Disusun oleh:
1. NOER FITRIYANTI 21070905003
2. MOH. RIZQI HIDAYAT 21070905006
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah membaca bab ini, diharapkan Anda mampu:
Mengidentifikasi tiga masalah yang mungkin dihadapi HRD dalam mendesain
pelatihan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya
Menjelaskan tujuan pembelajaran, kriteria evaluasi, dan manfaat mengembangkan
tujuan
Menyebutkan alasan mengapa tujuan tersebut menguntungkan peserta pelatihan,
perancang pelatihan, pelatih, dan evaluator pelatihan
Menggunakan teori harapan (expectancy) untuk menjelaskan bagaimana memotivasi
peserta pelatihan untuk mengikuti pelatihan
Menjelaskan teori belajar sosial dan bagaimana teori ini mendukung desain pelatihan
Mengidentifikasi komponen-komponen pelatihan dalam memfasilitasi transfer
pelatihan ke dunia kerja
Mengidentifikasi umpan balik yang dapat diberikan supervisor, teman sebaya, dan
pelatih dalam membantu menttransfer pelatihan
Menjelaskan hubungan antara teori desain pembelajaran Gagne-Briggs dan teori
belajar sosial
Menggunakan teori elaborasi dan teori desain pembelajaran Gagne-Briggs untuk
mendesain sesi pelatihan
Menjelaskan keuntungan pentingnya perusahaan kecil memfasilitasi pelatihan
Anggaran Pelatihan
Proses penganggaran yang disajikan di sini dari perspektif HRD. Dalam beberapa
kasus HRD diharapkan untuk mememasrkan pelatihan mereka di luar dan di dalam
organisasi. Proses penganggaran kurang lebih sama dengan konsultan di luar yang
mengikuti lelang sebuah projek. Sehingga ketika memberika estimasi, perlu
mempertimbangkan sumber daya dan seakurat mungkin.
Dalam membuat penganggaran sebuah program pelatihan, tidak mudah untuk
menghitung biaya pelatihan secara akurat. Karena estimasi anggaran seringkali dilakukan
sebelum analisis kebutuhan, menyajikan anggaran dalam beberapa skenario sangat
membantu bagi pembuat keputusan. Sebelum TNA dibuat, biaya pelatihan belum bisa
diperkirakan. Kemudian, bagaimana memulainya? Konsultan menawarkan TNA dengan
biaya tertentu, kemudian memberikan penjelasan kepada perusahaan apa saja yang
dibutuhkan untuk sebuah pelatihan. Untuk menghindari isu etika, konsultan memberikan
penawaran pelatihan yang dihasilkan dari TNA. Penawaran ini lebih akurat karena isu-
isu teridentifikasi begitu juga tipe pelatihannya.
Setelah menetapkan tujuan pelatihan, selanjutnya memperkirakan durasi yang
dibutuhkan untuk pelatihan. Semakin akurat memperkirakan waktunya maka semakin
akurat pembiayaannya. Lama program pelatihan seringkali digunakan untuk
memperkirakan berapa waktu persiapannya. Rasio waktu persiapan dengan lama
Peserta Pelatihan
Bagaimana jika TNA mengidentifikasi terdapat dua atau lebih subgrup dengan dua
tujuan pelatihan yang sama namun berbeda tingkat pegetahuan, keterampilan dan
sikapnya? Mengembangkan satu program tunggal bukan hal mudah. Kembali pada
contoh supervisor yang membutuhkan pelatihan komunikasi, bagaimana jika TNA
mengindikasikan bahwa setengah dari mereka sebelumnya pernah menerima pelatihan
active listening dan dianggap telah mahir? Maka model pelatihan komunikasi aktif
Seringkali, peserta pelatihan memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Gaya belajar
yang berbeda-beda ini juga perlu dipertimbangkan dalam mendesain pelatihan. Dalam
bebebrapa contoh yang mungkin ditemukan, peserta pelatihan merasa kurang nyaman
dengan teknik pelatihan tertentu. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah
menggunakan teknik yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Kadang juga ditemukan
banyak manajer tidak menginginkan pelatihan dalam bentuk role-play. Menurut mereka
hal ini seperti melakukan sesuatu yang konyol atau teknik ini tidak akan pernah berhasil.
Satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini adalah menggantinya dengan istilah yang
berbeda. Istilah play, bagi beberapa orang, dianggap pembelajaran yang tidak serius.
Padahal dengan teknik ini, peserta dapat melakukan “praktik perilaku. Mengganti istilah
dilakukan agar lebih berterima bagi peserta pelatihan. Intinya di sini adalah, melalui
analisis kebutuhan, akan ditemukan bahwa sebuah teknik tidak disukai karena
pengalaman masa lalu atau dari mulut ke mulut, oleh sebab itu desain pelatihan perlu
mengubah persepsi atau mengubah metode yang sebaiknya digunakan.
Menyusun tujuan yang baik tidak mudah. Yang perlu diperhatikan adalah
memastikan tiga komponen tersebut tidak ambigu dan mencakup seluruh harapan.
Kondisi
Untuk menjelaskan tujuan diperlukan kondisi bagaimana perilaku itu akan dicapai.
Dalam contoh sebelumnya, tidak jelas, alat bantu apa yang disediakan untuk menentukan
chip komputer yang mana yang sesuai dengan spesifikasi. Dengan memberikan kondisi,
tujuan menjadi lebih jelas: “dengan menggunakan ohmmeter dan tabel, trainee mampu
membedakan (dengan menyortir menjadi dua tumpukan) antar chip komputer yang sesuai
spesifikasi dan yang tidak.”
Saat merumuskan tujuan perlu diberikan deskripsi kondisi (dengan atau tanpa
bantuan). Sebagai contoh, pernayataan “dengn menggunakan ohmmeter” yang
menunjukkan adanya bantuan kondisi. Jika tujuan diawali dengan frase “tanpa
penggunaan bahan,”, jelas trainee tidak disediakan bantuan.
Merumuskan kondisi dibutuhkan untuk beberapa kasus, tetapi kadang tidak. Dalam
contoh berikut, penting untuk mengetahui bahwa diagram lingkaran dikembangkan
dengan menggunakan software tertentu: “disajikan hasil masalah penghitungan dalam
diagram lingkaran, dengan menggunakan software Harvard Graphics.” Tujuan seringkali
dimulai dengan frase, “setelah menyelesaikan pelatihan, trainee dapat ….” Ini merupakan
kondisi, sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Namun demikian, untuk tujuan transfer
pelatihan dan organisasi, poin tujuan yang ingin dicapai dan diukur biasanya tidak terjadi
Standar
Standar adalah kriteria keberhasilan. Tiga potensi standar adalah akurasi, kualitas,
dan kecepatan. Sebagai contoh, tujuan pembelajaran mendefinisikan akurasi dengan
“mampu membaca altimeter dengan tingkat kesalahan tidak lebih dari 3 meter.” Standar
kualitas diindikasikan dengan pernyataan, “dengan spesifikasi mesin 99.9 persen.” Atau
jika terkait dengn kecepatan, “diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit.”
Berikut beberapa contoh tujuan pembelajaran untuk teknisi telpon. Perilaku yang
diharapkan adalah yang ditebalkan, kondisi dicetak miring, dan standard digaris bawahi.
Dengan menggunakan drop wire, bushing, dan connector, tapi tanpa manual. trainee
dapat menyambungkan kawat sesuai dengan standar dalam manual
Dengan menggunakan harness dan spike standar, trainee mampu mendaki tiang
telpon dalam waktu 15 menit, mengikuti seluruh prosedur keamanan
Trainee mampu menyambung, sesuai dengan kode, enam set kawat dalam waktu 10
menit saat berada di puncak tiang teleon dengan menggunakan alat keamanan standard
Kami tidak sepaham dengan keraguan pertama para ahli HRD; alasannya karena
sumber daya itu langka dan waktu untuk mengembangkan tujuan merupakan upaya yang
lebih penting. Sepintas, generalisasi tersebut mungkin benar, namun tujuan akan
memandu pengembangan pelatihan. Dengan adanya pedoman maka mengembangkan
pelatihan menjadi lebih singkat.
Tujuan dianggap menghambat fleksibilitas dalam menanggapi kebutuhan trainee.
TNA yang komprehensive dirancang untuk menentukan kebutuhan trainee dan tujuan
pelatihan fokus pada kebuutuhan-kebutuhan tersebut. Tujuan mungkin saj menghambat
felksibilitas trainer untuk keluar dari garis singgung yang mungkin mereka kejar, namun
tetap fokus pada arah adalah hal positif. Pindah fokus dari satu bidang ke bidang tetap
bisa dilakukan namun tetap fokus pada tujuan.
Beberapa berpendapat bahwa dalam pelatihan manajemen atau bidang-bidang seperti
manajemen waktu atau keterampilan interpersonal tidak dapat menerapkan tujuan yang
konkret. Menurut kami, apapun pelatihannya, tujuannya adalah untuk mencapai outcome
tertentu, dan hasil tersebut perlu diterjemahkan ke dalam tujuan. Sebagai contoh, dalam
manajemen waktu, Anda ingin trainee memeperoleh pengetahuan kognitif tentang
strategi manajemen waktu. Tujuannya adalam mengembangkan keterampilan tersebut
untuk diterapkan di tempat kerja. Dengan demikian, tujuan pelatihan dinyatakan dengan,
“pada akhir pelatihan, trainee dapat mendemonstrasikan keterampilan manajemen waktu
dengan menyelesaikan latihan dalam waktu 45 menit dan memberikan rasional yang
tepat dalam mengambil keputusan.”
Terakhir, ada yang berpendapat bahwa tujuan hidup lebih lama dari kegunaannya
dan terlalu spesifik untuk pekerjaan-pekerjaan sekarang yang kompleks. Menurut merek
Trainee
Tujuan pelatihan bermanfaat bagi trainee karena tujuan pelatihan
Mengurangi kecemasan
Fokus pada perhatian (atensi)
Meningkatkan kemungkinan trainee berhasil dalam pelatihan
Tingkat kecemaan yang tinggi akan mempengaruhi pelatihan. Tidak mengetahui apa
yang diharapkan dalam sebuah situasi menciptakan kecemasan. Tujuan pelatihan
memberikan pemahamn yang jelas tentang apa yang akan terjadi selama periode
pelatihan. Hal ini akan mengurangi kecemasan dari tidak mengetahui apa yang
diharapkan. Tujuan juga fokus pada topik yang akan dilatihkan. Sebagaimana ditinjau
dari perspektif teori belajar sosial bahwa tahap pertama dalam pembelajaran adalah
atensi (perhatian). Sehingga, dari perspektif teori belajar, membiarkan trainee
mengetahui kinerja yang akan dicapai merupakan hal penting. Informasi tentang tujuan
ini juga akan membantu pebelajar fokus pada atensi dan mengorganisasi informasi baru
secara kognitif. Kuncinya di sini adalah memastikan bahwa tujuan mudah dipahami.
Pertimbangkan formula dalam merumuskan tujuan yang baik: pastikan tujuan jealas dan
mudah dipahami. Terakhir, tujuan pembelajaran meningkatkan pembelajaran yang
relevan dan kemungkinan keberhasilan trainee dalam pelatihan. Menurut penelitian-
penelitian tentang penetapan tujuan hal ini masuk akal, ketika tujuan yang spesifik dan
menantang ditetapkan, kemungkinan akan dicapai menjadi lebih tinggi daripada tidak
Perancang Pembelajaran
Tujuan pembelajaran memandu perancang pelatihan atau pengguna paket pelatihan.
Tujuan secara langsung menerjemahkan kebutuhan pelatihan menjadi hasil pelatihan.
Dengan tujuan yang jelas, metode dan isi pelatihan dapat dilihat dari tujuan pelatihan
untuk memastikan konsistensi. Selain itu, bukti menunjukkan bahwa tujuan
pembelajaran akan berfungsi dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang lebih
baik.
Sebagai contoh, perancang pelatihan diminta untuk “mendesain pelatihan untuk
tenaga penjual tentang keterampilan pelayanan pelanggan.” Apakah perancang
mendesain kursus keterampilan interpersonal supaya tenaga penjual belajar bagaimana
bersikap ramah dan ceria? Apakah perancang mendesain kursus pengetahuan produk
supaya tenaga penjual dapat memberikan informasi tentang berbagai produk dan fitur-
fiturnya kepada pelanggan? Apakah perancang mendesai kursus keahlian teknis
sehingga tenaga penjual dapat membantu pelanggan dalam menggunakan produk dan
berfungsi dengan efektif? Perhatikan tujuan berikut ini,” setelah menyelesaikan
pelatihan, peserta dapat, menggunakan parafrase atau dekode dan umpan balik (hasil
yang diharapkan), merespon pelanggan yang marah (kondisi), dengan menyarankan dua
alternative perbaikan yang dikeluhkan pelanggan untuk memecahkan masalah secara
tepat (standard).” Tujuan pembelajaran ini jelas dan tidak ambigu bagi perancang.
Perancang pelatihan kemudian dapat mendesain kursus dalam bentuk active listening
(parafrase, dekode, dan umpan balik), dengan fokus menangani pelanggan yang marah.
Tanpa pedoman tersebut, pelatihan tidak dapat dirancang dengan tepat.
Trainer
Dengan tujuan pembelajaran yang jelas, trainer dapat memfasilitasi proses
pembelajaran lebih efektif. Tujuan yang jelas dan spesifik memungkinkan trainer
melakukan persiapan dalam menentukan bagaimana kemajuan trainee sehingga
memudahkan penyesuaian yang tepat. Selain itu, trainer dapat menyoroti hubungan
segmen pelatihan tertentu dengan tujuan. Beberapa trainer memandang tujuan
menghambat kebebsan mereka dalam melatih apa yang meeka mau. Bagi mereka
mungkin tujuan melakukan yang terbaik, menjaga agar trainer berada di jalurnya.
1. Self-Efficacy
Self-efficacy (keyakinan akan kemampuan diri) sangat berpengaruh dalam
memotivasi seseorang untuk belajar. Mereka yang memiliki self efficacy tinggi tak hanya
lebih mampu memotivasi dirinya untuk belajar tetapi juga mentransfer pembelajaran ke
dalam pekerjaannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengerahi self efficacy, yaitu
pengalaman seseorang sebelumnya, umpan balik dari orang lain, model perilaku, dan
(emotional arousal). Tiga faktor pertama dapat dipengaruhi sebelum pelatihan,
sedangkan faktor ke empat dipengaruhi selama pelatiihan.
4. Penetapan Tujuan
Beberapa kondisi terkait penetapan tujuan mempengaruhi kinerja:
Individu yang diberi tujuan spesifik, sulit, atau menantang berkinerja lebih baik dari
mereka yang hanya diberi tujuan yang mudah, tujuan “do the best you can”, atau
tidak ada tujuan
Tujuan akan memberikan efek yang dapat diprediksi jika disampaikan dengan
istilah yang spesifik dari pada samar
Tujuan harus sesuai dengan kemampuan individu sehingga ia akan senang hati
untuk mencapainya. Kemampuan untuk mencapai tujuan sangat penting bagi self
efficacy, karena akan berpengaruh terhadap bagaimana ia melaksanakan tugasnya.
Feedback terkait tingkat pencapaian sangat penting dalam memberikan pengaruh
Agar penetapan tujuan ini efektif, maka individu perlu menerima tujuan tersebut.
5. Orientasi Tujuan
Dalam sebuah organisasi terdapat dua orientasi yang mungkin dimiliki oleh
individu. Learning goal orientation dan performance goal orientation. Individu yang
memiliki learning goal orientation akan fokus pada proses belajar. Mereka akan
mencari tugas yang menantang untuk meningkatkan kompetensi, memandang feedback
negatif sebagai informasi penting untuk menguasai tugas mereka, dan menganggap
kegagalan sebagai pengalaman belajar.
Teori Desain. Ada beberapa teori terkait mendesain pelatihan yang efektif. Ada yang
hanya fokus pada pembelajaran kognitif, ada juga yang hanya fokus pada perubahan
sikap. Teori desain mencakup bagaimana mendesain pelatihan yang efektif terutama pada
teknik apa digunakan pada situasi apa.
Teori Elaborasi. Teori elaborasi adalah teori makro desain yang didasarkan pada
alternative sequencing (berurutan). Pendekatan ini lebih bermakna dan memotivasi
pebelajar, karena sejak awal mereka melihat dan praktik menyelesaikan tugas. Terdapat
dua strategi sequencing, yaitu topical dan spiral. Pada topical sequencing individu harus
menyelasikan pembelajaran pada satu topik tertentu sebelum ke tugas selanjutnya.
Sedangkan spiral sequencing individu harus mempelajari dasar pada tugas pertama,
kemudian tugas kedua, dan seterusnya, setelah memahami seluruh tugas, pebelajar pindah
ke tingkat dua dari tugas pertama.
Model Social Learning Theory (SLT) dan Gagne-Briggs. Model ini memperkenalkan
9 tahap pembelajaran yang sangat erat kaitannya dengan teori belajar sosial. Berikut
hubungan antara 9 tahap pembelajaran SLT dengan Gagne-Briggs:
Menurut penelitian terdapat tiga faktor yang mempengaruhi transfer pelatihan, yaitu
kondisi praktik, unsur identik, dan keberagaman stimulus. Selain itu feedback, strategi
retensi, dan penetapan tujuan juga dapat mempengaruhi transfer pelatihan ke dalam
pekerjaan.
Kondisi Praktik. Kesempatan trainee untuk praktik dapat dirancang dengan beberapa
cara yaitu:
Massed vs spaced practice. Praktik terus menerus tanpa jeda, atau dengan jeda.
Yang mana yang lebih efektif? Penelitian menunjukkan bahwa praktik dengan jeda
akan diingat lebih lama namun membutuhkan waktu yang lebih lama dan pada
umumnya perusahaan menolak.
Whole vs part learning. Pembelajaran menyeluruh atau parsial bergantung pada
apakah tugas (pekejaan) itu dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau tidak.
Menurut james Naylor meskipun tugas dapat dipisah-pisah, namun lebih baik
menggunakan metode holistik jika:
Tingkat intelegensi trainee tinggi
Materi pelatihan merupakan tugas penting dalam organisasi namun kompliksitas
rendah
Praktik lebih baik dijeda daripada diteruskan.