Anda di halaman 1dari 10

Umat Buddha Rayakan Hari Raya Asalha di Candi Borobudur

Pertiwi – detikNews
Kamis, 06 Jul 2017 15:44 WIB

Magelang - Umat Buddha Indonesia merayakan hari Asalha (Asadha) 2561 BE, yakni hari
raya setelah Waisak. Hari raya ini merupakan peringatan pertama kalinya Buddha Gautama
mengajarkan ajaran Dhamma kepada lima siswa pertama di Taman Rusa Isipatana India
Kuno.

"Rangkaian perayaan diisi dengan beberapa kegiatan. Terutama pembacaan tipitaka kitab
suci Agama Buddha atau Tipitaka Chanting," jelas Bikkhu Subbhapannyo Mahathera yang
juga Sanghanayaka (ketua) Sangha Theravada, di sela pembacaan tipitaka di pelataran
Candi Borobudur, Kamis (6/7/2017).

Menurutnya, hari besar umat Buddha sebenarnya ada empat. Yakni Maghabuja, Waisak,
Asalha, dan Katina (Pavana). Dia mengatakan, tipitaka kitab suci agama Buddha adalah
sumber pembelajaran Dhamma (kebenaran) bagi umat Buddha. Di dalam tipitaka inilah
terdapat ajaran Buddha sebagai penunjuk jalan pembebasan dari penderitaan (dukkha),"
imbuhnya.

Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja 2561 BE/2017 merupakan perayaan
yang sudah ketiga kalinya. Tema yang diangkat tahun ini yaitu Cinta Kasih Penjaga
Kebhinekaan.

"Dengan pembacaan dan kajian tipitaka ini, diharapkan umat Budha di Indonesia mampu
mengaplikasikan ajaran Buddha dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta
menebarkan semangat cinta kasih dalam keberagaman dan bersatu padu membangun
NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," urainya.

Adapun dengan perayaan Asalha 2561, umat Buddha Indonesia diharapkan mampu
mengikis hawa nafsu yang dapat memecah belah kerukunan, kedamaian dan kebahagiaan
bangsa Indonesia saat ini.
Rangkaian peringatan Asalha akan berlangsung selama tiga hari, mulai 6 hingga 8 Juli
besok. Acara diawali dengan pembacaan tipitaka pada Kamis (6/7) di pelataran Candi
Borobudur. Kemudian diakhiri puja jalan kaki Bhakti Yatra (Devotional Walk) dari Candi
Mendut menuju pelataran Candi Borobudur pada Sabtu (8/7).
Anak-Anak Remaja Buddhis Ikuti Pujabakti Di Vihara

Senin, 10 Oktober 2016 | 14:07       Dibaca 5731 kali

KEGIATAN PUJABAKTI DI VIHARA SASANA GRAHA NUNUKAN (9/10)

Nunukan (Inmas):-- Sebagai umat Buddha yang berbakti, sebaiknya setiap hari Minggu
melaksanakan puja bakti/kebaktian. Puja bakti/kebaktian, yaitu upacara, ritual atau
sembahyang yang dilakukan sebagai ungkapan keyakinan (Saddha) terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, Buddha, Dhamma dan Sangha (TriRatna).

Pujabakti mempunyai tujuan yang sangat mulai diantaranya untuk Menghormati dan
merenungkan sifat-sifat luhur TriRatna (Buddha, Dhamma dan Sangha), Meningkatkan
keyakinan (Saddha) dengan tekad (Aditthana) terhadap TriRatna, Mengembangkan empat
sifat luhur (Brahma Vihara), yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati, dan batin seimbang,
Mengulang atau membaca dan merenungkan kembali khotbah khotbah Buddha,
Melakukan Anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kepada makhluk lain dan yang
lainnya adalah berbagi kebajikan kepada semua makhluk.

Hal inilah tanpak pada kegiatan anak-anak dan remaja dari Agama Budha Ini sangat serius
dalam mengikuti kegitan pujabakti yang dipimpin seorang guru sekolah minggu, yang
digelar di Vihara Sasana Graha Jalan Pembangunan Kelurahan Nunukan Barat, Minggu
(9/10) pagi.

Kegiatan rutin mingguan untuk membina mental dan karakter anak sesuai ajaran Buddha
Dhamma dalam mengembangkan cinta kasih, saling menghormati antar sesama secara
universal.

Kegiatan pada pagi minggu dipimpin oleh seorang guru sekolah minggu ibu linda’ ujar
Jhonson yang juga merupakan salah satu anggota FKUB Kabupaten Nunukan utusan dari
perwakilan Agama Budha di Nunukan” jelas Jhonson.
Jhonson menjelaskan “Dalam agama Buddha, puja bakti (kebaktian) bukan hanya
merupakan kewajiban bagi umat, tetapi menjadi kebutuhan agar memetik manfaat bagi
kehidupan. Manfaat yang dapat diperoleh dari melaksanakan puja bakti antara lain.

“Menambah keyakinan (Saddha), Memiliki cinta kasih, belas kasihan, rasa simpatik, dan
keseimbangan batin (Brahma Vihara), Perasaan puas (Santutthi), Kedamaian (Shanti),
dan Kebahagiaan (Sukkha)”.

“Puja bakti yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh penghayatan akan
bermanfaat besar ungkap Jhonson”

“Manfaatnya yaitu Keyakinan (saddha) dan bakti kepada TriRatna akan bertambah,
Empat sifat luhur (brahma vihara) akan berkembang, Indra (samvara) akan terkendali
karena pikiran diarahkan untuk pujabakti, Menimbulkan perasaan puas (Santutthi) karena
telah berbuat baik dan dapat Menimbulkan kebahagiaan (Sukha) dan ketenangan batin”
tandasnya. (syd)
Hari Waisak 2018, Ini 9 Tradisi Umat Buddha Rayakan Waisak

Reporter: Anastasia Pramudita Davies


Editor: Mitra Tarigan
Selasa, 29 Mei 2018 15:21 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Waisak dirayakan oleh seluruh umat Buddha di dunia, dan


juga menjadi penghormatan akan tiga peristiwa penting dari kehidupan Buddha. Hari
istimewa ini menandai hari kelahiran Buddha dan pencapaian pencerahannya serta
memperingati hari kematian Buddha menuju nirvana. Hari ulang tahun Buddha ini juga
dianggap hari untuk membawa kebahagiaan bagi orang lain.

Dilansir dari The Star, berikut ini beberapa ritual yang dijalankan saat hari Waisak
menurut beberapa ahli agama Buddha di Thailand.

1. Doa dan merenung dengan tenang


Saat hari Waisak, umat Buddha akan mengunjungi kuil-kuil lokal ataupun kuil besar untuk
melakukan doa. Umat Buddha juga umumnya melakukan perenungan akan diri dan
kehidupan secara tenang. Kuil-kuil dari berbagai wilayah biasanya memiliki program
tersendiri untuk memperingati Hari Waisak.

2. Mengenakan pakaian putih


Walaupun tidak ada pengkhususan warna yang dikenakan seseorang saat pergi ke kuil di
Hari Wesak, para ahli mengungkapkan bahwa para penyembah dianjurkan untuk memakai
pakaian putih. Hal ini karena warna putih dianggap mencerminkan kemurnian. Maka,
menggunakan pakaian putih disarankan ketika berdoa ke kuil.

3. Menerapkan kelima sila


Kebanyakan umat Buddha sudah mempraktekkan lima sila ajaran Buddha dalam
kehidupan sehari-harinya. Kelima sila itu adalah tidak melakukan pembunuhan, pencurian,
pelecehan seksual, berbohong dan mengonsumsi minuman keras. Umat Buddha juga
diajarkan untuk menahan diri dari berbicara buruk tentang orang lain. Serta tidak terlibat
dalam kegiatan negatif.
4. Lampu minyak atau lilin
Menyalakan lampu minyak selama Hari Waisak adalah pemandangan yang umum. Lampu
minyak dianggap mengusir kegelapan dan juga melambangkan penerangan bagi kehidupan
seseorang. Untuk yang menggunakan lilin, biasanya berbentuk bunga lotus. Bunga lotus
memiliki arti tersendiri. Bunga ini tumbuh di air yang keruh, sehingga melambangkan
mekarnya keindahan dari dunia yang berantakan. Menurut mitosnya, Sang Buddha juga
muncul secara magis dari bunga tersebut.

5. Pohon Bodhi
Pohon Bodhi adalah tempat Buddha duduk bermeditasi di Bodh Gaya, India. Di pohon
inilah juga Buddha mencapai pencerahannya. Umat Buddha sangat menghormati pohon
Bodhi dan berdoa disana. Para pengikut Buddha juga percaya bahwa ada dewa, makhluk
spiritual yang baik, mengelilingi pohon-pohon tersebut. Namun, pada saat yang sama, para
ahli agama mengingatkan adalah baik untuk berdoa dan mencari keberkahan dari situ.
Tetapi, umat Buddha tidak boleh bergantung padanya.

6. Menjadi vegetarian
Menjadi pemandangan umum untuk melihat makanan vegetarian yang disajikan di kuil-
kuil pada Hari Waisak. Banyak umat Buddha percaya bahwa merupakan suatu kebaikan
untuk memulai hari dengan pemurnian. Di mana hal ini berarti tidak melakukan
pembunuhan, bahkan terhadap hewani.

7. Mengibarkan bendera Buddha


Bendera Buddha memiliki enam garis vertikal berwarna biru, kuning, merah, putih dan
oranye. Bendera ini dirancang oleh J.R. de Silva dan Kolonel Henry S. Olcott pada tahun
1800-an. Banyak kuil yang membagikan bendera secara gratis kepada para umat. Dan
bertujuan agar para pengikut Buddha menggantung dan mengibarkannya di rumah
selama hari Waisak.

8. Menawarkan sedekah
Menawarkan sedekah kepada para biarawan dapat berupa makanan atau kebutuhan dasar,
seperti perlengkapan mandi dan persediaan medis. Para bhikkhu melakukan kegiatan
makan hanya satu kali sehari (pada siang hari). Sehingga, banyak umat yang datang ke
kuil menjadikan hari Waisak juga sebagai kesempatan relawan dalam persiapan
makanan.

9. Mandi ‘Sang Buddha’


Para umat yang datang ke kuil saat hari Waisak sebagian banyak yang langsung
melakukan ritual suci ini. Menurut para ahli agama, mandi Buddha adalah ritual yang
sangat populer. Hal ini karena kegiatan tersebut dianggap akan memurnikan hati dan
pikiran dari keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan. Praktik mandi Buddha lainnya di
daerah Thailand melaksanakan kegiatan berbeda. Para umat juga menempelkan daun
emas ke Phra Phom, dewa berwajah empat, dan juga patung Luang Phor Tuad, seorang
biarawan terhormat dari Thailand.
Umat Buddha Jambi Melaksanakan Puja Bakti

Oleh Liputan6 pada 03 Jun 2004, 08:25 WIB

Liputan6.com, Jambi: Umat Buddha Jambi, Kamis (3/6), memperingati Tri Suci Waisak.
Peringatan ini adalah untuk mengenang tiga peristiwa besar dalam agama Buddha, yaitu
hari kelahiran, saat mendapat wahyu di bawah pohon bodhi, serta saat Sang Buddha
Siddharta Gautama wafat.

Sejak kemarin, umat Buddha Jambi memperingati Tri Suci Waisak di kawasan Candi
Muaro Bungo. Dalam upacara tersebut untuk pertama kalinya tiga majelis agama Buddha,
Majelis Buddhayana Indonesia (MBI), Megabudhi, dan Majelis Buddha Mahayana
melakukan peringatan secara bersama-sama.

Prosesi Puja Bhakti diawali dengan pawai bendera merah putih diikuti bendera buddhis
dan tiga bendera majelis agama Buddha. Seluruh rangkaian kegiatan dipimpin bikhu dan
bhiksu Sangha. Upacara kemudian dilanjutkan ritual amisa puja dengan mengelilingi
Candi Muaro Bungo. Dalam ritual mengelilingi candi terbesar di Sumatra itu dibaca paritta
antara lain namakkara gatha, aradhana tisarana, budhanussati, dhammanussati,
sanghanussanti, sacckiriya gatha, dan karaniyametta sutta.

Sementara di Jawa Tengah, ribuan umat Buddha dari berbagai penjuru Tanah Air
mengikuti ritual Air Berkah dan Api Dharma Waisak di pelataran Candi Mendut,
Magelang, kemarin. Peringatan kelahiran Buddha di Indonesia akan dipusatkan di Candi
Borobudur.

Air Berkah Waisak Nasional 2548 Saka atau tahun 2004 Masehi diambil dari Umbul
Jumprit, Parakan, Temanggung, Jateng, sekitar pukul 08.00 WIB. Setelah dilakukan Puja
Bhakti Pensakralan oleh Dewan Sangha dan Majelis Agama Buddha secara bergantian di
Umbul Jumprit, air berkah diberangkatkan ke Candi Mendut dan disemayamkan di
pelataran candi hingga besok pagi.
Puja Bakti Waisak di Vihara Amurva Bhumi Blahbatuh Dibatasi 100 Orang

Penulis : nv
25 Mei 2021

GIANYAR, NusaBali.com – Setelah tahun lalu tidak menggelar perayaan hari raya
Waisak, kali ini Vihara Amurva Bhumi Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, kembali
mengadakan pada Rabu (26/5/2021).

Namun tidak akan ada perayaan khusus dan kemeriahan lainnya di masa pandemi ini.
“Kami tidak mengadakan perayaan secara khusus, namun hanya mengadakan Puja Bakti
yang diikuti terbatas 75-100 peserta,” kata Ketua Pengurus Vihara Amurva Bhumi
Blahbatuh, I Made Yudi Kayana, Selasa (25/5/2021).

Puja Bakti ini juga menjadi yang pertamakali setelah tahun lalu sama sekali tidak
dilakukan kegiataan menyambut Waisak lantaran pandemi Covid-19 baru melanda Pulau
Dewata. “Kegiatan kali ini pun kami lakukan dengan protokol kesehatan ketat,” ujar Yudi
Kayana, 50.

Sementara itu kegiatan lain yang dilakukan pada Senin (24/5/2021), hanya bersih-bersih
vihara menyambut Waisak. “Kalau sebelum pandemi, perayaan hari Waisak sangat meriah,
mulai dari pemasangan lampion-lampion, dan jumlah peserta yang membludak dari dalam
maupun luar kota. Namun sejak tahun lalu sangat jauh berbeda,” kata Kayana yang
menjadi ketua sejak 2019 ini.

Pada saat sebelum pandemi, pihak vihara biasanya mengundang tamu-tamu dari luar
daerah, namun untuk tahun ini hanya memperbolehkan umat Kabupaten Gianyar saja dan
dibatasi jumlah perwakilan yang datang.

Pihak vihara sendiri sudah menyiapkan tempat cuci tangan dan handsanitizer plus
spanduk-spanduk yang megingatkan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus
dan hal yang tidak diinginkan.
Kayana pun berharap agar pandemi segera berakhir, karena pihaknya merindukan suasanya
hari raya di vihara pada saat situasi normal sebelum pandemi. “Semua sektor pasti ingin
pandemi ini segera berakhir, begitu pun kami d isini, ingin rasanya merayakan hari raya
dengan meriah dan dalam situasi normal kembali,” tutup Kayana.

Vihara Amurva Bhumi Blahbatuh yang beranggotakan 110 kepala keluarga berdiri sejak 2
Maret 1988 dan diresmikan oleh Bupati Gianyar pada saat itu Tjokorda Raka Dherana
berada di Jalan Jalan Wisma Gajah Mada nomor 51, Kemenuh, Kecamatan Blahbatuh,
Kabupaten Gianyar.

Anda mungkin juga menyukai