Anda di halaman 1dari 16

KOMBINASI TERAPI REHABILITASI VESTIBULAR DAN STIMULASI ARUS

SEARAH TRANSKRANIAL (TRANSCRANIAL DIRECT CURRENT STIMULATION;


TDCS) SEBAGAI TATALAKSANA UNTUK DISFUNGSI VESTIBULAR KRONIS
PADA PASIEN LANJUT USIA: UJI ACAK TERKENDALI DOUBLE-BLIND

Nader Saki, Arash Bayat, Soheila Nikakhlagh, Golshan Mirmomeni

ABSTRAK
Pendahuluan: Pusing dan ketidakseimbangan merupakan keluhan yang sering dialami lansia.
Terapi rehabilitasi vestibular adalah metode yang efektif untuk mengurangi pusing kronis pada
pasien dengan disfungsi vestibular. Stimulasi arus searah transkranial dilaporkan dapat
memperbaiki fungsi keseimbangan pada pasien dengan disfungsi vestibular.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efikasi terapi rehabilitasi vestibular yang
dikombinasikan dengan stimulasi arus searah transkranial pada pasien usia lanjut dengan
disfungsi vestibular.
Metode: Dalam uji acak terkendali double-blind, 36 pasien lanjut usia dengan disfungsi
vestibular kronis secara acak ditugaskan untuk kelompok rehabilitasi vestibular dan stimulasi
arus searah transkranial (n = 18) atau rehabilitasi vestibular saja (n = 18). Protokol stimulasi
transkranial terdiri dari stimulasi listrik bifrontal multisesi PADA korteks prefrontal dorsolateral
(intensitas 2 mA dengan durasi 20 menit), diikuti dengan latihan rehabilitasi. Protokol
rehabilitasi vestibular terdiri dari latihan habituasi dan adaptasi yang dikombinasikan dengan
latihan gaya berjalan selama tiga minggu. Hasil utama dari penelitian ini adalah skor
inventarisasi dizziness handicap, dan hasil sekunder berupa tingkat kepercayaan diri terkait
keseimbangan pada aktivitas tertentu dan skor inventaris kecemasan Beck.
Hasil: Untuk skor dizziness handicap, analisis varians berulang menunjukkan efek utama yang
signifikan dari ''waktu'', ''stimulasi'' dan interaksi dari stimulasi × waktu. Skor dizziness handicap
secara keseluruhan mengalami penurunan yang signifikan untuk ''waktu'' pada kedua kelompok,
namun lebih menonjol pada kelompok yang menjalani rehabilitasi vestibular dan stimulasi
listrik. Terkait perubahan skor kepercayaan diri terkait keseimbangan pada aktivitas tertentu,
kami menemukan efek utama yang signifikan dari faktor utama ''waktu'' dan ''stimulasi'', tetapi
efek dari interaksi antara stimulasi × interaksi waktu tidak signifikan. Untuk skor kecemasan
Beck, kami menemukan efek utama yang signifikan dari faktor ''waktu'', tetapi tidak ada efek
signifikan dari faktor ''stimulasi''.
Kesimpulan: Kombinasi stimulasi arus searah transkranial bifrontal dan terapi rehabilitasi
vestibular merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk mengurangi gejala vestibular kronis
pada lansia
Kata Kunci: Stimulasi arus searah transkranial; Rehabilitasi vestibular; Lanjut usia; Kecemasan;
Keseimbangan

LATAR BELAKANG
Pusing dan ketidakseimbangan adalah keluhan yang sering ditemukan pada lanjut usia.
Diperkirakan bahwa sekitar 30% lansia yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami beberapa
bentuk pusing, dan jumlahnya meningkat menjadi 50% pada lansia yang berusia lebih dari 80
tahun. Pusing pada lansia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang karena
lansia yang mengalami pusing memiliki risiko jatuh dan cedera yang lebih tinggi. Penyebab
utama pusing pada pasien usia lanjut sangat rumit karena terdapat berbagai mekanisme yang
berkontribusi.

Vestibular Rehabilitation Therapy (VRT) adalah program terapi berbasis latihan untuk
meningkatkan fungsi keseimbangan pada pasien dengan gangguan yang berasal dari vestibular.
Latihan VRT bertujuan untuk mengurangi gejala melalui mekanisme sentral neuroplastisitas,
seperti kebiasaan, adaptasi dan substitusi, yang mempercepat proses kompensasi vestibular.

Baru-baru ini, modulasi rangsangan kortikal dan sub-kortikal melalui metode non-invasif seperti
stimulasi otak non-invasif telah mendapat perhatian sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan keberhasilan terapi. Stimulasi arus searah transkranial (tDCS) adalah teknik
neuromodulasi non-invasif yang aman dan dapat memodulasi aktivitas saraf. Teknik ini
menerapkan arus searah yang lemah ke otak melalui elektroda anodal dan katodal yang
ditempelkan di kulit kepala sehingga dapat memodulasi rangsangan kortikal dan menghasilkan
perubahan fisiologis serta perilaku untuk meningkatkan kinerja fungsional. Penelitian
menunjukkan bahwa stimulasi anodal memiliki efek eksitatorik pada korteks serebral melalui
mendepolarisasi neuron, sementara stimulasi katodal menginduksi hiperpolarisasi neuron dengan
mempengaruhi potensial membran istirahat. Bukti terbaru menunjukkan manfaat tDCS pada
pembelajaran motorik, kontrol postur tubuh, gaya berjalan, dan memori kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki secara komparatif efek terapeutik dari VRT saja dan
efek VRT bila dikombinasikan dengan tDCS pada pasien lanjut usia dengan disfungsi vestibular.
Hipotesis utama adalah kombinasi VRT-tDCS dapat menghasilkan efek terapeutik yang lebih
tinggi daripada VRT saja. Hipotesis utama adalah bahwa protokol gabungan VRT-tDCS
menghasilkan peningkatan keseimbangan yang lebih besar dibandingkan dengan VRT saja pada
pasien lanjut usia dengan disfungsi vestibular. Asumsi yang mendasarinya adalah tDCS akan
mempersiapkan sistem saraf pusat dan dengan demikian menciptakan efek pembelajaran yang
lebih kuat dan lebih cepat untuk beradaptasi dengan defisit vestibular.

METODE
Peserta Penelitian
Tiga puluh enam pasien lanjut usia dengan disfungsi vestibular kronis yang dirawat dengan
program rehabilitasi vestibular yang dipersonalisasi berpartisipasi dalam penelitian ini. Semua
pasien menderita vertigo yang resisten terhadap obat dan bersifat kronis (durasi lebih dari 2
tahun). Para pasien menjalani setidaknya dua minggu periode medication washout sebelum sesi
terapi pertama. Diagnosis disfungsi vestibular didasarkan pada riwayat medis yang terperinci,
video Head Impulse Test (vHIT), Videonystagmography (VNG) yang juga berisi tes penentuan
posisi/posisi, tes kalori bithermal, dan tes okulomotor, dan tes Vestibular Evoked Myogenic
Potentials (cVEMP). Kriteria inklusi penelitian ini adalah berusia 65-80 tahun, memiliki
diagnosis disfungsi vestibular kronis, dan penglihatan normal atau dikoreksi menjadi normal
dengan bantuan. Individu dengan riwayat disfungsi vestibular akut dan berulang, penggunaan
obat-obatan dengan potensi efek samping vestibular, trauma otak, yang memiliki implan logam
di kepala atau leher dekat tempat stimulasi, keterbatasan ortopedi yang dapat mengganggu
penelitian, adanya gangguan kejiwaan, dan epilepsi merupakan kriteria eksklusi penelitian ini.

Semua prosedur eksperimental penelitian ini telah disetujui oleh Dewan Etik Penelitian setempat
(Nomor registrasi: IR.AJUMS.REC.1399.327), yang sesuai dengan standar Deklarasi Helsinki
(1964). Setelah pendaftaran dan sebelum dimulainya prosedur eksperimental, para peneliti
dengan jelas menjelaskan tujuan, kemungkinan manfaat, dan efek samping dari penelitian
kepada para peserta. Semua pasien menandatangani persetujuan tertulis sebelum berpartisipasi
dalam penelitian.

Protokol Penelitian
Dengan desain penelitian uji acak terkendali, double-blind, pasien yang memenuhi syarat secara
acak ditugaskan untuk pengobatan ''VRT-tDCS'' (kombinasi VRT dan tDCS) atau ''VRT saja''
oleh koordinator penelitian. Kedua kelompok dicocokkan menurut usia, jenis kelamin, dan durasi
penyakit (Tabel 1). Diagram alir CONSORT dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Untuk
mengurangi bias prosedur dan subjektif, pasien dan peneliti tidak mengetahui jenis protokol.
Hanya dokter yang melakukan prosedur tDCS dan dokter yang melakukan pengacakan yang
mengetahui informasi kelompok.

Tabel 1. Perbandingan karakteristik demografi peserta kelompok VRT-tDCS (n = 18) dan


kelompok VRT saja (n = 18).
Variabel Kelompok Nilai P Uji
VRT VRT-tDCS
Usia (tahun) 71.33 ± 6.16 a 72,11 ± 5,09 a t = 0.45; p = Sampel
0.65 independen t

Durasi pusing 3.94 ± 1.21 a 4,50 ± 2,03 a t = 0.99; p = Sampel


(tahun) 0.32 independen t
Jenis Kelamin 11M; 7 F M; 8 F X 25.9;
2=
Chi-square
p=0.735
VRT, Terapi Rehabilitasi Vestibular.
a
Nilai dalam rata-rata ± SD atau n (%).
Gambar 1. Diagram alur penelitian. VRT, Terapi Rehabilitasi Vestibular; tDCS, Stimulasi Arus
Searah transkranial.

Terapi Rehabilitasi Vestibular


Latihan vestibular dilakukan kepada setiap pasien sesuai dengan keluhan dan keterbatasan
fungsional yang dirasakan saat anamnesis. Semua pasien menjalani program rehabilitasi
vestibular bertahap selama 3 minggu. Pada dua minggu pertama, pasien mengikuti serangkaian
sesi latihan selama 25-30 menit, 6 hari seminggu (total 12 sesi). Kemudian, pasien melanjutkan
latihan VRT di rumah, dengan rencana dan instruksi latihan tertulis setiap hari, pada minggu
terakhir.
Program terapi terdiri dari latihan ''habituasi'' dan ''adaptasi'' yang dikombinasikan dengan latihan
gaya berjalan. Selama pelatihan ''habituasi'', kepala dipindahkan ke sisi kiri dan kanan, sementara
mata tetap tertuju pada target tertentu. Untuk melakukan latihan "adaptasi", dokter akan
mengidentifikasi gerakan yang memicu gejala pasien dan pasien melakukan latihan ini hingga
mereka tidak lagi merespons rangsangan secara negatif. Latihan "gaya berjalan" juga dilakukan
untuk meningkatkan stabilitas postural melalui peningkatan postur statis dan dinamis. Dalam
studi saat ini, berjalan dimulai pada permukaan datar, dan kemudian berlanjut ke permukaan
yang tidak rata. Kesulitan tingkat latihan kemudian ditingkatkan dengan menambahkan rotasi
kepala gelengan kepala kanan dan kiri sambil berjalan di permukaan yang keras.

Stimulasi Arus Searah Transkranial


tDCS diberikan melalui dua elektroda yang disematkan pada sepasang spons yang direndam
garam (35 cm2) dan diberikan melalui stimulator DC yang digerakkan oleh baterai (sistem
OASIS ProTM, Kanada). Sistem penentuan posisi elektroda elektroensefalogram 10-20
digunakan untuk menentukan lokasi elektroda. Anoda dan katoda elektroda ditempatkan di
sebelah kanan (F4) dan kiri DLPFC (F3) dan selama stimulasi impedansi elektroda secara
konsisten dijaga di bawah 3 kΩ (Gbr. 2). Dalam setiap sesi tDCS, arus 2 mA diberikan selama
20 menit. Stimulasi diberikan selama 6 hari berturut-turut selama periode 3 minggu (total 18
sesi).

Evaluasi Klinis
Hasil utama adalah perubahan pusing pada aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup yang diukur
menggunakan Dizziness Handicap Inventory (DHI) versi Persia. DHI terdiri dari 25 pertanyaan
yang diisi secara mandiri untuk mengukur domain disabilitas fisik (7 item), emosional (9 item),
dan fungsional (9 item) yang terkait dengan gangguan vestibular. Setiap item memberikan
pilihan 3 jawaban: ''tidak'' (0 poin), “kadang” (2 poin), atau ''ya'' (4 poin). Skor DHI berkisar dari
0 hingga 100, dimana 0 menggambarkan "tidak ada cacat" dan 100 menggambarkan disabilitas
"terbesar" yang dirasakan oleh diri sendiri. Gejala dikategorikan ringan, sedang, atau berat jika
skor DHI masing-masing berkisar 0-30, 31-60, dan 61-100.
Hasil subjektif sekunder termasuk skala Activities-specific Balance Confidence (ABC). ABC
adalah kuesioner yang dilaporkan secara mandiri yang memberikan informasi terkait
kepercayaan diri terkait keseimbangan dalam berbagai aktivitas sehari-hari tanpa kehilangan
keseimbangan dan takut jatuh. ABC terdiri dari 16 pertanyaan yang diberi skor pada kisaran dari
0% hingga 100% (0 menunjukkan tidak percaya diri dan 100 menunjukkan tingkat kepercayaan
diri yang sangat tinggi).

Beck Anxiety Inventory (BAI) juga digunakan untuk menilai kecemasan terkait gangguan
vestibular pada fase pra- dan pasca intervensi. BAI terdiri dari 21 pertanyaan yang dinilai pada
skala Likert 4 poin dari 0 (tidak sama sekali) hingga 3 (sangat). Kemudian, total skor berkisar
dari minimal 0 dan maksimal 63. Skor BAI yang lebih rendah menunjukkan tingkat kecemasan
terkait pusing yang lebih rendah.

Skala DHI, BAI, dan ABC dinilai sebelum sesi VRT pertama, setelah 1 minggu, 2 minggu dan 3
minggu masa tindak lanjut pada kedua kelompok.
Gambar 2. Konfigurasi Elektroda tDCS
ANALISIS STATISTIK
Hasil utama dari penelitian ini adalah skor DHI dan hasil sekunder adalah skor ABC dan BAI.
Untuk data nominal (misalnya, jenis kelamin), uji chi-square digunakan untuk membandingkan
kelompok “VRT-tDCS” dan ''VRT saja''. Uji-t sampel independen juga digunakan untuk
menentukan apakah penilaian dasar individu (DHI, BAI dan ABC) berbeda antar kelompok.
Sebelum melakukan uji-t, uji Levene dilakukan untuk menguji untuk persamaan varians. Uji
Levene tidak dilanggar dalam hal apa pun sehingga menunjukkan asumsi kesetaraan varians.
Campuran RM-ANOVA dengan faktor Waktu dan Stimulasi antar subjek dilakukan untuk
mengevaluasi perubahan DHI, ABC, dan (DHI, BAI, dan ABC). Untuk ANOVA, sferisitas diuji
dengan uji Mauchly, dan jika terjadi pelanggaran uji Mauchly, akan diterapkan koreksi
Greenhouse-Geisser. Bila terdapat efek yang signifikan, uji t post-hoc akan dilakukan
menggunakan penyesuaian LSD dengan beberapa perbandingan untuk memeriksa apakah tDCS
menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap ''VRT saja'' atau nilai dasar. Semua uji
statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 25 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA); p-value <0,05
ditetapkan signifikan secara statstik untuk semua statistik inferensial.

HASIL
Rata-rata usia peserta adalah 71,17 tahun, dan rasio perempuan/laki- laki adalah 15:21. Dari 36
pasien, 17 pasien memiliki Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), 13 memiliki penyakit
Meniere, dan 6 memiliki migrain vestibular.

Informasi demografis dan karakteristik klinis dasar dari para peserta tidak berbeda secara
signifikan antara kelompok VRT-tDCS dan "VRT saja" (Tabel 2). Uji chi-square menunjukkan
proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan pada kedua kelompok (X 2 = 0,78, p = 0,55),
dan durasi pusing proporsional di seluruh kelompok (p = 0,56). Selanjutnya, hasil primer dan
sekunder awal tidak berbeda secara signifikan di antara kedua kelompok (Tabel 3).

Untuk parameter hasil utama, DHI, RM-ANOVA menunjukkan efek yang signifikan dari
''Waktu'' (F = 114,179, p <0,001) dan ''Stimulasi'' (F = 5,012, p <0,032), tetapi tidak untuk
interaksi Stimulasi × waktu (F = 0,549, p = 0,651). Analisis ini mengungkapkan tidak ada efek
signifikan untuk efek interaksi ''durasi penyakit'' (p = 0,034), atau Waktu × ''durasi penyakit'' (p =
0,245). Perbandingan post- hoc dari kelompok VRT-tDCS dan VRT saja menunjukkan bahwa
stimulasi tDCS menghasilkan perbedaan yang signifikan pada skor DHI di semua titik waktu
pada kedua kelompok. ANOVA satu arah secara berturut-turut menunjukkan efek yang
signifikan dari ''Waktu'' (p <0,001) pada kelompok VRT-tDCS.

Terkait perubahan skor ABC, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor ABC antara VRT-
tDCS dan “VRT saja” sebelum stimulasi tDCS ( uji t sampel independen, p = 0,891). RM-
ANOVA menunjukkan efek yang signifikan dari ''Waktu'' (F = 1145,65, p <0,001), ''Stimulasi''
(F = 6,113, p = 0,019) dan interaksi Waktu × Stimulasi (F = 5,181, p = 0,002). Tidak ada efek
yang signifikan dari ''durasi penyakit'' (p = 0,083), maupun durasi penyakit × Waktu (p = 0,123).
Untuk skor BAI, kami mengamati efek utama yang signifikan dari ''Waktu'' (F = 182,76, p
<0,001), tetapi tidak ada bukti untuk Interaksi Waktu × stimulasi (F = 1,501, p = 0,219) dan
Stimulasi (F = 1,790, p = 0,191) menunjukkan perbedaan antara kelompok VRT-tDCS dan ''VRT
saja'' yang tidak konsisten di semua titik waktu (Tabel 4).

Tabel 2. Perbandingan hasil primer dan sekunder awal antara kelompok VRT-tDCS (n = 18) dan
VRT saja (n = 18).
Variabel VRT sajaa VRT-tDCSa Nilai p Uji
DHI 45.44 ± 8.140 44.01 ± 7.577
t = -0.55; p = Sampel T
0.585 independen
BAI 24.89 ± 2.518 25.28 ± 3.140 t = 0.41; p =
0.389
ABC 54.44 ± 5.596 53.78 ± 6.208 t = -0.33; p =
0.073
VRT, Terapi Rehabilitasi Vestibular; ABC, Activities-specific Balance Confidence; BAI, Beck
Anxiety Inventory; DHI, Dizziness Handicap Inventory.
a
Nilai dalam rata-rata ± SD atau n (%).

Tabel 3. Hasil inventaris laporan mandiri pada sesi awal dan akhir terapi untuk kelompok VRT-
tDCS (n = 18) dan VRT saja (n = 18).
Pemeriksaan Pra-perawatan a Pasca perawatan a Nilai p
DHI
VRT 45,44 ± 8,14 23.01 ± 9.84 < 0.001
VRT-tDCS 44,01 ± 7,57 18.22 ± 4.16 < 0.001
BAI
VRT 24,89 ± 2,51 16.56 ± 3.82 < 0.001
VRT-tDCS 25,28 ± 3,14 14.39 ± 4.23 0.008
ABC
VRT 54,44 ± 5,59 71.89 ± 4.31 < 0.001
VRT-tDCS 53,78 ± 6,21 79.11 ± 7.42 < 0.001
VRT, Terapi Rehabilitasi Vestibular; ABC, Activities-specific Balance Confidence; BAI, Beck
Anxiety Inventory; DHI, Dizziness Handicap Inventory.
a
Nilai dalam rata-rata ± SD atau n (%).

Tabel 4. Hasil dari Pemeriksaan ANOVA berulang yang dilakukan untuk skala THI, ABC, dan
BAI pada interval waktu yang berbeda (masing-masing 4 titik waktu).
Pemeriksaan Sumber df F Sig. η2
DHI Waktu 3 114.17 < 0.001 0.771

Waktu * 3 0.549 0.651 0.016


Stimulasi
Stimulasi 1 5.012 0.032 0.128
ABC Waktu 3 1145.65 < 0.001 0.811
Waktu * 3 5.181 0.002 0.132
Stimulasi
Stimulasi 1 6.113 0.019 0.154
BAI Waktu 3 182.76 < 0.001 0.843
Waktu * 3 1.501 0.219 0.042
Stimulasi
Stimulasi 1 1.790 0.191 0.051
ABC, Activities-specific Balance Confidence; BAI, Beck Anxiety Inventory; DHI, Dizziness
Handicap Inventory.

Efek Samping tDCS


Kami merancang formulir khusus untuk menilai efek samping dari tDCS. Temuan kami
menunjukkan bahwa gatal adalah efek samping yang paling sering dilaporkan pada kedua
kelompok (Kelompok VRT-tDCS 23 (79,3%) dan kelompok ''VRT saja'' 8 (53,3%)) yang diikuti
oleh sakit kepala dan kelelahan (Tabel 5). Namun, kami tidak menemukan perbedaan yang
signifikan terkait frekuensi berbagai efek samping tDCS efek di antara kedua kelompok (uji Chi-
square, p > 0,05). Tak satu pun dari pasien melaporkan kesemutan, iritasi kulit, atau rasa seperti
di cubit di lokasi tDCS.

Tabel 5. Jumlah pasien yang mengalami efek samping tDCS tertentu pada kelompok ''tDCS +
VRT'' dan ''VRT saja''.
Efek Kelompok “VRT + tDCS” Kelompok “VRT saja” Nilai p
Samping (n=18) (n=18)
Intensitas Intensitas Intensitas Intensitas
ringan sedang ringan sedang
Gatal 5 2 3 2 0.687
Kelelahan 2 1 1 1 0.750
Sakit kepala 2 2 2 1 0.526
VRT, Terapi Rehabilitasi Vestibular; tDCS, Stimulasi Arus Searah transcranial
DISKUSI
Studi ini secara komparatif menyelidiki efikasi kombinasi VRT-tDCS terhadap VRT saja dalam
meningkatkan fungsi keseimbangan dan mengurangi gejala disfungsi vestibular pada pasien
lanjut usia. Gangguan fungsi keseimbangan pada lansia adalah masalah kesehatan masyarakat
yang sangat serius baik dari sudut pandang klinis maupun ekonomi, karena prevalensinya
mencapai 30% pada lansia yang berusia lebih dari 60 tahun. Orang berusia 65 tahun atau lebih
memiliki risiko tinggi untuk jatuh. Bukti terbaru telah menunjukkan bahwa jatuh pada lansia
mungkin tidak hanya mengakibatkan cedera serius atau kematian, tetapi juga dapat menyebabkan
peningkatan resiko depresi, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup. Telah dibuktikan bahwa
jumlah sel rambut pada vestibular lebih sedikit pada lansia dibandingkan dengan orang dewasa
yang lebih muda. Namun, berkurangnya sel-sel rambut sensorik tidak seragam di seluruh sistem
vestibuler perifer. Kanalis semisirkularis mengalami penurunan jumlah sel rambut sekitar 40%,
sedangkan otolit (sakulus dan utrikulus) kehilangan sekitar 25% sel rambut seiring bertambahnya
usia.

Selain itu, sel sensorik utrikulus lebih rentan terhadap degenerasi terkait usia daripada sel rambut
sakkulus. Ukurannya dan jumlah serabut saraf vestibularis juga berkurang jumlahnya seiring
dengan bertambahnya usia, dimulai pada usia 40 tahun. Lebih sedikitnya sel sensorik vestibuler
dan jalur saraf menyebabkan penurunan pengiriman sinyal aferen vestibuler ke sistem saraf pusat
vestibularis yang terkait usia. Berkurangnya jumlah sel serebelum juga dapat berkontribusi
terhadap modulasi aferen vestibular.

VRT telah direkomendasikan sebagai pilihan terapi yang bermanfaat untuk pasien lansia dengan
dekompensasi defisit vestibular kronis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa VRT
dapat meningkatkan stabilitas postural, kepercayaan diri, kualitas hidup serta mengurangi gejala
emosional, distress, depresi dan kecemasan. Hasil studi saat ini menunjukkan bahwa latihan
adaptasi dan habituasi yang dikombinasikan dengan tDCS dapat mengurangi gejala, disabilitas
terkait pusing, dan meningkatkan kepercayaan diri terkait keseimbangan pada lansia dengan
gangguan vestibular kronis. Diperkirakan bahwa latihan adaptasi, yang terdiri dari pengulangan
gerakan kepala dan mata, dapat membantu pusat sistem saraf vestibular melalui penataan ulang
jaringan Refleks Vestibular-Okular (VOR; Vestibulo-ocular reflex). Latihan habituasi
(kompensasi) mempromosikan proses kompensasi vestibular menggunakan: gerakan berulang
atau rangsangan yang memprovokasi.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apakah kombinasi VRT-tDCS,
menghasilkan perbaikan pada pusing dan fungsi keseimbangan yang lebih besar pada pasien usia
lanjut dengan disfungsi vestibular kronis bila dibandingkan dengan VRT saja. Pada dekade
terakhir, tDCS banyak digunakan dalam berbagai gangguan neurologis dan neurokognitif dengan
hasil yang menjanjikan pada beberapa penyakit, seperti depresi, tinnitus, penyakit Alzheimer,
gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas, rehabilitasi stroke serta untuk meningkatkan
fungsi kognitif pada individu yang sehat. Kami menggunakan tDCS bifrontal (anoda/katoda di
atas sisi kanan/kiri dorsolateral korteks prefrontal atau DLPFC) untuk memperbaiki gejala
vestibular. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tDCS bifrontal dapat mengurangi
penggerak periferal melalui modulasi korelasi saraf dari fungsi keseimbangan pada berbagai
tingkat pada sistem vestibular sentral, kemungkinan besar melalui mekanisme top-down.

Kami mengamati bahwa total skor DHI pada fase pasca perawatan mengalami penurunan yang
signifikan secara statistik bila dibandingkan dengan nilai dasar pada kedua kelompok. Penurunan
ini lebih terasa dalam kelompok ''VRT dan tDCS'' dibandingkan dengan kelompok ''VRT saja''
yang menunjukkan bahwa tDCS multi-sesi merupakan metode yang bermanfaat untuk disfungsi
vestibular pada populasi lansia. Efek positif dari tDCS bifrontal untuk gejala vestibular pada
lansia dapat dikaitkan pada peningkatan rangsangan dari korteks prefrontal kanan dan penurunan
rangsangan korteks prefrontal kiri mengingat lokasi elektroda anodal dan katoda. Area DLPFC
terlibat dalam perhatian, memori kerja, dan fungsi kognitif. Selanjutnya, DLPFC memainkan
peran kunci dalam gating, stabilitas postural dan, perencanaan motorik. Tampaknya Stimulasi
tDCS pada area DLPFC dapat mempersiapkan pusat sistem vestibular selama intervensi
terapeutik, memberikan potensi untuk meningkatkan plastisitas sinaps dan mengurangi gejala
vestibular kronis.

Dalam penelitian serupa, Koganemaru et al. menyelidiki hasil dari VRT yang dikombinasikan
dengan transcranial Cerebellar Direct Current Stimulation (tcDCS) pada pasien (n = 16) dengan
pusing kronis karena disfungsi vestibular. Namun, bertentangan dengan penelitian kami,
Koganemaru et al. menggunakan tDCS di atas serebelum, yang sebagian dikombinasikan dengan
VRT dimana pasien menerima VRT secara bersamaan dengan 20 menit tDCS (2 mA) atau
stimulasi palsu selama 5 hari. skor DHI pada kelompok tDCS menunjukkan peningkatan yang
signifikan dibandingkan kelompok dengan stimulasi palsu. Temuan Koganemaru et al. juga
menunjukkan bahwa kombinasi VRT-tDCS tampaknya merupakan modalitas terapi yang
menjanjikan untuk mengurangi pusing kronis karena disfungsi vestibular.

Arshad et al. menyelidiki efek katoda kiri tDCS di atas korteks parietal pada modulasi fungsi
vestibular untuk menilai apakah asimetrisitas pada rangsangan parietal yang diinduksi tDCS
akan memodulasi fungsi vestibular. Penelitian oleh Arshad et al. bertujuan untuk memahami
peran keseimbangan parietal interhemisfer dalam proses vestibular. Arshad et al. melaporkan
bahwa tDCS katodal kiri di atas korteks parietal menyebabkan modulasi asimetris VOR. Refleks
VOR merupakan komponen penting untuk stabilisasi tatapan selama pergerakan kepala dan
dibentuk dari kombinasi berupa input kecepatan vestibular dan retina. Meskipun kontribusi yang
signifikan dari pusat batang otak di VOR, integrasi tingkat tinggi dari input visual-vestibular
mungkin penting untuk persepsi posisi tubuh dalam ruang secara sadar dan berpotensi untuk
mengatur refleks seperti VOR. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa katoda tDCS di atas
korteks parietal kiri dapat mengganggu keseimbangan parietal melalui penghambatan hemisfer
kiri pada subjek yang tidak kidal yang mengakibatkan penekanan VOR yang asimetris. Hal ini
menyiratkan bahwa belahan kanan lebih dominan untuk pemrosesan kortikal vestibular. Oleh
karena itu, tDCS pada daerah otak yang sesuai dapat dimanfaatkan untuk memodulasi fungsi
pemrosesan vestibular.

De Moura et al. melakukan tinjauan sistematis dan meta-analisis dari tiga puluh studi terkait
efektivitas tDCS pada kontrol postural untuk mengidentifikasi efikasinya, target area otak yang
paling menguntungkan dan efeknya pada populasi yang berbeda. Temuan De Moura et al.
menunjukkan bahwa tDCS dapat secara signifikan meningkatkan kontrol keseimbangan yang
diamati sebagai pengurangan area perpindahan Center Of Pressure (COP). Efek tDCS paling
besar pada individu dengan Cerebral Palsy (CP) dan dewasa muda yang sehat. Daerah yang
paling umum untuk stimulasi adalah korteks motorik primer (M1), korteks prefrontal, dan
serebelum. Analisis efek tDCS pada area otak yang berbeda menunjukkan bahwa stimulasi pada
M1 menghasilkan efek yang paling signifikan. Namun, untuk serebelum dan korteks prefrontal,
temuannya berbeda. Mereka menyimpulkan bahwa tDCS dapat meningkatkan kontrol
keseimbangan dan dampaknya lebih terlihat pada subjek sehat dan CP. Efek terapeutik signifikan
ditemukan ketika tDCS dilakukan di atas korteks motorik primer.

Temuan kami juga menunjukkan peningkatan kepercayaan diri terkait keseimbangan untuk
aktivitas sehari-hari (skor ABC) setelah latihan VRT dari waktu ke waktu. Telah diindikasikan
bahwa tDCS dapat mengatur aktivasi premotor dari korteks serebral selama terapi dan memiliki
efek positif pada kinerja fungsional dan keseimbangan ekstremitas bawah pada orang dewasa
yang sehat.

Disfungsi vestibular pada lansia dapat menyebabkan berbagai gangguan psikologis, seperti
kecemasan, depresi, atau tekanan emosional. Sebelum memulai program VRT, sebagian besar
pasien kami memiliki skor BAI yang setara dengan tingkat kecemasan yang rendah. Temuan
kami menunjukkan penurunan skor BAI yang signifikan secara statistik pasca perawatan bila
dibandingkan dengan nilai dasar pada kedua kelompok penelitian. Temuan kami menunjukkan
bahwa VRT efektif dalam mengurangi gangguan vestibular pada individu dengan gangguan
psikologis seperti kecemasan. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tDCS meningkatkan
kontrol kognitif atas rangsangan negatif seperti depresi dan gejala gangguan kejiwaan seperti
kecemasan. Dihipotesiskan bahwa tDCS bifrontal melalui DLPFC mampu memodulasi gejala
pusing melalui penguatan kontrol kognitif atas jaringan saraf frontolimbik. Namun, tidak ada
perbedaan signifikan antar kelompok yang diamati sehubungan dengan data BAI di titik waktu
yang berbeda.

Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa tDCS multi-sesi adalah pilihan pengobatan yang
aman untuk defisit vestibular kronis. Sesi berulang tDCS dapat ditoleransi dengan baik oleh
semua pasien dalam penelitian ini dan tidak ada pasien yang melaporkan iritasi kulit atau efek
samping lainnya sehingga harus menghentikan intervensi.

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan tDCS di DLPFC bisa menjadi pendekatan
neuromodulasi praktis untuk mengurangi gejala vestibular pada pasien usia lanjut. Temuan kami
menunjukkan bahwa terapi rehabilitasi vestibular yang dikombinasikan dengan tDCS,
menghasilkan perbaikan disabilitas terkait pusing dan kepercayaan diri terkait keseimbangan
pada individu dengan gangguan vestibular kronis dengan cepat.

Anda mungkin juga menyukai