Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KONSEP PERILAKU POLITIK

KELOMPOK 6

KARMILA SRI UTAMI

YUSTIKA

AHMAD SOPYAN

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb.

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan karunianya
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dengan makalah yang
berjudul KONSEP PERILAKU POLITIK ‘ bab 6 . adapun tujuan kami menulis makalah ini
yaitu memenuhi tugas mata kuliah politik pendidikan dan semoga makalah ini yang susun oleh
kelompok 6 dapat bermanfaat dan berguna bagi pembacamaupun pendengar.

Demikian makalah ini dibuat, kami menyadari didalam penyusunan dan pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun penggunaan kata dan
dari pada itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk mencapai kesempurnaan makalah ini
agar lebih baik lagi, atas kritik dan saran kami ucapkan terima kasih.

Wassalam wr.wb.

Makassar 2019

Penulis, kelompok 6
KONSEP PERILAKU POLITIK

Harold d. Lasswell yang dikutip oleh S.P varma memberikan dua catatan penting
mengenai perilaku politik . pertama perilaku politik selalu beriorientasi pada nilai atau berusaha
mencapai tujuan . milai dan tujuan dibentuk dalam proses perilaku politik , yang sesungguhnya
merupakan suatu bagian , kedua perilaku politik berjuan mengjangkau masa depan bersifat
mengantifiasi kejadian masa lalu,

Dari dua catatan perilaku politik tersebut jelas bahwa perilaku politik memilki dimensi
orientasi, dimensi nila, dan dimensi wktu . di mensi orientasi menunjukkan harapan-harapan
individu atau kelompok yang hendak dicapai , dimensi nilai menunjukkan suatu hal , baik
abstrak maupun konkret yang diperbuat dirumuskan, dilaksanakan, dan diperebutkan. Sedangkan
dimensi waktu menunjukkan adanya keterkaitan langsung antara iperilaku politik sekarang , latar
belakang perilaku politik yang akan berkembang pada masa yang akan datang. Dari tiga dimensi
tersebut , dimensi orientasi dan nilai lebih menunjukkan bahwa perilaku politik merumuskan
sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan kepuyusan politik.

Untuk mengetahua perilaku politik yang menonjol dalam proses politik, missal DPR RI ,
apakah individu atau struktur , Ramlan Surbakti dengan mengutip pandangan Heinz Elauz .
menyebutkan bahwa hal ini sangan bergantung pada pendekatan yang digunakan pendekatan
kelembagaan dalam ilmu politik menjawab, lembaga (struktur) yang melakukan proses politik
sesuai dengan fungsi yang dimiliki oleh DPR RI , sedangkan individu yang menduduki jabatan
dalam lembaga tersebut hanya menjadi pelaksana. Siapa pun itu yang menduduki jabatan dalam
suatu lembaga akan berperilaku politik sama . kesamaan perilaku ini sesuai dengan peranan dan
fungsi yang dimilki lembaga .

Adapun pendekatan behaviorataisme menjawab bahwa perilaku indivudu secara actual


melakukan kegiatan politik , sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan
perilaku individu yang berpola tertentu. Dibalik tindakan lembaga-lembaga politik seperti
penbuatan keputusan politik DPR RI , terdapat sejumlah individu yang membuat keputusan dan
melakukan tindakan . oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga, bagian yang
perlu ditelaah bukan lembaganya melainkan latar belakang individu , secara actual
mengendalikan lembaga.
Hal yang termasuk latar belakang individu misalnya gaya dan model kepemimpinan ,
menurut Apter merupakan fungsi para anggota .

DPR RI dalam melaksanakan proses politiknya yang memilki tiga fungsi yaitu:

1. Membentuk undang-undang
2. Menerapkan anggaran pendepatan dan belanja Negara
3. Melaksanakan pengawasan terhadap
 Pelaksanaan undang-undang
 Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara
 Kebijakan pengawasan sesuai dengan jiwa undang-undang dasar 1945 dan
ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republic Indonesia .
 Kepemimpinana yang pasif-positif berari kepemimpinan yang tidak secara
aktif melaksanakan tugas, tetapi sangat menilai tinggi pekerjaannya.
Kepemimpinan aktif-negatif berarti pemimpin yang secara aktif melaksanakan
tugas, tetapi kurang menilai tingginya pekerjaan. Kepemimpinan pasif-negatif
berarti pemimpin yang tidak aktif dalam melaksanakan tugas dan kurang
menilai tngginya pekerjaan. Adapun kepemimpinan aktif-positif berarti
pemimpin yang aktif melaksanakan tugas dan menilai tinggi pekerjaannya.
 Selanjutnya, selain berdasarkan karakter diatas, model kepemimpinan yang
dapat membentuk karakter politik seseorang bias dilihat juga berdasarkan
sumber kekuasaan. Max Weber menjadi sumber kekuasaan menjadi tiga,
yaitu; kepemimpinan rasional, kepemimpinan tradisional, dan kepemimpinan
karismatik.
 Kepemimpinan rasional yang bersumberkan kewenangan legal beranjak dari
legalitas pola-pola peraturan normative dan hak orang-orang terpilih memiliki
kewenangan bedasarkan peraturan tersebut untuk mengeluarkan perintah.
 Kepemimpinan tradisional yang bersumberkan kewenangan tradisional
beranjak dari kepercayaan yang sudah mepan terhadap tradisi dan legitimasi
orang yang memiliki kewenangan berdasarkan tradisi yang dianggap keramat.
Adapun kepemimpinan karismatik berpegang pada kekaguman masyarakat
terhadap seorang pemimpin yang memiliki kelebihan yang luar biasa, dan
terhadap peraturan ataupun perintah yang dikeluarkan.
 Gaya atau model kepemimpinan sebagaimana dijelaskan diatas, berkaitan erat
dengan latar belakang individu sebagai actor politik. Model kepemimpinan
merupakan bagian dari perilaku politik yang berpengaruh kuat oleh latar
belakang individu. Menurut M Brewter Smith, latar belakang individu secara
umum menjadi factor-faktor dominan yang mempengaruhi perilaku politik
seseorang. Pertama, lingkungan social politik tidak alngsung, seperti system
politik, system ekonomi, system budaya dan media massa. Kedua, lingkungan
social yang memengaruhi dan membentuk kepribadian actor, seperti keluarga,
agama, sekolah dan lingkungan bisnis. Dari lingkungan social politik
langsung, seorang actor pengalami sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma
masyarakat, termasuk nilai dan norma kehidupan bernegara, pengalaman
hidup pada umumnya. Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam
sikap individu, untuk memahami struktur kepribadian, ada tiga basis
fungsional sikap yang perlu diperhatikan, yaitu keinginan, penyesuaian diri,
eksternalisasi, dan pertahanan diri. Keempat factor lingkungan social politik
langsung ketika hendak melakukan kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga,
keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok dan ancaman dengan
segala bentuk.
 Menanggapai perilaku politik yang terkontrol di Indonesia, penelitian Karl D.
Jackson dan R. William Liddle menunjukkan bahwa peran aparatur Negara
yang termanisfestasi pada kegiatan politik birokrat dan militer yang
berlebihan secara pasti dan bertahap mengubah perilaku politik masyarakat
Indonesia secara signifikan.
 Bagian terpenting dari perilaku politik sebenarmya dapat dilihat dalam kadar
kekentalan budaya politik pada suatu masyarakat. Sejauh ana budaya itu
memengaruhi perilaku seseorang, sejauh itu pula perilaku politik masyrajat
mengikatnya. Artinya, apabila budaya politik dalam masyarakat silalu dan
terlalu mengagung-angungkan konsep paternalitik, masyarkat akan
berperilaku sesuai dengan pola-pola paternal (bapakisme, bapak adalah
segalanya=pemerintah adalah bapak, oleh karena itu, pemerintah harus
ditaati).
 Menurut Huntington dan Nelson, perilaku politik masyarajat dapat berubah
sesuai preferensi yang melatarinya. Hal itu karena setiap manusia dan
masyarakat hidup dalam ruang yang bergerak atau tidak vakum. Berbagai
perubhan perilakuu politik masyarkat khusunya dalam konteks partisipasi
politik banyak ditunjukkan oleh mereka, disebabkan masuknya seseorang
pada partai politik, tingkat katergantungan seseorang, perubahan system
politik, tumbuhnya kesadaran kelas, dan sebaginya.
 Menurut Giddens perubahan perilaku sangat mungki terjadi dalam konteks
masyarkat yang selalu atau terlalu dikontrol serta ditean. Teorinya disebut
dialectic of control. Dalam terori tersebut dijelaskan bahwa seketat apapun
struktur (Negara) mengontrol agensi(masyarakat), sejauh itu pula masyarakat
dapt menemukan lubang-lubang kemungkinan untuk lolos dari pengawasan
tersebut. Dikaitkan dengan perilaku politik masyarakat Indonesia pada
pemilihan umum pilkada dapat dijelaskan sebagai berikut. Apnila partai yang
dipilih oleh pemilih retors berdasarkan preferensi dan keinginannya seperti
yang ditawarkan oleh partai politik dalam kampanye ternyata tidak mampu
mewujudkan keinginan pemilik tersebut, ia akan melakukan perubahan
pilihan partai politik sesuai dengan program yang ditawarkan oleh partai
politik lain dalam pemilihan umum berikutnya , tertentu yang sesuai dengan
keinginan dan aspirasinya . perubahan perilaku memiliki dimungkinkan
karena floating voters dalam Negara yang berkembang (relative) sangat bnyak
jumlahnya.

Salah satu contoh dalam hal perubahan perilaku memiliki adalah


penelitian Afan Gaffar “ tentang perilaku memilih di Yogyakarta , khususnya
berkaitan dengan perubahan pilihan partai politik. Menurut Gaffar , ada empat
variable yang menjelaskan perilaku pemilih. Pertama keyakinan . kedua
perilaku memilih sangat bergantung pada persoalan psikologis. Ketiga pola
kepemimpinan (the pattern of leadership).
DAFTAR PUSTAKA

S.P. Varma 1999. Teori Politik Modern . terjemahan Yohanes kristiarto S.i. Jakarta; Rajawali
Press.

Heinz Euluz . politics, Self, and society;a Theme and Varitions. Cambridge; Harvard University
Press.

David E. Apter. 1996. Pengantar Analisa Politik . terjemahan Setiawan Abadi , Jakarta ;LP3S.

Heinz Eulau dan Kenneth prewit .1973. labyrinths of Demacratic; adaptions, Linkages,
resetations, and polices in Urban , Indianapolis , Ind; Bobbs-Merril.

James Barber, 1972. The presidential Characther. Englewood Cliflls. N.J. Prentice-hall.

Anda mungkin juga menyukai