Anda di halaman 1dari 13

MODUL PERKULIAHAN

Bagian I
Pelatihan dan Pengembangan

Modul 4: Metode Pelatihan

Program Tatap
Fakultas Kode MK Disusun Oleh
Studi Muka
Sekolah Magister 201431306 Tim Dosen
Pascasarjana Manajemen
5

Abstract Kompetensi
Modul perkuliahan ke-5 Mahasiswa mampu
menjelaskan berbagai menentukan jenis
metode pelatihan yang pembelajaran dan
dipergunakan sesuai pengembangan sesuai
kebutuhan pembelajaran kebutuhan organisasi untuk
selanjutnya merancang
program pembelajaran dan
pengembangan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


64 http://www.widyatama.ac.id
4.1 PENDEKATAN METODE PELATIHAN

Program pelatihan yang dipergunakan oleh berbagai organisasi


mengombinasikan berbagai metode untuk mengkapitalisasi setiap kekuatan metode
sehingga proses pembelajaran dan transfer menjadi lebih efektif dan efisien; dan
program pelatihan ini merupakan investasi yang sangat berbiaya tinggi (Martin et al.,
2014). Sebagai konsekuensinya, riset dan pengembangan mengenai pelatihan
sehingga dapat mengoptimalkan efektivitas dan efisiensinya sangatlah krusial untuk
dilakukan. Tidak ada satu metode terbaik untuk menyelenggarakan pelatihan, para
pelatih dan penyelenggara terus mencari metode terbaik sehingga dapat
mengembangkan kompetensi peserta dengan tepat. Perkembangan teknologi yang
semakin cepat dan dengan prinsip perbaikan kualitas yang berkelanjutan, terdapat
berbagai macam pilihan untuk melatih para pegawai. Pertanyaan utama yang
disampaikan oleh Martin et al. (2014):

1. Apa metode utama yang tersedia dalam menyelenggarakan pelatihan?


2. Apa karakteristik kunci untuk mengidentifkasi metode pelatihan?
3. Kondisi apa yang dapat menyebabkan satu metode pelatihan cocok
dipergunakan?

Berikut metode pelatihan yang berkembang saat ini dengan dua pendekatan,
pelatihan dengan pendekatan tradisional atau klasikal dan pendekatan non-klasikal
atau juga berbasis teknologi.

Berikut beberapa metode pelatihan yang secara umum dipergunakan:

1. Metode presentasi

Metode ini merupakan metode yang menempatkan peserta sebagai penerima


pasif informasi yang dapat berupa fakta, proses, dan metode pemecahan masalah
(problem-solving). Teknik lecturing dan penggunaan audiovisual merupakan
bagian dari metode presentasi. Metode kelas dengan menggunakan instruktur
atau tatap muka dapat menggunakan adanya pengajar (lectures), video, buku dan
manual atau materi, CD-ROMS, dan berbagai permainan. Berbagai teknik dapat
digabungkan dengan harapan peserta akan lebih aktif untuk terlibat dalam
pembelajaran dan membantu terjadinya transfer of training.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


65 http://www.widyatama.ac.id
a. Lecture, pengajar melakukan komunikasi dengan presentasi, dapat
menggunakan video interaktif. Lecture dapat berbiaya rendah, waktu juga
tidak banyak diperlukan, dapat dipergunakan di kelas besar. Setiap metode
memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Penggunaan team
teaching memiliki manfaat ketika berbagai pengalaman dan alternatif
perspektif diberikan saat pelatihan. Panel akan bagus untuk memberikan
pelajaran mengenai perdebatan karena memberikan berbagai pandangan
berbeda untuk topik yang sama. Sedangkan guest speaker dapat memotivasi
pembelajaran karena memberikan peserta contoh dan aplikasi yang relevan.

Kerugian yang dapat muncul misalnya, pengajar cenderung kurang memiliki


keterlibatan dan membangun hubungan dengan peserta termasuk
memberikan umpan balik. Selain itu, pengajar dapat memiliki kesulitan untuk
memberikan simpulan apakah peserta memahami cepat dan efisien terhadap
pemahaman peserta. Oleh karena itu, pengajar dapat melengkapi dengan
sesi tanya jawab, diskusi, video, permainan, atau studi kasus.

Berikut beberapa variasi metode lecture:

1) Standard Lecture: Pengajar berbicara sedangkan peserta mendengarkan


dan menyerap informasi.
2) Team Teaching: Dua atau lebih pengajar mempresentasikan topik
berbeda atau alternatif pandangan untuk topik yang sama.
3) Guest Speaker: Pembicara hadir dalam sesi di periode waktu yang telah
ditentukan dengan memberikan instruksi.
4) Panels: Dua atau lebih pembicara menyampaikan informasi dan
memberikan pertanyaan
5) Student Presentations: Sekelompok peserta mempresentasikan topik di
kelas.
b. Teknik Audiovisual termasuk overheads, slides, dan video.

c. Hands-on Method

Merupakan metode yang memerlukan peserta untuk secara aktif terlibat


dalam pembelajaran. Metode ini mencakup on-the-job-training, simulasi, studi
kasus, business game, role plays, dan model keperilakukan. Model ini cocok
dipergunakan jika ingin mengembangkan keahlian yang spesifik, memahami
bagaimana skills dan perilaku dapat ditransfer untuk pekerjaan, memahami

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


66 http://www.widyatama.ac.id
berbagai aspek untuk menyelesaikan pekerjaan, atau akibat isu personal di
pekerjaan.

1) On-the-job Training (OJT)

Teknik pelatihan yang dilakukan untuk pegawai baru atau pegawai yang
belum memiliki pengalaman dalam pekerjaan dengan melakukan
observasi rekan kerja atau manajer saat melakukan pekerjaan, dan
kemudian mencoba untuk mengimitasi perilaku mereka. Teknik ini
merupakan teknik lama dikenal dan pelatihan informal yang sering
dipergunakan. Jika OJT terlalu formal, maka proses pembelajaran tidak
akan terjadi. OJT dapat berguna untuk pegawai yang baru direkrut,
meningkatkan keahlian pegawai ketika terdapat penggunaan teknologi
baru, atau terjadi cross-training di dalam departemen atau unit yang
sama, atau orientasi pegawai yang
dirotasi/dipindah/ditransfer/dipromosikan ke pekerjaan baru.

OJT dapat berupa magang (apprenticeships) dan self-directed learning


programs.

o Penggunaan self-directed learning mendorong pegawai untuk memiliki


tanggungjawab pada semua aspek pembelajaran termasuk
menentukan kapan akan dilakukan dan siapa yang akan terlibat.
Proses pembelajaran dikontrol oleh peserta. Pengajar mungkin dapat
bertindak sebagai fasilitator dan melakukan evaluasi pembelajaran
atau memberikan pertanyaan bagi peserta. Pengajar tidak melakukan
kontrol atau mendiseminasikan instruksi. Keefektifan tergantung dari
motivasi pegawai untuk belajar. Organisasi dapat menyediakan
seminar mengenai proses self-directed learning, self-management, dan
bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, konsumen, dan teknologi.
Manfaat dari teknik ini adalah memungkinkan peserta belajar sesuai
kecepatan mereka dan menerima umpan balik. Organisasi dapat
menyediakan video rekaman, modul pelatihan, buku, dan berbagai
materi dalam bentuk bermacam-macam; bahkan memberikan insentif
jika pegawai mampu menunjukkan perubahan kemampuan dan
perilakunya. Namun, kelemahan yang dapat ditemukan seperti peserta
harus memiliki kemauan untuk belajar mandiri dan merasa nyaman

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


67 http://www.widyatama.ac.id
dengan teknik ini. Dari perspektif organisasi, hasil dari belajar mandiri
ini memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan teknik
program pelatihan lainnya.

o Apprenticeship merupakan metode pelatihan yang menerapkan on-the-


job dan kelas. Pada teknik ini, jumlah jam dan minggu yang diperlukan
untuk memperoleh keahlian yang spesifik harus secara jelas
terdefinisikan. Salah satu keuntungan dari program apprenticeship
adalah para pembelajar dapat memperoleh gaji/upah saat mereka
belajar karena dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama,
tahunan misalnya. Gaji para peserta pada teknik ini dapat semakin
meningkat ketika keahlian mereka mengalami peningkatan. Selain itu,
teknik apprenticeship dapat lebih efektif karena melibatkan apa dan
bagaimana penugasan dilakukan melalui instruksi di kelas dengan
menyediakan tempat belajar atau komunitas informal maupun formal.
Dari sisi organisasi, teknik apprenticeship dapat memenuhi kebutuhan
bisnis dan membantu menarik pegawai yang memiliki talenta. Selain
itu, teknik ini dapat dipergunakan untuk menyiapkan manajer baru.

2) Simulasi

Merupakan metode pelatihan yang merepresentasikan situasi nyata.


Peserta dapat mengambil keputusan yang secara riil mungkin terjadi di
pekerjaan nyata. Salah satu aspek kunci dari teknik simulasi adalah
adanya alat atau simulator yang serupa dengan alat di situasi pekerjaan
yang akan dihadapi oleh peserta di pekerjaan. Kelemahan yang dapat
ditemukan adalah alat simulator dapat memiliki harga yang tinggi.

3) Studi Kasus

Merupakan teknik agar pegawai dapat mencari solusi atau jalan keluar di
situasi yang berbeda. Peserta diharapkan untuk melakukan analisis dan
memberikan kritikan pada situasi yang ada di kasus, termasuk
memberikan saran alternatif terhadap permasalahan di kasus yang dapat
memberikan hasil berbeda.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


68 http://www.widyatama.ac.id
4) Business games

Teknik mensyaratkan peserta untuk memperoleh informasi, melakukan


analissi, dan membuat keputusan. Teknik ini biasanya dipergunakan
untuk pengembangan keahlian manajemen. Penggunaan games akan
menstimulasi pembelajaran karena peserta secara aktif terlibat dan
permainan memiliki sifat kompetisi dalam bisnis. Untuk memastikan
pembelajaran dan transfer of training, games yang dipergunakan dalam
pelatihan sebaiknya cukup sederhana sehingga peserta dapat
memainkan di dalam periode yang tidak cukup lama. Games yang baik
dapat mendorong ketertarikan di antara peserta. Games harus realistik,
dan peserta merasakan mereka berpartisipasi dakan bisnis dan
memperoleh pengetahuan, keahlian, dan perilaku yang dipergunakan di
pekerjaan.

5) Role Plays

Teknik ini menggunakan peserta untuk memerankan suatu karakter yang


ditugaskan kepada mereka, dan peserta diberikan informasi mengenai
situasi seperti situasi pekerjaan atau masalah interpersonal. Role plays
berbeda dengan simulasi karena pilihan respon yang tersedia bagi
peserta berbeda termasuk level detail situasi yang diberikan pada
peserta. Role plays dapat hanya diberikan informasi situasi yang terbatas,
berbeda dengan simulasi. Simulasi biasanya berfokus pada respon
secara fisik, sedangkan role plays pada respon interpersonal.

6) Behavior Modeling

Teknik ini memberikan peserta dengan model yang menunjukkan perilaku


kunci untuk direplikasi dan memungkinkan peserta peluang untuk
mempraktikan perilaku kunci tersebut. Teknik ini didasarkan pada prinsip
teori social learning.

2. Group Building Methods

Metode pelatihan ini didesain untuk meningkatkan efektivitas grup atau tim untuk
meningkatkan keahlian kelompok sehingga mengarah pada kinerja kelompok
yang efektif. Pada group building methods, peserta saling berbagi ide dan
pengalaman, membangun identiftas kelompok, memahami dinamika hubungan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


69 http://www.widyatama.ac.id
interpersonal, dan saling mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya dan
sesama anggota kelompok. Teknik pelatihan kelompk ini berfokus untuk
membantu tim meningkatkan keahlian mereka.

4.2 PEMILIHAN METODE PELATIHAN


Seorang manajer atau pengajar/instruktur akan memutuskan metode
pelatihan yang akan dipergunakan, dan ini bukanlah hal mudah. Manajer atau
pengajar dapat menggunakan kombinasi metode berbeda dalam satu pelatihan
untuk mengkapitalisasi berbagai perbedaan manfaat untuk setiap metode dalam
memfasilitasi pembelajaran dan transfer pelatihan. Martin et al. (2014) melakukan
kajian dan analisis mengenai berbagai metode pelatihan. Berdasarkan hasil kajian
literature yang dilakukan, teridentifikasi 13 metode pelatihan, yaitu: studi kasus,
pelatihan berbasis permainan (games), internship, rotasi pekerjaan, job shadowing,
lecture, mentoring dan apprenticeship, programmed instruction, role-modeling, role
play, simulasi, pelatihan berbasis stimulus, dan pelatihan tim/kelompok. Berdasarkan
hasil kajian, diperoleh bahwa mayoritas metode pelatihan tidak interaktif, dan
berbeda dengan pekerjaan. Selain itu, faktor perkembangan teknologi telah
mengakibatkan munculnya berbagai pilihan dalam menyajikan pembelajaran jarak
jauh (Tabel 4.1).

Penulis menyatakan hasil riset tidak dapat secara langsung


merekomendasikan metode pelatihan yang terbaik. Pemilihan metode pelatihan yang
akan dipergunakan tergantung dari kondisi organisasi dan faktor konteks, termasuk
syarat bahwa pengajar harus dapat memenuhi standar pelatihan; menggunakan
berbagai variasi metode pelatihan untuk memenuhi beragam gaya pembelajaran,
dan kebutuhan peserta pelatihan. Hal lain yang menarik dari hasil kajian ini adalah
perkembangan teknologi akan mendorong “hibridisasi” karena akan mempengaruhi
berbagai metode pelatihan, Teknologi akan mengubah tempat kerja, termasuk juga
dengan adanya beragam generasi di organisasi akan menyebabkan adanya
generasi yang sudah sangat terbiasa versus generasi yang masih memerlukan
pelatihan untuk memanfaatkan teknologi. Tantangan yang muncul bukan hanya
menggunakan teknologi untuk memenuhi bermacam kebutuhan dan harapan para
pembelajar.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


70 http://www.widyatama.ac.id
Table 4.1 A Comparison of the Identified Training Methods Based on the Seven Criteria.

Learning Training Trainer Interaction level Cost Time


Method
modality environment presence Proximity (minimally) considerations demands

Case study Doing Contrived Yes Face to face or distance Variable Low Moderate
Games Doing Contrived Yes Face to face or distance Interactive Moderate High
Internship Doing Natural Yes Face to face Somewhat Low High
interactive
Job rotation Doing Natural n/a Face to face Not interactive n/a n/a
Job shadowing Seeing Natural Yes Face to face Not interactive Low Low
Lecture Hearing Contrived Yes Face to face or distance Not interactive Moderate Low
Mentorship Doing Natural Yes Face to face or distance Somewhat Low Moderate
and interactive
apprenticesh
ip
Programmed Seeing Contrived No Distance Not interactive Moderate Low
instruction
Role-modeling Seeing Simulated Yes Face to face or distance Not interactive Moderate Low
Role play Doing Simulated Yes Face to face Interactive Low Low
Simulation Doing Simulated No Face to face Not interactive High Moderate
Stimulus-based Variable Simulated Yes Face to face Somewhat Moderate Low
interactive
Team Doing Contrived Yes Face to face or distance Interactive Moderate Low
Sumber; Martin et al. (2014)

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


71 http://www.widyatama.ac.id
4.3 PELATIHAN DAN PERBEDAAN GENERASI
Bresman dan Rao (2017) melakukan survei kepada 18.000 profesional dan
mahasiswa yang mencakup tiga generasi berbeda (Generasi X, Generasi Y, dan
Generasi Z) berasal dari 19 negara untuk mencari berbagai insight sehingga
organisasi dapat memperoleh cara untuk mempertahankan, mengembangkan, dan
menarik para pegawai yang bertalenta; salah satunnya mengenai pelatihan. Hasil
survey menemukan responden memiliki perbedaan preferensi terhadap pelatihan di
pekerjaan. Ketika responden ditanyakan apakah mereka akan mengikuti pelatihan
online jika organisasi menawarkan: 70% responden dari Generasi Z menyatakan
“YA”, sedangkan 77% responden dari generasi Y dan 78% responden dari generasi
X profesional menyatakan “Akan mengambilnya.”

Selain itu, responden diberikan pilihan antara kursus online dan kursus tatap
muka, 69% Gen Z memilih program tatap muka, dibandingkan dengan hanya 13%
yang memilih program online. Gen X-lah yang paling tertarik pada pelatihan online,
dengan 25% responden memilih opsi ini. Tetapi 21% profesional Gen Y juga
mengatakan mereka lebih suka pelatihan online daripada pengajaran langsung.
Berdasarkan hal ini, Bresman dan Rao (2017) menyarankan organisasi dan
pimpinan harus memahami perbedaan preferensi di antara kohort generasi sehingga
dapat membuat keputusan pelatihan yang lebih baik. Riset lain yang dilakukan oleh
Bencsik et al. (2016) menyatakan HR memiliki tantangan dengan perbedaan
karakteristik generasi yang berbeda antara Baby Boomers, GenX, GenY, dan GenZ.
Tabel 4.2 menunjukkan hasil kajian yang diungkapkan dalam studinya:

Tabel 4. 2
Perbedaan Training, Learning, dan Development antar Generasi
Baby -
Generation X Generation Y Generation Z
boomers
 Sistem  Fleksibel  Cepat  Berdasarkan
pendidikan  Waktu belajar lebih  Individual minat
tradisional singkat  Berdasarkan  Pembelajaran
Training,  Pengalaman  Pelatihan IT informal
learning,
 Holistik  Mimikri (menirukan)  Banyak
development
 Interaktif alternatif
 Fleksibel  Tepat waktu
 Untuk berjaga-jaga
Sumber: Bencsik et al. (2016). Tabel ini hanya mengambil sebagian kecil dari hasil
riset tersebut khususnya mengenai perbedaan Generasi dalam sistem
MSDM di dalam lingkungan pekerjaan

Managing Employee Development


72 Biro Akademik dan Pembelajaran
4.4 PENGGUNAAN TEKNOLOGI DALAM PELATIHAN
Pemanfaatan teknologi dalam pelatihan sudah semakin dengan mudah dapat
ditemukan diterapkan di berbagai organisasi. Teknologi baru memungkinkan untuk
mengurangi biaya terutama berkaitan dengan menyampaikan pelatihan ke peserta,
meningkatkan keefektifan lingkungan pembelajaran, dan untuk meningkatkan
kontribusi pelatihan terhadap tujuan bisnis. Teknologi telah memengaruhi
penyampaikan pelatihan, administrasi pelatihan, dan dukungan pelatihan.

1. Pegawai dapat memperoleh kontrol terhadap waktu dan tempat untuk


melaksanakan pelatihan.

2. Pegawai dapat mengakses pengetahuan dan expert systems atas dasar


kebutuhan.

3. Penggunaan avatars, virtual reality, dan simulasi akan mendorong lingkungan


pembelajaran lebih terlihat, lebih terasa, dan lebih sesuai dengan lingkungan
pekerjaan.

4. Pegawai dapat memiliki tipe media (cetak, suara, atau video) yang diinginkan
untuk dipergunakan dalam program pelatihan.

5. Pendaftaran dan registrasi pelatihan, pengujian, dan rekaman pelatihan dapat


dilakukan secara elektornik, mengurangi penggunaan kerta kerja dan waktu yang
diperlukan untuk aktivitas administrasi,

6. Pegawai dalam menyelesaikan pelatihan dan penugasan yang diberikan dapat


lebih dimonitor.

Teknologi dalam memungkinkan terjadinya kolaborasi secara digital.


Kolaborasi digital mencakup penggunaan teknologi untuk meningkatkan dan
memperluas kemampuan pegawai untuk bekerja bersama yang selama ini dibatasi
oleh jarak geografis, Kolaborasi digital dapat berbentuk synchoronous atau
asynchoronous. Pembelajaran synchoronous memungkinkan pengajar, ahli, dan
pembelajar untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya secara langsung (live) dan
real time seperti halnya kelas tatap muka. Teknologi seperti video teleconferencing
dan live online course (virtual classroom) adalah contoh teknologi yang membuat
pembelajaran synchoronous terjadi. Sedangkan pembelajaran asynchoronous
mengunakan bentuk interaksi tidak real time. Orang yang terlibat tidak online dan
tidak berkomunikasi satu sama lain tanpa adanya jeda waktu (time delay) tetapi

Managing Employee Development


73 Biro Akademik dan Pembelajaran
pembelajar dapat melakukan akses sumber daya informasi jika menginginkannya.
Email, kursus yang dapat dikelola sendiri untuk akses waktu yang tersedia di Web,
atau CD-ROM, virtual libraries, atau adanya knowledge system management yang
dapat memungkinan asynchoronous terjadi, Terdapat berbagai metode pelatihan
yang berkembang dengan pemanfaatan teknologi yang dapat dipilih oleh manajer
atau pengajar; dan dikombinasikan satu dengan yang lainnya dalam satu pelatihan.
Perbandingan antar metode disajikan pada Tabel 4.3 berikut.

Penggunaan pelatihan berbasis pemanfaatan teknologi dapat


mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1. Anggaran dan sumber daya yang mencukupi untuk mengembangkan dan
mendukung penggunaan teknologi baru.
2. Peserta secara geografis tersebar dan biaya perjalanan untuk mengikuti
pelatihan tinggi.
3. Peserta nyaman dengan menggunakan teknologi seperti Web, computer, dan
CD-ROMs.
4. Peningkatan penggunaan teknologi baru merupakan bagian dari strategi bisnis
organisasi, Teknologi baru yang dipergunakan atau diimplementasikan dalam
memproduksi barang dan jasa.
5. Pengawai memiliki kesulitan untuk mengikuti program pelatihan yang terjadwal.
6. Metode pelatihan yang ada memiliki keterbatasan waktu untuk praktik,
memberikan umpan balik, dan melakukan penilaian/pengujian.
7. Penggunaan teknologi baru cocok dengan budaya organisasional atau strategi
bisnis organisasi.

Sekali lagi, tidak ada satu metode yang dapat cocok untuk berbagai
tujuan pelatihan yang berbeda-beda. Penggunaan instruksi pembelajaran di kelas,
tatap muka, klasikal diperlukan ketika peserta memerlukan interaksi, dukungan
instruktur, atau berbagai petunjuk, arahan virtual. Perlu menjadi catatan bahwa
banyak organisasi mengenali kekuatan dan kelemahan untuk pelatihan tradisional
maupun berbasis teknologi dan kemudian menggabungkan keduanya dalam
pendekatan blended learning.

Managing Employee Development


74 Biro Akademik dan Pembelajaran
Metode Pelatihan Berbasis Teknologi
Computer
Tujuan Based CD- E- Distance Intelligent Simulasi dan
Internet Intranet
Training ROM Learning Learning Tutoring (AI) Virtual Reality
(CBT)
Learning Outcomes
Informasi verbal Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Keahlian inteletual Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Kognitif
a. Strategi Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
b. Sikap Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya
c. Keahlian Motorik Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya

Learning Environment
a. Tujuan Jelas Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
b. Praktik Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
c. Relevansi (Meaningfulness) Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
d. Umpan Balik Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
e. Observasi dan interaksi dengan
individu lain Rendah Tinggi Sedang Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah

Transfer of Training Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Rendah Tinggi Tinggi

Biaya
a. Pengembangan Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
b. Administrasi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

Keefektifan Sedang Tinggi ? ? Tinggi Sedang ? Tinggi


Sumber:Noe (2010)

Managing Employee Development


75 Biro Akademik dan Pembelajaran
4.5 KEGAGALAN PELATIHAN
Penelitian Bunch (2007) menggarisbawahi kegagalan pelatihan merupakan
konsekuensi dari budaya organisasional. Bentuk kegagalan pelatihan dapat muncul
dalam bentuk:

a) Praktisi (pengajar/trainer) yang tidak terlatih melakukan pelatihan yang tidak


valid
b) Praktis (pengajar/trainer) yang terlatih melakukan pelatihan yang tidak valid
c) Praktis (pengajar/trainer) yang terlatih melakukan pelatihan yang valid tetapi
tidak ada transfer pembelajaran
d) Praktis (pengajar/trainer) yang terlatih melakukan pelatihan yang valid; terjadi
proses transfer pembelajaran tetapi gagal dipersepsikan
Konteks organisasional memegang peran penting karena dapat bermanifestasi di
berbagai level budaya organisasional. Seringkali para peneliti banyak berfokus pada
isu seperti metode, desain program, dan karakteristik peserta tetapi jarang yang
memberikan perhatian pada hal ini.

4.6 REFERENSI
Bencshik, A., Gabriella, H, & Timea, J. (2016). Y and Z Generations at Workplaces.
Journal of Competitiveness, Vol 8: 90 – 106.

Bresman, H., & Rao, V. D. A. (2017). Survey of 19 Countries Shows How


Generations X, Y, and Z are – and aren’t Different. Harvard Business Review:
https://hbr.org/2017/08/a-survey-of-19-countries-shows-how-generations-x-y-
and-z-are-and-arent-different

Bunch, K. J. (2007). Training Failure as a Consequence of Organizational Culture.


Human Resource Development Review, Vol. 6, No. 2: 142-163.

Martin, B. O., Kolomitro, K., Lam, T. C. M. (2014). Training Methods: A Review and
Analysis. Human Resource Development Review, 13(1): 11 – 35.

Raymond A. Noe. (2017). Employee Training & Development. McGrawHill Education,


Seventh Edition.

Raymond A. Noe. (2010). Employee Training & Development. McGrawHill Education,


Fifth Edition.

Managing Employee Development


76 Biro Akademik dan Pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai