaan berkaitan dengan karir yang akan dilaluinya.

Dan menjadikan suatu karakteristik dalam diri setiap individu mengenai

perilaku motivasi karir yang ada dalam dirinya.

48
Dari ketiga domain karaktersiktik tersebut dapat dijelaskan: 1)

pemahaman karir adalah menunjukkan persepsi seseorang mengenai

realitas mengenai diri maupun suatu organisasi terhadap tujuan karir

yang akan dilalui yang mencakup kebutuhan perubahan dalam karir,

kejelasan sasaran karir, perspektif sosial, keputusan karir, dan orientasi

jangka panjang; 2) identitas karir adalah menunjukkan seberapa

pentingnya karir bagi identitas karir seseorang dari mulai proses

pencariaan sampai kepuasan dalam menikmati karir dalam hidupnya;

dan 3) ketahanan karir adalah menunjukkan ketahanan individu terhdapa

gangguan mengenai karirnya lingkungan kerja yang kurang optimal.

Dari uraian mengenai komponen motivasi karir tersebut dapat

disimpulkan bahwa motivasi karir dapat dipahami sebagai konstruksi

multidimensi yang melibatkan individu untuk mempengaruhi situasi

yang diinginkan yang tercermin dalam perilaku mengenai karir yang

akan diimpikan dan menjadikan karakteristik situasional pada setiap

individu.

1) Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan suatu aksi yang timbul dari dalam diri setiap

individu yang tergerak untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Motivasi menurut Bakar (2014: 723), merupakan

bagian kompleks dari perilaku manusia yang mempengaruhi setiap

49
individu dalam memilih untuk menginvestasikan waktu mereka dan

energi serta pikiran yang mereka berikan untuk menyelesaikan dan

bertahan dengan suatu tugas tertentu.Selanjutnya Milos & Cicek (2014:

121) menyatakan, motivasi dapat didefinisikan sebagai investasi usaha

yang disediakan untuk mencapai tujuan. Senada dengan pendapat

tersebut, Schunk et all (2010: 4) mendefinisikan motivasi merupakan

proses dari hasil yng melibatkan tujuan yang memberikan dorongan bagi

arah untuk bertindak.

Lawrence & Vimala ( 2013: 141) menyatakan, motivasi umumnya

didefinisikan sebagai kondisi dalam diri yang menstimulasi,

mengarahkan, dan mempertahankan sesuatu yang telah ditetapkannya.

Lebih lanjut Schunk, Pintrich & Meece (2008: 4) menyebutkan motivasi

adalah proses di mana kegiatan yang diarahkan pada suatu tujuan dan

untuk dipertahankan. Sementara McLean (2009: 7) menjelaskan,

motivasi merupakan alasan seseorang untuk berperilaku seperti yang

diinginkan dalam mencapai tujuan.

Wahab (2015: 127) juga menyatakan tentang motivasi yang

diartikan sebagai pengaruh dari energi dan arahan terhadap perilaku

yang meliputi: kebutuhan, minat, sikap, keinginan, dan

perangsang.Motivasi menurut Robbins & Judge (2007: 166), merupakan

proses yang memperhitungkan intensitas, arahan, dan kegigihan upaya

50
individu untuk mencapai suatu tujuan. Wade & Tavris (2010: 431) juga

menjelaskan bahwa, motivasi mengacu pada suatu proses di dalam diri

seseorang atau hewan yang menyebabkan organisme itu bergerak ke

arah tujuan atau menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan.

Dari beberapa pendapat mengenai motivasi tersebut maka dapat

disimpulkan motivasi merupakan suatu respon dari suatu aksi, yang

terjadi apabila seseorang mempunyai kemauan untuk melakukan sesuatu

tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Dan dalam rangka mencapai

tujuan, individu akan selalu tergerak untuk melakukan sesuatu hal yang

dapat mengubah suatu kondisi dan mulai berorientasi terhadap masa

depannya.

2) Pengertian Karir

Karir menurut Gutteridge 1993 (Gomes, 2003: 213) merupakan

urutan dari kegiatan-kegiatan dan perilaku-perilaku yang berkaitan

dengan kerja dan sikap, nilai, dan aspirasi yang terkait sepanjang masa

hidup seseorang. Menurut Dessler (2007: 4), karir adalah posisi

pekerjaan yang dimiliki seseorang selama bertahun-tahun. Kemudian

Winkel & Sri Hastuti (2013: 623) mengatakan bahwa;

kata vocation dan career lebih menekankan aspek bahwa seseorang


memandang pekerjaannya sebagai panggilan hidup yang meresapi
seluruh alam pikiran dan perasaan serta mewarnai seluruh gaya

51
hidupnya (life style), tanpa mengesampingkan kedua aspek lain yang
disebutkan diatas.
Ferguson (2008: 81) mengatakan, karir merupakan pilihan hidup,

yang dapat menentukan nasib hidup seseorang dengan menekuni dan

mengarahkan dirinya pada bidang tertentu.Super & Super (2001: 81)

menjelaskan bahwa, karir hanya terdapat dalam diri dan kehidupan

individu. Senada dengan Sudira (2016: 234) juga menyebutkan karir

adalah jalur (path) kehidupan yang telah dipilih oleh seseorang. Gibshon

dan Mitchell (2011: 445) juga mennyatakan bahwa karir merupakan

jumlah keseluruhan pengalaman kerja seseorang dalam kategori

pekerjaan umum seperti mengajar, pengobatan, akutansi dan lain

sebagainya.

Dapat disimpulkan bahwa karir adalah suatu rangkaian atau

pekerjaan yang dicapai seseorang dalam kurun waktu tertentu dan

berkaitan dengan sikap, nilai, perilaku, dan motivasi dalam individu dan

merupakan suatu jalan yang telah dipilih oleh individu tersebut untuk

memantpakan tujuan hidupnya.

Dalam kematangan karir, motivasi karir sangat diperlukan untuk

menggerakkan suatu aktivitas yang berkaitan dengan suatu tujuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Parveiz & Ahmed (2016), yang

mengungkapkan bahwa adanya motivasi yang tinggi pada karyawan

yang bekerja di suatu organisasi, akan berdampak pada perkembangan

52
karir mereka ke depannya. Maka dapat diartikan pula dalam hal ini jika

peserta didik memiliki motivasi untuk mencapai tujuan, bukan tidak

mungkin tingkat kematangan karir pada peserta didik juga akan lebih

siap.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwamotivasi karir

adalah suatu kemauan dan sebagai panggilan hidup untuk melakukan

suatu tindakan yang merupakan bagain dari mencapai tujuan yang

berkaitan dengan pekerjaan yang akan diraihnya dan dipertahankan

sepanjang rentang kehidupan manusia yang akan mewarnai seluruh gaya

hidupnya.

b. Jenis-jenis Motivasi Karir

Terdapat sebuah teori yang dikenalkan oleh Ryan dan Deci pada

tahun 1985 mengenai self-determination theory atau SDT. Ryan

&Deci(2000: 68), pendekatan terhadap motivasi merupakan

kecenderungan pertumbuhan yang melekat dan kebutuhan psikologis

merupakan dasar untuk motivasi diri dengan kepribadian yang

integritas, serta untuk kondisi yang mendorong mereka untuk proses

berfikir positif. Banyak alasan atau tujuan yang akan membedakan

jenis-jenis motivasi dengan syarat alasan-alasan tersebut memberikan

dorongan untuk melakukan sebuah tindakan.

53
Sardiman (2011: 86) menjelaskan motivasi dilihat dari dasar

pembentukannya merupakan motif-motif bawaan dan motif-motif yang

dipelajari, dengan arti: 1) motif bawaan merupakan motif yang dibawa

sejak lahir, motif ini sering disebut motif yang diisyaratkan secara

biologis; 2) sedangkan motif-motif yang dipelajari timbul karena

mempelajari sesuatu sehingga timbul dorongan untuk melakukannya.

Dilihat dari fungsinya, sardiman (2011: 85) juga menjelaskan:

1) Mendorong manusia untuk berbuat. Hal ini sebagai penggerak

untuk melakukan sebuah tindakan.

2) Menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki.

3) Menyelesaikan perbuatan tentang segala hal yang telah

dimulainya demi mencapai tujuan.

Rusyan, Kusdinar, & Arifin (1994: 123-124) juga menjelaskan

bahwa motivasi memiliki tiga fungsi yaitu:

1) Mendorong timbulnya perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan

muncul suatu perbuatan yang akan dikerjakannya.

2) Mengarahkan aktivitas untuk belajar pada peserta didik.

54
3) Menggerakkan seperti mesin. Besar kecilnya motivasi akan

menentukan cepat atau lambatnya sesuatu hal yang akan

dikerjakan.

Dari penjelasan diatas terkait jenis-jenis motivasi karir dapat

disimpulkan bahwa, jenis-jenis motivasi terbentuk dengan alasan dapat

menimbulkan suatu dorongan untuk melakukan kegiatan atau aktivitas

yang berkaitan dengan suatu tujuan. Motif-motif tersebut secara garis

besar terdiri dari motif bawaan yang sudah terbentuk sejak lahir terkait

dengan kebutuhan biologis dan motif yang bisa dipelajari selama

rentang masa kehidupan individu.

c. Aspek Motivasi Karir

London (1983: 620) mengelompokkan motivasi karir ke dalam

beberapa aspek komponen utama. Aspek-aspek tersebut diperlukan

untuk memahami bagaimana setiap elemen terkait dengan komitmen

karyawan terhadap organisasi dan kepuasan karir mereka. Komponen

yang dimaksud tersebut adalah:

1) Konsep wawasan karir (Career Insight). Berkaitan dengan

realisme bahwa setiap individu berpikir tentang diri mereka

sendiri dan karir mereka. Mereka yang paham dalam wawasan

55
karir memiliki persepsi yang realistis dari diri mereka sendiri dan

perusahaan dan berhubungan dengan tujuan karir.

2) Konsep identitas karir (Career Identity). Adalah sejauh mana

karyawan yang bekerja dengan baik pada pekerjaan mereka. Hal

ini terkait dengan kepuasan yang berasal dari pekerjaan saat ini,

keunggulan kerja, dan keinginan untuk pekerjaan yang lebih baik.

3) Ketahanan karir (Career Resilience). Sebagai kemampuan untuk

mengatasi kemunduran karir, berhubungan dengan resistensi

seseorang terhadap gangguan karir dari lingkungan karir yang

optimal.

Menurut Syah (2006: 151), motivasi yang mempengaruhi karir tiap

individu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1) Motivasi Intrinsik. Merupakan hal dan keadaan yang berasal dari

dalam diri individu sendiri yang dapat mendorongnya melakukan

suatu tindakan. Tindakan dan usaha inilah yang nantiya juga akan

mempengaruhi proses dalam menentukan karir yang akan

dicapainya.

2) Motivasi Ekstrinsik. Merupakan hal dan keadaan yang datang dari

luar individu yangdapat mendorongnya untuk melakukan suatu

kegiatan positif. Hal itu berupa feedbackatau pujian yang poitif

56
serta hadiah yang berhak mereka terima karena telah melakukannya

dengan baik.

Motivasi instrinsik dan ekstrinsik sangatlah penting dalam

mempengaruhi kesuksesan setiap individu. Dan hal itu tidak dapat

dipisahkan dalam kehidupan manusia dalam kegiatan maupun

kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut sependapat dengan Ryan & Deci

(2000: 54) yang menjelaskan bahwa jenis motivasi intrinsik dan

ekstrinsik telah dipelajari secara luas, dan perbedaan di antara keduanya

telah memberi penerangan penting pada praktik perkembangan setiap

individu dan dunia pendidikan.

Donovan (2015) dalam hasil penelitiannya yang dilakukan pada32

siswa yang direkrut dari teman dan keluarga di London, Ontario,

Kanada dengan rentang usia berkisar dari 16 - 27 tahun telah

mengungkapkan bahwa secara luas motivasi dapat mengarahkan pada

kesuksesan, peningkatan pemahaman di lingkungan pendidikan, dan

kehidupan dunia kerja pada nantinya. Sejalan dengan hal tersebut,

penelitian yang telah dilakukan olehMensah & Tawiyah (2016) pada

pekerja pertambangan di Ghana, bahwa terdapat perbedaan signifikan

yang kuat pada motivasi karyawan ketika mereka bekerja dan menerima

upah yang sangat layak mereka merasa sangat dihargai oleh pekerjaan

57
yang sudah mereka kerjakan, dan hal tersebut akan menjadi dorongan

bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang lebih.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi karir

yang dimiliki setiap individu terdapat komponen yang akan saling

terkait yang bisa berasal dari dalam diri maupun berasal dari luar

individu dan disertai kebutuhan dasar dari Maslow pada suatu peringkat

paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat

berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Maka motivasi karir

akan muncul untuk memberi penguat dan dorongan dalam diri individu

dalam memantapkan karir yang sudah dipilihnya.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Karir Peserta

Didik

Chung & Megginson (Gomes 2001: 180) menjelaskan, motivasi

melibatkan (1) faktor-faktor individual dan (2) faktor-faktor

organisasional. Faktor-faktor individual meliputi kebutuhan-kebutuhan

(needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitude), dan kemampuan-

kemampuan (abilities). Faktor-faktor organisasional meliputi

pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama

pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan

pekerjaan itu sendiri (job it self).

58
Sementara Helleriegel dan Slocum (Sujak 1990: 249)

mengklasifikasikan tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi

meliputi:

1) Perbedaan karakteristik individu. Karakteristik individu yang

berbeda jenis kebutuhan, sikap, dan minat menimbulkan motivasi

yang bervariasi, misalnya pegawai yang mempunyai motivasi untuk

mendapatkan uang sebanyak-banyaknya akan bekerja keras dengan

resiko tinggi dibanding dengan pegawai yang mempunyai motivasi

keselamatan, dan akan berbeda pada pegawai yang bermotivasi

untuk memperoleh prestasi.

2) Perbedaan karakteristik pekerjaan. Setiap pekerjaan yang berbeda

membutuhkan persyaratan keterampilan, identitas tugas,

signifikansi tugas, otonomi dan tipe-tipe penilaian yang berbeda

pula. Perbedaan karakteristik yang melekat pada pekerjaan itu

membutuhkan pengorganisasian dan penempatan orang secara tepat

sesuai dengan kesiapan masing-masing pegawai.

3) Perbedaan karakteristik lingkungan kerja atau organisasi. Setiap

organisasi juga mempunyai peraturan, kebijakan, sistem pemberian

hadiah, dan misi yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada

setiap pegawainya. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh stimuli

kekuatan intrinsik yang ada pada diri seseorang/individu yang

59
bersangkutan, stimuli eksternal mungkin juga dapat mempengaruhi

motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu

terhadap stimuli tersebut.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi karir

pada setiap individu dapat dipengaruhi berbagai faktor-faktor dalam

menentukan sikap motivasi karirnya. Faktor yang paling utama ada pada

dalam diri individu itu sendiri. Karena hal itu merupakan kemauan dan

dorongan dalam yang sejauh mana kemauan akan motivasi karir itu

muncul dalam dirinya.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian ini mengacu pada berbagai literatur yang mendukung sebagai

acuan untuk menegaskan dan menguatkan teori yang dipakai dalam penelitian

ini, dan peneliti juga merujuk dari penelitian terdahulu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ogi (2018), dengan judul Peran Efikasi

Diri dan Komitmen Karir terhadap Kemampuan Job Crafting Karyawan.

Persamaan dari hasil penelitian tersebtu adalah sama-sama bergerak

dibidang karir dengan menggunakan variabel self-efficacy, namun Ogi

sasarannya adalah karyawan yang sudah bekerja, sedangkan peneliti

60
menggunakan sampel pada peserta didik di SMA untuk mengetahui

tingkat pemahaman kematangan karir.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2017), dengan judul Pengaruh

Persepsi Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasai, Ambiguitas Peran,

Kompensasi Kerja, Motivasi Kerja, dan Efikasi Diri Terhadap Kepuasan

Kerja Pegawai. (Studi Pada CV Duta Anggita). Persamaan hasil penelitian

adalah sama-sama bergerak di bidang suatu karir dengan menggunakan

variabel self-efficacy dan motivasi. Namun Tri menggunakan motivasi

kerja untuk mengetahui pengaruh dari suatu pegawai kerja, sedangkan

peneliti menggunakan motivasi karir untuk mengetahui pengaruh

kematangan karir peserta didik SMA.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Windriyanto (2013), dengan judul

Hubungan Antara Layanan Bimbingan Karir dan Self-Efficacy dengan

Keputusan Karir Siswa. Persamaan dari hasil penelitian tersebut adalah

sama-sama berorientasi pada bidang karir dengan variabel independen

self-eficacy namun peneliti menggunakan penelitian jenis eksperiman.

Variabel dependen yang peneliti gunakan adalah kematangan karir dan

dengan populasi dan sampel yang berbeda pula.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Rahmawati Prastiwi (2015) dengan

judul Upaya Peningkatan Kematangan Karir Melalui Metode Career

Portfolio Pada Siswa Kelas X MIA 1 di SMAN 1 Boyolali. Pendekatan

dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan jenis penelitian tindakan

61
kelas. Persamaan dari hasil penelitian tersebut adalah sama-sama

menggunakan kematangan karir sebagai bahan acuan untuk penelitian,

namun jenis penelitian dan variabel lain yang akan peneliti gunakan

berbeda, yaitu motivasi karir, konsep diri, dan self-efficacy.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Susantoputri, Maria Kristina, William

Gunawan (2014) dengan judul Hubungan Antara Efikasi Diri Karier

dengan Kematangan Karier Pada Remaja di Daerah Kota Tangerang.

Persamaan dari hasil penelitian tersebut adalah sama-sama menggunakan

variabel independen self-efficacy dan variabel dependen kematangan karir.

Namun penelitian yang akan peneliti lakukan nantinya ada variabel lain

lagi yang berhubungan dengan kematangan karir yaitu konsep diri dan

motivasi karir.

6. Cirsan, Pavela, dan Ghimbulut (2014) penelitian dengan judulA Need

Assesment on Student’s Career Guidance. Penelitian ini bertujuan untuk

melakukan penilaian terhadap siswa bimbingan karir dan program

konseling karir. Penelitian ini merupakan penelitian survey yang

dikembangkan pada sampel 130 mahasiswa. Data berupa kuantitatif dan

kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan siswa kurang mendapat informasi

tentang peluang kerja, harapan untuk masa depan mereka tidak tehubung

dengan pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki saat ini, mereka

tidak memiliki rencana karir yang koheren, dan menghadapi hambatan

besar dalam proses pengambilan keputusan karir. Persamaan dari

62
penelitian tersebut adalah, peniliti juga memfokuskan pada arah karir yaitu

dengan variabel kematangan karir.

7. Kounenou (2011) meneliti tentang Career decision making of Greek post

secondary vocational student: the impact of parents and career decision

making self-efficacy. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan

pengaruh orang tua dalam pengambilan keputusan karir setelah lulus di

sekolah menengah. Penelitian ini adalah penelitian survey yang

menggunakan kuesioner dengan jumlah responden 148 mahasiswa. Hasil

penelitian menunjukkan ada korelasi yang signifikan antara self-efficacy

karir keputusan mahasiswa dengan pengambilan keputusan karir,

sehubungan dengan tingkat pendidikan ibu. Lebih lanjut hasil penelitian

juga menunjukkan korelasi yang kuat antara pengaruh orang tua dan

kemampuan pengambilan keputusan karir. Persamaan pada penelitian ini

adalah menggunakan variabel self-efficacy untuk mengetahui tingkat

kematangan karir pada siswa sekolah menengah.

8. Komarraju, Swanson, dan Nadler (2013) yang telah melakukan penelitian

dengan judul Increased Career Self-Efficacy Predict College Students

Motivation, and Course and Major Satifaction, yaitu dengan menganalisis

peningkatan keterbukaan diri dalam merencanakan karir, dan motivasi apa

saja yang dibutuhkan peserta didik dalam mencapai kepuasan utama

dalam karir. Dalam penelitian ini motivasi peserta didik menjadi

komponen penting dalam merencanakan karir mereka. Persamaan pada

63
penelitian ini adalah, peneliti juga berorientasi ke arah karir pada peserta

didik di SMA dan faktor motivasi serta keyakinan diri menjadi variabel

pendukung dalam hal karir. Namun perbedaan yang dilakukan peneliti

adalah dengan memfokuskan kematangan karir pada peserta didik, dengan

menggunakan variabel independen konsep diri, self-efficacy dan motivasi

karir untuk mengetahui perilaku kematangan karir peserta didik di SMA.

Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

persamaan bidang penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu membahas

dalam bidang karir dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling di

Sekolah. Penelitian yang diangkat oleh peneliti ini berbeda dari yang

dilakukan sebelumnya, pada penelitian ini membahas variabel konsep diri,

self-efficacy, dan motivasi karir dalam menunjang kematangan karir siswa.

Selain itu sasaran dalam penelitian ini adalah SMA Negeri di Kabupaten

Pacitan.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian relevan yang telah diuraikan,

maka dapat diajukan suatu kerangka pemikiran atau suatu anggapan dasar

yang dapat melandasi kegiatan penelitian ini.

64
Kematangan karir sering kali dijadikan suatu patokan terhadap

keberhasilan dalam menjalani kehidupan. Terlebih saat memasuki usia remaja

pertengahan, dalam hal ini adalah peserta didik SMA yang sudah mulai

memikirkan orientasinya ke masa depan. Ada berbagai permasalahan yang

dialami oleh peserta didik bahwa mereka belum mengerti tentang kematangan

karir yang dimilikinya, dan hal tersebut nampak dalam berbagai masalah baik

yang berkaitan dengan pemilihan studi lanjut nantinya atau ketika akan

langsung terjun ke dunia pekerjaan. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi

pada tiga hal yang didugamendasari permasalahan peserta didikberkaitan pada

mendorongnya kematangan karir, yaitu konsep diri, self-efficacy, dan motivasi

karir.

Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat

digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Manusia

sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada

akhirnya menyebabkan setiap individu sadar keberadaan dirinya. Konsep diri

terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya. Jika

individu sudah mengetahui kekurangan dankelebihan dalam dirinya, maka

tujuan hidup yang dicapai menjadi jelas. Termasuk dalam mematangkan

kematangan karir yang dipilih nantinya.Memiliki gambaran diri yang jelas

serta bersikap positif menjadikan point penting dalam menentukan

kematangan karir yang akan ditentukan kedepannya. Hasil penelitian relevan

65
yang telah dilakukan oleh Istiana (2017) juga menyatakan bahwa semakin

tinggi konsep diri atau adanya konsep diri yang positif dapat mempengaruhi

tingkat kematangan karir pada peserta didik.

Santrock (2013: 311), juga menyatakan bahwa konsep diri merupakan

evaluasi yang spesifik pada suatu domain mengenai keberadaan diri

sendiri.Hal tersebut juga seperti yang telah dijelaskan pada hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh Demaray, Malecki, Yu Rueger, Brown, & Summer

(2009) yang menghasilkan temuan bahwa dukungan guru di sekolah sangat

berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri pada peserta didik. Jadidapat

dikatakan jika peserta didik dapat memahami mengenai gambaran diri dapat

mempengaruhi perilaku kematangan karir yang akan dilaluinya serta guru

sebagai panutan di sekolah baiknya selalu mendukung peserta didiknya agar

mampu berkembang dengan baik.

Self-efficacy merupakan keyakinan individu dalam melakukan

tindakan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Self-efficacy memiliki peran

yang besar dalam tingkah laku khususnya dalam menentukan pemilhan karir,

karena dapat menentukan masa depan pada peserta didk. Self-efficacyyang

tinggi tentunya berdampak pada mantapnya peserta didik dalam kematangan

karir, serta mampu menyelesaikan tugas dan masalah yang dihadapi dengan

penuh keyakinan. Sebaliknya, peserta didk yang memiliki self-efficacy rendah

merasa enggan dalam menentukan masa depan.Hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Tarigan & Wimbarti (2011), mengungkapkan adanya temuan

66
positif mengenai program perencanaan karir sangat efektif dalam

meningkatkan keyakinan diri dalam pencarian karir pada 39 lulusan sarjana

baru yang telah dibagi ke dalam kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan

dengan desain eksperimen pre-test dan post-test yang telah dilakukan dalam

penelitian tersebut. Hal tersebut sangatlah membantu peserta didik ketika guru

di sekolah juga aktif mendorong keyakinan dirinya terhadap kematangan karir

yang akan membantunya dalam meraih cita-cita.

Dari uraian mengenai self-efficacy, maka dapat dikatakan apabila

peserta didik yang memiliki self-efficacy kuat dalam dirinya dapat mendorong

tingkat kematangan karir yang diimpikan berkaitan dengan cita-citanya. Dan

self-efficacy yang tinggi tersebut dapat meyakinkan diri peserta didik agar

selalu yakin dengan pilihan yang akan ditekuni berkaitan dengan karir

nantinya. Hal tersebut sesuai pendapat Bandura (2012: 15), yang menjelaskan

self-efficacy adalah keyakinan yang dimiliki dalam diri seseorang dengan

kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam hal ini tujuan

yang akan dituju peserta didik mengenai karir yang akan dilaluinya.

Motivasi karir memberikan daya dorong kepada peserta didik untuk

berpacu dalam menyikapi kematangan karir yang dimiliki untuk memotivasi

dirinya agar selalu yakin dalam menggapai masa depan. Dengan adanya

motivasi karir, diharapkan peserta didik dapat menentukan target atau prestasi

yang hendak dicapainya. Dan motivasi karir bertujuan untuk memperkuat

tujuan peserta didik yang dijalani nantinya. Motivasi karir itu sendiri

67
merupakan dorongan dalam diri sendiri untuk memantapkan kematangan karir

demi masa depan peserta didik.Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Alniacik, Alniacik, Akcin, dan Erat (2012) menghasilkan temuan dari 250

partisipan yang terlibat di Turkey bahwa hubungan motivasi karir, komitmen

yang afektif, berhubungan positif terhadap kepuasan kerja yang mereka

lakukan.

Dalam uraian pemikiran dari kerangka pikir tersebut dapat disimpulkan

bahwa konsep diri, self-efficacy, dan motivasi karir yang secara bersama-

samadan atau sendiri-sendiri berpengaruh kuat terhadap kematangan karir

pada peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Pacitan. Oleh karena itu

disediakan dalam model gambar mengenai konsep kerangka pikir dibawah ini:

H2
X1

H3
X2 Y
H1

X3
H4

Gambar 2. Paradigma Penelitian

Keterangan:

68
X1 : Konsep Diri
X2 : Self-Efficacy Belief
X3 : Motivasi Karir
Y : Kematangan Karir
H1 : Hipotesis I
H2 : Hipotesis II
H3 : Hipotesis III
H4 : Hipotesis IV
: Garis pengaruh
: Garis pengaruh secara simultan

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teori diatas, maka hipotesis yang diajukan peneliti

adalah:

1. Terdapat pengaruh signifikan antara konsep diri, self-efficacy, dan

motivasi karir terhadap kematangan karir siswa SMA Negeri di-

Kabupaten Pacitan.

2. Terdapat pengaruh signifikan antara konsep diri terhadap kematangan

karir siswa SMA Negeri di Kabupaten Pacitan.

3. Terdapat pengaruh signifikan antara self-efficacy terhadap kematangan

karir siswa SMA Negeri di Kabupaten Pacitan.

69
4. Terdapat pengaruh signifikan antara motivasi karir terhadap

kematangan karir siswa SMA Negeri di Kabupaten Pacitan.

70

Anda mungkin juga menyukai