Anda di halaman 1dari 5

Dalam menyambut masa Kathina yang berlangsung selama satu bulan, ada baiknya kita

mengingat dan menelusuri kembali sejarah Kathina.

Bagi umat Buddha, masa Kathina erat kaitannya dengan berdana kepada Sangha. Masa Kathina
selalu disambut umat Buddha dengan begitu meriah, ini dapat dilihat dari semangat umat
Buddha memperingati Kathina dengan berbondong-bondong datang ke Vihara. Mereka dengan
perasaan bahagia, dan penuh ketulusan hati melakukan persembahan kepada Sangha.

Peristiwa ini sudah berlangsung beribu-ribu tahun lamanya dan menarik sekali apabila kita
telusuri bagaimana sesungguhnya Kathina sampai ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama?
Sejarah mencatat bahwa setelah meraih Pencerahan Agung, Sang Buddha melakukan perjalanan
ke Taman Rusa Isipatana, di dekat Benares.

Beliau membabarkan Dhamma yang dikenal dengan Dhammacakkapavatana Sutta kepada lima
orang pertapa yang pernah menjadi sahabatNya: Kondana, Vappa, Bhaddiya, Mahanama, dan
Assaji. Setelah menguraikan khotbah pertama, Sang Buddha tetap tinggal disana. Beliau
bertemu dengan Yasa -- anak seorang pedagang kaya raya di Benares -- dan memberikan
wejangan Dhamma kepadanya.

Disamping itu, Sang Buddha juga membabarkan Dhamma kepada ayah Yasa dan empat sahabat
Yasa. Mereka beserta para pengikutnya -- semuanya berjumlah lima puluh lima orang --
meninggalkan kehidupan berumah tangga, memasuki kehidupan tanpa rumah (menjadi
Bhikkhu), dan mencapai tingkat kesucian Arahat.

Jumlah siswa Sang Buddha yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat pada saat itu sebanyak
enam puluh orang. Kepada mereka Sang Buddha menyerukan untuk menyebarkan Dhamma
dengan berkata:
"Aku telah terbebas dari semua ikatan-ikatan, O para Bhikkhu, baik yang bersifat batiniah
maupun yang bersifat jasmania; demikianlah pula kamu sekalian, sekarang kamu harus
menggembara untuk kesejahteraan orang banyak.

Janganlah pergi berduaan ke tempat yang sama. Babarkanlah Dhamma yang indah pada
awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya. Umumkanlah tentang
kehidupan suci yang benar-benar bersih dan sempurna dalam ungkapan dan hakikatnya.

Terdapat makhluk-makhluk yang matanya hanya ditutupi oleh sedikit debu. Kalau tidak
mendengar Dhamma mereka akan kehilangan manfaat yang besar. Karena mereka adalah
orang-orang yang dapat mengerti Dhamma dengan sempurna. Aku sendiri akan pergi ke
Senanigama di Uruvela untuk mengajar Dhamma".

Masa penyebaran Dhamma telah dimulai. Tetapi pada saat itu Sang Buddha belum menyatakan
masa Vassa dan masa Kathina. Semangat untuk menyebarkan Dhamma dalam diri para Bhikkhu
nampaknya sangat besar.
Hal ini bisa terlihat dari adanya sekelompok Bhikkhu yang mengadakan perjalanan pada musim
dingin, musim panas, maupun musim hujan (Sebagaimana diketahui di India hanya dikenal tiga
Musim).

Melihat hal ini masyarakat mengkritik dengan mengatakan, "Mengapa para Bhikkhu Sakyaputta
(murid-murid Sang Buddha) mengadakan perjalanan pada musim dingin, panas dan musim
hujan sehingga mereka menginjak tunas-tunas muda, rumput-rumputan, serta merusak
kehidupan yang sangat penting dan mengakibatkan binatang-binatang kecil mati?
Tetapi pertapa-pertapa lain, yang walaupun kurang baik dalam melaksanakan peraturan
(Vinaya), namun mereka menetap selama musim hujan".
Mendengar keluhan masyarakat tersebut, beberapa orang Bhikkhu menghadap Sang Buddha
dan melaporkan kejadian di atas. Sang Buddha kemudian memberikan keterangan yang masuk
akal, dan bersabda:
"Para Bhikkhu, saya izinkan kamu untuk melaksanakan masa Vassa".

Kemudian terpikir oleh para Bhikkhu,


"Kapan masa Vassa dimulai".
Mereka menyatakan hal ini kepada Sang Buddha dan Beliau kemudian menyatakan,

Kemudian terpikir lagi oleh para Bhikkhu,


"Berapa banyak periode untuk memulai masa Vassa".
Mereka menyampaikan hal ini kepada Sang Buddha, Beliau berkata,

Sejauh ini belum ada ketetapan mengenai Kathina Upacara persembahan jubah kepada Sangha
setelah menjalani Vassa. Sang Buddha baru menetapkan masa Vassa dan sejak saat itu, para
Bhikkhu melaksanakan masa Vassa. Pada masa Vassa para Bhikkhu menetap selama musim
hujan dan melatih dirinya.

Kathina mempunyai kisah tersendiri, sebagai berikut, pada waktu itu Sang Buddha menetap di
Savatthi, di hutan Jeta di vihara yang di dirikan oleh Anathapindika. Ketika itu terdapat tiga puluh
orang Bhikkhu dari Pava sedang mengadakan perjalanan ke Savatthi untuk bertemu dengan
Sang Buddha.

Ketika masa Vassa tiba, mereka belum sampai di Savatthi. Mereka memasuki masa Vassa di
Saketa dengan berpikir,
"Sang Buddha tinggal sangat dekat, hanya enam yojana dari sini tetapi kita tidak mempunyai
kesempatan bertemu dengan Sang Buddha".Setelah menjalankan masa Vassa selama tiga bulan,
dengan jubah basah kuyup dan kondisi yang lelah mereka sampai di Savatthi. Setelah memberi
hormat, mereka duduk dengan jarak yang pantas.

Sang Buddha berkata,


"O para Bhikkhu, semoga semuanya berjalan dengan baik. Saya berharap kalian mendapatkan
sokongan hidup. Selalu penuh persahabatan dan harmonis dalam kelompok. Kamu melewatkan
masa Vassa dengan menyenangkan dan tidak kekurangan dalam memperoleh dana makanan".

Kemudian para Bhikkhu menjawab:


"Segala sesuatu berjalan dengan baik, Sang Bhagava. Kami mendapatkan sokongan yang cukup,
dalam kelompok selalu penuh persahabatan dan harmonis, dan mendapatkan dana makanan
yang cukup. Kami sebanyak tiga puluh orang Bhikkhu dari Pava ke Savatthi untuk bertemu
dengan Sang Bhagava, tetapi ketika musim hujan mulai, kami belum sampai di Savatthi untuk
bervassa.

Kami memasuki masa Vassa dengan penuh kerinduan dan berpikir, Sang Bhagava tinggal dekat
dengan kita, enam yojana, tetapi kita tidak mempunyai kesempatan melihat Sang Bhagava.
Kemudian kami, setelah menjalankan masa Vassa selama tiga bulan, menjalankan pavarana,
hujan, ketika air telah berkumpul, rawa telah terbentuk, dengan jubah yang basah kuyup dan
kondisi yang lemah dalam perjalanan yang jauh".
Setelah memberikan wejangan Dhamma, Sang Buddha berkata kepada para Bhikkhu,
"O para Bhikkhu, Saya izinkan untuk membuat jubah Kathina bila menyelesaikan masa Vassa
secara lengkap........".

Demikianlah izin membuat jubah Kathina ditetapkan Sang Buddha ketika Beliau tinggal di
Savatthi.
Sampai sekarang Kathina tetap diperingati sebagai upacara persembahan jubah kepada Sangha
setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa
Kathina atau bulan Kathina.

Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha
juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk
perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Hubungan harmonis antara Bhikkhu Sangha dan umat awam seperti yang tercermin dalam
masa Kathina ini, sungguh merupakan suatu berkah dalam kehidupan ini. Kathina memang
memberikan makna yang mendalam bagi umat Buddha.

Kathina merupakan salah satu hari raya dari empat hari raya yang ada dalam agama Buddha.
Kathina adalah hari bhakti umat Buddha kepada anggota sangha (perkumpulan para bhiksu
dan bhiksuni) yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Kathina dirayakan oleh umat Buddha
dengan cara berdana atau memberikan persembahan empat kebutuhan pokok para bhiksu dan
bhiksuni. Empat kebutuhan pokok terdiri dari; jubah, makanan, obat-obatan, dan tempat
tinggal. Kathina dirayakan sebagai upaya umat untuk mendukung kelestarian ajaran Buddha.
Dengan adanya sangha, maka ajaran Buddha dapat terus dikumandangkan demi kebaikan dan
kebahagiaan semua umat manusia dan semua makhluk di alam semesta. Terdapat syarat yang
harus dipenuhi dalam perayaan kathina.  Yaitu minimal lima bhiksu yang menjalankan vassa
bersama sama di satu Vihara  (tempat ibadah umat Buddha). Karena persyaratan itu di
Indonesia, sebagian besar vihara keterbatasan jumlah biksu, maka tidak merayakan "Kathina-
dana" tetapi Sangha-dana (berdana kepada komunitas biksu/biksuni) di bulan Khatina.
Dengan demikian Vihara dapat merayakan kathina puja.

Perayaan kathina dilaksanakan setelah para bhiksu dan bhiksuni menyelesaikan masa vassa
(berdiam dimusim hujan dengan melatih diri). Masa vassa merupakan tradisi yang diwariskan
oleh guru Buddha di India. Pada setiap musim hujan tiba, para bhiksu dan bhiksuni tidak
bepergian dan melaksanakan latihan secara intensif selama tiga bulan penuh (Juli, agustus,
September) dengan mempraktikan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi), dan panna
(kebijaksanaan). Buddha bersabda bahwa, “Dengan perbuatan, pengetahuan, dan Dhamma,
dengan sila dan gaya hidup mulia, dengan hal-hal ini setiap makhluk dimurnikan, bukan
dengan silsilah atau kekayaan.” (M 3.262). Praktik sila (kemoralan) membawa seseorang
pada kemuliaan hidup. Dengan sila yang murni, seseorang akan mampu menghargai diri
sendiri dan juga dapat menghargai kehidupan orang lain, bahkan semua makhluk. Bentuk
penghargaan itulah yang akan membawa pada kemuliaan bagi diri setiap orang yang
menjalankan sila dengan baik. Hal terdekat yang dapat langsung dirasakan bagi mereka yang
mempraktikan sila, yaitu; dicintai banyak orang, dan senantiasa hidup dalam kedamaian dan
kebahagiaan.
Makna yang terkandung pada perayaan kathina yaitu adanya hubungan yang saling
bergantungan antara umat perumah tanggga dengan sangha. Umat Buddha memiliki
hubungan yang sangat erat terhadap anggota sangha, salah satunya adalah menyokong
kebutuhannya (Sigalovada sutta, DN. III,31). Dalam agama Buddha, sangha sebagai pewaris
ajaran Buddha memiliki semangat untuk belajar dan berpraktik. Melalui hasil praktik yang
dijalankan maka sangha memberikan pelayanan kepada umat Buddha agar dapat memahami
ajaran dan meningkatkan kualitas batin dan memperoleh kebahagiaan dalam hidup. Guru
Buddha pernah bersabda, “Barang siapa dengan jalan mampu berbuat kebajikan dan
meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang pernah dilakukan, maka ia akan menerangi
dunia ini, seperti rembulan yang terbebas dari awan (Dhammapada. 173. Artinya, jika
seseorang dapat memahami ajaran Buddha dan menggunakan pemahaman yang benar untuk
melakukan perbuatan baik. Maka seseorang tersebut akan memiliki kesadaran sebagai wujud
sifat belaskasih kepada sesama dan semua makhluk di dunia. Dengan adanya kesadaran dan
belaskasih seseorang dapat memiliki rasa malu untuk berbuat jahat dan takut akan akibat
perbuatan jahat. Sehingga kedamaian dan kebahagiaan tercipta dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, juga bagi bangsa dan negara.

Demikian pula umat Buddha, mereka bekerja dan berjuang untuk memperoleh hasil guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai segala cita-cita yang dimiliki di dunia. Dengan berbagai
hasil yang diperoleh melalui cara yang bajik, mendukung sangha dengan berderma kebutuhan
pokok sangha sehingga dapat bertahan hidup dan mampu berlatih secara optimal. Makna
yang lebih mendalam dari perayaan kathina adalah praktik melepas, bahwa setiap manusia
memiliki tabiat keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin. Melalui praktik berdana umat
Buddha diajarkan untuk melepas agar terbebas dari lingakaran penderitaan. Sehingga dengan
kebajikan yang dilakukan mampu meningkatkan kualitas batin yang sempurna dan mampu
membuahkan kebahagiaan bagi mereka yang berbuat kebajikan. Seperti sabda Buddha
tentang manfaat berdana, yaitu; “Bagi mereka yang gemar berdana maka akan memperoleh
buah dari hasil perbuatan baik yang dilakukan, berupa: paras cantik, suara merdu,
kemolekkan, kejelitaan, dan kekuasaan, serta mempunyai banyak pengikut.” (Nidhikanda
Sutta, SN. 1;8)

Kathina merupakan salah satu hari raya dari empat hari raya yang ada dalam agama Buddha.
Kathina adalah hari bhakti umat Buddha kepada anggota sangha (perkumpulan para bhiksu
dan bhiksuni) yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Kathina dirayakan oleh umat Buddha
dengan cara berdana atau memberikan persembahan empat kebutuhan pokok para bhiksu dan
bhiksuni. Empat kebutuhan pokok terdiri dari; jubah, makanan, obat-obatan, dan tempat
tinggal. Kathina dirayakan sebagai upaya umat untuk mendukung kelestarian ajaran Buddha.
Dengan adanya sangha, maka ajaran Buddha dapat terus dikumandangkan demi kebaikan dan
kebahagiaan semua umat manusia dan semua makhluk di alam semesta. Terdapat syarat yang
harus dipenuhi dalam perayaan kathina.  Yaitu minimal lima bhiksu yang menjalankan vassa
bersama sama di satu Vihara  (tempat ibadah umat Buddha). Karena persyaratan itu di
Indonesia, sebagian besar vihara keterbatasan jumlah biksu, maka tidak merayakan "Kathina-
dana" tetapi Sangha-dana (berdana kepada komunitas biksu/biksuni) di bulan Khatina.
Dengan demikian Vihara dapat merayakan kathina puja.

Perayaan kathina dilaksanakan setelah para bhiksu dan bhiksuni menyelesaikan masa vassa
(berdiam dimusim hujan dengan melatih diri). Masa vassa merupakan tradisi yang diwariskan
oleh guru Buddha di India. Pada setiap musim hujan tiba, para bhiksu dan bhiksuni tidak
bepergian dan melaksanakan latihan secara intensif selama tiga bulan penuh (Juli, agustus,
September) dengan mempraktikan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi), dan panna
(kebijaksanaan). Buddha bersabda bahwa, “Dengan perbuatan, pengetahuan, dan Dhamma,
dengan sila dan gaya hidup mulia, dengan hal-hal ini setiap makhluk dimurnikan, bukan
dengan silsilah atau kekayaan.” (M 3.262). Praktik sila (kemoralan) membawa seseorang
pada kemuliaan hidup. Dengan sila yang murni, seseorang akan mampu menghargai diri
sendiri dan juga dapat menghargai kehidupan orang lain, bahkan semua makhluk. Bentuk
penghargaan itulah yang akan membawa pada kemuliaan bagi diri setiap orang yang
menjalankan sila dengan baik. Hal terdekat yang dapat langsung dirasakan bagi mereka yang
mempraktikan sila, yaitu; dicintai banyak orang, dan senantiasa hidup dalam kedamaian dan
kebahagiaan.

Makna yang terkandung pada perayaan kathina yaitu adanya hubungan yang saling
bergantungan antara umat perumah tanggga dengan sangha. Umat Buddha memiliki
hubungan yang sangat erat terhadap anggota sangha, salah satunya adalah menyokong
kebutuhannya (Sigalovada sutta, DN. III,31). Dalam agama Buddha, sangha sebagai pewaris
ajaran Buddha memiliki semangat untuk belajar dan berpraktik. Melalui hasil praktik yang
dijalankan maka sangha memberikan pelayanan kepada umat Buddha agar dapat memahami
ajaran dan meningkatkan kualitas batin dan memperoleh kebahagiaan dalam hidup. Guru
Buddha pernah bersabda, “Barang siapa dengan jalan mampu berbuat kebajikan dan
meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang pernah dilakukan, maka ia akan menerangi
dunia ini, seperti rembulan yang terbebas dari awan (Dhammapada. 173. Artinya, jika
seseorang dapat memahami ajaran Buddha dan menggunakan pemahaman yang benar untuk
melakukan perbuatan baik. Maka seseorang tersebut akan memiliki kesadaran sebagai wujud
sifat belaskasih kepada sesama dan semua makhluk di dunia. Dengan adanya kesadaran dan
belaskasih seseorang dapat memiliki rasa malu untuk berbuat jahat dan takut akan akibat
perbuatan jahat. Sehingga kedamaian dan kebahagiaan tercipta dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, juga bagi bangsa dan negara.

Demikian pula umat Buddha, mereka bekerja dan berjuang untuk memperoleh hasil guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai segala cita-cita yang dimiliki di dunia. Dengan berbagai
hasil yang diperoleh melalui cara yang bajik, mendukung sangha dengan berderma kebutuhan
pokok sangha sehingga dapat bertahan hidup dan mampu berlatih secara optimal. Makna
yang lebih mendalam dari perayaan kathina adalah praktik melepas, bahwa setiap manusia
memiliki tabiat keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin. Melalui praktik berdana umat
Buddha diajarkan untuk melepas agar terbebas dari lingakaran penderitaan. Sehingga dengan
kebajikan yang dilakukan mampu meningkatkan kualitas batin yang sempurna dan mampu
membuahkan kebahagiaan bagi mereka yang berbuat kebajikan. Seperti sabda Buddha
tentang manfaat berdana, yaitu; “Bagi mereka yang gemar berdana maka akan memperoleh
buah dari hasil perbuatan baik yang dilakukan, berupa: paras cantik, suara merdu,
kemolekkan, kejelitaan, dan kekuasaan, serta mempunyai banyak pengikut.” (Nidhikanda
Sutta, SN. 1;8)

Anda mungkin juga menyukai