Nimatus Solichah
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA, email: nimatussolichah1403@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif
terhadap produk fashion pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dengan teknik korelasi, yakni melibatkan seluruh populasi sebagai sampel yang melibatkan 646
mahasiswa fakultas X. Data hasil penelitian ini kemudian dianalisis menggunakan uji korelasi product
moment dengan bantuan SPSS 24.0 for windows. Hasil analisis antara konformitas dengan perilaku
konsumtif menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,677 (r=0,667). Instrumen penelitian yang digunakan
adalah skala konformitas dan skala perilaku konsumtif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada mahasiswa.
Hubungan korelasi diantara keduanya bersifat positif, dimana semakin tinggi konsumtif, maka perilaku
konsumtif akan tinggi pula, dan sebaliknya jika konformitas rendah maka perilaku konsumtif akan rendah.
Kata kunci : Konformitas, Perilaku Konsumtif, Produk fashion Mahasiswa.
Abstract
This study was aimed to determine the relationship between conformity and consumptive behavior
towards fashion products of college students. This study used a quantitative research method with the
technique of correlation, this study involves the entire population of 646 students of faculty X as samples.
The data from this study is analyzed using the product moment correlation test with SPSS 24.0 for
windows. The result of analysis between conformity with consumtive behavior show a correlation
coefficient that is 0,677 (r=0,677). The instrument used are the scale of conformity and scale of behavior
consumptive. The result shows that there is a relationship between conformity with consumptive
behavior towards fashion products of colloge students. The correlation between the two variables is
positive which explains that the higher conformitas, the higherconsumptive behavior is. On the other
hand, the lower conformity, the lower consumptive behavior is.
1
Volume 06. Nomor 03. (2019). Character. Jurnal Psikologi
sesuai dengan lingkungannya, sehingga dapat diterima memang terjadi di Fakultas X. Angket yang disebarkan
dan menjadi sama dengan kelompok pertemanan (Baron bukan angket yang terstruktur yang sudah diuji cobakan
& Byrne, 2005). namun, angket yang bersifat menanyakan mengenai
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan produk fashion. Pertanyaan yang disebarkan melalui
oleh penulis dengan melakukan wawancara dan observasi angket, bahwa sekitar 75 responden mahasiswa Fakultas
kepada 5 mahasiswa dari Fakultas X, peneliti X memang pernah membeli suatu produk fashion dengan
menemukan fakta bahwa mahasiswa Mawar (jurusan A) berbagai alasan seperti keinginan, fashion, gengsi, butuh,
mengaku bahwa subjek sering berbelanja produk pakaian lucu, ikut-ikutan teman, lagi trend, karena teman
di online, awalnya subjek melihat-lihat dan subjek dekatnya memakai produk tersebut, dll.
mengaku bahwa subjek tertarik produk tersebut karena Peneliti melakukan studi pendahuluan kedua
adanya teman sebayanya yang memakai produk itu yang dengan melakukan kuesioner online untuk mencari tahu
sedang trend sehingga memunculkan informan untuk dugaan fenomena pembelian terhadap produk fashion
membelinya. memang terjadi di Fakultas X. Pertanyaan yang
Informan lainnya dari mahasiswa jurusan B, disebarkan melalui angket, bahwa sekitar 75 responden
Melati mengatakan bahwa subjek sering berbelanja mahasiswa Fakultas X memang pernah membeli suatu
pakaian, dan sepatu untuk memenuhi kebutuhan produk fashion dengan berbagai alasan seperti keinginan,
perkulihannya, subjek juga mengatakan di jurusan B ada fashion, gengsi, butuh, lucu, ikut-ikutan teman, lagi
salah satu matakuliah yang dituntut untuk berpakaian trend, karena teman dekatnya memakai produk tersebut,
formal, rapi, menarik dan sopan, oleh karena itu subjek dll.
sering berbelanja pakaian yang serupa agar ketika mata
kuliah tersebut subjek dapat bergonta-ganti pakaiannya. Tabel 1. Hasil Studi Pendahuluan
Tidak hanya itu saja pada jurusan B di angkatan 2015 No Pertanyaan Ya Tidak
setiap hari rabu adalah hari navy (biru dongker) sehingga 1 Apakah anda tergabung Ya Tidak
dalam kelompok pertemanan 78,7% 21,3%
pada hari itu rata-rata mahasiswa 2015 memakai pakaian di perkulihan ?
berwarna navy (biru dongker). 2 Apakah anda pernah Ya Tidak
Kamboja (jurusan C) juga mengatakan bahwa membeli suatu produk 96% 4%
pada saat subjek masuk kuliah ia tidak mengenal dengan fashion?
barang branded, namun ketika subjek mengenal dunia 3 Apakah anda pernah Ya Tidak
membeli produk fashion 72% 28%
perkulihan yang sehari-harinya temannya memakai
tanpa direncanakan terlebih
pakaian branded, sehingga memunculkan subjek sering dahulu?
membeli produk fashion dengan barang yang branded, 4 Apakah teman-teman dalam Ya Tidak
selain itu subjek juga mengatakan pengaruh teman sangat satu kelompok pertemanan 61,3% 38,7
berpengaruh ketika ia berbelanja produk, karena teman anda menjadi referensi dalam
pembelian suatu produk
subjek sebagai acuan untuk berbelanja sebuah produk fashion ?
yang ingin dibelinya. 5 Alasan anda membeli produk Kebutuhan Ingin
Tulip (jurusan D) pada informan ini, tidak jauh fashion ? 37% diakui
dengan apa yang dikatakan oleh subjek Kamboja, Tulip (teman)
63%
membeli produk fashion dengan barang branded karena
adanya teman-temannya yang memakai barang branded Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
padahal sebelumnya subjek membeli produk asal dilakukan peneliti di mahasiswa Fakultas X di salah satu
keinginanya tidak melihat kualitas branded pada produk. universitas di Surabaya, fenomena ini umum terjadi di
Informan juga mengatakan bahwa dengan barang kota besar. Mahasiswa yang menunjukkan perilaku
branded ada rasa nyaman ketika subjek memakai produk membeli dianggap lumrah selama perilaku tersebut
tersebut. Tulip merasa untuk memakai barang branded bertujuan untuk memenuhi kebutuhan primernya. Di satu
memang tidak harus, namun terkadang saat subjek sisi, mahasiswa melaksanakan tanggung jawabnya
membeli tiba-tiba uangnya habis dan bingung untuk sebagai mahasiswa yang masih menuntut ilmu, namun di
menyampaikan ke ibunya jika uangnya subjek belikan sisi lain mahasiswa juga ingin terlihat keren di lingkup
buat barang branded. pergaulannya.
Anggrek (jurusan E) subjek mengatakan bahwa Sumartono (2002) perilaku konsumtif
subjek memang menyukai berbelanja, namun subjek merupakan suatu tindakan menggunakan suatu produk
lebih sering membeli sepatu jika menurut subjek bagus secara tidak tuntas, artinya belum habis suatu produk
dan menarik pada saat subjek melihatnya. Anggrek dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang
mengatakan pernah membeli produk celana dikarenakan sama dari merek lain. Adapun dampak negatif yang
teman dekatnya ingin melihatnya memakai celana muncul dari perilaku konsumtif yaitu, pertama perilaku
dengan mode yang sama, namun pada saat Anggrek negatif ini akan dikhawatirkan terus berlanjut di dunia
memakainya subjek merasa tidak cocok namun subjek kerja yang berakibat fatal karena bisa menghilangkan jati
memaksa untuk memakainya agar terlihat kompak diri mahasiswa sebenarnya. Kedua, mahasiswa dikatakan
dengan temannya. belum mapan secara ekonomi, karena ia belum memiliki
Peneliti melakukan studi pendahuluan kedua pendapatan yang tetap. Jika mahasiswa berperilaku
dengan melakukan kuesioner online untuk mencari tahu konsumtif ia tidak akan bisa menyisihkan uangnya untuk
dugaan fenomena pembelian terhadap produk fashion menabung dan tidak akan bisa stabil secara finansial.
2
Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif terhadap Produk Fashion pada Mahasiswa
Terakhir, mahasiswa di usia 20 tahun sebaiknya dapat antara konformitas dengan perilaku konsumtif terhadap
melepaskan diri dari orang tua, baik secara mental dan produk fashion pada mahasiswa fakultas X di salah satu
ekonomi karena jika ia membelanjakan terus menerus universitas yang ada di surabaya. Alasan peneliti memilih
akan dikhawatirkan membebankan kedua orangtuanya subjek penelitian mahasiswa dikarenakan hasil studi
(Suminar & Meiyuntari, 2015) pendahuluan fenomena yang ditemukan juga cukup kuat,
Mahasiswa seharusnya bisa memikirkan akses yang mudah dengan subjek penelitian, serta
dampak dari perilaku konsumtif tersebut, secara usia beberapa kali peneliti juga menjumpai langsung
mahasiswa memasuki fase remaja akhir 18-21 tahun fenomena perilaku konsumtif terjadi karena adanya
(Hurlock, 2003). Berdasarkan teori perkembangan pengaruh kelompok acuannya.
kognitif Piaget, pada usia remaja seharusnya telah
memasuki tahap perkembangan operasional formal. METODE
Mahasiswa sudah mampu untuk berpikir logis dan Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
idealistik. Berpikir logis artinya seseorang sudah mampu kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2012)
untuk memecahkan permasalah dirinya sendiri, bahwa jenis penelitian kuantitatif adalah metode
sedangkan berpikir idealistik artinya seseorang berpikir kuantitatif sebagai penelitian yang dilakukan dengan
mengenai ciri-ciri ideal dalam dirinya, orang lain, bahkan mengumpulkan data yang berupa angka. Metode
dunia. kuantitatif digunakan untuk memenuhi karakteristik
Menurut Kotler (1997) ada empat faktor yang karya ilmiah karena sifatnya konkrit, obyektif, terukur,
memengaruhi perilaku konsumtif, yakni faktor budaya, rasional, dan sistematis
faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis. Salah Penelitian ini menggunakan analisis
satunya faktor sosial yang terjadi pada mahasiswa yang korelasional karena dilakukan untuk mengetahui
mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dalam hubungan antara konformitas terhadap perilaku
berperilaku konsumtif. Pada saat individu melakukan konsumtif. Analisis korelasional yaitu bentuk analisis
pembelian karena mengikuti atau adanya pengaruh dari variabel (data) penelitian untuk mengetahui kekuatan
kelompoknya, maka pembelian yang dilakukan individu hubungan, arah hubungan diantara variabel-variabel yang
tersebut terjadi karena adanya konformitas (Thai dalam satu (variabel bebas) terhadap variabel lainnya (variabel
Kainama, 2013). terikat). Sesuai dengan permasalahan yang diangkat oleh
Baron dan Byrne (2005) menyatakan peneliti yang menghubungkan dua variabel bebas yaitu
konformitas merupakan penyesuaian perilaku dimana konformitas dan variabel terikat yaitu perilaku
individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar konsumtif.
sesuai dengan norma kelompok acuan, menerima ide atau Tujuan dari penelitian korelasional ini untuk
aturan-aturan kelompok yang mengatur cara berperilaku. mengetahui hubungan antara konformitas dengan perilaku
Konformitas dilakukan individu sebagai upaya untuk konsumtif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 646
menjaga keharmonisan dan keselarasan dengan mahasiswa Fakultas X. Pengumpulan data menggunakan
kelompok ataupun anggota-anggota kelompok lain kuisoner yang dibuat berdasarkan skala dari Gorlow L.,
(Astasari & Sahrah, 2007). Seseorang memiliki dan Barocas R., (1964) tentang, Konformitas, skala
kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan Perilaku konsumtif dibuat berdasarkan aspek dari Lina &
teman sebayanya. Kebutuhan agar diterima mendorong Rasyid (1997). Teknik analisis data yang digunakan pada
individu untuk melakukan berbagai upaya agar tampilan penelitian ini adalah uji korelasi product moment.
fisik sesuai dengan tuntutan dalam lingkungan sosial. Hal
inilah yang kemudian cenderung membuat individu HASIL DAN PEMBAHASAN
berpenampilan seperti yang dikehendaki kelompoknya Hasil
karena kelompok sebayanya (Zebua dan Nurdjayadi, Data penelitian yang telah didapatkan kemudian
2001). diolah dengan menggunakan descriptive statistics. Data
Kuatnya keinginan untuk sama dan takutnya statistik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
akan penolakan serta harapan untuk diterima dan diakui
oleh kelompok dalam berpenampilan untuk dirinya Tabel 2. Statistik Deskripsi
sendiri itulah yang memunculkan rasa ingin diterima oleh N Mean Std. Min Ma
kelompoknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Deviation x
Spangenberg, Sprott, Grohman and Smith (dalam Konformitas 646 61.27 6.022 41 78
Fauziah, Widodo, & Fitriyani, 2013) yang menyatakan Perilaku 646 71.27 15.721 30 108
bahwa disaat seseorang menyatakan ataupun telah Konsumtif
melakukan pembelian produk dikarenakan adanya Melalui hasil analisis statistik deskriptif yang telah
tekanan atau paksaan dari kelompok, maka saat itu juga dilakukan, diketahui bahwa nilai rata-rata untuk skala
dapat dikatakan bahwa konformitas memberikan peran konformitas adalah 61,27 dengan nilai minimum 41
penting pada pemakaian ataupun konsumsi produk. sedangkan nilai maksimum sebesar 78, dan standar
Kondisi ini menyebabkan konsumtifnya yang dilakukan deviasi 6.022. Kemudian untuk rata-rata skala perilaku
mahasiswa dalam menggunakan uangnya. konsumtif sebesar 71.27 dengan nilai minimum 30 dan
Berdasarkan fenomena dan beberapa pandangan maksimum 108, sedangkan standar deviasi skala perilaku
yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti ingin konsumtif yaitu sebesar 15.721
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
3
Volume 06. Nomor 03. (2019). Character. Jurnal Psikologi
4
Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif terhadap Produk Fashion pada Mahasiswa
Berdasarkan analisis korelasi product moment, sama dengan kelompoknya dalam hal pembelian suatu
koefisien determinan (r square) dalam penelitian ini produk fashion namun pada kondisi lain mahasiswa
adalah sebesar 0,458 sehingga dapat diartikan bahwa memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang
variabel konformitas 45,8% untuk memunculkan perilaku sama dengan kelompoknya.
konsumtif pada mahasiswa Fakultas X. Terdapat faktor- Pada katagori lain, sebanyak 16,6% mahasiswa
faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku memiliki tingkat nilai konformitas yang dibawah rata-
konsumtif di luar penelitian ini, yaitu 54,5%. rata atau rendah terhadap perilaku konsumtif. Artinya
16,6% mahasiwa cenderung tidak ingin memiliki untuk
Pembahasan melakukan tindakan yang sama dengan kelompoknya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dalam hal pembelian suatu produk fashion daripada
antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang
mahasiswa Fakultas X. Berdasarkan pada hasil penelitian sama dengan kelompoknya. Hal ini beda dengan 15,0%
yang telah dilakukan pada 646 mahasiswa, dengan mahasiswa cenderung memiliki tingkat nilai yang tinggi
bantuan program SPSS 24.0 for windows menggunakan terhadap perilaku konsumtif. Pada katagori ini dapat
uji korelasi Product moment, hasil nilai signifikansi diartikan 15,0% mahasiswa cenderung memiliki
korelasi antara variabel konformitas dengan perilaku keinginan untuk melakukan tindakan yang sama dengan
konsumtif adalah 0,000 (p>0,05) yang berarti bahwa kelompoknya dalam hal pembelian produk fashion dan
kedua variabel memiliki hubungan yang signifikan cenderung tidak memiliki keinginan untuk tidak
Perilaku konsumtif merupakan perilaku seseorang melakukan tindakan yang sama dengan kelompoknya.
ditunjukkan dengan kecenderungan membeli, memiliki, Berdasarkan hasil uji statistik dan kategorisasi dalam
memanfaatkan sesuatu tidak dengan pemikiran, tidak penelitian diperoleh peirlaku konsumtif pada mahasiswa
pula dengan pertimbangan terlebih dahulu maupun tidak berada dalam katagori sedang. Hal tersebut berarti
dengan direncanakan (Gilarso, 2004). Individu yang perilaku konsumtif pada mahasiswa Fakultas X yang
memiliki perilaku konsumtif yang kurang memiliki mengacu pada aspek dan faktor terkait tersbut masih bisa
perencanaan dan pertimbangan yang baik pada saat diseimbangkan dengan kebutuhan maupun kontrol diri
membeli suatu barang yang baik ketika hendak membeli subjek sehingga tidak menimbulkan pembelian tidak
suatu barang. Pembelian yang dilakukan terus menerus terencana, pembelian tidak rasional dan pemborosan
tanpa ada pertimbangan dan perencanaan sebelumnya yang berlebihan. Namun tidak bisa dipungkiri juga jika
ketika membeli apa yang diinginkan. Individu akan hal tersebut bisa mengantarkan subjek pada perilaku
merasa puas, senang, dan kebahagian jika bisa membeli konsumtif yang tinggi jika tidak disertai dengan kontrol
barang yang diinginkan, meskipun barang tersebut diri yang baik.
bukanlah barang yang menjadi kebutuhan yang bersifat Walaupun hipotesis dalam penelitian ini diterima,
mendesak. namun penelitian ini tidak luput dari kelemahan-
Berdasarkan hasil uji statistik dan katagorisasi kelemahan. Pertama, subjek penelitian memiliki perilaku
menunjukkan bahwa sebanyak 65,3% mahasiswa konsumtif yang tidak terlalu tinggi sebagaimana dalam
Fakultas X berada dalam katagori perilaku konsumtif hasil penelitian diatas yang hasi terbanyak menunjukkan
dengan nilai sedang. Katagori sedang ini dapat diartikan kategorisasi sedang, hal ini dapat disebabkan gaya hidup
bahwa saat melakukan pembelian produk fashion online, lingkungan pergaulan subjek sehari-hari truut
mahasiswa Fakultas tidak selalu melakukan pembelian mempengaruhi perilaku subjek dan tingkat ekonimi
tanpa perencanaan dan pertimbangan yang matang. Pada subjek yang sederhana dan menengah ke bawah. Kedua,
suatu kondisi tertentu 65,3% mahasiswa terkadang masih hal ini juga menunjukkan bahwa konformitas juga tidak
mampu mengendalikan keinginannya untuk membeli mutlak sebagai hal yang menyebabkan adanya tindakan
produk fashion secara tiba-tiba, namun pada kondisi lain konsumtif. Ketiga, meskipun ada kecenderungan untuk
mahasiswa tidak mampu mengendalikan keinginannya berperilaku konsumtif namun subjek memiliki kontrol
untuk membeli produk fashion secara tiba-tiba, sehingga diri yang cukup baik dalam lingkungannya, sehingga
terjadilah perilaku konsumtif. Pada katagori lain, tidak terjerat pada perilaku yang konsumtif tinggi.
sebanyak 18,1% mahasiswa Fakultas X tingkat perilaku Hasil dari analisis data korelasi product moment
konsumtif dibawah nilai rata-rata atau rendah. Artinya menunjukkan bahwa hubungan antara konformitas dan
18,1% mahasiswa lebih sering membeli dengan produk fashion pada mahasiswa Fakultas X termasuk
perencanaan daripada membeli tanpa perencanaan. Hal dalam katagori kuat. Hal ini dilihat dari perhitungan uji
ini berbeda dengan 16,6% mahasiswa Fakultas X yang korelasi tingkat kuat ini dapat diartikan bahwa kedua
memiliki katagori nilai tertinggi, diartikan bahwa variabel memiliki hubungan yang cukup, yang mana
mahasiswa melakukan pembelian produk fashion lebih variabel konformitas besera aspek-aspeknya cukup
sering membeli secara tiba-tiba daripada membeli dengan mempengaruhi mahasiswa dalam melakukan tindakan
perencanaan, sehingga tingkat konsumtifnya pun tinggi. membeli atau perilaku konsumtif. Mahasiswa Fakultas X
Pada hasil uji statistik dan katagorisasi untuk skala cukup memahami bahwa perilaku konsumtif yang
konformitas menunjukkan bahwa sebanyak 68,4% mereka lakukan dipengaruhi oleh adanya konformitas
mahasiswa Fakultas X memiliki tingkat nilai konformitas dari kelompok teman sebayanya.
rata-rata atau sedang terhadap perilaku konsumtif. Hal ini Sumbangan efektif yang dihasilkan dalam penelitian
dapat diartikan bahwa, pada kondisi tertentu mahasiswa ini adalah sebesar 45,8% yang artinya tingkat
tidak memilki keinginan untuk melakukan tindakan yang konformitas memberikan kontribusi sebesar 45,8%
5
Volume 06. Nomor 03. (2019). Character. Jurnal Psikologi
terhadap perilaku konsumtif pada mahasiswa. Angka ia menuntut ilmu, produk fashion menunjang dirinya
tersebut mengidikasikan bahwa masih ada faktor-faktor dalam berpakaian ketika di perkuliah. Pada aspek ini
lain sebesar 54,5% yang juga berhubungan dengan mahasiswa kecenderungan mengkonsumsi barang tanpa
perilaku konsumtif pada mahasiswa yang tidak diamati pemikiran yang rasional ia hanya ingin dipandang
dalam penelitian ini karena keterbatasan penelitian. menjadi orang yang tidak ingin ketinggalan jaman pada
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumtif saat itu. Kecenderungan mengkonsumsi barang yang
yang pertama faktor pribadi seperti usia dan tahap siklus dilakukan oleh mahasiswa sebagai salah satu perilaku
hidup seseorang, orang membeli barang berbeda-beda yang menghambur-hamburkan banyak dana tanpa
sepanjang hidupnya. Kedua faktor budaya dimana didasari adanya kebutuhan yang jelas melainkan ingin
kebutuhan dan keinginan masyarakat dilihat dari cara terlihat mengikuti mode.
hidup seseorang, kebiasaan, dan permintaan masyarakat Aspek ketiga wasteful buying yaitu individu membeli
dalam hal pembelian (Kotler, 1997). Faktor-faktor lain sesuatu sehingga menghabiskan banyak dana tanpa
inilah yang kemudian bisa mempengaruhi mahasiswa menyadarinya adanya kebutuhan yang jelas yang akan
dalam melakukan perilaku konsumtif. Misalnya saja, menyebabkan pemborosan. Pemborosan ini bersifat
apabila mahasiswa ingin membeli sebuah peroduk keinginan semata yang memberikan perasaan emosional.
fashion yang menarik perhatiannya namun tidak ada Pada aspek ini mahasiwa yang melakukan perilaku
ketersediaan uang yang cukup baginya, maka mahasiswa konsumtif merasa senang dan gembira setelah melakukan
akan mempertimbangkan kembali untuk membeli barang pembelian suatu produk fashion. Perasaan senang dan
tersebut. Status mahasiswa yang masih katagori pelajar gembira ini muncul karena mahasiswa bisa mendapatkan
membuat mahasiswa lebih memeprtimbangkan untuk dan memiliki produk fashion yang disukai meskipun
membelanjakan uangnya. Adanya keterbatasan uang dan produk tersebut tidak menjadi kebutuhan yang mendesak
latarbelakang pendidikan yang masih seorang pelajar, bagi mahasiswa. Pembelian yang cenderung dilakuakn
sehingga membuat mahasiswa untuk mempertimbangkan keinginan ini tak jarang juga membuat mahasiswa
kembali ketika ia membeli sebuah produk fashion, merasakan penyesalan pasca pembelian. Rasa menyesal
sehingga perilaku konsumtif masih dapat dikendalikan. ini muncul karena mahasiswa menggunakan uangnya
Menurut Lina & Rosyid (1997) terdapat tiga aspek untuk membeli produk fashion yang tidak menjadi
dalam perilaku konsumtif yakni aspek impulsive buying, kebutuhan mendesak, padahal disi lain masih memiliki
non rational buying, dan wasteful buying. Aspek kebutuhan lain yang belum terpenuhi, sehingga perilaku
impilsive buying meliputi seseorang yang berperilaku konsumtif membuat mahasiswa merasa senang dan
membeli semata-mata karena didasari oleh hasrat tiba- gembira setelah melakukan pembelian, hal ini juga bisa
tiba. Hal ini dapat dilihat bahwa ketika seseorang membuat sebagaian mahasiswa merasa menyesal karena
membeli suatu produk yang diinginkan mereka langsung menggunakan uang untuk sesuatu hal yang tidak
membelinya secara spontan, bukan karena kebutuhan semestinya.
semata. Pada aspek ini, sebagaian besar melakukan Menurut Kotler (1997), terdapat beberapa faktor yang
pembelian produk fashion kurang memiliki perencaan mempengaruhi perilaku konsumtif, salah satunya
dan pertimbangan yang baik. hal ini dapat dimisalkan kelompok acuan. Kelompok acuan yaitu dimana individu
saat mahasiswa melihat suatu produk yang menarik atau sekelompok orang yang nyata memperngaruhi
perhatiannya, tanpa mempertimbangkan apakah produk perilaku seseorang. Kelompok acuan digunakan oleh
tersebut menjadi kebutuhan mendesak atau tidak, seseoang sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah
mahasiswa cenderung memilih untuk langsung referensi dalam membentuk respon afektif, kognitif, dan
membelinya karena produk tersebut menarik perilaku. Kelompok referensi akan memberikan standar
perhatiannya. Tidak hanya terkait kebutuhan yang dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.
mendesak atau tidak, data penelitian juga menunjukkan Mahasiswa akan mudah melakukan tindakan konsumtif,
bahwa mahasiswa yang melakukan perilaku konsumtif jika kelompok referensi mempengaruhi perilaku
kurang memikirkan mengenai manfaat an kegunaan dari seseorang dalam pembeliannya, dan sering dijadikan
barang yang dibelinya, sehingga hal ini yang membuat pedoman oleh mahasiswa dalam bertingkah laku.
mahasiswa cenderung lebih mudah untuk melakukan Anggota kelompok referensi sering menjadi penyebar
tindakan konsumtif. pengaruh dalam hal selera pembelian suatu produk,
Aspek kedua yaitu non rational buying, dimana sehingga biasanya masing-masing kelompok mempunyai
pembelian ini dilakukan bukan karena kebutuhan, tetapi pelopor opini yang dapat mempengaruhi anggota-
karena gengsi agar dapat dikesankan sebagai orang yang anggotanya dalam membeli seseuatu (Dharmmesta &
modern atau mengikuti mode (Izzati & Fardhani, 2013). Handoko, 2008). Ketika pembelian tersebut dipengaruhi
Hal ini dapat dilihat bahwa ketika seseorang dalam oleh kelompok, maka pembelian tersebut dilakukan
membeli suatu produk fashion yang diinginkan ia karena adanya konformitas dalam kelompok tersebut.
membelinya untuk menunjang gaya hidup seseorang. Baron dan Byrne (2005) mengungkapkan konformitas
Seseorang akan mudah percaya diri ketika ia memiliki sebagai perubahan sikap dan tingkah laku individu akibat
suatu produk fashion yang mengikuti trend yang sedang adanya pengaruh sosial. Jika seseorang individu merasa
berkembang, seseorang akan dianggap tidak akan nyaman dengan kelompoknya, maka akan semakin
ketinggalan jaman ketika barang yang dimiliki up trend menyenagkan bagi mereka untuk menjadi lebih mudah
pada saat itu. Mahasiswa dalam lingkungan perkulihan ia menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Konformitas
ingin terlihat trendy pada saat kegiatan perkulihan, selain merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang
6
Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif terhadap Produk Fashion pada Mahasiswa
7
Volume 06. Nomor 03. (2019). Character. Jurnal Psikologi