BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
ii
3.1 Kegiatan PKPA............................................................................................27
BAB IV..................................................................................................................41
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................41
4.1 Kesimpulan..................................................................................................41
4.2 Saran............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
LAMPIRAN..........................................................................................................43
Lampiran 1. Lokasi PT. Penta Valent Cabang Palu....................................43
Lampiran 2. Kantor PT Penta Valent Cabang Palu...........................................44
Lampiran 3. Ruang Obat PT. Penta Valent Cabang Palu...............................46
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan PKPA di PBF
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras.
2.1.3 Aspek Hukum tentang PBF
PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :
1.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
2. Permenkes No. 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang
Pedagang Besar Farmasi
3. Permenkes No. 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi
2.1.5 Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi
efisiensi dan efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke
sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.
2.1.6 Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan
memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit
memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan
obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi,
4
ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan
sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang
memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk
memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik. dan
area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat
dan aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus
terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan
baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk
ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan
kepada personil yang berwenang yakni dengan adanya sistem alarm
dan kontrol akses yang memadai. Selain itu harus disediakan area
khusus, antara lain:
1. Ruang Karantina adalah area terpisah dan terkunci antara obat
yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya,
meliputi obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak,
yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari
obat yang dapat disalurkan.
2. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang
membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika, dan
psikotropika).
3. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang
dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas
bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala)
sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. Bangunan dan
5
fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu
serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau
hewan lain. Selain itu toilet dan kantin untuk personil harus
terpisah dari area penyimpanan.
2.1.7 Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki
perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian
obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain :
1. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian
dan penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan,
blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak,
blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran,
form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF.
2. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
2.1.8 Apoteker Penanggung Jawab di PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
889/MENKES/PER/V /2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan
pIzin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker
adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker yang akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Memiliki keahlian dan kewenangan.
2. Menerapkan Standar Profesi.
3. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.
4. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
5. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA
6
berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh
STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :
1. Memiliki ijazah Apoteker.
2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker.
4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktek.
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi
6. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua)
lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang Apoteker yang
akan bekerja sebagai Apoteker penanggungjawab di PBF wajib
memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). SIPA adalah surat izin
praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi
atau penyaluran. SIPA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian. Apoteker harus mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan untuk memperoleh SIPA, serta harus menerbitkan SIPA
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima
dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk
permohonan SIPA yaitu :
1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari
pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran.
3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
7
4. Pas foto berwama ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x
4 sebanyak 2 (dua) lembar.
Pencabutan SIPA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
dilakukan apabila :
1. Atas permintaan yang bersangkutan.
2. STRA tidak berlaku lagi.
3. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum
dalam surat izin
4. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan
mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan
pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat
keterangan dokter.
5. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan
rekomendasi KFN.
6. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang
Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum dalam pendistribusian
obat dan bahan obat;
1. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya
serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
2. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan
pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang
terkait dalam kegiatan distribusi.
3. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat.
4. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
5. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggar
8
6. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok
obat yang memenuhi syarat jual.
7. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak
dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab
masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau
transportasi obat.
8. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program
dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
9. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis
kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi
berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka
waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan
setiap pendelegasian yang dilakukan.
10. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk
mengkarantina atau memusnahkan obat.
2.1.9 Tata Cara Perizinan PBF
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi perlu disesuaikan dengan
kebutuhan hukum dalam pendistribusian obat dan bahan obat;
setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal
yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan
menggunakan Formulir 1 (Lampiran 1). Izin Pedagang Besar
Farmasi (PBF) berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh
izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
9
3. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai
penanggung jawab;
4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir;
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan
perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat
yang disimpan; dan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut :
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
2. Susunan direksi/pengurus;
3. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
4. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
6. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
7. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
8. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
9. Peta lokasi dan denah bangunan
10. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab; dan
10
11. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu :
1. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi
kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) dan ayat (3).
2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1), Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan
CDOB.
3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan contoh
Formulir 2 sebagaimana terlampir.
4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan
audit pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM
melaporkan pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB
kepada Kepala Badan. Serta Paling lama dalam waktu 6 (enam)
hari kerja sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Kepala Badan POM memberikan rekomendasi
pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon
dengan menggunakan contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir.
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta
persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal
menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh Formulir 4
sebagaimana terlampir.
11
6. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat
(4), ayat (4a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya,
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dengan menggunakan contoh
7. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal
menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.
2.1.10 Pencabutan Izin PBF
Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila masa berlakunya
habis dan tidak diperpanjang; dikenai sanksi berupa penghentian
sementara kegiatan; izin PBF dicabut.
12
3. Nama apoteker penanggung jawab pusat
4. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut
:
1. Fotokopi izin PBF
2. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab
gudang tambahan
3. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
4. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
5. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan
Sedangkan untuk permohonan perubahan terhadap gudang
PBF ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan
fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan denah bangunan gudang.
Permohonan penambahan gudang tersebut diajukan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan alamat kantor PBF
alamat gudang; nama apoteker penanggung jawab.
13
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF
yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh
Kepala Badan POM. Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya
dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat
dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus dapat diperiksa
oleh petugas yang berwenang.
2.1.13 Pengadaan
Dalam pelaksanaan pengadaan di PBF, pengadaan obat
harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan
harus diidentifikasi serta didokumentasikan. Selain itu, Harus
dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan.
Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan
penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting.
Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis
dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara
berkala. Pengadaan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan.
2.1. 14 Penyaluran
PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan
fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam
pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi penyaluran obat, narkotika dan
psikotropika.
14
1. Penyaluran Obat
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat
menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun,
PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. PBF
hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek atau apoteker penanggung jawab.
2. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika, Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran
dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh :
Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
1) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya,
apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah
sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat
dan pedagang besar famasi kepada lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.
Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan
hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar
farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
15
atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat
atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai
eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika hanya dapat
dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah
memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundan-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau
lembaga pendidikan.
2.1.15 Pelaporan Kegiatan PBF
Setiap PBF wajib menyampaikan lapoan kegiatan setiap
3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi
kgiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan
ONPP (Narkotika,psikotropika,precursor,dan OOT) wajib
menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan
psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu,
laporan tersebut dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
16
dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus
memastikan bahwa mutu obat dan atau bahan obat serta integritas rantai
distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan
distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua
tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus
divalidasi dan didokumentasikan. Manajemen mutu harus mencakup
prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan
tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan
kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen
manajemen puncak.
Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat
manajemen, harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan
maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan
dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh
manajemen. Manajemen pengelolaan mutu harus mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya,serta kegiatan yang di
perlukan untuk memasikan bahwa obat dan atau bahan obat yang dikirim
tidak tercemar selama penyimpanan dan atau transportasi. Totalittas dari
tindakan ini digambarkan sebagai manajemen mutu. Manajemen mutu
harus mencakup ketentuan untuk memastikan bahwa pemegang izin edar
dan badan BPOM segera di beritahu dalam kasus obat dan atau bahan obat
tersebut harus disimpan ditempat yang aman dan terkunci, terpisah dengan
label yang jelas untuk mencegah penyaluran lebih lanjut. Manajemen
puncak harus menunjuk penanggung jawab untuk tiap fasilitas distribusi,
yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah di tetapkan
untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan dan di
pertahankan.
17
fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus
dipahami dengan jelas dan
18
dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus
menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan
tanggung jawabnya.
Didalam suatu perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap
bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Memiliki
tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil yang harus
ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusiharus
menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang
apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan
perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya haruskompeten dan
dalam jumlah yang memadai. Oleh sebab itu perlu dilakukannya pelatihan
terhadap personil tersebut secara berkala dalam rangka meningkatkan
kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu
ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan
dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup
kesehatan, higiene, dan pakaian kerja.
19
atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang
akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan atau
bahan obat yang dapat disalurkan.
1 Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait
dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban, dan
pencahayaan yang dipersyaratkan.
2 Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan atau bahan
obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
3 Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan atau bahan obat
yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan,
mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan
keselamatan dan keamanan
4 Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah,terlindung
dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai.
5 Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
6 Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak
berhak.
7 Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan.
8 Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat
20
atau hewan lain. Progam pencegahan dan pengendalian hama harus
tersedia.
9 Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
10 Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat harus di desain, diletakkan dan dipelihara sesuai denganstandart yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital seperti
kamometer, genset, dan chiller.
11 Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus di kalibrasi, serta
kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan di verfikasi secara berkala
dengan metode yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu tertelusur.
12 Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan
obat.
13 Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan
kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut
misalnya tempat penyimpanan produk suhu. dingin, termohigrometer,
atau alat lain pencatat suhu dan kelembapan, unit pengendalian udara dan
peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi.
14 Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk
mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan
obat. Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan antara lain suhu,
kelembaban, dan kebersihan bangunan.
15 Area penyimpanan harus di petakan pada kondisi suhu yang mewakili.
Sebelum digunakan harus dilakukan pemetaan awal sesuai dengan
prosedur tertulis. Pemetaan harus diulang sesuaidengan hasil kajian resiko
atau jika dilakukan modifikasi yang signifikan terhadap fasilitas atau
peralatan pengendalian suhu. Peralatan pemantauan suhu harus
ditempatkan sesuai dengan hasil pemetaan.
21
2.2.5 Aspek Operasional
a) Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan
kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilakukan. Pemilihan pemasok
termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan
operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dimana hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang
secara berkala. Jika obat dan atau bahan obat diperoleh dari industri
farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok
tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB,
sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang
memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi maka fasilitas
distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin
serta menerapkan prinsip CPOB.
Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan.
b) Penerimaan
Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap
keberadaan nama, jenis, nomor bets, tanggal kadaluwarsa, jumlah dan
kemasan harus sesuai dengan surat pengantar/pengiriman barang dan/atau
faktur penjualan, serta Certificate of Analysis untuk bahan obat. Kondisi
container pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau
penandaan dalam kondisi baik. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan no
bets dan Expired Date kemasan dalam surat pengantar. Pengiriman barang
dan/ataufaktur penjualan harus sesuai dengan surat pesanan.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai,penanggung
jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat
pengantar/penerimaan barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi
stempel fasilitas distribusi. Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau kondisi kemasan
22
tidak baik, maka obat tersebut harus segera dkembalikan dengan disertai
bukti retur, dan meminta bukti terima pengembalian dari pemasok.
Selama menunggu proses pengembalian maka disimpan di area karantina.
Jika terdapat ketidaksesuaian nomorbets, tanggal kadaluarsa dan jumlah
antara fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk
mengklarifikasi ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok lalu dibuat
BAP.
c) Penyimpanan
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6
Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis CDOB, penyimpanan dan
penanganan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi
penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan
rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi yang memproduksi
bahan obat standart mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat harus
disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan
terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus
harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi
penyimpanan khusus. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus
memperhitungkan kapasitas sarana penyimpanan. Kontainer obat dan/atau
bahan obat yang diterima harus dibersihkan sebelum di simpan. Kegiatan
yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan
memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat
dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak,
dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Untuk memastikan rotasi stok
sesuai dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti
kaidah FEFO (First Expired First Out).
Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian
rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur baur.
Obat dan/bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat
dan/atau
23
bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik
dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau
bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga
akurasi persediaan stok, harus dilakukan stok opname secara berkala
berdasarkan pendekatan resiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya
campur baur, kesalahan keluar masuk, pencurian, penyalahgunaan obat,
dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan
harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3
Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Dalam
pelaksanaan penyimpanan obat khusus di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi :
a. Tempat penyimpanan obat narkotika, psikotropika dan precursor
dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
b. Gudang khusus yang dimaksud adalah dinding dibuat dari tembok
dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji
besi dengan dua buah kunci yang berbeda.
c. Langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi. Jika
terdapat jendela atau ventilasi udara harus dilengkapi dengan jeruji
besi.
d. Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
Penanggung Jawab (APJ).
e. Kunci gudang dikuasai oleh APJ dan personil lain yang
didelegasikan.
24
d) Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).
PBF hanya menyalurkan obat kepada PBF lain dan fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko
obat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 0 Tahun 2017, PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat dan atau
bahan obat di daerah provinsi sesuai dengan surat pengakuannya.
Dikecualikan dari ketentuan, PBF cabang dapat menyalurkan obat dan atau
bahan obat didaerah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF pusat yang
dibuktikan dengan surat penugasan atau penunjukan. Setiap surat
penugasan atau penunjukkan berlaku hanya untuk satu daerah provinsi
terdekat yang ditujudengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.
PBF cabang yang menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah
provinsi terdekat, menyampaikan pemberitahuan atas surat penugasan/
penunjukan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang
dituju dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF cabang,
kepala balai POM provinsi asal PBF cabang dan kepala balai POM
provinsi yang dituju. PBF pusat dan PBF cabang hanya melaksanakan
penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker
pemegang SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis
kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan
nomor SIPA atau SIKTTK. Dikecualikan dari ketentuan, penyaluran obat
berdasarkan pembelian secara elektronik (E-Purchasing) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi :
a. Penyaluran Obat
25
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, PBF tidak dapat
menyalurkan obat keras kepada toko obat.
ii. PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan
surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau
apoteker penanggung jawab
b. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Pesanan. Surat
pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika. Surat
pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.
c. Penyaluran Psikotropika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017
Tentang Perubahan Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Penggolongan
Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh
pabrik obat, pedagang besar farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:
1 Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, lembaga penelitian atau lembaga
pendidikan.
2 Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, lembaga
penelitian atau lembaga pendidikan
26
3 Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika
yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat
disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga
penelitian dan atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Surat pesanan
psikotropika atau prekursor farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu)
atau beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi.Surat pesanan
harus terpisah dari pesanan barang lain (Permenkes Nomor 3 Tahun 2015).
4 Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau
Pedagang Besar Farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportirsesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
impor psikotropika hanya dapat dilakukan olehpabrik obat atau Pedagang
Besar Farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, serta lembaga
penelitian
27
BAB III
30
2. Organisasi, Manajemen, dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan system manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada
personils yang menjalaninya. Harus ada pesonil yang cukup dan
kompeten untuk melaksakan semua tugas yang menjadi tanggung
jawab jawab fasulitas distribusi. Tanggung jawab masing masing
personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua pesonil harus
dipahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun
pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawab
PT. Venta Valent Cabang Palu memiliki desain, konstruksi, dan letak
bangunan yang memadai, serta disesuaikan dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasional. Untuk penerapan aspek
bangunan dan peralatan di PT. Penta Valent Cabang Palu sudah cukup
baik dan telah sesuai dengan CDOB dimana terdapat persyaratan untuk
bangunan diantaranya adalah harus dapat menjamin perlindungan dan
distribusi obat diantaranya, yaitu melindungi obat dari suhu dan
kelembaban, banjir, memiliki kapasitas yang memadai, bersih memiliki
sirkulasi udarah yang bersih dan dapat memudahkan operasional, serta
penerangan yang cukup juga perlengkapan yang memadai.
Gudang Farmasi Penta Valent Cabang Palu terpisah dengan kantor
hanya dibatasi tembok pemisah sehingga memudahkan pengawasan,
Gudang penyimpanan Farmasi sesuai dengan ketentuan CDOB. Lokasi
Gudang didesain labih baik sehingga mencegah masuknya binatang
seperti burung, dan serangga. Toilet dibuat terpisah dengan Gudang
sehingga mencegah kontaminasi.
31
PT. Penta Valent Cabang Palu ini menggunakan Kondisi pada gudang
harus selalu terlihat bersih. Petugas harus meminimalisir kemungkinan
masuknya debu dalam gudang dengan kegiatan pembersihan dilakukan
setiap hari oleh staf gudang sesuai dengan SOP yang telah tersedia.
Sistem komputer PT. Penta Valent Cabang Palu memuat segala data
dan backup data penting untuk operasional PBF. Pada PT. Penta Valent
Cabang Palu tersedia peralatan lab serta alat pemadam kebakaran dengan
semua staf mengikuti pelatihan penanggulangan bencana.
5 Operasional
a. Pengadaan
Semua tindakanyang dilakukan oleh fasilitas obat dan atau
bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan
spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri
dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan,
pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan atau bahan
obat. Proses penerimaan obat dan atau bahan obat ditunjukan untuk
memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima
benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau
mengalami perubahan selama transportasi.
32
5. Kuantitas obat dan atau bahan obat yaitu jumlah container
dan kuantitas perkontener ( jika perlu).
6. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman
7. Transortasi yang digunakan mencakup nama dan alamat
perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas
pesonil ekspedisi yang menerima ( jika menggunakan jasa
ekspedisi ). Dan kondisi penyimpanan.
33
b. Penyaluran
34
1). Penyaluran Narkotika
36
6. PT. Penta valent Cabang Palu melakukan inspeksi secara internal, Inpeksi
dilakukan secara rutin setiap tahunnya mengikuti protap yang telah dinuat. Tim
inpeksi dibentuk oleh kepala cabang yang diketuai oleh apoteker Penanggung
Jawab yang beranggotakan dari masing-masing unit. Semua pengamatan saat
inspeksi diri dapat dinilai dalam form diberikan nilai 0-100 sesuai ketegori
tingkat kekritisa. Kategori tingkat kekritisan terdapat 5 jenis yaitu Critical
Absolut, Critical, Mayor dan Minor, Form inpeksi didokumntasikan dalam
bentuk laporan untuk disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya.
Jika dalam pengamatan ditentukan adanya penyimpangan dan atau kekurangan,
maka penyebabnya baru diidentifikasi dan dibuat Corrective Action and
Preventive Action ( CAPA ). CAPA harus didokumntasikan dan ditindak lanjuti.
Penyimpangan yang ditemukan saat inspeksi dicatat dan didindetifikasi
penyebabnya serta ditentukan batas waktu perbaikan. Tindakan dan pencegahan
dibuat oleh apoteker penanggung jawab sebagai bentuk evaluasi terhadap hasil
inspeksi.
37
6 Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Recall
Recall dibagi menjadi dua jenis, yaitu Mandatory Recall (Penarikan
yang dilakukan karena perintah), dan Voluntary Recall (Penarikan yang
dilakukan oleh industri atau PBF secara sukarela).
Alur recall barang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Apoteker Penanggung Jawab PBF menerima surat perintah dari
industri atau supplier
b. Apoteker Penanggung Jawab melakukan pengecekan barang
recall (apakah masih memiliki sisa stok barang tersebut di
gudang, atau barang sudah terdistribusikan ke outlet dan outlet
mana saja yang telah menerima)
c. Apoteker Penanggung Jawab PBF membuat surat perintah recall
dan mengisi formulir recall untuk outlet yang mempunyai barang
tersebut
d. Barang recall dari PBF dan dari outlet-outlet akan dijadikan satu
di PBF untuk disimpan di ruang karantina serta dicatat stok yang
terkumpul.
38
e. Barang-barang recall di kirimkan ke industri/produsen.
Untuk menangani keluhan pelanggan, perlu diadakan investigasi
internal agar dapat mengambil keputusan yang objektif. Pada saat
customer menyampaikan keluhan tentang mutu yang tidak sesuai dari
bahan baku obat yang diterima, maka akan dilakukan investigasi
kepada produsen dari bahan baku obat tersebut. Apabila pada produsen
tidak ditemukan mutu bahan baku obat yang berubah maka dilakukan
pemeriksaan bahan baku obat yang di keluhkan customer. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan bahan baku obat dengan menggunakan bantuan
pihak ke-3 untuk melalukan pengujian bahan baku obat di
laboratorium. Dari hasil pemeriksaan tersebut, maka akan diambil
suatu keputusan yang objektif.
7 Transportasi
Fasilitas transportasi yang digunakan PBF PT. Penta Valent
Cabang Palu adalah mobil box dan sepeda motor. Penggunaan
transportasi yang dipilih disesuaikan dengan lokasi pengiriman. Motor
digunakan untuk pengiriman barang yang jumlah lebih sedikit dan mobil
untuk mengirim barang dengan jumlah yang banyak. Untuk pengiriman
barang luar daerah/kota menggunakan ekspedisi. Untuk laporan
penggunaan transportasi rutin dilaporkan kepala Balai Pengawasan Obat
dan Makanan ( BPOM) setempat setiap dua kali setahun.
39
8 Dokumentasi
PT. Penta Valen Cabang Palu terdapat beberapa dokumentasi,
diantaranya yaitu
1. Dokumntasi pengadaan yaitu menggunakan surat pesanan, surat
jalan, Request Purchase Order (RPO), Nomor Pendaftaran Barang
(NPB)
2. Dokumntasi penyaluran menggunakan Faktur dan surat pesanan
(SP)
3. Dokumntasi rektur
4. Dokumntasi recall
5. Standar Operasuinal (SOP)
6. Surat kontrak kerja sama dengan PT. Penta Valent Cabang Palu
40
BAB IV
4.1 Kesimpulan
PT. Penta Valent Cabang Palu merupakan fasilitas distributor yang
menyalurkan obat regular, Cool Chain Product (CCP), Kosmetik, dan alat
Kesehatan. Yang melangsungkan kegiatan setiap hari senin hingga sabtu. Hari
senin-jum’at kegiatan PKPA dimulai dari pukul 08.00-12.00 hingga 16.00 WITA,
sedangkan pada hari sabtu kegiatan PKPA dimulai jam 08.00-14.00 WITA.
4.2 Saran
Meningkatkan kerja sama dengan institusi Pendidikan dalam rangka
pengenalan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), serta perlu adanya
penambahan jumlah personil Gudang untuk lebih meningkat efektifitas pelyanan
distribusi dan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
41
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9
Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
BPOM RI, 2012. Laporan Tahunan 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: Badan POM RI.
Permenkes RI, 2016. Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Kesehatan RI No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
42
LAMPIRAN
43
LAMPIRAN
Apar
44
Lampiran 3. Ruangan Obat PT. Penta Valent Cabang
Palu
45
46
47
48
s
49