Anda di halaman 1dari 22

MODUL PERKULIAHAN

Bagian I
Pelatihan dan Pengembangan

Modul 3: Analisis Kebutuhan Pelatihan

Program
Fakultas Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Studi
Sekolah Magister 201431306 Tim Dosen
Pascasarjana Manajemen
3

Abstract Kompetensi
Modul perkuliahan ke-2 dan ke-3 Mahasiswa mampu menyusun
menjelaskan mengenai proses kebutuhan pelatihan dan
analisis kebutuhan pelatihan (training pengembangan.
need assessment) sebagai proses
yang mendasari penyusunan desain
program dan rencana pembelajaran
termasuk mengenali lingkungan yang
mendukung terjadinya proses transfer
hasil pelatihan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


42 http://www.widyatama.ac.id
3.1 DESAIN PROGRAM

Agar pembelajaran dapat dilakukan dengan baik, program pelatihan


memerlukan material pembelajaran yang bermanfaat, tujuan yang jelas, dan
kesempatan untuk praktik dan umpan balik. Namun, meskipun program pelatihan
memiliki berbagai kondisi tersebut, tetapi dapat tidak mencapai tujuan pembelajaran
karena berbagai hal. Sebagai contoh, perlengkapan dan material yang memadai
tidak tersedia selama pelatihan; pengajar tidak dapat mengelola waktu pelatihan
dengan baik ataupun konten tidak tersampaikan; atau aktivitas yang dilakukan di
dalam pelatihan tidak berhubungan dengan tujuan pembelajaran. Desain
pembelajaran berhubungan dengan organisasi dan koordinasi program
pelatihan. Program pelatihan dapat terdiri dari satu atau lebih mata pelatihan. Setiap
mata pelatihan dapat terdiri dari satu atau lebih materi pelatihan. Desain program
termasuk pertimbangan tujuan program sebagaimana halnya mendesain pelajaran
yang spesifik di dalam program. Subset program pelatihan – mata pelatihan – materi
pelatihan disajikan pada Gambar 3.1. Program desain yang efektif akan mencakup
template desain dokumen, rencana pembelajaran atau pelatihan, dan tinjauan
rencana pembelajaran atau pelatihan.
Materi Pelatihan

Mata
Pelatihan

Program
Pelatihan Mata
Pelatihan

Mata
Pelatihan

Gambar 3.1 Subset Program Pelatihan – Mata Pelatihan – Materi Pelatihan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


43 http://www.widyatama.ac.id
“Klien” pelaksanaan program pembelajaran sebaiknya dilibatkan dalam mendesain
program meskipun tanggung jawab untuk mendesain program pelatihan dapat
berada di bawah pengelolaan desainer instruksional, profesional sumber daya
manusia, atau manajer. Seperti disebutkan dalam analisis kebutuhan pelatihan,
peran yang dapat dilakukan adalah peran dalam melakukan kajian prototype
program, memberikan contoh dan konten untuk program, dan berpartisipasi dalam
program sebagai instruktur.

Dokumen Desain

Dokumen desain dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk


mengembangkan pelatihan dan menjelaskan pelatihan pada manajer, SMEs,
reviewers, atau pengajar lainnya. Informasi yang diperlukan untuk mendesain
dokumen berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan. Contoh template dokumen
desain terdiri dari minimal:

a. Lingkup project
1) Tujuan
2) Peserta
3) Desain waktu
4) Lama penyelenggaraan
b. Delivery
1) Konten
2) Metode
3) Waktu pelatihan
4) Berbagai masalah dan kesempatan pengembangan
c. Tujuan
d. Sumber daya
e. Pihak yang terlibat
f. Outline topik pelatihan
g. Administrasi dan evaluasi
h. Hubungan dengan program lain

Level detail atau spesifik dari dokumen desain dapat bervariasi sesuai organisasi
masing-masing.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


44 http://www.widyatama.ac.id
Lingkup project mencakup tujuan, luaran,atau apa yang diharapkan
diperoleh oleh peserta; deskripsi pengajar; deskripsi waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pelatihan dan tugas-tugas atau hal – hal yang harus dikembangkan
untuk mengecek apakah pelatihan berhasil dilakukan; termasuk lamanya waktu
pelatihan, Lamanya waktu pelatihan akan tergantung pada kemampuan peserta dan
ketersediaan waktu peserta untuk mengikuti pelatihan, sumber daya yang tersedia
untuk pelatihan, apakah materi pelatihan bagian dari kurikulum yang lebih besar atau
berdiri sendiri; termasuk kemungkinan untuk mengembangkan modul pelatihan
karena terdapat perbedaan latar belakang peserta atau bidang usaha, misalnya.
Delivery akan menekankan pada bagaimana pelatihan dapat disampaikan oleh
pelatiha, bagaimana penyampaiannya (tatap muka atau online), estimasi waktu
pelatihan; dan identifikasi berbagai kondisi khusus atau isu yang dapat
mempengaruhi pelatihan.

Tujuan berhubungan dengan tujuan pelatihan; dan hal yang menjadi


perhatian adalah di dalam program pelatihan dapat memiliki berbagai tipe tujuan
berbeda yang memiliki variasi detail dan spesifikasi berbeda. Tujuan program
pelatihan akan diturunkan ke tujuan mata pelatihan dan diturunkan semakin detail
dan spesifik ke tujuan materi pelatihan. Di tujuan materi pelatihan, tujuan yang
disusun dapat sangat spesifik ke perilaku, konten, kondisi, dan standar. Sumber
daya berkaitan dengan berbagai material- kasus, video, model, podcast, rencana
pembelajaran, atau berbagai pedoman yang diperlukan oleh fasilitator atau peserta.
Siapa yang terlibat termasuk pengajar atau instruktur, desainer program, dan
individual yang akan terlibat dalam desain, penyampaian, dan evaluasi program.
Outline topik adalah outline ringkas mengenai topik yang akan disampaikan dalam
program pelatihan. Administration and evaluation berhubungan dengan siapa
yang akan bertanggung jawab dalam penjadwalan program pelatihan, bagaimana
pendaftaran peserta, bagaimana program akan dievaluasi, dan siapa yang akan
melakukan review dan update program pelatihan, Terakhir, hubungan keterkaitan
dengan program lain, artinya berhubungan dengan kebutuhan pihak atau unit lain,
seperti program train-the-trainer, pengenalan manajer, atau kick-off program.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


45 http://www.widyatama.ac.id
Contoh sederhana dokumen desain program sebagai berikut:

Tujuan Untuk menyiapkan manajer melakukan umpan balik yang efektif


dengan bawahan langsung

Sasaran Manajer akan dapat melakukan sesi umpan balik kinerja


menggunakan pendekatan problem-solving

Target Peserta Manajer

Waktu Pelatihan 1 hari

Metode Lecture, video, role plays

Jumlah Peserta per Sesi 20 – 25

Lokasi Fleksibel

Persyaratan Tidak ada

Masalah dan Kesempatan - Memperkenalkan sistem penilaian kinerja

- Manajer tidak menyukai sesi umpan balik

Instruktur Mr X

3.2 RENCANA PEMBELAJARAN (PELATIHAN)/ LESSON PLANS

Rencana pembelajaran lebih detail dibandingkan dokumen desain yang terdiri


dari berbagai tahapan yang krusial diperlukan dalam pembelajaran, aktivitas
instruktur dan peserta, serta alokasi waktu untuk menyelesaikan setiap topik dalam
pembelajaran yang dilakukan. Lesson plans dapat didesain untuk program satu hari,
satu minggu, atau beberapa jam. Jika pelatihan memerlukan beberapa hari
pelaksanaan, maka rencana pembelajaran akan disiapkan untuk setiap harinya.
Lesson plan yang detail diterjemahkan dalam konten dan urutan aktivitas pelatihan
dan menjadi pedoman yang dipergunakan oleh pengajar untuk membantu dalam
menyampaikankan pelatihan.

Rencana pembelajaran ini akan berisikan urutan aktivitas yang akan


dilakukan di sesi pelatihan dan mengidentifikasi kebutuhan administrasi. Rencana
pembelajaran merupakan tabel of content untuk aktivitas pelatihan. Hal ini membantu

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


46 http://www.widyatama.ac.id
aktivitas training konsisten dengan yang dilakukan pelatih dan memastikan pelatih
dan peserta mengetahui dan memahami tujuan program pelatihan. Sebagai sebuah
dokumen, lesson plan dapat dibagikan kepada peserta maupun calon peserta
sehingga dapat memiliki informasi yang memadai terkait tujuan dan aktivitas
program. Pada praktiknya, dapat dikemas dalam bentuk katalog pelatihan, atau
leaflet, atau brosur pelatihan. Contoh Lesson Plan dari Noe (2010) lebih detail adalah
sebagai berikut:

Course title: Conducting an Effective Performance Feedback Session

Lesson title: Using the problem-solving style in the feedback interview

Lesson length: Full day

Learning objectives: 1. Describe the eight key behaviors used in the problem-
solving style of giving appraisal feedback without error
2. Demonstrate the eight key behaviors in an appraisal
feedback role play without error

Target audience: Managers

Prerequisites: 1. Trainee: None


2. Instructor: Familiarity with the tell-and-sell, tell-and-
listen, and problem-solving approaches used in
performance appraisal feedback interviews

Room arrangement: Fan-type

Materials and equipment VCR, overhead projector, pens, transparencies, VCR tape
needed: titled
“Performance Appraisal Interviews,” role-play exercises

Evaluation and Role-play; read article titled, “Conducting Effective


assignments Appraisal Interviews”
Comment: Article needs to be distributed two weeks prior
to session

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


47 http://www.widyatama.ac.id
Lesson Outline Instructor Activity Trainee Activity Time

Introduction Presentation Listening 8 - 8.50 A. M


View vidoes of three Watching 9. 50 – 10 A. M
styles
Break 10 – 10. 20 A. M
Discussion of strengths Facilitator Participation 10.20 – 11. 30 A. M
and weakness of
each style
Lunch 11.30 A.M – 1 P.M
Presentation and video of Presentation Listening 1 – 2 P. M
eight key behaviors
of problem-solving
style
Role plays Watch exercise Practice using key 2 – 3 P. M
behaviors
Wrap-up Answer questions Ask question 3 – 3.15 P. M
Berikut ini adalah hal-hal yang sebaiknya tersedia agar lesson plan dapat efektif
yang mencakup tujuan pembelajaran, topik pelatihan, target audiens, waktu yang
diperlukan, outline pembelajaran, aktivitas yang dilakukan, perbagai persiapan atau
persyaratan, bagaimana pembelajaran dapat dievalyasi dan memastikan transfer
pelatihan dilakukan.

Fitur

Tujuan pembelajaran atau  Desain pembelajaran apa yang harus diberikan?


outcomes
 Apa standar untuk mengukur keberhasilan pembelajaran?

Target audien (peserta)  Siapa yang terlibat dalam pembelajaran?

 Apa karakteristik peserta?

Persyaratan (prerequisites)  Apa yang diperlukan peserta terlebih dahulu sehingga


peserta dan instruktur dapat memperoleh manfaat dari pembelajaran?

 Siapa yang memiliki kualifikasi untuk berada di dalam


program?

 Siapa yang memiliki kualifikasi sebagai instruktur?

Waktu  Berapa banyak waktu yang diperlukan untuk


menyelesaikan setiap sesi pelatihan?

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


48 http://www.widyatama.ac.id
Outline pembelajaran  Topik apa yang harus diberikan?

 Bagaimana urutan topik?

Aktivitas  Apa peran peserta dan instruktur dalam aktivitas


pembelajaran?

Material pendukung  Material dan atau peralatan apa yang dibutuhkan untuk
menyampaikan instruksi atau untuk memfasilitasi
instruksi?

Lingkungan fisik  Apakah diperlukan ukuran atau pengaturan ruangan?

Persiapan  Apakah peserta memiliki tugas untuk diselesaikan


sebelum pelaksanaan pelatihan?

Topik pembelajaran  Topik apa yang akan disampaikan/

Evaluasi  Bagaimana pembelajaran akan dievaluasi (misal melalui


tes, role plays?

Transfer dan Retensi  Apa yang akan dilakukan untuk memastikan konten
pelatihan dipergunakan dipekerjaan?

Sumber: Noe, 2016

3.3 PRAKTIK: KUNCI UNTUK MEMPEROLEH PELATIHAN DAN


PENGEMBANGAN YANG LEBIH BAIK

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, melatih pegawai yang baru dan eksisting dapat
merupakan tantangan yang terbesar bagi organisasi, terutama di dalam lingkungan
bisnis yang berubah sangat cepat (Nathan, 2016). Berikut beberapa tahapan yang
dapat dilakukan oleh Manajer sehingga dapat mengembangkan dan melakukan
pembaharuan program pelatihan dan pengembangan yang efektif menurut Nathan
(2016):

1. Melakukan benchmark terhadap pesaing.


Manajer SDM perlu memiliki jejaring atau bergabung dalam organisasi profesi
sehingga dapat mengetahui apa yang dilakukan oleh pesaing sehingga
organisasi dapat merencanakan pelatihan lebih baik termasuk melakukan
inisiatif program pelatihan, maupun pengembangan. Manajer dapat melakukan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


49 http://www.widyatama.ac.id
review berbagai media sosial yang memberikan informasi mengenai perusahaan
dan pesaing; yang akan memberikan informasi mengenai kepuasan konsumen
dam preferensi lain sehingga memberikan informasi mengenai kebutuhan
pelatihan dan pengembangan. Hal lain bisa berupa melakukan survei kepada
vendor atau survei lainnya.
2. Melakukan survei kepada pegawai
Survei ini merupakan sumber terbaik mengenai kinerja organisasional dan
kebutuhan pegawai saat ini. Pegawai mengetahui banyak hal termasuk hal-hal
yang memerlukan perubahan. Para pegawai akan menghargai upaya ini dan
memberikan umpan balik mengenai hal-hal yang dapat dilakukan organisasi.
Selain itu, organisasi dapat juga melakukan kegiatan FGD untuk mengetahui:
a) Apa yang diharapkan oleh pegawai, mengapa hal tersebut dibutuhkan, dan
bagaimana melakukan hal tersebut.
b) Para pegawai ingin dilatih oleh seseorang yang pakar dibidangnya.
3. Menyelaraskan pelatihan dengan tujuan manajemen
Manajemen selalu memiliki tujuan operasional: kinerja lebih baik, produktivitas,
kualitas, atau kepuasan konsumen misalnya. Ketika tujuan manajemen telah
diketahui dengan jelas, maka akan memudahkan manajer SDM untuk
mendesain target program pelatihan.
4. Memastikan menyusun rencana strategik untuk pelatihan dengan memastikan
elemen berikut terpenuhi:
a) Menyatakan dengan jelas tujuan pelatihan dengan syarat manajer dapat
memahami kedalaman dan keluasan pelatihan yang diajukan.
b) Melakukan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
yang akan membantu mengidentifikasi pelatihan yang memadai.
c) Menyusun budget yang realistis, dan konservatif (lebih baik memberikan janji
dibawah realisasi, dan memberikan hal yang lebih).
d) Mengikutsertakan analisis manfaat kepada organisasi sehingga dapat
dipahami upaya yang dilakukan sebagai suatu investasi.
e) Mengetahui anggaran yang tersedia.
f) Memasarkan program pelatihan sehingga banyak pegawai yang tertarik.
g) Melakukan uji coba program.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


50 http://www.widyatama.ac.id
5. Menyelaraskan pelatihan dan pengembangan sebagai suatu budaya organisasi
Organisasi ingin pegawai yang bahagia dan tidak terpaksa untuk mengikuti
pelatihan sehingga harus membangun budaya “life-long training” yang berfokus
pada kepuasan pegawai. Memberikan penghargaan pada pegawai yang selesai
melakukan pelatihan, memberikan dukungan, memberikan kesempatan untuk
mengimplementasikan, termasuk melibatkan pegawai dalam penyelenggaraan
pelatihan seperti dengan menjadi trainer atau subject matter experts; atau ikut
terlibat dalam mendorong pelatihan yang diikuti rekannya.
6. Menjaga iklim inovasi
Hal ini harus dilakukan sehingga dari mulai konten sampai dengan cara
pelatihan dilakukan terus terjadi pengembangan kualitas. Misalnya: melibatkan
ahli dalam menyusun kurikulum pelatihan; menggunakan teknologi seperti
dengan adanya berbagai aplikasi, video yang mudah dipergunakan, games, dan
alat lain yang mudah diakses termasuk dari mobile phone.
7. Mengukur hasil pelatihan
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa organisasi telah melakukan hal yang
benar sekaligus menunjukkan bahwa organisasi telah memberikan kualitas yang
terbaik bagi pegawai untuk mengembangkan kompetensinya.

3.4 KONSEP DASAR TRANSFER HASIL PELATIHAN

Transfer hasil pelatihan masih menjadi permasalhan di dalam organisasi,


hal yang harus menjadi perhatian karena akan mempengaruhi luaran (outcomes) di
level organsiasi (Saks & Belcourt, 2006). Jika organisasi memiliki fokus pada
dampak dari program pelatihan terhadap kinerja organisasi, maka organisasi harus
memastikan program transfer pelatihan yang diselenggarakan. Hasil riset yang
dilakukan Saks dan Belcourt (2006) menunjukkan secara rata-rata, 40% dari
pegawai tidak melakukan transfer pelatihan segera setelah mengikuti pelatihan, dan
hasil ini meningkat 2/3 setahun setelah pelatihan.

Transfer of training berkaitan dengan bagaimana peserta pelatihan secara


efektif dan terus menerus menerapkan hal yang dipelajari saat mengikuti pelatihan
(pengetahuan, keahlian, perilaku strategi kognitif) pada pekerjaannya. Lingkungan
pekerjaan dan karakteristik peserta pelatihan memiliki peran penting untuk
memastikan terjadinya transfer of training. Aktivitas transfer of training

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


51 http://www.widyatama.ac.id
mempengaruhi desain pelatihan. Terdapat riset yang menunjukkan 62 persen
pegawai melakukan transfer hasil pelatihan sesaat setelah menyelesaikan program
pelatihan. Namun, angka statistik ini menurun menjadi 34% setahun setelah
pelaksanaan pelatihan.

Gambar 3.2 menyajikan model dari proses transfer pelatihan. Model ini
berguna untuk mempertimbangkan apa yang dapat pengelola SDM lakukan untuk
memastikan karakteristik peserta, desain pelatihan, dan lingkungan kerja yang
kondusif untuk transfer of training. Model menunjukkan transfer or training mencakup
generalisasi hasil pelatihan pada pekerjaan dan memelihara material yang telah
dipelajari. Generalization berkaitan dengan kemampuan peserta untuk menerapkan
kapabilitas yang dipelajari (pengetahuan verbal, motor skills, dan lainnya) pada
masalah dan situasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang serupa meskipun tidak
identif dengan masalah dan situasi yang berada di lingkungan pembelajaran.
Maintenance berhubungan dengan proses yang berkelanjutan untuk menggunakan
kapabilitas baru yang dimiliki.

Agar generalisasi dan maintenance terjadi, kapabilitas harus dipelajari dan


dipertahankan. Model menunjukkan terdapat tiga faktor yang memengaruhi
pembelajaran dan transfer of training. Desain pelatihan, karakteristik peserta, dan
lingkungan kerja memengaruhi pembelajaran, retensi, maintenance, dan
generalisasi. Desain pelatihan berkaitan dengan karakteristik lingkungan
pembelajaran. Faktor lain yang mempengaruhi pembelajaran dan retensi adalah
karakteristik peserta yang mencakup motivasi dan kemampuan. Jika peserta
pelatihan kurang memiliki keahlian dasar yang diperlukan untuk menguasai
kapabilitas pembelajaran (misal kemampuan kognitif, kemampuan membaca), tidak
termotivasi untuk belajar, dan tidak meyakini bahwa dirinya dapat menguasai
kapabilitas pembelajaran (efikasi diri rendah), maka transfer of training dapat untuk
terjadi. Faktor ketiga adalah lingkungan pekerjaan yang mencakup faktor di
pekerjaan yang memengaruhi transfer of training seperti dukungan manajer,
dukungan rekan kerja, dukungan teknologi, iklim untuk transfer, dan kesempatan
untuk menerapkan kapabilitas baru dalam pekerjaan.

Meskipun transfer of training adalah hal yang terjadi setelah pelatihan


dilakukan, tetapi harus direncanakan sebelum pelatihan. Analisis lingkungan kerja
dan karakteristik peserta merupakan bagian dari analisis kebutuhan pelatihan dan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


52 http://www.widyatama.ac.id
transfer of training terjadi setelah pelatihan selesai. Oleh karena itu, kondisi yang
akan memfasilitasi transfer of training sebaiknya disediakan sebelum pelatihan
dilakukan. Misalnya, untuk memotivasi peserta agar menghadiri program pelatihan,
maka sebaiknya dilakukan aktivitas komunikasi yang menekankan pada manfaat
program.

Karakteristik Peserta
- Motivasi
- Kemampuan

Desain Pelatihan
- Menciptakan lingkungan pembelajaran Learning
- Menerapkan teori transfer Retention Generalization
Maintenance
- Menggunakan strategi manajemen
pengelolaan diri

Lingkungan Kerja
- Iklim untuk transfer
- Dukungan manajemen dan rekan kerja
- Kesempatan untuk menunjukkan kinerja
- Dukungan Teknologi

Gambar 3.2 Proses Transfer Pelatihan


Sumber: Noe (2010)

3.5 TEORI YANG DAPAT MENJELASKAN TRANSFER OF TRAINING


Desain pelatihan berkaitan dengan berbagai faktor yang dibangun dalam
program pelatihan untuk meningkatkan peluang dilakukannya transfer of training.
Terdapat tiga teori transfer of training yang memiliki implikasi pada desain training
(lingkungan pekerjaan). Teori elemen yang identik, pendekatan stimulus yang
digeneralisasi, dan teori transfer kognitif. Tabel 3.1 menunjukkan penekanan setiap
teori dan kondisi yang memadai untuk menerapkan teori tersebut.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


53 http://www.widyatama.ac.id
Tabel 3.1 Teori dalam Transfer of Training

Teori Penekanan Kondisi yang Memadai Tipe Transfer

Elemen yang identik Lingkungan pelatihan Fitur lingkungan pekerjaan Dekat


identik dengan dapat diprediksi dan stabil.
lingkungan pekerjaan Contoh: Pelatihan untuk
menggunakan
perlengkapan

Pendekatan stimulus Prinsip umum adalah Lingkungan pekerjaan Jauh


yang digeneralisasi dapat diterapkan di tidak dapat diprediksi dan
situasi pekerjaan yang memiliki banyak variabel.
berbeda
Contoh: pelatihan keahlian
interpersonal

Transfer kognitif Material yang bermanfaat Semua tipe pelatihan dan Dekat dan Jauh
dan skema kodifikasi lingkungan
memperkuat
penyimpanan dan
penggunaan kembali
(recall) konten pelatihan

Sumbr: Noe, 2010

Teori Elemen yang Identik menyatakan bahwa transfer of training terjadi


ketika yang dipelajari di dalam sesi pelatihan identik dengan yang dilakukan oleh
peserta di tempat kerja. Proses transfer dapat mencapai level yang maksimal ketika
penugasan, material pelatihan, perlengkapan, dan karakteristik lainnya dari
lingkungan pembelajaran serupa dengan yang ada di lingkungan pekerjaan. Teori ini
dapat diterapkan dalam berbagai program pelatihan, terutama dengan pekerjaan
yang menggunakan alat atau menggunakan prosedur yang spesifik dan harus
dipelajari. Teori elemen yang identik relevan dalam memastikan bahwa transfer yang
“dekat” terjadi. Transfer “dekat” atau near transfer merujuk pada kemampuan peserta
untuk menerapkan kapabilitas yang dipelajari hampir sama dengan situasi pekerjaan.
Program pelatihan yang menekankan pada terjadinya transfer “dekat” sebaiknya
mengikuti desain pelatihan berikut:

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


54 http://www.widyatama.ac.id
a. Program pelatihan mengajarkan/melatih konsep dan prosedur yang spesifik.

b. Peserta diberikan penjelasan terhadap berbagai perbedaan antara


penugasan yang diberikan dalam pelatihan dengan pekerjaan.

c. Peserta didorong untuk memiliki fokus hanya pada perbedaan penting antara
penugasan di pekerjaan dan penugasan di pelatihan (misal kecepatan
penyelesaian) dibandingkan perbedaan yang tidak penting (misal
perlengkapan dengan fitur yang serupa tetapi berbeda model).

d. Perilaku atau keahlian yang dipelajari peserta dalam program sebaiknya


berkontribuisi pada kinerja.

Teori ini tidak mendorong transfer terjadi ketika lingkungan pembelajaran dan
lingkungan pelatihan tidak identik. Situasi ini terutama muncul pada pelatihan
keahlian interpersonal.

Pendekatan Stimulus yang Digeneralisasi (Stimulus Generalization


Approach). Pendekatan ini menyatakan cara untuk memahasi isu transfer of training
adalah dengan konstruk pelatihan sehingga fitur paling penting atau prinsip umum
menjadi hal yang menjadi fokus. Hal penting lainnya adalah mengidentifikasi lingkup
situasi pekerjaan yang dapat menerapkan prinsip umum ini. Pendekatan ini
menggunakan transfer “jauh”, atau far transfer yakni kemampuan peserta untuk
menerapkan kapabiitas yang dipelajari meskipun lingkungan pekerjaan
(perlengkapan, masalah, tugas) tidak identik dengan sesi pelatihan. Program yang
menitikberatkan transfer “jauh” ini dilakukan dengan desain pelatihan berikut:

a. Program mengajarkan konsep umum dan prinsip-prinsip yang luas.

b. Peserta sebaiknya menyadari berbagai contoh dari pengalaman mereka yang


serupa dengan yang diberikan di pelatihan sehingga hubungan dapat dibuat
di antara berbagai strategi yang efektif di situasi berbeda.

c. Program sebaiknya menekankan pada prinsip umum yang dapat diterapkan


di berbagai konteks dibandingkan yang dipergunakan di setting pelatihan.

Pendekatan ini dapat dilihat di program pelatihan keahlian manajerial, pelatihan


model keprilakuan, yang berbasis pada teori pembelajaran sosial (social learning
theory) bahwa modeling, praktik, umpan balik, dan reinforcement memiliki peran
kunci dalam pembelajaran.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


55 http://www.widyatama.ac.id
Teori Transfer Kognitif merupakan teori berdasarkan teori pemrosesan
informasi (information processing theory). Penyimpanan dan pemanggilan kembali
informasi yang tersimpan di dalam memorii adalah aspek kunci dari model
pembelajaran ini. Berdasarkan teori ini, kemungkinan terjadinya transfer akan
tergantung kepada kemampuan peserta untuk memanggil kembali kapabilitas yang
dipelajari. Kemungkinan untuk transfer akan meningkat jika peserta diberikan
material pembelajaran yang berguna, relevan sehingga akan mendorong kapabilitas
untuk menerapkan apa yang diperoleh di pelatihan dengan di pekerjaan.

Peserta harus didorong untuk memiliki tanggung jawab dalam melakukan


pembelajaran dan proses transfer. Hal ini mencakup mempersiapkan diri untuk
pelatihan, terlibat dan melekat selama pelatihan, dan menggunakan konten pelatihan
di pekerjaan. Sebelum pelatihan, peserta harus mempertimbangkan mengapa
mereka menghadiri pelatihan dan menetapkan tujuan pembelajaran yang spesifik
(apakah diputuskan sendiri atau bersama dengan manajer/atasan). Selain itu,
peserta harus melengkapi berbagai penugasan pre-training (jika ada). Selama
pelatihan, peserta harus aktif terlibat, berpartisipasi dan berbagi pengalaman,
berdiskusi, mempraktikkan, atau bertanya jika terdapat hal yang
membingungkan/kurang dimengerti. Setelah pelatihan, peserta perlu untuk
melakukan review dan bekerja untuk mencapai tujuan jika dirinya mengikuti
pelatihan.

Manajemen diri (self-management) berkaitan dengan keinginan/kemauan


seseorang untuk melakukan kontrol pada aspek tertentu dari pengambilan keputusan
dan perilaku. Program pelatihan sebaiknya menyiapkan para pegawai untuk
mengelola dirinya dalam menggunakan keahlian dan perilaku baru pada pekerjaan.
Manajemen diri mencakup:

a. Menentukan derajat dukungan dan konsekuensi negatif di setting pekerjaan


ketika menerapkan kapabilitas yang baru dimiliki.
b. Menetapkan tujuan untuk penggunaan kapabilitas yang dipelajari.
c. Menerapkan kapabilitas yang dipelajari ke pekerjaan.
d. Melakukan monitoring penggunaan kapabilitas yang telah diperoleh.
e. Melibatkan pada dorongan diri sendiri.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


56 http://www.widyatama.ac.id
Terdapat berbagai hambatan yang teridentifikasi dapat menyebabkan halangan
terjadinya transfer of training di lingkungan pekerjaan seperti disajikan di Tabel 3.2
berikut:

Tabel 3.2 Hambatan Lingkungan dan Pengaruhnya terhadap Transfer of Training

Hambatan Deskripsi Pengaruh

Kondisi Pekerjaan  Peserta kesulitan untuk


 Tekanan waktu menggunakan pengetahuan,
 Perlengkapan tidak memadai keahlian, dan perilaku yang
 Kesempatan untuk menggunakan keahlian baru.
rendah
 Anggaran tidak mencukupi
Kurangnya Dukungan dari Rekan Kerja  Rekan kerja tidak
 Menolak untuk menggunakan pengetahuan memberikan dukungan untuk
dan keahlian baru di pekerjaan
menggunakan pengetahuan,
 Tidak bersedia memberikan umpan balik
keahlian, dan perilaku yang
 Melihat pelatihan sebagai hal yang membuang
waktu baru.

Kurangnya dukungan dari manajemen  Manajer tidak mendorong


 Tidak menerima berbagai ide atau saran yang pelatihan atau memberikan
dipelajari di pelatihan
kesempatan untuk
 Tidak mendiskusikan kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan,
pelatihan
 Menggunakan keahlian yang berbeda dengan keahlian, atai perilaku.
yang dipergunakan di pelatihan
 Menyampaikan bahwa pelatihan hanya
membuang waktu, tidak bersedia memberikan
reinforcement, dan kebutuhan peserta untuk
menggunakan konten pelatihan

Sumber: Noe, 2010

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


57 http://www.widyatama.ac.id
3.6 KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PEKERJAAN YANG
MEMPENGARUHI TRANSFER OF TRAINING

Beberapa karakteristik lingkungan pekerjaan yang memengaruhi transfer of


training adalah iklim untuk transfer, dukungan manajerial dan rekan kerja,
kesempatan untuk menunjukkan kinerja dan dukungan teknologi.

1. Iklim untuk Transfer of Training merupakan persepsi peserta mengenai


berbagai karakteristik lingkungan pekerjaan yang memfasilitasi atau
menghambat penggunaan keahlian atau perilaku yang telah dilatih.
Karakteristik ini mencakup manajer dan dukungan rekan kerja, kesempatan
untuk menggunakan keahlian, dan konsekuensi dari penggunaan kapabilitas
yang dipelajari.

Bates dan Khasawneh (2005) menunjukkan bahwa adanya budaya


organisasi yang mau belajar akan mendukung pengembangan dan
penerapan modal intelektual sehingga mendorong organisasi lebih produktif,
dan proses aplikasi pelatihan mendorong pada inovasi organisasi: budaya
pembelajaran organisasi melalui praktik sumber daya manusia, dalam hal in
pelatihan, akan menciptakan iklim transfer pembelajaran yang kemudian
akan memperkuat dan memfasilitasi inovasi dan adaptasi organisasi.

2. Dukungan manajer artinya sejauhmana manajer dari peserta pelatihan (a)


memberikan pemahaman bahwa pelatihan penting untuk diikuti dengan baik
oleh pegawaianya, dan (b) menitikberatkan aplikasi konten pelatihan pada
pekerjaan. Manajer dapat mengkomunikasikan harapan pada peserta dengan
mendorong dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk
menerapkan hasil pelatihan di pekerjaan. Manajer dapat memberikan
dukungan yang memiliki level berbeda. Semakin besar level dukungan yang
diberikan, maka akan semakin memberikan kesempatan terjadinya transfer of
training. Tabel 3.3 menyajikan level dukungan manajemen dan contohnya.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


58 http://www.widyatama.ac.id
Tabel 3.3 Level Dukungan dari Manajer

Level Description

Mengajar dalam Dukungan Tinggi Berpartisipasi sebagai trainer


program

Mempraktikan Memungkinkan peserta


keahlian memperoleh kesempatan untuk
praktik

Reinforcement Mendikusikan perkembangan


dengan peserta: Bertanya
bagaimana mendukung peserta
menggunakan kapabilitas baru

Partisipasi Menghadiri sesi

Encouragement Mengakomodasi kehadiran


peserta di pelatihan dengan
mengatur jadwal pekerjaan;
mendorong pegawai untuk
menghadiri pelatihan

Acceptance Mengizinkan pegawai untuk


Dukungan
menghadiri pelatihan;
Rendah
Memberikan pengakuan akan
pentingnya pelatihan

Sumber: Noe, 2010

3. Dukungan rekan kerja. Transfer of training dapat diperkuat dengan


dukungan jejaring yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Dukungan jejaring
dapat terdiri dari kelompok dengan dua atau lebih peserta yang sepakat
untuk bertemu dan melakukan diskusi mengenai perkembangan mereka
menggunakan kapabilitas yang dipelajari.

4. Kesempatan untuk menggunakan Kapabilitas yang telah dipelajari. Hal


ini berkaitan dengan sejauhmana peserta disediakan atau secara aktif
mencari pengalaman. Kesempatan untuk menunjukkan kinerja dipengaruhi

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


59 http://www.widyatama.ac.id
oleh lingkungan pekerjaan dan motivasi pegawai. Salah satu cara peserta
dapat memperoleh kesempatan dengan penugasan pengalaman kerja (misal
masalah, tugas-tugas) yang memerlukan penggunaannya. Manajer dari
peserta tersebut akan memegang peran kunci dalam menentukan
penugasan.

5. Dukungan teknologi. Berbagai teknologi berkembang dalam menggunakan


aplikasi yang dapat menyediakan hal-hal yang dirancang sesuai kebutuhan
seperti pelatihan keahlian, akses informasi, dan masukan dari ahli.

Organisasi pembelajaran (learning organization) merupakan organisasi yang


selalu melakukan peningkatan kapasitas untuk belajar, beradaptasi, dan berubah.
Proses pelatihan harus dilakukan dengan kehati-hatian dan selaras dengan tujuan
organisasi. Di organisasi pembelajaran, pelatihan dipandang sebagai sebuah sistem
yang didesain untuk menciptakan modal insani (human capital). Modal insani tidak
hanya mengajari pegawai kapabilitas dasar yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan mereka saat ini tetapi juga menstimulasi kreativitas dan inovasi serta
memotivasi pegawai untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan yang
diperoleh. Organisasi pembelajar tidak hanya menekankan proses pembelajaran di
level pegawai secara individual tetapi juga di level kelompok dan organisasi,
menitikberatkan pada manajemen pengetahuan. Untuk mendukung keberhasilan
menjadi organisasi pembelajar, organisasi tidak cukup hanya menekankan pada
pelatihan tetapi juga untuk mengubah sistem manajemen SDM untuk mendukung
pembelajaran. Adapun fitur kunci dari sebuah organisasi pembelajaran adalah
sebagai berikut:

1. Lingkungan pembelajaran yang mendukung yakni

a. Pegawai merasa aman untuk mengekspresikan pemikiran mereka


mengenai pekerjaan, memberikan pertanyaan, tidak sepakat dengan
manajer, atau mengakui kesalahan.
b. Menghargai perbedaan fungsional dan perspektif budaya.
c. Pegawai didorong untuk berani mengambil risiko, berinovasim dan
mengeksplorasi berbagai hal yang belum diuji dan diketahui seperti
mencoba berbagai proses baru, dan mengembangkan produk serta
layanan baru.
d. Mendorong munculnya pemikiran kritis bagi organisasi.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


60 http://www.widyatama.ac.id
2. Proses dan praktik pembelajaran
a. Penciptaan pengetahuan, diseminasi, berbagi pengetahuan, dan
penerapan praktik.
b. Mengembangkan sistem untuk menciptakan, memperoleh, dan berbagi
pengetahuan.

3. Manajer mendorong pembelajaran


a. Manajer secara aktif bertanya dan mendengarkan pegawainya,
mendorong dialog dan debat.
b. Manajer mau untuk mendengarkan dan mempertimbangkan berbagai
pandangan yang berbeda.
c. Manajer meluangkan waktu untuk melakukan identifikasi masalah, proses
pembelajaran, praktik dan proses pembelajaran, dan audit kinerja.
d. Pembelajaran diberikan penghargaan, dipromosikan, dan diberikan
dukungan.

3.7 PENGETAHUAN DAN MANAJEMEN PENGETAHUAN

Pengetahuan dan Manajemen Pengetahuan

Noe (2017) menyebutkan pengetahuan sebagai “what individuals or teams of


employees know or know how to do (human and social knowledge) as well as a
company’s rules, processes, tools, and routines (structured knowledge).”
Pengetahuan terdiri dari pengetahuan tacit atau eksplisit.

1. Tacit knowledge merupakan pengetahuan personal berbasis pada


pengalaman individual dan dipengaruhi oleh persepsi dan berbagai nilai.
Komunikasi dari tacit knowledge memerlukan komunikasi personal melalui
diskusi dan demonstrasi.

2. Explicit knowledge berkaitan dengan berbagai manual, formula, dan


spesifikasi yang dijelaskan dalam bahasa formal. Pengetahuan yang eksplisit
dapat dikelola dengan menempatkan pengetahuan tersebut di dalam
database pengetahuan atau dapat dikelola oleh sistem manajemen
pengetahuan.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


61 http://www.widyatama.ac.id
Terdapat empat mode untuk melakukan proses berbagi pengetahuan:

1. Sosialisasi, melibatkan sharing tacit knowledge dengan berbagi pengalaman.


Pengetahuan akan dibagi dan dipelajari melalui observasi, imitasi dan praktik.

2. Eksternalisasi, melibatkan konsep bagaimana menerjemahkan tacit


knowledge ke dalam explicit knowledge dalam bentuk metafora, model,
konsep, dan persaman.

3. Kombinasi, melibatkan konsep yang eksplisit secara sistematis kedalam


sistem pengetahuan dengan menganalisis, mengkategorisasikan, dan
menggunakan informasi dengan cara yang baru seperti kursus dan seminar
secara formal.

4. Internalisasi, berkaitan dengan mengubah pengetahuan eksplisit ke


pengetahuan tacit seperti simulasi, action learning, dan pengalaman on-the-
job.

Keempat model proses tersebut seperti pada Gambar 3.2


To

Tacit Knowledge Explicit Knowledge

Tacit Knowledge
FROM Sosialisasi Eksternalisasi
Explicit Knowledge
Internalisasi Kombinasi

Gambar 3.2 Model Proses Berbagi Pengetahuan


Noe (2010)

Saks dan Belcourt (2006) melakukan penelitian mengenai sejauhmana organisasi


mengimplementasikan aktivitas pelatihan untuk memfasilitasi transfer pelatihan dan
hubungan antara aktivitas pelatihan serta transfer pelatihan yang dianalisis di level
organisasional. Temuan utama dari riset tersebut menunjukkan hal-hal penting
sebagai berikut:

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


62 http://www.widyatama.ac.id
1. Transfer pelatihan secara substansi lebih besar dari 10%; akan tetapi, angka
tersebut menurun hampir 50% (dari 62% ke 34%) satu tahun setelah pelatihan
selesai dilakukan.

2. Organisasi jarang menghubungkan antara aktivitas pelatihan ke dalam program


pelatihan mereka untuk meningkatkan transfer pelatihan, dan ketika mereka
melakukannya, kebanyakan terjadi selama pelatihan, dibandingkan sebelum
atau sesudah pelatihan.

3. Aktivitas pelatihan sebelum, selama, dan sesudah pelatihan secara positif


berhubungan dengan transfer pelatihan.

4. Aktivitas pelatihan yang terjadi di lingkungan pekerjaan sebelum dan sesudah


pelatihan berhubungan erat dengan transfer dibandingkan aktivitas pelatihan
selama pelatihan.

3.6 REFERENSI
Bates, R., & Khasawneh, S. (2005). Organizational Learning Culture, Learning
Transfer Climate, and Perceived Innovation in Jordanian Organizations.
International Journal of Training and Development: 96 – 109.
Nathan, Arte. (2016). 7 Key Steps for Better Training and Development Programs.
Society for Human Resource Management.
https://www.shrm.org/resourcesandtools/hr-topics/organizational-and-
employee-development/pages/key-steps-for-better-training-development-
programs.aspx
Noe, R. A. (2010). Employee Training & Development. McGrawHill Education, Fifth
Edition.
Noe, R. A (2017). Employee Training & Development. McGrawHill Education, Fifth
Edition.
Saks, A. M., & Belcourt, M. (2006). An Investigation of Training Activities and
Transfer of Training in Organization. Human Resource Management, Winter,
2006, Vol. 45: 629-648.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


63 http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai