Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Inflammatory Bowel Diseases


a. Definisi
Inflammatory Bowel Diseases (IBD) adalah penyakit kronik dimana

terjadi peradangan pada saluran pencernaan manusia yaitu usus. IBD berisiko

merusak saluran pencernaan karena penyakit ini merupakan penyakit

menahun (Aulanni’am, Rosdiana and Rahmah, 2011). Inflammatory bowel

diseases memiliki sifat remisi dan dapat kambuh kembali tergantung kondisi

kekebalan tubuh pasien (Masrul et al., 2018).

b. Klasifikasi

1) Ulcerative Colitis (UC)

Ulcerative Colitis (UC) adalah penyakit peradangan kronik

yang menyebabkan peradangan dan ulkus secara terus-menerus pada

kolon dan rektum (Chandra and Simadibrata, 2014).

2) Chron’s Diseases (CD)

Chron’s Diseases adalah penyakit peradangan kronik secara

transmural yang menyebabkan peradangan dan ulkus secara terus

5
6

menerus yang bisa mengenai setiap bagian dari traktus

gastrointestinal (Chandra and Simadibrata, 2014)

3) Indeterminate Colitis

Indeterminate Colitis adalah penyakit peradangan kronik

pada usus dimana setelah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh

secara klinis, endoskopi, dan patologi anatomi terdapat beberapa

gejala yang sesuai diantara Ulcerative Colitis (UC) dan Chron’s

Diseases (CD) dan dianggap sebagai colitis tak tentu (Chandra and

Simadibrata, 2014).

c. Etiologi

Penyakit inflammatory bowel diseases merupakan kondisi medis

yang belum ditemukan jelas bagaimana penyebabnya. Salah satu

kemungkinan penyebab yang dapat dijelaskan yaitu karena adanya

penyimpangan hasil respon imun dan berkurangnya toleransi terhadap

mikrofloral normal usus yang berakibat terjadinya peradangan kronik pada

usus. Secara genetis ditemukan adanya mutasi gen pada gen NOD2 (gen

IBD1) atau CARD15 (gen penyebab kerentanan terjadinya IBD) di

kromosom 16 pada chron’s diseases dan kromosom 12 pada ulcerative colitis

(Firmansyah, 2017).
7

d. Patogenesis

Penyakit inflammatory bowel diseases dimulai dari meningkatnya

rekruitmen dan retensi makrofag, neutrofil dan sel T di dalam saluran

pencernaan yang mengalami peradangan dimana mereka akan diaktivasi dan

akan mengeluarkan hormon sitokin pro inflamasi. Disregulasi respon imun

terjadi pada IBD, dimana seharusnya respon imun menghambat terjadinya

peradangan namun berubah menyebabkan peradangan yang tak terkontrol.

Mutasi gen NOD2 juga dapat menyebabkan efektivitas dalam mengkode

protein yang terlibat pada pengenalan bakteri oleh monosit sehingga aktivitas

protein menjadi berkurang dan menghasilkan bakteri intraseluler yang

bersifat persisten sehingga berakibat memperpanjang respon imun (Guan,

Qingdon, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Nemati S, 2017),

patogenesis dari penyakit inflammatory bowel diseases terbagi menjadi 2

yaitu:

1) Faktor Eksternal

a) Gastrointestinal Microbiota

Saluran gastrointestinal merupakan habitat alami bagi

mikrobia yang ada pada usus. Mikrobia pada usus berperan penting

terhadap kesimbangan imun mukosa usus. Kerusakan pada barrier

epitel usus dapat menyebabkan predisposisi sehingga memicu IBD.


8

b) Diet

Diet memiliki kaitan yang penting terhadap sistem

kekebalan tubuh manusia. Beberapa senyawa kimia dari

oligosakarida pada ASI dan sayuran silangan berkaitan erat dengan

reseptor aril hidrokarbon yang berada di limfosit intraepitel yang

terutama merupakan sel T positif CD8. Ikatan antara aril

hidrokarbon dengan ligan mendorong untuk mengaktivasi sel T

yang berperan dalam meningkatkan dan mempertahankan toleransi.

2) Faktor Internal

a) Arsitektur Sel-Sel Usus

Struktur khusus musin pada bagian kolon dapat menghambat

pergerakan mikroorganisme patogen masuk ke dalam sel-sel lapisan

epitel usus. Adanya mutasi gen berpengaruh terhadap fungsi normal

sel goblet selaku sel penghasil musin yang menghasilkan respon

peradangan. Tipe kedua sel usus yaitu sel Paneth yang terdapat di

bagian bawah crypts usus. Sel Paneth memiliki peran dalam

mengendalikan populasi mikroba dan keseimbangan imun mukosa.

Zat efektor yang dikeluarkan oleh sel Paneth berfungsi sebagai

respon terhadap pemicu eksogen. Sel-Sel epitel usus harus dapat

mengidentifikasi konten luminal ke sistem kekebalan tubuh yang

terletak di bagian bawah membran epitel untuk dapat membangun

keseimbangan imun mukosa usus yang berperan penting dalam


9

menentukan kekebalan tubuh manusia dan toleransi terhadap

aktivasi.

b) Faktor Genetik

Kelompok etnis dan ras yang berbeda memiliki prevalensi

yang berbeda. Penyakit ini lebih banyak menyerang orang kulit

putih. Studi agresiasi keluarga menunjukan kesesuaian yang tinggi

pada kembar monozigot dibandingkan dengan fraternal. Risiko

keturunan yaitu 30-40 untuk CD dan 10-20 untuk UC.

e. Patofisiologi

Inflammatory bowel diseases berawal dari sitokin yang dikeluarkan

oleh makrofag yang berasal dari respon terhadap antigenik. Berikatan dengan

reseptor-reseptor yang berbeda dan menghasilkan efek autokrin, parakrin dan

endokrin. Sitokin juga akan mendiferensiasikan limfosit menjadi beberapa sel

T, pada kondisi IBD sel T helper tipe 1 (T H-1) berhubungan dengan CD dan

sel T helper tipe 2 (TH-2) berhubungan dengan UC. Respon dari imun ini akan

berakibat pada kerusakan mukosa usus dan menyebabkan inflamasi berupa

ulserasi, edema, perdarahan kemudian hilangnya air dan elektrolit (Danastri

and Putra, 2013).


10

f. Gambaran Klinis Inflammatory Bowel Diseases

Gejala sistemik yang dapat terjadi yaitu demam, berkeringat, tubuh

merasa lemas dan nyeri sendi. Sebesar 10-20 % kasus IBD terdapat manisfetasi

klinis berupa arthritis, uveitis dan penyakit liver. Gambaran klinis pada kasus

UC dapat muncul BAB berdarah dan bisa disertai dengan tenesmus, sedangkan

pada kasus CD sering didapatkan fistula dan abses, nyeri akut pada perut

bagian kanan bawah mirip seperti apendisitis dan obstruksi intestinal.

Kehilangan berat badan juga merupakan manifestasi klinis dari IBD, hal ini

dikarenakan adanya malabsorpsi (Danastri and Putra, 2013).

Dehidrasi dapat terjadi pada pasien IBD. Pasien terlihat tampak

pucat yang merupakan tanda dari anemia. Nyeri tekan pada abdomen dapat

menjadi tanda dari peritonitis lokal. Pasien dengan megakolon toksik memiliki

gejala sepsis yang ditandai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri tekan

abdomen, distensi abdomen dan mual muntah. Pasien pada kasus CD dapat

ditemukan massa pada kuadran perut kanan bawah (Danastri and Putra, 2013).

2. Penatalaksanaan pada Pasien Inflammatory Bowel Diseases

1) Terapi Farmakologi

a) Terapi Simtomatis

Mengatasi gejala diare, spasme atau nyeri ketidaknyamanan

epigastrum, maka diberikan obat antidiare, antispasmodic dan pereda

asam lambung. Loperamide dan kombinasi dari diphenoxylate dan


11

atropine untuk mengurangi pergerakan usus dan urgensi rektum.

Cholestyramine untuk mengurangi diare pada pasien CD yang sudah

direseksi ileumnya. terapi antikholinergik dicyclomide untuk

memabantu mengurangi spasme pada intestinal (Danastri and Putra,

2013)

b) Terapi Step-Wise

Aminosalisilat dapat membantu dalam mempertahankan

remisi pada pasien IBD dan dapat mencegah rekurensi pada pasien CD

yang sudah ditangani dengan pembedahan. Antibiotik metronidazole

dan ciprofloxacin dapat menginduksi remisi pada pasien IBD. Obat anti

inflamasi yang digunakan pada peradangan dengan perluasan akut

menggunakan kortikosteroid. Kortikosteroid bersifat tidak untuk

mempertahankan remisi pada kondisi IBD (Danastri and Putra, 2013).

Pada kondisi IBD dengan remisi yang tidak dapat

dipertahankan dengan aminosalisilat, maka ditambahkan dengan

immune modifier berupa 6-MP dan azathioprine. Immune modifier ini

bekerja dengan cara memperlambat onset (dua sampai tiga bulan) dan

menyebabkan reduksi pada jumlah limfosit (Danastri and Putra, 2013).

2) Intervensi Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan kondisi

penyakitnya. Kondisi UC lebih memungkinkan untuk dilakukan

pembedahan karena peradangannya terbatas pada kolon, sedangkan CD


12

melibatkan seluruh bagian dari saluran pencernaan sehingga

pembedahan dengan reseksi tidak dilakukan karena bukan merupakan

terapi yang bersifat kuratif (Danastri and Putra, 2013).

3) Terapi Gizi

Dampak malnutrisi pada pasien IBD bervariasi mulai dari

20% - 85% dan berisiko 6% - 16 % dibandingkan dengan pasien non

IBD (Schreiner et al., 2019). Penyebab dari malnutrisi ini dapat berasal

dari nutrisi yang tidak adekuat, malaborbsi dan dari penyakit itu sendiri.

Nutrisi yang tidak adekuat ditambah dengan gangguan saluran cerna,

reseksi usus dan obat-obatan akibat dari IBD berdampak pada

bertambahnya risiko malnutrisi

Ada 2 jenis terapi nutrisi yaitu terapi nutrisi primer dan terapi

nutrisi suportif. Tujuan dari terapi nutrisi primer yaitu :

a) Mengurangi reaksi peradangan yang diakibatkan dari penyakit itu

sendiri.

b) Menghambat aksi spesifik dari molekul peradangan.

c) Merubah sel target yang terlibat dalam respon imun sehingga

sintesis molekul peradangan dapat termodifikasi.

Berdasarkan (Masrul et al., 2018) salah satu tujuan dari

terapi gizi yaitu untuk mengurangi risiko malnutrisi dengan cara

memberikan asupan energi dan suplemen zat gizi seperti antioksidan,

suplemen PUFA, Glutamin, butirat, prebiotik dan probiotik. Pasien


13

dengan IBD dapat diberikan diet normal selama masa remisi

berlangsung dengan tetap memperhatikan gejala yang terjadi. Diet

perlu dirubah apabila terjadi serangan akut pada pasien. Selama

serangan akut terjadi maka diet yang perlu dilakukan pada pasien

adalah :

a) Makanan porsi kecil tapi sering

b) Hindari makanan yang merangsang saluran pencernaan

c) Membatasi makanan yang mengandung serat larut (biji-

bijian, kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau, buah dan

gandum)

d) Membatasi asupan karbohidrat tinggi dan yang

menimbulkan gas

e) Kurangi makanan yang berminyak atau di goreng

f) Mengandung prebiotik dan probiotik


14

Tabel 1. Minuman yang diperbolehkan dan yang dihindari

Minuman yang Dihindari


Minuman yang Diperbolehkan
Minuman dingin
Air 8 gelas sehari

Minuman yang mengandung


Jus buah yang duencerkan kafein
dengan air
Minuman beralkohol

dihindar

Berdasarkan (Knight-sepulveda et al., 2015) terapi gizi pada

pasien IBD memiliki 5 prinsip yaitu

a) Modifikasi asupan karbohidrat sepesifik seperti karbohidrat

kompleks dan laktosa maupun olahannya.

b) Meningkatkan konsumsi probiotik dan prebiotik dalam

bentuk serat larut.

c) Mengurangi asupan lemak jenuh, menghindari konsumsi

minyak terhidrogenasi dan meningkatkan asupan asam

lemak omega 3.

d) Evaluasi diet secara keseluruhan serta mengidentfikasi

adanya intolernsi makanan dan nutrisi yang hilang


15

e) Modifikasi tekstur makanan untuk memaksimalkan

penyerapan zat gizi.

3. Skrining Gizi
Skrining gizi merupakan kegiatan penapisan gizi terhadap pasien

sebelum dilakukan proses asuhan gizi terstandar. Malnutrition Screening

Tools (MST) adalah salah satu formulir skrining gizi yang dilakukan pada

pasien dewasa. MST lebih spesifik dalam mengidentifikasi beberapa risiko

malnutrisi. Formulir skrining gizi MUST lebih baik dalam mengidentifikasi

risiko malnutrisi pada pasien colic abdomen yang mana berhubungan

dengan kondisi medis inflammatory bowel diseases (Minangsari, 2019).

4. Proses Asuhan Gizi Terstandar


Proses asuhan gizi untuk membantu permasalahan yang digunakan

adalah Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). PAGT adalah metode

pemecahan masalah yang sistematis, dimana dietisien menggunakan cara

berfikir kritisnya dalam membuat keputusan untuk menangani berbagai

masalah yang berkaitan dengan gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi

yang aman, efektif dan berkualitas tinggi yang sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan (Wahyuningsih, 2013). Proses asuhan gizi terstandar dilaksanakan

secara berurutan dimulai dari langkah asessmen, diagnosis, intervensi dan

monitoring evaluasi gizi. Langkah-langkah tersebut saling berkaitan satu

dengan lainnya dan merupakan siklus yang berulang terus sesuai respon atau
16

perkembangan pasien. Apabila tujuan telah tercapai maka proses ini akan

dihentikan, namun bila tujuan belum tercapai atau tujuan awal tercapai tetapi

terdapat masalah gizi baru maka proses berulang kembali mulai dari asesmen

gizi (Kemenkes RI, 2014).

1. Asesmen Gizi

Asesmen gizi adalah kegiatan mengumpulkan, memverifikasi serta

menginterpretasikan data pasien/anggota keluarga/pengasuh atau kelompok

yang relevan untuk mengidentfikasi masalah gizi, penyebab serta tanda dan

gejala yang dialami secara sistematis.

a. Riwayat Gizi

Data dari riwayat gizi yaitu terdiri dari data asupan makan termasuk

komposisi, pola makan, diet yang sedang diterapkan saat ini dan data

lainnya yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan (Kemenkes RI,

2013). Pengumpulan data terkait riwayat gizi yang dapat dilakukan

dengan cara wawancara recall 24 jam untuk mengetahui kemampuan

konsumsi zat gizi dan semi quantitative food frequency questioner

(SQ FFQ) untuk melihat inadekuat asupan pasien pada kondisi

inflammatory bowl diseases.

b. Data Biokimia

Data biokimia terdiri dari hasil pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan

gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya


17

masalah gizi (Kemenkes RI, 2013). Data biokimia yang spesifik

sesuai dengan gambaran klinis inflammatory bowel diseases yaitu

kadar Hb, hematokrit dan albumin.

c. Data Fisik Klinis

Data fisik klinis diperoleh melalui pemeriksaan fisik maupun klinis

pada pasien dengan tujuan untuk mengetahuan kelainan klinis

maupun fisik yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat

menimbulkan terjadinya masalah gizi (Kemenkes RI, 2013). Data

fisik klinis yang berhubungan dengan gambaran klinis kondisi

inflammatory bowel diseases yaitu dengan pemeriksaan nyeri tekan

pada abdomen, mual muntah dan pemeriksaan ada tidaknya massa

kuadran pada bagian perut.

d. Data Antropometri

Data antropometri diperoleh melalui pengukuran fisik yang dilakukan

pada individu. Antropometri dapat dilakukan dengan pengukuran

tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan dapat diukur dengan

menggunakan pengukuran ulna apabila pasien tidak memungkinkan

untuk diukur sedangkan berat badan dapat diestimasi menggunakan

pengukuran lingkar lengan atas (LLA). Pengukuran status gizi

dilakukan dengan membandingkan pengukuran tersebut dengan

kriteria yang ditetapkan (Kemenkes RI, 2013). Hasil pengukuran


18

tinggi badan dan berat badan digunakan untuk menghitung status gizi

dengan perhitungan indeks massa tubuh (IMT).

Rumus IMT (Kemenkes RI) = BB (Kg)/TB (m) 2

Tabel 2. Kategori Status Gizi Berdasarkan IMT

IMT Kategori
< 18.5 Berat Badan Kurang
18.5 – 22.9 Normal
≥23.0 Berat Badan Lebih
23.0 - 24.9 Beresiko
> 25.0 – 29.9 Obesitas Tingkat I
≥ 30.0 Obesitas Tingkat II
(Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pacific

Perspective: Redefining Obesity & its Treatment 2000.)

a. Riwayat Pasien

Informasi saat ini dan masa lalu mengenai riwayat personal, medis,

keluarga dan sosial (Kemenkes RI, 2014).

2. Diagnosis Gizi

Diagnosis gizi merupakan kegiatan mengidentifikasi dan memberi

nama masalah gizi yang aktual, dan atau beresiko menyebabkan masalah gizi.

Tujuan dilakukan diagnosis gizi untuk mengidentifikasi adanya problem gizi,

faktor penyebab yang mendasarinya, dan menjelaskan tanda dan gejala yang

melandasi adanya problem gizi. (Citerawati, 2017). Diagnosa gizi yang

sering muncul pada pasien inflammatory bowel diseases berdasarkan

(Nuraini dkk , 2017 : 140) yaitu :

a. Domain asupan
19

Asupan energi inadekuat, asupan oral inadekuat, peningkatan kebutuhan

zat gizi dan asupan vitamin atau mineral inadekuat.

b. Domain klinis

Malnutrisi, utilisasi zat gizi terganggu dan perubahan nilai laboratorium

terkait gizi.

b. Domain perilaku – lingkungan

Berbagai problem gizi yang terkait dengan pengetahuan, sikap/keyakinan,

lingkungan fisik, akses ke makanan, air minum, atau persediaan makanan,

dan keamanan makanan.

3. Intervensi Gizi

Intervensi gizi merupakan suatu tindakan yang dimaksudkan untuk

menghilangkan etiologi dari problem gizi atau mengurangi tanda-tanda dan

gejala. (Emery, 2014). Tujuan intervensi pada penyakit IBD dikelompokkan

yaitu :

a. Menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh

b. Mengganti kehilangan zat gizi serta memperbaiki atau

mempertahankan status gizi pasien

c. Mencegah keparahan dari iritasi dan inflamasi

d. Mengistirahatkan usus ketika masa akut terjadi

Intervensi gizi yang daoat dilakukan pada pasien IBD berdasarkan (Nuraini

dkk , 2017 : 141) yaitu :

a. Dipuasakan atau diberikan makanan parenteral pada saat fase akut.


20

b. Pemberian makanan secara bertahap dari cair sampai makanan

biasa.

c. Suplementasi vitamin dan mineral.

d. Cukup cairan dan elektrolit.

e. Menghindari makanan yang menimbulkan gas serta pemberian diet

sisa rendah dan serat rendah.

4. Monitoring dan Evaluasi Gizi

Prosedur monitoring dan evaluasi membantu mengukur kemajuan

ke arah tujuan dan mengetahui permasalahn terselesaikan atau tidak.

Monitoring dan evaluasi memudahkan pengumpulan data dan memperbaiki

kekuatan hasil analisa (Kemenkes RI, 2014). Monitoring dan evaluasi yang

dilakukan pada pasien IBD yaitu terkait data fisik klinis, data biokimia serta

data asupan makan pasien.


21

A. Kerangka Teori

Pasien Masuk

Tidak
Tujuan
beresiko
tercapai STOP
Skrining gizi Diet
Pasien
standar ( Rencana tindak
Pulang
lanjut )
pulang
Beresiko
malnutrisi

Assessment
Intervensi gizi
1. Antropometri
Diagnosis gizi Pemberian diet
2. Biokimia
1. Masalah gizi dan konseling
3. Fisik/klinis
terkait penyakit
4. Riwayat makan
2. Penyebab
5. Riwayat lain
masalah gizi
peRumah
terkait penyakit
Sakitonal/lain-
3. Tanda atau gejala
lain
yang berkaitan
dengan masalah Monitoring dan evaluasi
gizi (Monitoring perkembangan,
Mengukur hasil , Evaluasi
hasil)
1. Antropometri
2. Biokimia
Tujuan tidak 3. Fisik/klinis
tercapai 4. Riwayat makan
Target dari setiap
parameter mengalami
perubahan yang lebih
baik

Gambar 1. PAGT Pasien IBD (Kemenkes RI 2014, Pedoman PGRS 2013)


22

B. Kerangka Konsep

Pasien IBD Skrining Gizi Asesmen Gizi


Menggunakan Beresiko Riwayat
Masuk
Form MST dan Gizi,Antropometri,Bio
Malnutrisi kimia, Fisik Klinis,
MUST
Riwayat Pasien

Tujuan Tidak Tercapai

Diagnosis Gizi
Domain Asupan
Domain Klinik
Domain Behavior

Perencanaan
Pemberian Diet,Edukasi dan
Konseling Gizi
Monitoring Intervensi Gizi
dan Evaluasi
Gizi Implementasi
Pemberian Diet, Edukasi dan
Konseling Gizi
23

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana hasil skrining gizi pada pasien inflammatory bowel

diseases menggunakan formulir skrining gizi sesuai standar?

2. Bagaimana hasil asesmen gizi pada pasien inflammatory bowel

diseases?

3. Bagaimana hasil diagnosis gizi pada pasien inflammatory bowel

diseases?

4. Bagaimana hasil intervensi gizi pada pasien inflammatory bowel

diseases?

5. Bagaimana hasil monitoring dan evaluasi gizi pada pasien

inflammatory bowel diseases?

Anda mungkin juga menyukai