Anda di halaman 1dari 29

SIMBOL MITOLOGIS PESUGIHAN DALAM NOVEL “BANK GAIB”

KISAH TANAH JAWA

SKRIPSI

OLEH:

THERESIA SANTI DIAN IRAWATI

218.01.07.1.083

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JULI 2022
SIMBOL MITOLOGIS PESUGIHAN DALAM NOVEL “BANK GAIB”
KISAH TANAH JAWA

SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Malang
Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

OLEH:
THERESIA SANTI DIAN IRAWATI
218.01.07.1.083

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JULI 2022

ii
iii
ABSTRAK
Santi, Theresia. 2022. Simbol Mitologis Pesugihan dalam Novel “Bank Gaib”
Kisah Tanah Jawa, Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam
Malang, Pembimbing I: Dr. Moh. Badrih, M.Pd., Pembimbing II:
PrayitnoTri Laksono, M.Pd.

Kata Kunci : Simbol Mitologis, Pesugihan

Karya sastra sebagai cerminan kehidupan, mencerminkan berbagai


permasalahan kehidupan yang dialami manusia. Salah satunya adalah tentang
perekonomian yang menjadi aspek penting dari kehidupan. Novel berjudul Bank
Gaib karya tim penulis Kisah Tanah Jawa, menyajikan fakta bahwa harta atau
materi duniawi sering menjadi tolak ukur bagi banyak manusia sehingga ada yang
tak mengenal lelah mengejarnya bahkan sampai melibatkan mereka yang tak kasat
mata. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan simbol mitologis pesugihan
yang dapat dilihat dari perilaku tokoh utama dalam novel dan makna simbol
mitologis pesugihan secara konseptual─konseptual.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan new
criticism dengan jenis penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah
novel Bank Gaib karya tim penulis Kisah Tanah Jawa. Data yang didapatkan dari
penelitian ini berupa narasi yang disampaikan di dalam setiap bab, percakapan
yang dilakukan antar tokoh, serta terdapat beberapa gambar ilustrasi yang
merepresentasikan simbol mitologis dalam pesugihan. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini melalui lima tahap, yakni reduksi data, analisis
data, interpretasi data, keabsahan data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian pada fokus pertama terdapat simbol perilaku manusia yang
bekerjasama dengan makhluk gaib, simbol perilaku berupa tapa lelaku, syarat dan
prosesi yang harus dilakukan pelaku pesugihan, simbol perilaku pembacaan
mantra yang dilakukan dukun, perilaku tokoh Bapak yang memercayai tempat-
tempat keramat, persyaratan berupa kamar kosong sebagai sarana ritual
pesugihan. Kedua, terdapat makna dari simbol mitologis pesugihan, antara lain
simbol yang menyampaikan godaan yang dialami pertapa berasal dari jin/siluman,
simbol dalam kalimat narasi yang menjelaskan bahwa jin/siluman berkaitan erat
sebagai simbol pesugihan, simbol kehadiran dukun dalam konteks pesugihan, asal
muasal uang sebagai hasil dari pesugihan bank gaib, keberadaan tempat pesugihan
Bank Gaib pohon randu putih sebagai simbol pesugihan.
Simpulan dalam penelitian ini terdapat kalimat narasi, dialog antar tokoh,
maupun gambar ilustrasi yang menjelaskan mengenai simbol mitologis pesugihan
dan terdapat beberapa mitos yang dipercaya orang Jawa. simbol mitologis tersebut
disampaikan secara tersurat maupun tersirat oleh pengarang. Bahasa yang
digunakan juga lugas sehingga tidak dengan mudah dapat dipahami oleh
pembaca. hanya saja terdapat beberapa istilah dalam bahasa Jawa yang belum
tentu semua orang mengetahuinya, namun pengarang sudah memberikan catatan
kaki untuk mengartikan istilah tersebut.

xii
1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan tentang pendahuluan penelitian guna

mengorientasikan pada wawasan umum arah penelitian dilakukan. Penelitian ini

menjelaskan tetang (1) konteks penelitian, (2) fokus penelitian, (3) tujuan

penelitian, (4) manfaat penelitian.

1.1 Konteks Penelitian

Karya sastra merupakan hasil dan bentuk dari pekerjaan seni dengan objek

manusia yang melibatkan permasalahan kehidupan, dan bahasa yang digunakan

sebagai medianya. Hal tersebut juga disampaikan oleh (Esten Mursal, 1990:8)

bahwa dalam penciptaan karya sastra mengungkapkan masalah manusia dan

kemanusiaan, tentang makna hidup dan kehidupan. Didalamnya melukiskan

penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang, kebencian, nafsu, dan

berbagai hal yang dialami oleh manusia. Dari pernyataan tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa karya sastra tidak hanya bersifat menghibur bagi pembacanya,

namun juga dapat membuat pembaca ikut merasakan masalah kehidupan yang

belum atau tidak pernah dialami sebelumnya.

Ada banyak permasalahan yang dapat dibahas dalam suatu karya sastra

khususnya tentang permasalahan kehidupan manusia. Salah satunya disampaikan

oleh (Wellek Warren, 1977:98) bahwa sastra mempunyai fungsi sosial atau

manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Jadi, permasalahan dalam studi

1
2

sastra merupakan gambaran masalah sosial seperti masalah tradisi,

konvensi, norma, jenis sastra (genre), simbol, dan mitos. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa permasalahan yang muncul dalam karya sastra ialah

gambaran dari segala bentuk kegiatan manusia. Pengarang dalam hal ini mencoba

mengangkat segala bentuk permasalahan sosial tersebut yang didapat dari

lingkungan sekitar pengarang, untuk selanjutnya dituliskan menggunakan kalimat

yang penuh makna.

Tidak hanya sebagai hasil imajinatif pengarang, karya sastra juga memiliki

fungsi bagi pembaca. Antara lain yaitu sebagai fungsi hiburan dan menambah

pespektif baru bagi manusia dalam menyikapi suatu permasalahan kehidupan. Hal

tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh (Nurgiyantoro, 1998:15) Bahwa

karya sastra merupakan hasil karya manusia yang bersifat imajinatif. Meski

bersifat imajinatif, karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai bahan bacaan yang

menyenangkan namun juga sarat dengan nilai-nilai dan budaya yang berguna

menambah kekayaan batin bagi permasalahan manusia, kemanusiaan, dan

kehidupan.

Tentu terdapat banyak hal dari permasalahan kehidupan yang dialami oleh

manusia yang terdapat dalam karya sastra, salah satu yang bisa diambil sebagai

contoh adalah tentang perekonomian yang menjadi salah satu aspek penopang

keberlangsungan hidup manusia. Uang menjadi salah satu hal yang dapat

memberi pengaruh baik bagi kehidupan manusia. Namun, untuk mendapatkan hal

2
3

tersebut harus diimbangi dengan sifat kerja keras dan tidak mudah putus asa

dalam bekerja. Ketika seseorang memiliki sifat tersebut, tidak heran dan menjadi

sangat lumrah jika ia bisa mencapai taraf perekonomian yang tinggi atau menjadi

kaya. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri, bahwa diluar sana juga ada manusia

yang ingin menjadi kaya tanpa bekerja keras seperti manusia pada contoh

sebelumnya.

Istilah Manusia bisa bersahabat tetapi uang tidak mungkin tidak asing

lagi bagi kita. Istilah tersebut muncul karena uang dapat memberikan dampak bagi

seseorang di dalam kelompok yang dikenalnya. Di era ini, uang ibarat dua sisi

mata uang. Di satu sisi, uang dapat menjadi sumber „kekuatan‟ bagi seseorang

namun di sisi lain juga dapat menjadi sumber „ketidakberdayaan‟ dan

„penderitaan‟. Dukhein juga sependapat dengan Hart “We worship society and

call it God, then money is the God of capitalist society”. Seseorang bisa

melakukan atau mendapatkan banyak hal, meski tidak segalanya menggunakan

uang.

Dari permasalahan antara hubungan manusia dengan uang, sebuah novel

berjudul Bank Gaib karya tim penulis Kisah Tanah Jawa, menyajikan fakta bahwa

harta atau materi duniawi sering menjadi tolak ukur bagi banyak manusia

sehingga ada yang tak mengenal lelah mengejarnya bahkan sampai melibatkan

mereka yang tak kasat mata. Salah satunya seorang Bapak yang putus asa dan

gelap mata. Diam-diam dia melakukan ritual pesugihan dan menjadikan dua anak

kandungnya sebagai tumbal. Lewat novel Kisah Tanah Jawa: Bank Gaib, kita

akan menemukan sebuah fenomena bank gaib. Pohon randu putih dan seorang
4

anak dari bapak yang diceritakan di atas. Seorang anak yang bersedia membuka

aib keluarganya, dia sekarang tinggal menyendiri di tempat yang jauh sambil terus

berharap perjanjian pesugihan menjauh dari kehidupannya.

Berdasarkan sinopsis novel Bank Gaib tersebut, dapat kita pahami bahwa

lapangan pekerjaan yang semakin sempit, dan peluang usaha yang semakin sulit

membuat banyak masyarakat bingung untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dilansir

dari website databoks.katadata.co.id Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat,

kemiskinan di Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa hingga Maret 2021.

Sebanyak 14,8 juta penduduk miskin menghuni Jawa yang jumlahnya setara

dengan 53,6% dari totalnya secara nasional. Salah satu yang menjadi faktor saat

ini karena adanya pandemi Covid -19. Dilihat dari data tersebut menunjukkan

bahwa sebagian penduduk miskin masih berada di pulau Jawa yang dikenal

sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nyatanya belum sepadan dengan julukan

tersebut.

Pada situasi sulit seperti sekarang, ketika keinginan untuk memiliki

perekonomian yang lebih baik atau bahkan menjadi kaya tidak didukung oleh

keadaan ekonomi masyarakat yang semakin susah. Alih-alih cepat kaya, nyatanya

masyarakat banyak yang tercekik keadaannya secara ekonomi. Hal inilah yang

terkadang membuat seseorang tidak lagi dapat bepikir jernih, segala macam cara

akhirnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Dari cara yang

rasional seperti dengan bekerja keras, sampai dengan cara yang paling tidak

rasional, misalnya dengan melakukan ritual pesugihan seperti permasalahan yang

diangkat dalam novel Bank Gaib.


5

Banyak dari manusia yang menginginkan kehidupannya menjadi lebih

baik dengan bekerja keras, tetapi tidak sedikit pula yang memilih menggunakan

cara instan untuk mencapai taraf kehidupan yang berkecukupan dalam hal materi.

Misalnya dengan menjalani ritual pesugihan, menurut kumparan.com dan Youtube

pesugihan adalah suatu cara untuk memperoleh kekayaan secara instan tanpa

harus bekerja keras layaknya orang bekerja pada umumnya. Dalam prosesnya

pesugihan adalah bentuk kerjasama perjanjian antara manusia sebagai pelaku

pesugihan dengan makhluk metafisika seperti jin atau siluman.

Secara etimologis, istilah metafisika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ta

meta ta physica”. Perkataan tersebut terdiri atas dua kata pokok, yakni “meta”

yang berarti “sesudah” dan “physikos” yang berarti “bersangkutan dengan alam”,

atau “physis” yang berarti “alam”. Berdasarkan bentukan dua kata tersebut,

metafisika bisa diartikan sebagai “sesudah fisika” atau “di belakang realitas fisik”

(Ali Mudhofir, 1996:4). Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

beberapa manusia ternyata berupaya untuk mengolah berbagai kemungkinan yang

ada demi memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu pesugihan memperlihatkan

cara manusia untuk mencari uang dengan mengaktifkan bermacam-macam relasi

dan fungsi yang bahkan bersifat invisible (tidak terlihat).

Bagi beberapa orang yang memiliki pemikiran realistis mungkin akan sulit

mempercayai hal berbau mitos yang diangkat dalam sebuah karya sastra. Karena

orang-orang dengan pemikiran realistis lebih mengutamakan cara berpikir logis,

memiliki prinsip untuk rencana hidup ke depannya, serta mereka tidak akan
6

memaksakan suatu keadaan menjadi sesuai dengan standar idealisnya, melainkan

memilih untuk mengetahui batasan kemampuan tujuan itu akan tercapai.

Sebagai contoh, jika ingin menjadi kaya tentu kita harus bekerja keras

dengan segala konsekuensi yang mungkin akan terjadi. Misalnya menjadi sakit

karena kurangnya waktu beristirahat, tidak bisa mengunjungi sanak saudara di

hari-hari besar karena harus menyelesaikan pekerjaan dan lain sebagainya. Dari

contoh tersebut, nyatanya masih ada beberapa orang yang mempercayai kekuatan

selain Allah SWT seperti yang diperankan oleh tokoh Bapak dalam novel Bank

Gaib.

Mitos merupakan cerita anonim yang berakar dan diturunkan dari zaman

ke zaman. Sementara itu (Barthes, 2004:152) menyatakan bahwa mitos ialah tipe

wicara, segala sesuatu dapat menjadi mitos jika disajikan oleh wacana. Dalam hal

ini karya sastra bukan tergolong menjadi mitos, namun didalam karya sastra bisa

saja menceritakan tentang sebuah mitos. Hal tersebut sejalan dengan pendapat,

(Sikana, 2008:140) mengartikan mitologi adalah himpunan cerita yang

mengisahkan asal usul, spekulasi kejadian alam, penciptaan cakrawala, magik,

kisah fantasi, kisah heroisme, tragedisme, aspek kepercayaan yang meliputi adat

istiadat, agama, pantangan dan larangan, amalan budaya, dan corak penganut

spiritual. Hal-hal yang telah disebutkan tadi dapat kita temukan didalam karya

sastra.

Menurut (Van Peursen,1976:18) terdapat tiga tahap perkembangan

masyarakat, yakni tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap fungsional. Pada
7

masing-masing tahap, manusia menunjukkan kapasitas dan cara untuk

mempertahankan hidup baik secara personal maupun komunal. Pada tahap

pertama, manusia dikelilingi oleh berbagai kekuatan gaib yang ada di alam

semesta dan sekitarnya. Artinya, segala sesuatu dihubungkan dengan dunia gaib

(supernatural). Pada tahap ontologis, manusia tidak lagi terkepung oleh kekuatan

mitis, tetapi secara sadar terinspirasi untuk mengetahui berbagai hal dengan

mengambil jarak terhadap segala sesuatu supaya bisa mengenal dan

menganalisanya. Sedangkan pada tahap fungsional ditandai oleh relasi baru antara

satu dengan yang lainnya; tipikal masyarakat modern.

Dilihat secara etimologis, pesugihan merupakan sarana yang dapat

menyebabkan seseorang menjadi kaya, dapat berupa jimat dan sejenisnya (Tim

Balai Bahasa Yogyakarta, 2011: 683). Sementara itu (Pemberton, 2003:12)

menjelaskan, pesugihan merupakan kegiatan ngelmu yang khas di tempat-tempat

tertentu, kegiatan tersebut menjadi suatu sarana esoterik untuk menjadi kaya.

Tempat-tempat tertentu itu memberikan ruang untuk berhubungan dengan

makhluk gaib tertentu yang mampu berubah menjadi binatang. Makhluk itu

dipercaya dapat menjamin bagi manusia yang telah mengikat kontrak dengan

mereka akan memperoleh imbalan kekayaan. Namun hakikatnya dengan

perjanjian yang dilakukan, maka orang tersebut rela menggadaikan jiwanya.

Didalam novel Bank Gaib ini terdapat beberapa simbol-simbol mitologis

yang merepresentasikan perilaku pesugihan yang dilakukan oleh tokoh Bapak.

Simbol secara etimologis diserap dari kata symbol dalam bahasa Inggris yang

berakar pada kata symbolicum dalam bahasa Latin. Sementara dalam bahasa
8

Yunani kata symbolon dan symballo, yang juga menjadi akar kata symbol,

memiliki beberapa makna generik, yakni “memberi kesan”, “berarti”, dan

“menarik”. Menurut (Dillistone, 2002:21) Simbol adalah gambaran dari sebuah

objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan.

Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek, satu sama lain, dan dengan subjek.

Dari penjelasan tersebut nantinya pada penelitian ini akan memperlihatkan simbol

dalam novel Bank Gaib yang berupa kata, tanda, atau isyarat, yang digunakan

untuk mewakili sesuatu yang lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan, dan

objek sebagai bentuk representasi dari perilaku pesugihan.

Kisah Tanah Jawa adalah sebuah tim yang melakukan ivestigasi sejarah,

mitos dan kisah-kisah mistis yang ada di tanah Jawa. Berawal dari produksi yang

sederhana Kisah Tanah Jawa saat ini berkembang menjadi salah satu konten

kreator terpopuler mengusung segmen misteri di Indonesia dengan jumlah

subscriber mencapai 2,02 juta di kanal Youtube milik mereka. Tim Kisah Tanah

Jawa mengawali karir mereka pada tahun 2018 di Yogyakarta, dengan

beranggotakan Dienan Silmy, Bonaventura Genta, Om Hao, Mada Zidan,

Videografer Monggo, dan Sketsa Day. Saat ini total tim KTJ berjumlah 11 orang

dan mengalami perubahan posisi di berbagai divisi. Tidak hanya sebagai konten

kreator, tim Kisah Tanah Jawa juga mengaplikasikan kegemarannya terhadap

sejarah dan juga kisah-kisah mistis di pulau Jawa dengan menuangkannya

kedalam tulisan dan menerbitkannya dalam bentuk buku yang terbagi menjadi dua

seri. Buku seri pertama berjudul Kisah Tanah Jawa dan Jagat Lelembut.
9

Kemudian buku seri kedua berjudul Pocong Gundul, Bank Gaib, dan Unit Gaib

Darurat.

Menurut (Ratna Nyoman, 2003:323) secara historis, pengarang bersifat

aktual dan hanya satu. Oleh karena itu kehadirannya dapat mati atau dimatikan.

Berbeda dengan kehadiran pembaca yang bersifat fiksional, kehadirannya tidak

akan pernah mati melainkan akan digantikan dengan pembaca lain. Kehadiran

pembaca baru akan lebih mutakhir dari pembaca terdahulu, roh dan reinkarnasi

karya sastra sepenuhnya ada dalam pembaca. Melalui pandangan tersebut dapat

dipastikan bahwa pembaca dapat memiliki suatu kesan yang berbeda meski

membaca satu teks yang sama, dari situlah peranan pembaca terhadap karya sastra

menjadi menarik jika dikaji lebih jauh.

Pembaca memiliki peranan penting karena dengan beragam latar belakang

yang dimilikinya akan menghasilkan sebuah bacaan yang berbeda pula. Kondisi

tekstual sebuah karya sastra akan memiliki kaitan dengan penerimaan pembaca.

Masing-masing pembaca akan mendapatkan manfaat yang berbeda-beda meski

membaca bacaan yang sama. Penelitian ini bertujuan mengkaji karya sastra

dengan pendekatan new criticism/kritik sastra baru, dengan melibatkan peneliti

sebagai pembaca.

Beberapa penelitian mengenai novel bergenre horror yang ditemukan

peneliti lebih berfokus pada beragam jenis kajian, seperti antropologi sastra,

kajian teks-konteks sastra, dan kajian strukturalisme karya sastra. Penelitian

dalam kajian tersebut membahas kejadian yang berkaitan dengan metafisika


10

secara umum. Penelitian yang membahas kajian kritik sastra dengan fokus

menganalisis novel bergenre horor dan menyoroti satu fenomena yakni pesugihan,

masih jarang ditemukan. Seperti penelitian milik Mashuri yang berjudul Cerita-

Cerita Pesugihan di Jawa: Pola Kekerabatan Sastra dan Paradoks Teks-Konteks.

Penelitian ini mengkaji tentang pola kekerabatan cerita-cerita pesugihan yang

menyebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Hasilnya, dari

rekonstruksi sembilan cerita pesugihan di Jawa dengan topografi wilayah berbeda,

ditemukan empat tipe-motif yang menjadi penanda kekerabatan, berdasarkan

benda (pohon), tabu/larangan (pernikahan terlarang), hewan yang luar biasa (kera

jadi-jadian), dan tipe orang tertentu (perempuan sakti atau sakit hati).

Dari penelitian tersebut perbedaan yang terdapat pada penelitian milik

penulis dengan penelitian terdahulu yakni penelitian ini lebih berfokus pada satu

tempat berdasarkan benda ekologis yakni pohon yang dipercaya sebagai tempat

pesugihan, namun jika dilihat dengan mata batin pohon ini hakikatnya seperti

bank pada dunia nyata. Melalui laman Hot.detik.com tim Kisah Tanah Jawa ketika

menuliskan buku Bank Gaib ini harus melakukan ekspedisi ke tempat tersebut

secara langsung, dan harus melakukan penyamaran untuk dapat bertemu dengan

juru kunci pohon randu putih tersebut demi mendapatkan informasi yang valid

mengenai fenomena pesugihan yang dilakukan di pohon tersebut.

1.2 Fokus Penelitian

Penelitian tentu harus memiliki arah atau tujuan yang jelas dalam

permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini mengacu pada (1) Peneliti akan
11

membahas bagaimana bentuk simbol mitologis pesugihan dalam novel Bank

Gaib. (2) peneliti akan mengungkap makna simbol pesugihan Bank Gaib secara

konseptual─kontekstual. Dari fokus penelitian tersebut, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk simbol mitologis meliputi sikap dan perilaku tokoh

dalam novel Bank Gaib?

2. Bagaimanakah makna simbol pesugihan Bank Gaib secara

konseptual─kontekstual?

1.3 Tujuan Pengembangan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui simbol mitologis pesugihan

dalam novel Bank Gaib Karya Kisah Tanah Jawa dengan menggunakan

pendekatan new criticism. Namun, lebih khusus tujuan penelitian dapat

dijelaskan sebagai berikut.

1. Untuk memahami hasil analisis simbol mitologis pesugihan dalam

novel Bank Gaib.

2. Untuk memahami makna simbol pesugihan Bank Gaib secara

konseptual─kontekstual.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan

atau referensi penelitian dalam bidang keilmuan, khususnya sastra. Dalam


12

penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana hasil analisis terhadap simbol-

simbol mitologis pesugihan yang terdapat dalam novel Bank Gaib.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Pembaca:

Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai perlunya

persepsi pembaca untuk menilai kehadiran karya sastra dengan

mengunakan pendekatan new criticism. Melalui pendekatan ini nantinya

akan didapatkan data yang sesusai dengan fokus penelitian.

2) Bagi Peneliti Berikutnya:

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan, sumber

informasi, dan bahan referensi penelitian untuk membantu dalam penelitian

yang serupa.

3) Bagi Akademisi:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

guru bahasa dan sastra Indonesia dalam menganalisis karya sastra, terlebih

dalam mengksplorasi nilai-nilai kehidupan, moral, sosial budaya dalam novel.

Seperti yang terdapat pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI KD 3.7

Menganalisis nilai-nilai (budaya, sosial, moral, agama, dan pendidikan dalam

novel.

4) Bagi Penulis:
13

Penulis memperoleh manfaat yang besar dari penelitian ini dengan bentuk

pengalaman, pertanggungjawaban, membuka sudut pandang baru sehingga

dapat berguna di kemudian hari.

5) Bagi Sastrawan:

Penelitian novel Bank Gaib karya Kisah Tanah Jawa ini diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penulis selanjutnya untuk

dapat mengupas fenomena lain selain pesugihan, karena diharapkan

melalui karya sastra lah pembaca dapat tergugah batinnya dalam

memaknai kehidupan.

1.5 Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran pada judul penelitian ini, maka

perlu diberi batasan-batasan istilah agar penelitian dapat fokus pada beberapa hal

berikut.

1) Persepsi

Persepsi adalah pemberian tanggapan berupa sikap, pendapat,

tingkah laku yang diberikan oleh individu dengan faktor-faktor penentu baik

dari dalam atau luar dirinya. Sehingga individu tersebut menjadi sadar

terhadap segala sesuatu yang berada pada objek atau lingkungan sekitarnya.

2) Simbol

Simbol ialah sesuatu yang biasanya dapat berupa kata, tanda, atau

isyarat yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain seperti gagasan, arti
14

dan objek. Dibalik simbol terdapat makna yang saling berkaitan dan perlu

diungkapkan berdasarkan pemahaman masing-masing individu.

3) Mitologis

Mitologis merupakan cerita yang diteruskan secara turun temurun serta

dianggap suci atau sakral bagi mereka yang memiliki cerita. Mitologis dapat

berisi simbol-simbol yang seragam pada masyarakat, baik secara lintas

wilayah atau lintas kelas.

4) Pesugihan

Pesugihan merupakan suatu kegiatan memperkaya diri sendiri yang

dilakukan oleh manusia dengan menggunakan perjanjian yang dilakukan

melalui jin/siluman, di tempat yang dipercaya dapat memberikan sejumlah

uang. Untuk mendapatkan sejumlah uang tersebut, pelaku pesugihan harus

melakukan beberapa rangkaian ritual atau lelaku terlebih dahulu


15
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis pembahasan mengenai persepsi simbol

mitologis pesugihan pada novel Bank Gaib karya tim penulis Kisah Tanah Jawa

yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh simpulan sebagai berikut:

Simbol mitologis pesugihan yang pertama dapat dilihat dari perilaku yang

ditampilkan oleh tokoh utama dalam cerita, namun sebelum memasuki jalan

utama cerita yang menceritakan perilaku tokoh Bapak, pada bagian awal novel ini

akan memberikan gambaran secara umum mengenai fenomena pesugihan, bahkan

ketika nama ‘pesugihan’ belum dikenal seperti sekarang. Simbol mitologis

perilaku pesugihan pada fokus pertama ini terdiri dari beberapa aspek, antara lain:

Pertama, perilaku yang mendasari manusia melakukan pesugihan, pada aspek ini

ditemukan simbol perilaku pesugihan dalam bentuk kalimat yang menunjukkan

adanya bentuk kerjasama antara jin/siluman dengan manusia. Kemudian juga

terdapat faktor psikologis, tekanan ekonomi, dan lingkungan sekitar sebagai

penyebab manusia mempercayai hal yang bersifat irasional. Kedua, perilaku yang

diduga pesugihan pada zaman nenek moyang terdahulu. Pada aspek ini ditemukan

data yang membahas simbol perilaku pesugihan disampaikan dalam bentuk

kalimat narasi, yakni percaya pada benda dan roh gaib (animisme dinamisme),

sudah ada sejak zaman manusia purba. Ketiga, simbol perilaku masyarakat Jawa

dalam melakukan tapa lelaku, pada aspek ini ditemukan bahwa masyarakat Jawa

142
143

pada zaman dahulu sering melakukan lelaku untuk berbagai tujuan dan

keinginan. Pada aspek ini juga ditemukan teori pendukung yang membahas lelaku

dalam pandangan orang Jawa. Keempat, syarat dan prosesi untuk penunggu

pohon. pada aspek ini ditemukan simbol syarat dan prosesi melalui kalimat narasi

bahwa pelaku pesugihan tidak cukup hanya datang sekali saja untuk mendapat

keinginannya karena jin/siluman tidak akan memberikan syarat dan prosesi

semudah itu. Kelima, gangguan yang dialami pelaku pesugihan. Pada aspek ini

ditemukan data yang menjelaskan gangguan yang berasal dari penunggu pohon

randu putih, jin tersebut mengganggu keluarga Bapak sekaligus hal ini merupakan

akibat dari perilaku pesugihan yang dijalani Bapak. Keenam, ritual sebagai simbol

pesugihan yang dilakukan dukun/juru kunci pohon randu putih. Pada bagian ini

ditemukan data yang menggambarkan perilaku dukun/juru kunci ketika

melakukan ritual dengan menyerahkan sesajen di depan pohon kemudian duduk

dan merapalkan mantra dengan bahasa Jawa kuno. Ketujuh, perilaku tokoh Bapak

yang mempercayai tempat keramat. Pada aspek ini ditemukan data yang

menceritakan perilaku Bapak sering kedapatan tidur di kuburan yang katanya

mampu memberikan wangsit. Kedelapan, persyaratan setelah prosesi pesugihan

‘diterima’. Pada aspek ini dukun/juru kunci memerintahkan Bapak untuk

menyiapkan sebuah kamar kosong khusus untuk ritual komunikasi antara Bapak

dan Jin penunggu pohon. Kesembilan, kedatangan seekor ular yang meminta

tumbal pesugihan. Aspek ini sekaligus sebagai penutup dalam fokus pertama,

perilaku pesugihan yang dijalani Bapak mengakibatkan kedua anaknya meninggal

dunia karena digigit ular. Sesuai dengan perjanjian pesugihan ini, yakni pitik putih
144

mulus sak pranak. Yang memiliki arti meminta tumbal nyawa satu keluarga

sebagai salah satu simbol pesugihan.

Selanjutnya pada fokus kedua, yakni makna simbol pesugihan Bank Gaib

secara konseptual-kontekstual. Pada bagian ini terdapat beberapa aspek yang

menjelaskan simbol pesugihan yang terdapat dalam novel Bank Gaib. Aspek

tersebut antara lain: Pertama, godaan dalam lelaku dapat berupa godaan yang

datang dari bangsa jin/siluman. Mereka dengan sengaja akan menawarkan godaan

dunia, seperti kekayaan, kenaikan pangkat/jabatan dan sebagainya. Kedua,

keterkaitan jin/siluman dalam pesugihan. Pada aspek ini ditemukan data yang

menjelaskan jin/siluman berkaitan erat dengan pesugihan, jika pertapa tidak

memiliki keteguhan hati maka ia akan berbalik arah dan melakukan negosiasi

dengan bangsa jin. Ketiga, kehadiran dukun/juru kunci dalam konteks pesugihan.

Pada aspek ini terdapat data yang menjelaskan definisi kehadiran dukun/juru

kunci di luar konteks pesugihan dan kehadiran dukun di dalam konteks pesugihan.

Keempat, aspek asal muasal uang hasil pesugihan. Pada aspek ini ditemukan

narasi yang bercerita tentang uang hasil dari pesugihan merupakan uang asli dan

bukan ilusi. Uang tersebut didapatkan dari pencurian gaib yang dilakukan oleh

bangsa jin/siluman. Kelima, keberadaan tempat pesugihan. Pada aspek ini simbol

pesugihan ditemukan narasi yang menceritakan tempat pesugihan biasanya

terdapat di gunung, hutan, dan tempat yang jauh dari kehidupan manusia.

Kemudian juga terdapat kalimat narasi yang mendeskripsikan lokasi pesugihan

Bank Gaib pohon randu putih, yang letaknya berada di tengah kota di Jawa

Tengah. Keenam, yakni sesajen dalam konteks pesugihan. Dalam aspek ini
145

ditemukan narasi dan gambar ilustrasi yang menunjukkan fungsi sesajen secara

umum, dan fungsi sesajen dalam konteks pesugihan. Kemudian juga terdapat

ilustrasi yang menggambarkan bermacam-macam isi sesajen. Ketujuh, aspek

mitos waktu yang dipercaya orang Jawa. pada aspek ini ditemukan narasi dalam

novel yang membahas mengenai mitos waktu magrib/surup dipercaya memiliki

kekuatan energi astral yang luar biasa sehingga pelaku ritual pesugihan dapat

melakukan komunikasi dengan mereka.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, saran

yang dapat diberikan adalah sebagai berikut ini.

a. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini hanya terbatas pada persepsi simbol

mitologis pesugihan pada novel Bank Gaib karya tim penulis Kisah Tanah

Jawa. dengan berfokus pada simbol mitologis sikap dan perilaku tokoh utama

dalam novel Bank Gaib, kemudian makna simbol pesugihan Bank Gaib secara

konseptual-kontekstual. Maka dari itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya

agar dapat mengkaji lebih dalam mengenai mitos-mitos lain yang ada di

Indonesia. Sehingga hasil penelitian yang membahas mitos akan lebih beragam

dan lebih baik.

b. Bagi bidang pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan ajar untuk siswa maupun mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia.

Dengan pokok pembahasan persepsi simbol mitologis pesugihan dalam novel

Bank Gaib. Penelitian ini juga dapat dikaitkan dengan pembelajaran bahasa
146

Indonesia kelas XI KD 3.7 Menganalisis nilai-nilai (budaya, sosial, moral,

agama, dan pendidikan dalam novel.

c. Bagi penikmat karya sastra, peneliti berharap pada penelitian ini dapat

memberikan informasi mengenai simbol-simbol perilaku yang dilakukan oleh

pelaku pesugihan. Kemudian terdapat beberapa hal yang identik dengan simbol

mitos pesugihan yang selama ini sudah sering didengar oleh masyarakat di

Indonesia, khususnya Pulau Jawa.


DAFTAR PUSTAKA

@Kisah Tanah Jawa. 2019. Bank Gaib. Jakarta: Gagas Media

Aart Van Zoest. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya Dan Apa Yang

Kita lakukan dengannya. Jakarta: YayasanSumberAgung

Abrams, M.H. 1981. Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta: Hanindita

Amir Piliang, Yasraf. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studie Atas Matinya

Makna. Yogyakarta : Jalasutra

Anam. 2011. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Danesi, Marcel (2012). Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra

Esten, Mursal. 1992. Tradisi dan Modernitas Dalam Sandiwara. Jakarta:

Intermasa.

Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Geertz, Hildred.1983. Keluarga Jawa, terj. Hersri .Jakarta: Graffiti Pers

Hall, Stuart (Ed.). 1997. Representation: Cultural Representations dan Signifying

Practices, London: Sage Publications

Hall, Stuart. 2003. The work of representation: ”Representation: Cultural

Representations and Signifying Practices (Culture, Media and Identities series).

Ed Stuart Hall Sage publication.

147
148

Hasan, Ridwan. (2012). Kepercayaan Animisme dan Dinamisme dalam


Masyarakat Islam Aceh. MIQOT: Vol. XXXVI (2). 283

K. Anam, Prasto Wardoyo, Anang. 2009. Gunung Kawi: Fakta dan Mitos.

Surabaya: Lingua Kata

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta : PN. Balai Pustaka

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Djambata

Koentjaraningrat. 1999.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Koentjaraningrat.1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya

Masinambow, E.K.M & Paul Haenen. 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa

Daerah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Muhamad Hidayanto dan Yonatan H. Lopo. Potret poltik dan ekonomi lokal di

indonesia. Reposi representasi menuju perlembagaan proses demokrasi. Hlm.

114-115

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press

Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

Pamungkas, Ragil. 2006. Lelaku dan Tirakat: Cara Orang Jawa Menggapai

Kesempurnaan Hidup. Yogyakarta:Narasi


149

Pradopo, Rachmad Djoko. 1995. Beberapa teori Sastra, Metode Kritik dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Pradopo, Rahchmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra (Dari

Strukturalisme Hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana Naratif).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotic Of Poetry. London: Indiana Of University

Perss

Roibin. 2007. Agama dan Mitos: Dari Imajinasi Kreatif Menuju Realitas Dinamis.

El-Harakah Jurnal Budaya Islam. Vol 9 (3)

Saini K.M dan Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung:

Alumni

Satoto, Soediro. 1991. Metode Penelitian Sastra (Buku Pegangan Kuliah).

Surakarta: UNS Press

Simon, Fransiskus. 2006. Kebudayaan dan Waktu Senggang. Yogyakarta:

Jalasutra
150

Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Suroto. (1989). Apresiasi sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan.2011.Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa.Bandung: Angkasa Bandung

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Bandung

Tedjowono, H. Imaji dan Imajinasi: Suatu Telaah Filsafat Postmodern.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001

Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor : Penerbit

GhaliaIndonesia

Wahidah, Yulia Kurnia Baiq. 2019. Mitologi Putri Mandalika Pada Masyarakat

Sasak Terkait Dengan Bau Nyale Pada Pesta Rakyat Sebagai Kearifan Lokal

Tinjauan Etnolinguistik Tahun 2018. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala. Vol 4

(5): 1-9
151

Winarni, Rina Wahyu. 2009. Representasi Kecantikan Perempuan dalam Iklan.

Jakarta: Jurnal Deiksis Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas

Indraprasta PGRI.

Zoest, Aart Van.1996. Serba-serbi Semiotik. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka

Utama

Anda mungkin juga menyukai