REAKSI ANAFILAKTIK
Nomor :
Terbit ke : 02
SOP No.Revisi : 01
Tgl.Diberlaku : 17 - 09 - 2016
kan
Halaman : 1 / 14
Komplikasi
1. Koma
2. Kematian
Peralatan
1. Infus set
2. Oksigen
3. Adrenalin ampul, aminofilin ampul, difenhidramin vial, deksametason
ampul
4. NaCl 0,9%
Prognosis
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan
diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad
F. Diagram
melakukan vital sign menegakan diagnose
Alir Melakukan dan pemeriksaan fisik berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesis pada
pasien
G. Rekaman Historis:
No Halaman Yang dirubah Perubahan Diberlakukan Tanggal
141
VULNUS LACERATUM,
VULNUS PUNCTUM
Nomor :
Terbit ke : 02
SOP No.Revisi : 01
Tgl.Diberlaku : 17 - 09 - 2016
kan
Halaman : 5 / 14
A. Pengertian Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna
melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing.Apabila
kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus.Luka
tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh
serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh
berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi),
luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus
(penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan.
Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek) merupakan jenis luka disebabkan
oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka
tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
Vulnus Punctum (Luka Tusuk) merupakan jenis luka yang
penyebabnya adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk
ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi
didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax
disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang
bisa disebabkan oleh trauma mekanis dan perubahan suhu (luka
bakar). Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan
gejala seperti bengkak, krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau
bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius. Tanda dan gejala
yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.
Macam-macam Luka
Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :
1. Luka bersih (Clean wound)
Luka bersih adalah luka karena tindakan operasi dengan tehnik steril,
misalnya pada daerah dinding perut, dan jaringan lain yang letaknya
lebih dalam (non contaminated deep tissue), misalnya tiroid, kelenjar,
pembuluh darah, otak, tulang.
2. Luka bersih-kontaminasi (Clean contaminated wound)
Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi,
lingkungan tidak steril atau operasi yang mengenai daerah usus halus
dan bronchial.
3. Luka kontaminasi (Contaminated wound)
Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada
saluran terinfeksi (usus besar, rektum, infeksi bronkhial, saluran kemih)
4. Luka infeksi (Infected wound)
Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan, serta
kurangnya vaskularisasi pada jaringan luka.
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan
pasien dengan vulnus laceratum dan vulnus punctum
C. Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Narumonda Nomor 870/ /Pusk/ / 2020
tentang Pelayanan Klinis UPT Puskesmas Narumonda
D. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
E. Prosedur Hasil Anamnesis (Subjective)
Terjadi trauma, ada jejas, memar, bengkak, nyeri, rasa panas
didaerah trauma.
Pemeriksaan Penunjang : -
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Komplikasi Luka
1. Penyulit dini seperti : hematoma, seroma, infeksi
2. Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrofik dan kontraktur
Peralatan
Alat Bedah Minor : gunting jaringan, pinset anatomis, pinset sirurgis,
gunting benang, needle holder, klem arteri, scalpel blade & handle.
Prognosis
Tergantung dari luas, kedalaman dan penyebab dari trauma.
F. Diagram
melakukan vital sign menegakan diagnose
Alir Melakukan dan pemeriksaan fisik berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesis pada
pasien
G. Rekaman Historis:
No Halaman Yang dirubah Perubahan Diberlakukan Tanggal
142
LUKA BAKAR DERAJAT 1 DAN 2
Nomor :
Terbit ke : 02
SOP No.Revisi : 01
Tgl.Diberlaku : 17 - 09 - 2016
kan
Halaman : 8 / 14
A. Pengertian Luka bakar (burn injury) adalah kerusakan kulit yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi.
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan
pasien dengan luka bakar derajat 1 dan 2
C. Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Narumonda Nomor 870/ /Pusk/ / 2020
tentang Pelayanan Klinis UPT Puskesmas Narumonda
D. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
E. Prosedur Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pada luka bakar derajat I paling sering disebabkan sinar matahari.
Pasien hanya mengeluh kulit teras nyeri dan kemerahan.
Pada luka bakar derajat II timbul nyeri dan bula.
Pemeriksaan Penunjang : -
Penatalaksanaan (Plan)
Penatalaksanaan
1. Luka bakar derajat 1 penyembuhan terjadi secara spontan
tanpa pengobatan khusus.
2. Penatalaksanaan luka bakar derajat II tergantung luas luka
bakar.
Komplikasi
Jaringan parut
Kriteria Rujukan
Rujukan dilakukan pada luka bakar sedang dan berat
F. Diagram
melakukan vital sign menegakan diagnose
Alir Melakukan dan pemeriksaan fisik berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesis pada
pasien
G. Rekaman Historis:
No Halaman Yang dirubah Perubahan Diberlakukan Tanggal
32
EPISTAKSIS
Nomor :
Terbit ke : 02
SOP No.Revisi : 01
Tgl.Diberlaku : 17 - 09 - 2016
kan
Halaman : 12 / 14
A. Pengertian Epistaksis adalah perdarahan yang mengalir keluar dari hidung yang
berasal dari rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu
penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan.
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan
pasien dengan epistaksis
C. Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Narumonda Nomor 870/ /Pusk/ / 2020
tentang Pelayanan Klinis UPT Puskesmas Narumonda
D. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
E. Prosedur a. Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai
1) Lampu kepala
2) Spekulum hidung
3) Alat penghisap (suction)
4) Pinset bayonet
5) Tampon anterior, Tampon posterior
6) Kaca rinoskopi posterior
7) Kapas dan kain kassa
8) Lidi kapas
9) Nelaton kateter
10)Benang kasur
11)Larutan Adrenalin 1/1000
12)Larutan Pantokain 2% atau Lidokain 2%
13)Larutan Nitras Argenti 15 – 25%
14)Salep vaselin, Salep antibiotik
b. Langkah – Langkah
1) Melakukan Anamnesa terhadap pasien
2) Menanyakan Keluhan Pasien
a. Keluar darah dari hidung atau riwayat keluar darah dari
hidung.
b. Harus ditanyakan secara spesifik mengenai :
a) Lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung atau ke
tenggorok)
b) Banyaknya perdarahan
c) Frekuensi
d) Lamanya perdarahan
a. Melakukan Pemeriksaan Fisik
1) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan secara berurutan dari anterior
ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi,
dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa
dengan cermat untuk mengetahui sumber perdarahan.
2) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting
pada pasien dengan epistaksis berulang untuk
menyingkirkan neoplasma.
3) Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis
hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis
posterior yang hebat dan sering berulang.
Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi
duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok, pasien
bisa berbaring dengan kepala dimiringkan.
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan
dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan,
kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama 3-5 menit
(metode Trotter).
3. Bila perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan
dengan alat pengisap (suction) dibersihkan semua kotoran dalam
hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku.
4. Bila perdarahan tidak berhenti, masukkan kapas yang dibasahi ke
dalam hidung dengan larutan anestesi lokal yaitu 2 cc larutan Lidokain
2% yang ditetesi 0,2 cc larutan Adrenalin 1/1000. Hal ini bertujuan
untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh
darah sehingga perdarahan dapat berhenti sementara untuk mencari
sumber perdarahan. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung
dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
5. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat
dengan jelas, dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi
larutan Nitras Argenti 15 – 25% atau asam Trikloroasetat 10%.
Sesudahnya area tersebut diberi salep antibiotik.
6. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa
yang diberi Vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat
juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai
pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari
dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus
menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 2 x
24 jam. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
mencari faktor penyebab
Rencana Tindak Lanjut
Setelah perdarahan dapat diatasi, langkah selanjutnya adalah mencari
sumber perdarahan atau penyebab epistaksis.
G. Rekaman Historis:
No Halaman Yang dirubah Perubahan Diberlakukan Tanggal