Anda di halaman 1dari 10

Menghargai Alam: Sifat Bakteri Bio Plastis yang Luar Biasa

Melissa McPen
“Akankah kita baru akan sadar bahwa kita tidak dapat makan uang ketika pohon
terakhir telah mati dan sungai terakhir telah diracuni dan ikan terakhir telah
ditangkap?” Pepatah Indian Cree

Meja yang ada di bawah laptop saya ketika sedang menulis artikel ini, bahan-
bahan penyusun material laptop, casing telepon genggam saya, pena yang terletak di
dekat telepon genggam saya, pembungkus surat yang saya terima, helai-helai partisi
di buku catatan saya, mesin pengering rambut (hair dryer) yang saya miliki untuk
mengeringkan sampel-sampel penelitian sebelum dilakukan analisis spektroskopi
infra-merah transformasi Fourier (FT-IR) pada sampel-sampel tersebut, dan alat
spektroskopi infra-merah transformasi Fourier tersebut seluruhnya terbuat dari
plastik. Saya bisa terus melanjutkan menyebutkan contoh benda-benda dari plastik
tersebut dari apa yang saya amati di sekitar diri saya. Tidaklah berlebihan jika saya
katakan bahwa setelah Zaman Batu, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi, kini kita
hidup di “Zaman Plastik” karena faktanya produksi plastik telah meningkat dari 1,5
juta per tahun pada tahun 1950 menjadi 260 juta ton per tahun pada tahun 2007. 1.
Kebanyakan plastik yang kita gunakan setiap hari adalah jenis plastik berbasis minyak
bumi. Artinya, bahan dasar dari plastik-plastik ini adalah zat kimia yang diturunkan
dari minyak mentah. Ada sejumlah permasalahan utama terkait dengan plastik-plastik
berbahan dasar minyak bumi ini, yakni Bumi suatu saat akan kehabisan minyak bumi,
atau masalah sifat plastik yang awet sehingga sulit diuraikan oleh bakteri-bakteri
pengurai di tanah secara biologis. Akhirnya muncullah masalah lingkungan, seperti
dampak zat-zat beracun yang terkandung di dalam plastik, termasuk bahan-bahan
pembentuk plastik seperti senyawa-senyawa adipat dan ftalat. Jika plastik-plastik
tersebut kita bakar maka dapat melepaskan milyaran ton polutan beracun setiap
tahun; lebih dari itu, sebagian besar reaksi pembuatan plastik dilakukan di dalam
pelarut-pelarut beracun, sehingga pelepasan senyawa-senyawa pelarut tersebut ke
dalam lingkungan dapat menimbulkan masalah. 2Berkaca dari masalah tersebut,
selama ini kita sungguh sangat beruntung karena masih dapat hidup bersama seluruh
polutan yang kita buat sendiri sampai kini. Namun, pertanyaannya adalah: sampai
kapan kita akan terus hidup dengan kebiasaan buruk seperti itu?

1
Salah satu paragraf dalam novel Paulo Coelho yang berjudul “The Winner Stands
Alone“ menjelaskan dengan tepat pandangan dan keinginan saya untuk “go green”.
Hati saya berdegup kencang ketika membaca kalimat-kalimat yang sangat menyentuh
perasaan:
Kini terlihat bahwa-selain perang, bencana kelaparan di Afrika, terorisme,
pelanggaran HAM, dan perilaku arogan dari negara-negara maju saat ini-fokus
utama kita adalah menyelamatkan planet Bumi dari ancaman-ancaman yang
dibuat sendiri oleh manusia. “Ekologi. Selamatkan Bumi. Betapa konyolnya.”

Hamid mengetahui, bahwa ternyata tidak ada manfaatnya menyadarkan banyak


orang yang mengabaikan hal ini. Berbagai warna, aksesoris, bahan pakaian, hal-hal
yang dikatakan sebagai kegiatan amal yang dihadiri oleh orang-orang superkaya,
buku-buku yang diterbitkan, musik yang diputar di radio, film-film dokumenter yang
dibuat oleh mantan-mantan politisi, film-film baru, bahan-bahan yang digunakan
untuk membuat sepatu, bahan bakar biologis generasi baru, petisi-petisi yang
diserahkan ke anggota parlemen dan kongres, surat-surat obligasi yang dijual oleh
banyak sekali bank-bank di dunia, seluruhnya terlihat mengerucut pada satu hal:
menyelamatkan Bumi. Pengumpulan dana dilakukan sepanjang malam, banyak
negara-negara yang memberi ruang yang lebih bebas kepada pers akibat sejumlah
aksi yang sangat tidak relevan yang telah mereka lakukan; berbagai LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) dengan bebas memasang iklan di saluran-saluran TV terkenal
dan mendapatkan donasi ratusan juta dolar karena setiap orang terlihat seakan-akan
sangat peduli dengan nasib Bumi. Setiap ia membaca artikel-artikel di surat kabar
atau majalah yang ditulis oleh berbagai politisi dengan tema pemanasan global atau
kerusakan lingkungan untuk kampanye pemilihan dirinya, Hamid berpikir:

“Mengapa kita bisa menjadi sangat arogan? Planet ini sejak dulu, sekarang, dan
seterusnya akan selalu lebih kuat daripada kita sendiri. Kita tidak dapat merusaknya;
jika kita melampaui batas maka Bumi akan dengan mudahnya menghapus kita semua
dari permukaannya dan tetap eksis. Mengapa orang-orang tersebut tidak mulai
berbicara tentang bagaimana agar planet ini tidak menghancurkan diri kita? Karena
jargon ‘menyelamatkan Bumi’ lebih memberi kesan kekuatan, aksi, dan mulia bagi diri
manusia. Sebaliknya, jargon ‘tidak membiarkan Bumi menghancurkan kita’ memberi
kesan keputusasaan dan ketidakmampuan, dan kenyataan bahwa betapa terbatasnya
kemampuan manusia.” 3

2
Di atas catatan itu saya ingin membagikan sejumlah fakta yang luar biasa yang
saya temukan ketika mencari artikel yang menuliskan tentang bakteri biopolimer,
tetapi mula-mula saya akan memperkenalkan sejumlah definisi dari konsep-konsep
yang akan saya tuliskan.

Plastik memiliki banyak definisi, tetapi biasanya, dalam percakapan sehari-hari


plastik berarti “segala sesuatu yang dapat dicetak dan dibentuk.” Secara ilmiah,
plastik adalah bagian dari senyawa polimer. Poli berarti “lebih dari satu” dan mer
berarti “anggota suatu senyawa khusus”. Pada dasarnya, polimer adalah senyawa
kimia alami atau sintetis yang terbentuk dari rantai gugus sederhana (monomer) yang
saling terikat dengan cara yang sama membentuk sebuah rantai karbon utama.
Misalnya, PVC (Polyvinyl Chloride) adalah polimer sintetis yang paling dikenal, di
mana monomernya (gugus rantainya) seperti terlihat pada Gambar 1 berulang
beberapa kali. Salah satu polimer alami yang paling dikenal adalah selulosa, di mana
monomernya seperti terlihat pada Gambar 2 berulang beberapa kali.

Di sini penting untuk dicatat perbedaan antara polimer dan plastik. Semua plastik
adalah termasuk polimer, seperti pada contoh PVC, sebaliknya tidak semua polimer
adalah plastik, seperti pada contoh selulosa. Kombinasi dari bahan-bahan kimia dan
jenis ikatan kimianya menentukan sifat-sifat dan manfaat aplikasi dari polimer
tersebut. Bobot molekul polimer tergantung pada seberapa banyak rantai gugus
monomer yang berikatan. Bobot molekul polimer dapat ditentukan pada saat
pembuatannya dengan teknik kimia tertentu. Satu perbedaan yang signifikan antara
polimer alami dan buatan terletak pada distribusi bobot molekulnya. Ketika sebuah
polimer dibuat sintesisnya di dalam laboratorium, hasil produk polimernya berupa
kombinasi jumlah seluruh bobot ikatan molekul yang berbeda-beda. Dengan kata lain,
ketika reaksi polimerasi berlangsung terbentuklah rantai-rantai polimer yang sangat
banyak dan satu rantai polimer tidak pernah sama panjang dan bobotnya dengan
rantai polimer yang lain. Akibatnya, terdapat distribusi bobot molekul seperti terlihat
pada Gambar 3, di mana kebanyakan rantai polimer di dalam larutan memiliki bobot
molekul mendekati nilai Mw. Jadi di dalam larutan, kita akan memiliki rantai polimer
yang memiliki bobot-bobot molekul yang saling mendekati antara satu gugus polimer
dengan gugus polimer yang lain, dan beberapa rantai polimer yang sangat pendek
atau sangat panjang. Sangat tidak mungkin untuk mensintesis suatu larutan polimer
di mana semua rantai polimernya memiliki panjang dan bobot yang sama; sehingga,
ketika kita berbicara tentang polimer sintetis maka bobot yang dimaksud adalah bobot

3
molekul rata-rata. Sebaliknya, ketika kita melihat semua polimer yang terbentuk
secara alami di alam, kita mendapatkan bahwa panjang rantai polimer dan bobot
molekulnya selalu sama setiap saat polimer tersebut dibuat. Jadi, polimer alami
memiliki nilai bobot molekul yang tetap. Ini penting diketahui karena semakin sempit
distribusi bobot molekul yang terdapat pada polimer sintesis maka kualitasnya
semakin baik.

Ketika membahas tentang bio plastik, ada perbedaan antara bio-derived plastics
dan bio-based plastics. Berdasarkan penjelasan Dr. R. Narayan dalam diskusinya di
Johnson County Community College[5], bio-derived plastics adalah plastik yang
diambil dari sebuah organisme hidup, artinya organisme hidup tersebut melakukan
reaksi polimerasasi dan selanjutnya Anda mengekstrak polimer yang sudah jadi dari
tubuh organisme tersebut.

Di sisi lain, bio-based plastics adalah plastik yang dibuat dari bahan awal yang
diturunkan dari organisme hidup, bukan dari bahan berbasis minyak bumi, tetapi
dipolimerisasi menjadi plastik oleh manusia. Karena itu, tidak semua plastik berbasis
bahan biologis (bio-based plastics) bersifat biodegradable (dapat diuraikan di alam
dengan mekanisme dekomposisi oleh organisme hidup); walaupun demikian, fakta
bahwa plastik yang terbuat dari bahan utama berasal dari tumbuhan dapat teruraikan
dalam beberapa tahun dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari minyak bumi
yang baru dapat teruraikan setelah beberapa juta tahun, mendorong keinginan kita
untuk menggunakannya. Dalam hal ini, ada masalah etika yang mengganggu, yakni
bahwa bio-based plastics biasanya dibuat dari sumber pangan manusia, seperti
jagung. Namun, Dr. R. Narayan, ilmuwan yang ahli dalam bidang ini, beralasan bahwa
jika kasus ini ditangani dengan tepat maka seharusnya tidak akan menjadi masalah.
Ia beralasan bahwa satu keuntungan dari keadaan ini adalah dapat meningkatkan
harga tanaman pangan pokok dan mencegah terjadinya migrasi massal penduduk dari
desa ke kota-kota besar. Dalam hal ini terserah kepada Anda untuk memilih di mana
Anda mau berpihak.

Apa yang lebih menarik bagi saya adalah fakta bahwa polimer juga dibuat di alam.
seorang kandidat doktor kimia, Dr. Lon J. Mathias, menulis bahwa “Kita manusia
membuat nilon setiap hari berton-ton di dalam pabrik kimia yang sangat besar di
mana molekul-molekul sederhana digabung bersama dalam jumlah besar untuk
memberikan produk yang kita inginkan atau butuhkan. Alam bekerja lebih hati-hati

4
dan lebih lengkap. Agar sebuah organisme hidup dapat membuat enzim maka
dibutuhkan enzim lainnya atau harus ada keterlibatan makhluk hidup lain. Pembuatan
sintesis alami ini selalu melibatkan sebuah model, atau perekam, tentang bagaimana
masing-masing asam amino akan digabung bersama-sama untuk menghasilkan
polimer akhir. Enzim tersebut masuk satu per satu ke dalam satu gugus asam amino
seperti terlihat dalam mRNA. Ini adalah proses yang berjalan perlahan, lambat, dan
membutuhkan waktu yang lama. Kadang-kadang enzimnya mengalami kejenuhan
karena harus menunggu lama datangnya asam amino yang tepat di hadapannya dan
mengusir yang tidak tepat. Sebagai kompensasi atas hal ini, enzim tersebut dibuat
sewaktu-waktu sebagai cadangan untuk mengecek proses kerjanya. Jika enzim
melakukan kesalahan dalam kerjanya maka enzim tersebut memiliki sebuah proses
untuk melepaskan ikatan asam amino yang salah dan menggantinya dengan yang
benar. Kita manusia tidak pernah melakukan hal ini. Jika kita melakukan kesalahan
maka kita dengan mudah dapat menghancurkan kemudian membuangnya. 6

Dr. Mathias terus melanjutkan membandingkan kondisi pembuatan antara bentuk


polimerisasi yang dilakukan alam dan buatan manusia. Ia mengatakan bahwa
polipeptida di alam dibuat di dalam air, sedangkan kita membuat polipeptida di dalam
pelarut organik beracun. “Ini memberi masalah bagi kita: apa yang kita lakukan
terhadap pelarut organik tersebut ketika telah selesai membuatnya? Kadang-kadang
kita membakarnya, tetapi yang lebih sering dilakukan adalah kita mencoba mendaur
ulang bahan-bahan tersebut, yang tidak hanya lebih mahal ketika membeli di awal
(dibandingkan dengan air yang lebih murah, yang tersedia atau hampir terdapat di
mana-mana) tetapi juga harus bertanggung jawab dalam proses pendaur-ulangan,
pemurnian, dan pembuangan akhirnya. Salah satu contoh tentang bagaimana alam
menggunakan air dalam pembuatan polipeptida, dan satu hal yang masih belum kita
pelajari adalah pembuatan serat sutra laba-laba. Laba-laba memilin jaring-jaring
mereka dari larutan menjadi polipeptida di dalam air.

An example of how nature uses water in this way, and one which we still haven't
figured out, is the production of spider silk. Spiders spin their webs from solutions of
polypeptides in water. These solutions are squeezed through the spider's tiny
spinneret and elongated quickly to form the spider webs which we've all seen and

5
sometimes become tangled in. What's really weird is that, once these spider webs
form, they are no longer soluble in water. If we could just figure out how spiders first
make spider silk in water and then spin their webs from it, we could make nylon the
same way. This might save us a lot of waste disposal problems, and money."6 

Another spectacular creation in nature is polymers produced in bacteria which can be


used as plastics once isolated from the bacteria. A wide range of biopolymers that are
synthesized in bacteria serve diverse biological functions and have material properties
suitable for numerous industrial and medical applications.7 Different carbon sources
are efficiently converted into a diverse range of polymers with varying chemical and
material properties.7 To be a little more specific, four major classes of polymers are
produced by bacteria: polysaccharides, polyesters, polyamides and inorganic
polyanhydrides (such as polyphosphates).7 These polymers serve various biological
functions, for example, as reserve material or as part of a protective structure, and
can provide a substantial advantage for bacteria under certain environmental
conditions.7 Some of these biopolymers can be isolated from bacteria and can be used
as plastic. Biopolymers are, by definition, biodegradable, and so their application as
commodity products becomes increasingly attractive in view of the desire to avoid the
use of recalcitrant oil based polymers that will accumulate in the environment.7
Biodegradable means that when exposed to the microbial flora present in a given
environment (for example, in soil or water), biopolymers are fully degraded and
mineralized to CO2 and H2O.5 The reason biopolymers are 100% degradable is, as
they are produced in bacteria as storage material, they have sites where bacterial
enzymes could attack to break them down when they search for nutrients. Whereas
other polymers - even bio based polymers - will not have these enzymatic sites, so
they are not always biodegradable. 

One popular class of polymers produced by bacteria which can be used as plastics is
called polyhydroxyalkanoates (PHA's). PHA's are a class of polymers produced in
nature by the bacterial fermentation of sugar or lipids. They are produced by bacteria
to store carbon and energy when there is a nutrient lacking from the environment.
Many kinds of bacteria are able to produce PHA's, such as soil inhabiting bacteria, and
many bacteria in activated sludge, high seas, or extreme environments. 8 As we store
fats in our bodies, the bacterium store PHA's. In an environment that contains all of
the necessary nutrients, bacteria grow and reproduce - in other words they produce
biomass. However, when subjected to specific nutrient depletion (nutrients such as

6
nitrogen or phosphorus) and excess amount of carbon resources, the bacterium starts
storing PHA granules (Picture 3). The moment the missing nutrient is introduced back
into the environment, the bacterium starts degrading the PHA granules and continues
to produce biomass. Therefore, by manipulating the nutrient resources in the
environment and providing optimum conditions, bacterium can be pushed to produce
PHA's.[9] 

There are metabolic pathways involving various enzymes for the conversion of carbon
sources to polymers. Scientists have been trying to genetically engineer bacteria for
the increased production of these polymers. In some cases it is possible to over-
express the key enzymes in the pathways to achieve increased production of PHA.
However, this kind of research takes a lot of time and effort because altering
biological activity is a very complicated process and in most cases, cells give
unpredictable responses to alterations. By feeding the bacterium with different carbon
sources at different conditions, it is also possible to alter the composition of the
polymers. Moreover, different strains of bacterium produce different types of
polymers; therefore, the range of biopolymer research is very wide. With over 150
different PHA monomers (the repeating unit of polymers) being reported, PHA with
flexible thermal and mechanical properties have been developed. 7 Such diversity has
allowed the development of various applications. 

During his speech at the "2nd International PLASTiCE Conference Trends in


Bioplastics" in Slovenia, 9 Dr. Martin Koller explained that there are two types of
PHA's that a microorganism produces. The first type are short length PHA's (3-5
carbons in the backbone) and the second type are medium chain length PA's (6-12
carbons in the backbone). While the medium chain length PHA's can be used for
biodiesel production, the short chain length PHA's can be used as thermoplastics
(plastics that can melt with heat, and can therefore be processed with the help of
heat). These thermoplastics can be isolated from the organisms they are produced in
by solvent extraction, mechanical disruption, or by using hypotonic media (having the
lower osmotic pressure of two fluids) for cells that have high intracellular osmotic
pressure.9 In the last case, the cells will explode due to the pressure difference and
release the PHA's; deionized water can be used as the hypotonic media. However,
only specific strains can be treated with this method. At the moment, the most
common technique used for extraction is solvent extraction. These solvents - such as
chloroform or dichloromethane - are generally toxic, therefore creating a contradiction

7
with the point of producing biopolymers. 

Although not mainstream, some of these bacterial plastics are produced in the
industrial world.8 The simplest and widest application for bacterial plastics is for
packaging purposes. They can also be used in therapeutic applications, as they are
generally biocompatible. Drugs can be incorporated into them, therefore as they
biodegrade, they release the drug in a controlled time frame.9 For example, Dr.
Martin Koller and his group have just finalized a project called "BRIC - BioResorbable
Implants for Children," funded by the Austrian Research Promotion Agency (FFG).10
Their purpose was to isolate a biocompatible polymer produced from bacterium which
could be degraded and removed from the body within a certain time. The point of this
project is based on the fact that in contrast to the traditional implants that need to be
removed from the body after a certain amount of time, such as plates, screws or pins,
the newly developed implants could be degraded and removed from the body
naturally, preventing the need for a second surgery. This is a great advantage,
especially for children, who would suffer greatly from additional surgeries. 

Bacterial bioplastics have many other applications; however the biggest obstacle for
their usage is the cost of production. During his speech, Dr. Keller stated the
production of bacterial bioplastics is around five times more costly than petroleum
based plastics. Most of the cost is related with the bioreactors needed to grow the
bacterium and the solvents used to extract the polymers. The scientists are hoping to
develop new techniques to reduce the cost of the polymers.

It is breathtaking that these creatures we cannot even see with the naked eye have
been synthesizing polymers as well as we do, if not even better, and for a lot longer
than us. The polymers they synthesize are completely biodegradable, have a constant
molecular weight, and do not require toxic chemicals for their production, unlike the
synthetic polymers we produce in the lab. They don't harm nature as we do. And
THAT is powerful. 

References

1- Simon, Tristan (2007). "Experience Curves in the World Polymer Industry" Utrecht
University, Netherlands.

8
2- Lei Pei, Markus Schmidt and Wei Wei (2011). "Conversion of Biomass into
Bioplastics and Their Potential Environmental Impacts, Biotechnology of Biopolymers."
InTech.

3- Coelho Paulo(2008), "The Winner Stands Alone." pg: 139. 

4- http://dictionary.reference.com/

5- Narayan, Ramani (2013)"Bioplastics and Reducing Carbon Footprint." JCCC Video.


Johnson County Community College, USA. 

6- Mathias, Lon J. (2005)."Natural Polymers." Polymer Science Learning Center. The


University of Southern Mississippi, USA. 

7- Rehm, Bernd H.A.(2010). "Bacterial polymers: biosynthesis, modifications and


applications" Nature Reviews Microbiology. Massey University, New Zealand.

8- Chen, Guo-Qiang (2010). "Plastics Completely Synthesized by Bacteria:


Polyhydroxyalkanoates". Plastics from Bacteria: Natural Functions and Applications,
Microbiology Monographs, Springer. Tsinghua University, China.

9- Koller, Martin (2012). "Polyhydroxyalkanoates: Biodegradable polymeric materials


from renewable resources" Plastice Project Video. 2nd International PLASTiCE
Conference Trends in Bioplastics, Slovenia.

10- No name (2013)."Plastics from Renewable Raw Materials:Body automatically


breaks down implants" Graz University of Technology, Austria.

11- Nishiyama, Yoshiharu; Langan, Paul; Chanzy, Henri (2002). "Crystal Structure
and Hydrogen-Bonding System in Cellulose Iβ from Synchrotron X-ray and Neutron
Fiber Diffraction". J. Am. Chem.The University of Tokyo, Japan.

12- Ritter, Stephen(2005). "Green Success." Science and Technology. pg: 40-43. 

13- Waters Co. (2013). "GPC-Gel Permeation Chromatography".Web.

9
10

Anda mungkin juga menyukai