Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Metodologi Penelitian yang diampu
oleh : Dr. Ilfiandra, M.Pd

Disusun oleh :

Wafiq Ali Kasyfi 1706780

SEKOLAH PASCASARJANA
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
A. Latar belakang

Teori karir perkembangan menitikberatkan pentingnya mengklarifikasi


identitas vokasional (vocational identity) mengembangkan orientasi pada
masa remaja. Konstruksi identias vokasional merupakan salah satu
perkembangan penting yang harus dicapai oleh remaja karena identitas
vokasional merupakan bagian penting pada perkembangan identitas remaja
(Vondracek, dalam Hirschi 2011). Siswa SMA berada pada rentang usia 15-17
tahun, ditinjau dari teori perkembangan karir Super rentang usia ini berada
pada tahap ekplorasi. Super (Sharf, 2010:223) menjelaskan tahap ekplorasi
meliputi usaha individu untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan
akurat tentang pekerjaan, memilih alternatif karir, serta memutuskan dan
mulai bekerja. Smitina (2008) menyatakan bahwa kesulitan dalam
mengidentifikasi identitas vokasional dapat membuat remaja mengalami
kekaburan identitas dan berdampak pada sikap yang positif
terhadap masa depannya sendiri.

Identitas vokasional sangat erat kaitannya dengan status identitas


individu. Identitas vokasional merupakan tugas perkembangan utama pada
masa remaja, terlebih lagi di negara industri yang mengakui bahwa identitas
vokasional sebagai salah satu tugas perkembangan yang paling penting dan
sebagai komponen kunci dalam proses pembentukan identitas (Lannengard-
Willems, dkk., 2016). Banyak ahli yang mengkopseptualisasikan
perkembangan identitas vokasional dengan mengacu pada konstruk teori
identitas Erikson. Mengacu pada pendekatan Eriksonian, secara operasional
identitas vokasional dipandu oleh paradigma status identitas Marcia (1980).

Marcia menetapkan dua proses pembentukan identitas: eksplorasi


(yaitu, pertimbangan berbagai alternatif identitas yang potensial) dan
komitmen (yaitu adopsi keyakinan atau pilihan secara tegas) (Hirschi, 2012).
Model status identitas ini sukses diterapkan pada beberapa penelitian
mengenai perkembangan karir remaja (Raskin, 1989; Skorikov & Vondracek,
2007; Vondracek, dkk,. 1995).
Identitas vokasional dalam pandangan Marcia adalah kemampuan
individu dalam menghadapi persoalan identitas vokasional berupa usaha
dalam melakukan eksplorasi terkait pilihan vokasional dan komitmen atas
pilihan alternative didasarkan atas pertimbangan (Marcia dan Archer, 1993).
Lebih lanjut, dimensi eksplorasi dalam identitas vokasional dapat ditandai
dengan knowledgeability, activity directed towards gathering information,
conidering alternativ potential identity element, dan desire to make an early
dicision. Pada dimensi komitmen dalam identitas vokasional dapat ditandai
dengan knowledgeability, activity directed towards gathering information,
emotional tone, identification with dignificant other, projecing one’s of personal future,
dan resistence to being swayed.

Beberapa temuan penelitian mendukung posisi bahwa status identitas


dapat diidentifikasi selama periode remaja awal hingga menengah meskipun
ada pernyataan menunjukkan bahwa krisis identitas biasanya tidak terjadi
sampai remaja akhir atau dewasa awal (Porfeli, 2011). Pada masa remaja,
individu mengalami masa kritis untuk pengembangan jabatan sebagai jalur
pendidikan dan karir kearah yang lebih jelas serta dalam pembuatan
keputusan karir (ZimmerGembeck & Mortimer, 2006). Perkembangan karir
remaja bergantung pada bagaimana kemampuan remaja dalam beradaptasi
dan menemukan identitas vokasional mereka (Savickas, dalam Subtricia,
2015). Kemampuan tersebut dinilai penting karena mereka akan mampu
merencanakan masa depan pribadinya dan menetapkan tujuan dan
memberikan kontribusi untuk pengembangan kearah yang lebih positif
(Savickas, dalam Skorikov & Vondracek, 1998).

Dalam menyelesaikan tugas perkembangan siswa dituntut


mempersiapkan kemampuan diri dan menetapkan rencana di masa yang
akan datang, hal ini bertujuan agar peserta didik dapat mengarahkan
tingkah lakunya untuk mencapai yang dicita-citakannya. Di sisi lain untuk
menetapkan rencana bukan hal yang mudah pada tahap ini, Nurmi (2004)
memaparkan bahwa dalam menetapkan rencana peserta didik harus
memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup mengenai konteks masa
depan, merancang berbagai strategi pencapaian tujua, dan memilih strategi
yang efektif untuk mencapai tujuan. Isaacson dan Brown (1997)
menambahkan bahwa memilih karir dibutuhkan persiapan dan perencanaan
yang matang, karena karir merupakan aktivitas yang bermakna.

Banyak penelitian dilakukan tentang domain yang ada pada status


identitas yang menunjukan bahwa status achievment merupakan yang
paling sehat dan pada dimensi komitmen sangat terkait dengan kebahagiaan
(Crocetti, dkk., 2008; Luyckx, dkk., 2005; Meeus, dkk., 1999). Hal ini berarti
status achievment dan foreclosure serta komitmen yang jelas, telah
dikaitkan dengan tingginya kebahagiaan, status moratorium dan eksplorasi
identitas, dikaitkan dengan tingkat yang lebih rendah, dan status diffusion
telah dikaitkan dengan tingkat yang moderat. Stabilitas identitas dapat
membuat pengalaman bahagia bagi seseorang (Steel, dkk, 2008).

Identitas vokasional merupakan bagian integral dari fungsi individu


dan membangun pribadi. Hal ini dikarenakan salah satu tugas utama dalam
pembentukan pribadi, terutama untuk remaja yaitu pembentukan berbagai
identitas. (Leong, 2008). Identitas vokasional merupakan hal penting sebagai
rangkaian dalam memahami pengembangan karir (Turner, dkk, 2006).
Identitas vokasional mengarah kepada integrasi dan kristalisasi kemampuan,
bakat serta peluang dalam mencapai tujuan karir. Hal ini dapat dibuktikan
dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa identitas vokasional
memiliki pengaruh positif terhadap pembuatan keputusan karir (Ghusue,
dkk, 2006).

Beberapa peneliti mengembangkan pendekatan dalam konteks


konseling karir yang digunakan untuk membantu mengembangkan identitas
vokasional, seperti konseling karir dengan pendekatan person-centered
(Sica, dkk, 2015) dan konseling karir menggunakan tipe kepribadian Holland
(Ohasashi, 2009). Pemanfaatan tipe kepribadian RIASEC Holland (1980)
dalam konseling karir membantu konseli untuk lebih bisa mengklasifikasikan
identitas vokasionalnya. Selain konseling karir, bimbingan pilihan karir
(Kunnen, 2013) dan Computerassisted Career Guidance Systems (Lenz, dkk.,
1993) dapat menjadi alternatif bantuan yang sifatnya lebih kepada pemberi
informasi dan bersifat preventif. Di indonesia hingga saat masih belum
tersedia model konseling karir andal yang dapat digunakan untuk
mengoptimalkan pencapaian identitas vokasinal (Suherman, 2013).

Keterpaduan antara program bimbingan dan konseling karir dengan


dukungan sistem lain disekolah akan mampu menghasilkan siswa dengan
identitas vokasional yang baik. Konseling karir perkembangan dapat menjadi
upaya bantuan yang tepat dalam mengembangkan identitas vokasional
siswa. Pendekatan perkembangan (developmental) dalam upaya bantuan
didasari oleh keunikan yang dimiliki dalam pendekatan ini. Crites (1981:118)
menjelaskan bahwa konseling karir perkembangan menekankan pada
konseling perkembangan karir sepanjang hayat. Selain itu, konseling karir
perkembangan memiliki hubungan paralel dengan permasalahan
kematangan karir siswa.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Penelitian terdahulu mengenai identitas vokasional banyak


dihubungkan dengan variabel lain. Pertama adalah temuan tentang
hubungan identitas vokasional dengan kebahagiaan oleh Meeus, dkk., (1999)
dan Steel, dkk., (2008). Mereka mengatakan bahwa kejelasan identitas
vokasional pada seseorang dapat menjadi kebahagiaan tersendiri bagi
seseorang. Selain itu, identitas vokasional dapat dipengaruhi oleh demografi
(Skorikov dan Vondracek, 2011). Identitas vokasional pada seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor demografi seperti jenis kelamin, latar bekalang
keluarga, dan etnis budaya. Kepribadian dapat juga mempengaruhi
identitas vokasional (Clancy & Dollinger, 1993; Crocetti, dkk., 2008; Luyckx,
dkk., 2005). Disamping itu, terdapat beberapa intervensi mengembangkan
identitas vokasional berbasis bimbingan Kunnen, (2013) dan berbasis
konseling karir Ohasahi, (2009) dan Sica, L. S, dkk, (2015).
Penelitian tentang identitas vokasional remaja di Indonesia masih
jarang,
terutama tentang bagaimana intervensi dalam membantu remaja
mengembangkan
identitas vokasionalnya. Padahal jika melihat perannya, identitas vokasional
sangat
krusial pada usia remaja terutama siswa SMA (Smitina, 2008; Patton &
Lokan, 200;
Madjid, 2014), karena pada usia ini menurut teori perkembangan karir
berada pada
masa eksplorasi tujuan karir yang sesuai dengan potensi (Super, 1990).
Identitas
vokasional yang jelas akan membantu remaja dalam menentukan pilihan
masa
depannya yang sesuai. Oleh karena itu masih diperlukan intervensi untuk
mengembangkan identitas vokasional dengan menggunakan pendekatan
dan teknik
yang sesuai dengan kondisi saat ini. Terdapat banyak penelitian yang
membuktikan
pengaruh dan hubungan identitas vokasional dengan variabel lain seperti
yang telah
dijelaskan sebelumnya.

Intervensi bimbingan dan konseling karir dalam mengembangkan


identitas vokasional menjadi kebutuhan utama dalam penelitian ini.
Konseling karir perkembangan dapat diaplikasikan dalam intervensi
bimbingan dan konseling karir di sekolah untuk mengembangkan identitas
vokasional siswa kelas 11. Konseling karir perkembangan adalah upaya agar
siswa tidak mengalami kebingungan peran identitas yang berdampak pada
tidak optimalnya tugas perkembangan remaja itu sendiri.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pendekatan konseling karir
perkembangan dalam mengembangkan identitas vokasional pada siswa
kelas 11 SMA di SMAN 1 Baleendah.

D. Pertanyaan Penelitian

Apakah pendekatan konseling karir perkembangan dapat


meningkatkan identitas vokasional pada siswa kelas 11 SMA di SMAN 1
Baleendah?

E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian dengan menguji intervensi konseling karir


perkembangan untuk mengembangkan identitas vokasional diharapkan
dapat menyumbang intervensi baru bagi konselor/guru BK untuk
mengembangkan identitas vokasional siswa dan untuk siswa kelas 11 di
sekolah SMAN 1 Baleendah.

F. Analisis Data

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

Hipotesis penelitian : Konseling karir perkembangan efektif mengembangkan


identitas vokasional siswa SMA kelas 11.

Hipotesis Statistik : Ho : µ1 = µ2

: H1 : µ1 > µ2

Kriteria pengujiannya, Ho ditolak jika: harga μ1 yang diperoleh berdasarkan data empirik,
lebih kecil dari p, dalam penelitian harga p ditetapkan sebesar 0.05. Analisis
data menggunakan uji statistk parametrik dengan uji T.

Referensi

Clancy, S. M., dan Dollinger, S. J. (1993). Identity, self, and personality: I. Identity status and
the five-factor model of personality. Journal of Research on Adolescence, 3, 227–245
Crocetti, E., dkk. (2008). Identity formation in early and middle adolescents from various ethnic
groups: From three dimensions to five statuses. Journal of Youth and Adolescence, 37,
983–996.

Holland, J., dkk., (1993). The vocational identity scale: A diagnostic and treatment tool. Journal
of Career Assessment, 1, 1–12.

Kunnen, E. S. (2013) The Effects of Career Choice Guidance on Identity Development.


Educational Research International. 2013(2013)

Luyckx, K., dkk., (2005). Identity statuses based on 4 rather than 2 identity dimensions:
Extending and refining Marcia’s paradigm. Journal of Youth and Adolescence, 34, 605–
618.

Madjid, R. (2014). Pengaruh Status Identitas Vokasional terhadap Pemilihan Karier pada
Remaja Akhir. Skripsi. UNIMA. Tersedia Online: http://eprints.unm.ac.id/359/

Meeus, W., dkk., (1999). Patterns of adolescent identity development: Review of literature and
longitudinal analysis. Developmental Review, 19, 419–461.

Ohishi, T., (2009) The Effect of Holland’s RIASEC Interest Inventory on the Vocational Identity
Development of Japanese High School Students. Disertasi: Ohio University. Tersedia
online: https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:R3xHxx3KMLsJ:https://etd.ohiolink.edu/!etd.send_file%3Faccession
%3Dohiou1237247929%26disposition%3Dinline+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=opera

Patton, W. A. dan Lokan, J. (2001) Perspectives on Donald Super’s Construct of Career


Maturity. International Journal for Educational and Vocational Guidance1 (1/2)

Savickas, M. L. (2002). Career construction. Pada D. Brown, dkk., Career choice and
development (edisi 4th). San Francisco, CA: Jossey-Bass.

Scoot, A. B., dan Ciani, K. D., (2008). Effects of an Undergraduate Career Class on Men’s and
Women’s Career DecisionMaking Self-Efficacy and Vocational Identity. Journal of
Career Development. 34(3) 263-285
Sica, L. S., dkk., (2015) Vocational and overall identity: A person-centered approach in Italian
university students. Journal of Vocational Behavior. 91(1)

Skorikov, V. B., & Vondracek, F. W. (2011). Occupational identity. Pada S. J. Schwartz, dkk.,
Handbook of identity theory and research. New York, NY: Springer.

Smitina, A. (2008). Student’s Risk to Drop Out and Relation to Vocational identity. Journal of
Management Education 1(1)

Steel, P., dkk., (2008). Refining the relationship between personality and subjective well-being.
Psychological Bulletin, 134, 138–161

Super, D. E. (1990). A life-span, life-space approach to career development. Pada D. Brown dan
L. Brooks, Career choice and development: Applying contemporary theories to practice
(edisi 2nd). San Francisco, CA: Jossey-Bass.

Turner dkk. (2006). Vocational Skills and Outcomes Among Native American Adolescent: A Test
of The Integrative Contextual Model of Career Development. Vol 63-81, No. 22.

Anda mungkin juga menyukai