Anda di halaman 1dari 18

PERAWATAN DAN PENGOBATAN TRADISIONAL

BERBAGAI ETNIS PADA BAYI DAN BALITA


Mata Kuliah : Etnomedika Kebidanan

Dosen : Dr. dr. Andi Julia Rifiana., M.Kes

Disusun Oleh :
Apriliasari 225401446079
Indah Elisabet. S 225401446073
Susi Asmi Manulang 225401446075

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur pada Tuhan yang Maha Esa atas berkat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas kelompok ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Etnomedika Kebidanan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan,
dan bimbingan para dosen, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
dapat teratasi. Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Perawatan dan Pengobatan Tradisional Etnis Sunda Pada Bayi dan Balita”,
yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita. Tugas ini dibuat oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya tugas ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengajar, penulis meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan tugas di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Bogor, 22 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang
..............................................................................................................................
1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II ISI...........................................................................................................4

A. Perawatan dan Pengobatan Tradisional.........................................................4


B. Perawatan Tradisional di Berbagai Etnis Pada Bayi dan Balita.....................6
C. Pengobatan Tradisional di Berbagai Etnis Pada Bayi dan Balita...................9
BAB III PENUTUP
..............................................................................................................................
14

A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................................................................
15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai
keanekaragaman suku bangsa dan budaya terbesar didunia. Indonesia juga
menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai
negara megabiodiversity. Karena memiliki kawasan hutan tropika basah
dengan tingkat keanekaragaman hayati tergolong tinggi di dunia. (Triyono,
2013). Keanekaragaman suku ini menyebabkan perbedaan budaya dan
pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan baik dalam bidang
ekonomi, spiritual, nilai-nilai budaya, nilai kesehatan, kecantikan bahkan
pengobatan penyakit (Prananingrum, 2007).
Indonesia memiliki tumbuhan yang melimpah yang terdiri dari
kurang lebih 2039 species tumbuhan yang digunakan sebagai obat
tradisional yang berasal dari hutan Indonesia. Budaya pengobatan
tradisional termasuk penggunaan tumbuhan obat sejak dulu dan
dilestarikan secara turun-temurun. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan
ramuan obat tradisional oleh sebagian besar masyarakat adalah salah satu
tradisi dan kepercayaan yang sudah dilakukan secara turun temurun.
Tradisi pemanfaatan tersebut sebagian sudah di buktikan kebenarannya
secara ilmiah, namun masih banyak pemanfaatan yang sifatnya tradisional
belum diungkapkan (Wardah dan Setyowati 2007). Setiap ekosistem hutan
di Indonesia menjadi pusat keanekaragaman tumbuhan obat, terbentuk
secara evolusi dengan waktu yang cukup panjang, termasuk hasil interaksi
dengan sosiobudaya masyarakat lokalnya (Zuhud, 2008).
Kesadaran akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati
sangat diperlukan, tidak saja untuk kepentingan bangsa Indonesia
melainkan juga untuk kepentingan masyarakat dunia secara keseluruhan
dan diarahkan untuk kepentingan jangka panjang. Pengelolaan sumber
daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan

1
sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak
buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sumber
daya alam yang baik agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu
sendiri.
Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sistem budaya
masyarakat yang potensi manfaatnya sangat besar dalam pembangunan
kesehatan masyarakat. Pemanfaatan obat tradisional untuk pengobatan
sendiri (self care) cenderung menurun (Izzudin, 2015). Sebagai langkah
awal yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat
obat adalah dari pengetahuan masyarakat tradisional secara turun temurun
(Dharma, 2001 dalam Kandowangko dkk, 2011). Upaya pengobatan
tradisional dengan obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk
peran masyarakat dan sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang
potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. Hal ini disebabkan
antara lain karena pengobatan tradisional telah sejak dahulu kala
dimanfaatkan oleh masyarakat serta bahan-bahannya banyak terdapat di
seluruh pelosok tanah air. Dalam rangka peningkatan dan pemerataan
pelayanan kesehatan masyarakat, obat tradisional perlu dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya. Obat-obatan tradisional selain sangat bermanfaat
bagi kesehatan, juga tidak memiliki efek samping yang berbahaya karena
bisa dicerna oleh tubuh (Nursyiah, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perawatan dan pengobatan tradisional pada bayi dan balita?
2. Jelaskan perawatan dan pengobatan tradisional pada bayi dan balita
di berbagai etnis?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami tentang perawatan dan pengobatan tradisional pada
bayi dan balita

2. Tujuan Khusus

2
Memahami tentang perawatan dan pengobatan tradisional di
berbagai etnis pada Bayi dan Balita

3
BAB II

DASAR TEORI

A. Perawatan dan Pengobatan Tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.Faktor-
Faktor yang mempengaruhi kecenderungan penggunaan tanaman obat
tradisiona ialah pengalaman pribadi, yaitu pengalaman mengenai
efektivitas dan efek samping tanaman obat tradisional telah banyak
dirasakan oleh masyarakat, faktor pendidikan yaitu diukur berdasarkan
lamanya waktu yang dipergunakan seseorang dalam menempuh
pendidikan formal. Proporsi penggunaan tanaman obat tradisional
menurun dengan meningkatnya pendidikan. Kemudian faktor pendapatan
ekonomi, Semakin rendahnya pendapatan keluarga semakin tinggi
penggunaan tanaman obat tradisional, hal ini dikarenakan harga
tanaman obat tradisional lebih murah, bahannya yang mudah didapati
disekitar lingkungan tempat tinggal dan cara pengolahannya tidak rumit,
sehingga dapat dibuat didapur sendiri tanpa memerlukan peralatan
yang khusus dan biaya yang besar. Dan faktor sosial budaya, obat
tradisional merupakan salah satu sumber daya yang sudah ada
sejak dahulu kala dimanfaatkan oleh nenek moyang kita dalam upaya
mengatasi masalah kesehatan dengan menjadikan berbagai ramuan
bahan tanaman obat.
Bayi dan anak-anak usia paling rentan terhadap berbagai penyakit.
Dalam masa pertumbuhannya, anak terkadang mengalami sakit. Keluhan
yang sering muncul adalah demam, batuk, mencret, kejang, muntah,
edema, sesak nafas, sianosis, ikterus dan pendarahan. Menurut
Rachmawati dkk. (2020) demam merupakan keluhan yang sering
ditemukan oleh orangtua dan gejala dari berbagai penyakit, baik infeksi

4
maupun noninfeksi. Demam umumnya membuat orangtua menjadi cemas
dan takut karena beranggapan demam merupakan penyakit yang serius.
Orangtua akan tenang jika demam anak berhasil diturunkan karena
beranggapan penyakit anak akan sembuh.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam


di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap
tahunnya (Setyowati, 2013, dalam Wardiyah, dkk., 2016). Menurut
Windagdo (2012) menyebutkan bahwa gejala demam pada anak terutama
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan, campak, demam tifoid dan
infeksi saluran pencernaan. Demam menempati urutan pertama dari
empat gejala terbanyak pada anak dengan presentase (33,4%), batuk
sebanyak (28,7%), batuk dan nafas cepat sebanyak (17%) dan diare
(11,4%). Demam pada anak merupakan alasan terbanyak pasien yang
konsultasi ke dokter anak dan dokter umum, sekitar (30%) dari seluruh
total kunjungan dan umumnya sering ditemui pada masa kanak-kanak
dan menyebabkan kekhawatiran orang tua. Tingginya demam tidak selalu
menandakan beratnya suatu penyakit. Demam juga dapat ditemui pada
anak pasca imunisasi (IDAI, 2015).

Menurut Kasnodihardjo dkk (2013) menjelaskan masalah kesehatan


bayi dan anak pada suatu daerah tidak terlepas dari faktor sosial budaya
dan lingkungan di dalam masyarakat yang mereka tempati. Disadari atau
tidak, faktor sosial budaya yang meliputi kepercayaan dan pengetahuan
tradisional seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai penyakit, persepsi
terhadap sakit, nilai budaya termasuk pantangannya, hubungan sebab
akibat tentang sehat dan sakit serta kebiasaaan- kebiasaan ada alanya
mempunyai dampak positif dan negatif terhadap kesehatan bayi dan anak
balita. Bisa jadi komponen budaya tersebut merupakan salah satu sebab
yang mendasari tinggi rendahnya status kesehatan bayi dan anak balita di
suatu daerah, selain faktor kondisi geografis, penyebaran penduduk atau
kondisi sosial ekonomi keluarga yang bersangkutan atau masyarakat
setempat. Sejalan dengan penelitian Resmi (2016) kebanyakan orangtua

5
memiliki sudut pandang berbeda dalam penanganan demam anak. Ada
orangtua yang membawa anaknya langsung ke dokter atau layanan
kesehatan namun ada orangtua yang menganggap demam merupakan hal
yang biasa bagi anak dan membawa anaknya ke pengobatan tradisional
karena berasumsi anaknya diganggu roh halus. Tindakan mengobati
sendiri karena pengalaman sebelumnya usaha tersebut dapat
menyembuhkan bahkan ada yang tidak melakukan apa-apa karena
beranggapan gejala akan hilang dengan sendirinya.

Menurut Setiawan dan Qiptiyah (2014) memaparkan bahwa suku di


Indonesia berjumlah kurang lebih 1.300 suku. Masing-masing suku
memiliki kekhasan dalam memanfaatkan tumbuhan obat. Menurut
RISKESDAS (2013) didapatkan bahwa pelayanan kesehatan traisional
(yankestrad) terdiri dari 4 jenis, yaitu yankestrad ramuan, keterampilan
dengan alat, keterampilan tanpa alat, dan keterampilan denga pikiran.

B. Perawatan Tradisional di Berbagai Etnis Pada Bayi dan Balita


1. Perawatan Tali Pusat Pada Bayi di Suku Sunda
Penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat sampai kini masih
dilakukan oleh bebeberapa dukun bayi (dukun bayi) terutama
dipedesaan. Pada masyarakat Sunda alat pemootng (sembilu) ini
dikenal dengan hinis. Penelitian di pedesaan Lombok juga
memperlihatkan keadaan yang sama. Tali pusat bayi yang baru lahir
dipotong dengan cara menggunakan hinis yang terbuat dari irisan kulit
bambu yang diambil dari rangka atap rumah bagian depan. Soedarno
(1998) dalam Resa Ana (2009).
Kebiasaan menggunakan alat dan obat tradisional yang tidak
steril merupakan faktor utama terjadinya Tetanus Neonatorum.
Sementara itu, alasan dukun menggunakan sembilu dan abu sebagai
alat pemotong dan bahan perawat tali pusar karena sudah menjadi
kebiasaan (tradisi) menunjukkan bahwa mereka masih memegang
kuat tradisi yang telah terwariskan secara turun temurun itu sehingga

6
sulit bagi mereka untuk meninggalkannya. Hal ini sesuai yang telah
disebutkan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa tradisi merupakan salah
satu aspek budaya yang dapat mempengaruhi status dan perilaku
seseorang. Ditambah lagi, adanya keyakinan dari dukun bahwa hidup
matinya seseorang ialah karena “sudah waktunya”, bukan salah
dukun. Mereka memberikan contoh bahwa selama ini banyak juga
yang selamat persalinannya meskipun ditolong oleh dukun. Keyakinan
ini juga menjadikan dukun semakin bertambah kuat dalam memegang
tradisi tersebut. Keyakinan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang.

2. Perawatan Tali Pusat atau Tradisi Puputan pada Suku Jawa Timur
Upacara puputan akan dilakukan saat tali pusar terlepas dari perut
bayi. Sebagaimana diketahui, tali pusar bayi akan mengering dan
terlepas dengan sendirinya. Pada saat inilah, upacara puputan atau
yang dalam Bahasa Jawa disebut sebagai puput puser ini dilakukan.
Tujuannya untuk memohon keselamatan bagi bayi yang besangkutan.
Pada bayi perempuan, upacara puputan ini dilakukan dengan cara
menutup pusar yang baru saja mengering dengan sepasang ketumbar.
Sementara itu, pada bayi laki-laki, pusar ini ditutupi dengan sepasang
merica.
Sebelum mengadakan upacara puputan ini, pihak orang tua atau
keluarga biasanya akan memagari sekeliling rumah dengan benang
Lawe. Setelahnya, pintu rumah diberi beberapa dedaunan seperti daun
nanas, daun lolan, daun widara, dan daun girang. Pintu rumah juga
dicoreti dengan injet dan jelaga serta dipasangi duri-durian yang
berasal dari pohon kemarung. Hal ini bertujuan untuk menolak sawan
atau mahluk halus yang bisa membuat bayi ketakutan atau jatuh sakit.
Masyarakat Jawa percaya jika ari-ari atau plasenta bayi adalah saudara
bayi saat berada dalam kandungan. Karena alasan inilah saat upacara
puputan, ari-ari ini disediakan mainan seperti umbul-umbul, bendera,

7
tombak mainan yang ditempatkan pada batang pohon pisang, serta
semacam payung unik.
Prosesi upacara puputan sendiri diawali dengan menutup pusar
bayi yang sudah mengering dengan merica atau ketumbar, tergantung
pada jenis kelamin bayi tersebut. Saat malam hari, bayi kemudian
dipangku para sesepuh secara bergantian. Setelahnya, menjelang pagi
hari, barulah bayi ditidurkan pada tempat tidur yang diberi batu gilig
yang digambari bentuk manusia. Batu gilig inilah yang kemudian
digendong layaknya bayi dan juga ditidurkan pada tempat tidur.
Menurut kepercayaan Jawa, prosesi terakhir ini bisa menipu mahluk
halus sehingga akan menakuti batu gilig tersebut, bukannya bayi yang
bersangkutan.

3. Perawatan Memandikan Bayi dan Balita di Suku Sasak, Lombok


“Bai lamun nanin sogol, nden kanggo langsung tedaus, lemak demin
sejelo barukn kanggo tedaus, aden ndek telih, demin sogol mok te elap
bae sik kain bersih, mok wah wah terus..”
Pada saat dilahirkan, bayi biasanya dalam tidak bersih atau kotor
terkena darah dan cairan-cairan dari perut ibu, menurut kepercayaan
masyarakat, bayi baru boleh dimandikan sehari setelah bayi lahir,
dengan tujuan agar bayi tidak biru, tetap sehat dan tidak kedinginan.
Pada saat baru dilahirkan, bayi hanya boleh dibersihkan dengan
menggunakan kain, dan penggunaan minyak kepala sebagai cairan
untuk membantu membersihkan bagian kulit bayi.
“...Lamun bai kecek beratn kurang, atauwe kurang siwak bulan, barukn
kanggo teadus demen beratn wah normal, terus dengan laek jek botol
tetisik aik anget isikn pekanget bai’n,ben ngolok ken kiri kanan, due
botol wah kiri kanan”
Lanjut Baiq Rohani, yang artinya bagi bayi yang lahir dengan BB
kurang dari 2 kg dan lahir kurang dari 9 bulan, maka memandikan bayi
tidak akan dilakukan smapai nanti BB bayi sudah normal kembali.
Pada zaman dulu, masyarakat mengisi 2 bauh botol dengan

8
menggunakan air hangat kemudian diselipkan pada sisi samping kiri
dan kanan bayi sebagai pengganti inkubator. Sampai saat ini cara
tersebut masih dilakukan ketika proses kelahiran berlangsung di rumah
(tidak di puskesmas atau rumah sakit).

4. Perawatan Pemeliharaan Pakaian Bayi dan Balita di Suku Sasak,


Lombok
Baiq Rohani juga menjelaskan adanya perbedaan cara merawat
pakaian bayi pada zaman dulu dan sekarang.
“Laek jek ndekn kanggo dengan njelok pakean anakn ken duah bale,
tebesok bae aiq biase kadun, nedkn kanggo tepejet endah, tependet
wah tan aden tais, laguk nani jek wah edak sak mereto-meret”
Menurut kepercayaan masyarakat zaman dulu, pada saat mencuci
pakaian bayi tidak boleh menggunakan cairan pembersih berupa sabun
atau detergen, melainkan hanya menggunakan air. Pada saat akan
menjemur pun pakaian bayi tidak boleh diperas (di plintir). Kemudian
tidak dijempur dibawah terik matahari, tetapi dikeringkan dengan cara
di asapi (menurut tambahan penjelasan dari anak Baiq Rohani, bagi
masyarakat dulu, asap membuat pakaian menjadi wangi), hal tersebut
dipercaya akan menghindari bayi dari hal-hal buruk. Tetapi seiring
berkembangnya zaman, budaya tersebut dihilangkan, karena menurut
kesehatan, asap tidak lah baik jika dihirup oleh bayi.

C. Pengobatan Tradisional di Berbagai Etnis Pada Bayi dan Balita


1. Aneka Pengobatan Tradisional pada Bayi dan Balita
Berikut sejumlah obat dan bumbu dapur yang biasa digunakan
sekaligus kegunaannya : ™
 Bawang Merah :
- Untuk menurunkan demam: parut bawang merah
secukupnya, balurkan di tubuh bayi/anak.
- Untuk borok: 3 siung bawang merah & 2 jari rimpang
kunyit dicuci,diparut, lalu dicampur dgn 2 sendok

9
minyak kelapa baru. Hangatkan diatas api kecil sambil
diaduk. Setelah dingin, oleskan pada bagian tubuh yang
sakit sebanyak 2 kali sehari.
- Untuk masuk angin: 8 siung bawang merah, dicuci,
tumbuk halus, campurdengan air kapur sirih
secukupnya. Balurkan di punggung, leher, perut dan
kaki. ™
 Jahe :
- Untuk menghilangkan masuk angin, perut kembung &
kolik pd anak: 1/4 sendok teh bubuk jahe kering
dilarutkan dlm 1/2 cangkir air panas. Berikan 1-2 kali
per hari sesuai umurnya. ™
 Kunyit (kunir) :
- Untuk diare: 1/2 jari kunyit & 3 lembar daun jambu biji
muda segar dihaluskan, campur dgn 1/2 cangkir air, lalu
diperas. Setelah disaring, diminumkan pada anak .
- Untuk kulit berjamur atau becak putih jamur/ruam
popok karena pemakaian diapers, parut kunyit lalu
oleskan. ™ Daun jambu Biji (jambu klutuk, jambu
batu) Untuk diare: 3 lmbr daun jambu biji muda &
segar dicuci bersih, tumbuk halus, beri 1/2 cangkir air
matang hangat, diperas & diambil airnya.Beri garam
secukupnya sblm diminumkan pada anak.Air perasan
diberikan pada anak sekehendaknya.
 Belimbing wuluh (belimbing asam, belimbing buluk) :
- Biasanya digunakan u/ obat batuk: kukus (dlm panci
kecil tertutup selama bbrp jam) satu genggam (sekitar
11-12 gram) bunga belimbing wuluh segar, 5 butiradas,
1 sendok makan gula batu & 1/2 gelas air. Saring &
minumkan 2-3 kali/hari dgn dosis sesuai usia anak. ™

10
 Mengkudu (pace) :
- Untuk meringankan perut kembung pada bayi:
panaskan daun mengkudu diatas api bbrp saat, lalu olesi
minyak kelapa segar/yg baru. Tempelkan pada perut
anak sewaktu hangat. Bisa diulang beberapa kali. ™
 Kemiri :
- Berkhasiat untuk menyuburkan rambut bayi: minyak
kemiri dioleskan pada kepala bayi/anak sambil dipijat
perlahan setiap malam. Pagi hari rambut disampo &
dibilas dgn air hangat hingga bersih. Minyak kemiri ini
lebih baik yang sudah jadi. ™
 Air Kelapa Muda
- Dapat digunakan untuk obat muntaber krn air kelapa
muda banyak mengandung mineral kalium, yg banyak
keluar ketika anak muntaber. Dosisnya tak ada
takarannya, sekendak anak. ™
 Brotowali (Putrawali, andawali) :
- Untuk pemakaian luar bermanfaat menyembuhkan
luka2 & gatal2 akibat kudis (scabies): 2-3 jari batang
brotowali dipotong kecil2, rebus dgn 6 gelas air. Setelah
mendidih, biarkan selama 1/2 jam. Saring air dan
gunakan untuk mengobati luka serta gatal-gatal. ™
 Jeruk Nipis :
- Untuk mencairkan dahak & obat batuk anak: campur 1
sdm air perasan jeruk nipis, 3 sdm madu murni, 5 sdm
air matang, lalu ditim selama 30 menit.
- Takaran minum :
 Bayi antara usia 6-1 tahun : 2 kali 1/2 sdt 9
 Anak 1-3 tahun : 2 kali 1 sdt 9
 Anak 4-5 tahun : 2 kali 1 1/2 sdt

11
 Kentang :
- Untuk obat bisul: parut kentang dan peras. Oleskan sari
air dan parutan kentang segar dioleskan pada bisul 3- 4
kali per hari.
- Untuk ruam kulit yang disebabkan biang keringat atau
keringat buntet (miliaria), karena sifat kentang yang
mendinginkan.
 Minyak zaitun :
- Untuk mengobati kerak kepala atau ketombe pada bayi
(craddle crap),sebanyak 1-2 kali per hari dioleskan pada
kulit kepala. ™
 Lidah buaya :
- Untuk mengobati luka bakar pada bayi & anak: dgn
mengoleskan daging daun lidah buaya pada seluruh
permukaan kulit yang menderita luka bakar. ™
 Daun pepaya :
- Berkhasiat meningkatkan nafsu makan, menyembuhkan
penyakit malaria, panas,beri-beri dan kejang perut: daun
pepaya muda ditumbuk, diperas, saring, lalu minum
airnya.
 Temulawak :
- Untuk menambah nafsu makan: 150 gram temulawan
50 gram kunyit segar dikupas, iris tipis, rendam dlm
500 cc madu kapuk dlm toples tertutup selama 2
minggu. Setelah 2 minggu ramuan siap digunakan.
Aturan minum 1 sendok makan madu temulawak
dilarutkan dlm 1/2 cangkir air hangat, diminum pagi
dan sore.
 Kencur :
- Untuk meringankan batuk pd anak: 5 gram kencur segar
dicuci bersih, parut, lalu tambahkan 2 sdm air putih

12
matang & diaduk. Setelah disaring, tambahkan 1 sdm
madu murni. Berikan 2-3 kali sehari. ™
 Adas (fennel) :
- Teh adas dapat dipakai untuk meringankan bayi yg
menderita kolik/yg kesakitan akibat erupsi (keluarnya)
gigi. Untuk obat masuk angin & kolik: 1sdt teh adas
dilarutkan dgn 1 cangkir air mendidih, aduk hingga
larut. Stlh agak dingin, larutan dpt diminumkan pada
bayi/anak dengan takaran sesuai umurnya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan dan pengobatan tradisional ini memang sangat
berkhasiat dan terbukti secara empiris dalam menangangi berbagai
keluhan yang sering dialami oleh bayi dan balita dengan efek samping
yang minim sehingga aman untuk bayi dan balita serta aman juga untuk
orang tua supaya tidak menjadi khawatir berlebih. Bukan saja karena biaya
yang terbilang cukup terjangkau melainkan juga karena faktor dari sosial
budaya yang masih erat kaitannya dengan masyarakat itu sendiri, sehingga
masyarakat pun memanfaatkan bahan alami yang tersedia supaya tidak
mudah punah.

B. Saran
Bagi bidan, penggunaan bahan alam khususnya tanaman obat
tradisional diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam
pemberian promosi kesehatan tentang peningkatan nafsu makan pada
balita. Dan masyarakat diharapakan dapat melanjutkan penggunaan
tanaman obat tradisional untuk mengatasi keluhan-keluhan yang sering
dialami pada bayi dan balita, tentunya dengan cara dan dosis yang tepat
agar dapat memberikan efek yang cukup signifikan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1991. Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Betawi di


Kelurahan Ciganjur. Depdikbud: Dirjen Kebudayaan, Direktorat
Jarahnitra,Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.
2. Anwar, F., Riyadi, H. (2009). Status Gizi dan Status Kesehatan Bayi an
Balita. Jurnal Gizi dan Pangan, 4(2), 72-78
3. Mustapa, A., Abdurrachman, Ace Hasan Sueb, Ajip Rosidi, S. M. Ardan.
2000. Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya. Bandung: Pustaka
Jaya.
4. Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV
Pustaka Setia.
5. Wirata, I Wayan. “Hegemoni Pemerintah dan Resistensi Wetu Telu Suku
Sasak di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara” dalam Jurnal
Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional, Volume 20, Nomor 1, 2012: 75-
83.
6. Yasin, Irwandhy Kusuma. 2013. Perlindungan Konsumen terhadap
Testimoni Pengobatan Tradisional Herbal. Skripsi. Makassar: Bagian
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

15

Anda mungkin juga menyukai